Anda di halaman 1dari 20

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

1. Definisi

Penyakit paru obstrukstif kronis (PPOK) adalah sekelompok

penyakit paru yang menghambat aliran udara pada pernafasan saat

menarik nafas atau menghembuskan nafas. Beberapa penyakit yang

lazim terjadi adalah emfisema, bronkitis kronis, dan asma. Udara

harus dapat masuk dan keluar dari paru-paru untuk memenuhi

kebutuhan tubuh. Ketika aliran udara ke arah luar paru-paru

terhambat, udara akan terperangkap didalam paru-paru. Hal ini akan

mempersulit paru-paru untuk mendapatkan oksigen yang cukup bagi

bagian tubuh lainnya (Somantri, 2009).

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai

penyakit atau gangguan paru yang memberikan kelainan ventilasi

berupa ostruksi saluran pernapasan yang bersifat progresif dan tidak

sepenuhnya reversible. Obstruksi ini berkaitan dengan respon

inflamasi abnormal paru terhadap partikel asing atau gas yang

berbahaya (Depkes, 2007). Pada PPOK, bronkitis kronik dan

emfisema sering ditemukan bersama, meskipun keduanya memiliki

proses yang berbeda. Akan tetapi menurut PDPI 2010, bronkitis

kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK, karena

bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis, sedangkan emfisema

merupakan diagnosis patologi (PDPI, 2010, Andani, 2016).


13

2. Klasifikasi PPOK

Klasifikasi PPOK berdasarkan hasil pengukuran FEV1 dan FVC

dengan spirometri setelah pemberian bronkodilator dibagi menjadi

GOLD 1, 2, 3, dan 4. Cara kerja tes spirometri adalah pengukuran

berat badan tinggi badan terlebih dahulu, kemudian melakukan tes

dengan menarik nafas dalam-dalam dengan posisi sungkup mulut

terpasang pada mulut. Setelah penuh, tutup bagian mulut, kemudian

hembuskan nafas sekencang-kencangnya dan semaksimal mungkin

hingga udara dalam paru-paru keluar sepenuhnya dan paru-paru

dalam keadaan kosong. Pengukuran spirometri harus memenuhi

kapasitas udara yang dikeluarkan secara paksa dari titik inspirasi

maksimal (Forced Vital Capacity (FVC)), kapasitas udara yang

dikeluarkan pada detik pertama (Forced Expiratory Volume in one

second (FEV1)), dan rasio kedua pengukuran tersebut (FEV1/FVC)

(Medicalogy, 2018).

Menurut Kementerian Kesehatan tahun 2011 penentuan derajat

PPOK diklasifikasikan sebagai berikut :

Tabel 2.1 Penentuan derajat PPOK sesuai dengan Kementerian Kesehatan tahun

2011.

Derajat Klinis Faal Paru Keterangan


Derajat I:
Sesak FEV1/FVC<70% Pasien belum
PPOK kadangkadang 50% FEV1≥80% menyadari terdapatnya
Ringan tapi tidak prediksi kelainan fungsi paru
selalu, batuk
kronik dan
berdahak
Derajat Perburukan FEV1/FVC<70% Pada kondisi ini pasien
II: PPOK dari 50%≤FEV1<80% datang berobat karena
Sedang penyempitan prediksi eksaserbasi atau
jalan napas, keluhan pernapasan
ada sesak kronik
14

napas
terutama pada
saat exercise
Derajat Perburukan FEV1/FVC<70%
III: PPOK penyempitan 30%≤FEV1<50%
Berat jalan napas prediksi
yang semakin
berat, sesak
napas
bertambah,
kemampuan
exercise
berkurang
berdampak
pada kualitas
hidup
Derajat Penyempitan FEV1/FVC<70% Sering disertai
IV: jalan napas FEV1<30% komplikasi. Pada
PPOK yang berat prediksi atau kondisi ini kualitas
Sangat FEV1<50% hidup rendah dan
Berat prediksi dengan sering disertai
gagal nafas eksaserbasi
kronik berat/mengancam jiwa

3. Etiologi

Beberapa faktor penyebab PPOK menurut Mansjoer (2008)

yaitu :

a. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu, asap dan gas

kimiawi.

b. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga menyebabkan semakin

menurunnya fungsi paru-paru.

c. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan

asma orang dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK.

d. Keadaan menurunnya alfa anti tripsin. Enzim ini dapat melindungi

paru-paru dari proses peradangan. Menurunnya enzim ini

menyebabkan seseorang menderita empisema pada saat masih

muda meskipun tidak ada riwayat merokok.


15

4. Patofisiologi

Adanya proses penuaan menyebabkan penurunan fungsi

paruparu. Keadaan ini juga menyebabkan berkurangnya elastisitas

jaringan paru dan dinding dada sehingga terjadi penurunan kekuatan

kontraksi otot pernafasan dan menyebabkan sulit bernafas.

Kandungan asap rokok dapat merangsang terjadinya peradangan

kronik paru paru. Mediator peradangan dapat merusak struktur

penunjang di paru-paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara

dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara

kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat

pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Apabila tidak

terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan

saluran udara kolaps (Grece et al, 2011).

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis PPOK beragam dari bronkitis kronik

sederhana tanpa disabilitas hingga gagal nafas kronik dan disabilitas

berat. Kotak 37-2 menuliskan klasifikasi keparahan PPOK.

Manifestasi biasanya tidak ada atau minor diawal penyakit. Ketika

pasien akhirnya mencari perawatan, batuk produktif, dispnea, dan

intoleransi latihan serting kali terjadi selama 10 tahun. Batuk biasanya

terjadi di pagi hari dan sering kali melengkapi “batuk perokok”.

Awalnya, dispnea terjadi hanya pada latihan ekstrem; seiring dengan

perkembangan penyakit, toleransi aktivitas menurun terus-menerus.

Pasien meninggalkan aktivitas untuk menghindari dispnea,

menyebabkan dekondisi lebih lanjut. Hal ini berakibat pada pasien


16

yang mengalami dekondisi berat bahwa dispnea terjadi dengan

aktivitas ringan atau bahkan saat istirahat. (Syamsudin, 2013)

6. Komplikasi PPOK

Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut

Grace et al (2011) dan Jackson (2014) :

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal nafas

kronik, gagal nafas akut, infeksi berulang, dan kor pulmonal. Gagal

nafas kronis ditunjukkan oleh hasil analisis gas darah berupa PaO250

mmHg, serta Ph dapat normal. Gagal nafas akut pada gagal nafas

kronis ditandai oleh sesak nafas dengan atau tanpa sianosis, volume

sputum bertambah dan purulen, demam, dan kesadaran menurun.

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan

terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang.

Selain itu, pada kondisi kronis ini imunitas tubuh menjadi lebih rendah,

ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah. Adanya kor

pulmonal ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit>50 %, dan

dapat disertai gagal jantung kanan (GOLD, 2017)

B. Konsep Sesak Napas

1. Definisi

Sesak nafas merupakan gejala nyata adanya gangguan

trakeobronkhial, parenkim paru, dan rongga pleura. Saat terjadi sesak

napas, ada peningkatan kerja pernapasan akibat bertambahnya

resistensi elastis paru (seperti pada penumonia, atelaktasis, dan

penyakit pleura), dinding dada (obesitas, kifoskoliosis), atau


17

meningkatnya resistensi nonelastisitas (amfisema, asma, dan

bronkhitis).

Selain itu, sesak napas atau napas pendek adalah suatu

keluhan yang menunjukkan adanya gangguan atau penyakit

kardiorespirasi. (Arif M, 2008)

2. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan keluhan sesak napas

a. Faktor psikis

Keadaan emosi tertentu seperti menangis terisak-isak,

tertawa terbahak-bahak, mengeluh dengan menarik napas

panjang, dan merintih atau mengerang karena suatu penyakit

dapat memengaruhi irama pernapasan. Sesak napas yang

berhubungan dengan periode emosi, terjadi melalui mekanisme

hiperventilasi. (Arif M, 2008)

b. Faktor peningkatan kerja pernapasan

Jika kemampuan dinding thoraks atau paru untuk

mengembang mengalami penurunan sedangkan tahanan saluran

pernapasan meningkat, maka otot pernapasan memerlukan

tenaga guna memberikan perubahan volume serta tambahan

tenaga yang diperlukan untuk kerja pernapasan. Hal ini berakibat

pada meningkatnya kebutuhan oksigen. Jika paru tidak mampu

memenuhi kebutuhan oksigen, maka akan timbul sesak napas.

c. Otot pernapasan yang abnormal

1) Penyakit otot

a) Kelemahan otot misalnya pada miastenia gravis


18

b) Kelumpuhan otot misalnya pada poliomielitis dan sindrom

Guillain-Bare (GBS)

c) Otot yang mengalami distrofi

2) Fungsi mekanis otot yang berkurang

a) Fungsi mekanis yang berkurang seperti pada emfisema

b) Fungsi mekanis otot berkurang pada fase ekspirasi

misalnya obesitas.

Kelainan otot pernapasan dapat berupa kelelahan,

kelemahan dan kelumpuhan. Penelitian yang dilakukan

Monod Scherrer pada otot diafraghma yang mengalami

kelelahan, menyimpulkan bahwa kelelahan yang terjadi

dan berkembang pada otot bergantung pada jumlah energi

yang tersimpan dalam otot, kecepatan pemasokan energi,

dan pemakaian otot yang tepat.

d. Klasifikasi Sesak Nafas

Menurut Muttaqin (2008) Klasifikasi sesak nafas diuraikan

menjadi seperti tabel dibawah ini :

Tabel 2.2. Klasifikasi Sesak Napas

Klasifikasi Gambaran klinis


sesak napas
Sesak napas  Tidak ada pembatasan atau hambatan dalam
tingkat I melakukan kebiasaan sehari-hari.
 Sesak napas akan terjadi bila klien melakukan
aktivitas jasmani yang lebih berat daripada biasanya.
 Pada tahap ini, klien dapat melakukan pekerjaan
sehari-hari dengan baik.
Sesak napas  Sesak napas tidak terjadi bila melakukan aktivitas
tingkat II penting atau aktivitas yang biasa dilakukan pada
kehidupan sehari-hari.
 Sesak baru timbul bila melakukan aktivitas yang lebih
berat.
 Pada waktu naik tangga atau mendaki, sesak napas
19

mulai terasa. Tetapi bila berjalan dijalan datar, napas


tidak akan terasa sesak.
 Sebaiknya klien bekerja pada kantor/tempat yang
tidak memerlukan terlalu banyak tenaga.
Sesak napas  Sesak napas sudah terjadi bila klien melakukan
tingkat III aktivitas sehari-hari seperti mandi atau berpakaian,
tetapi kklien masih dapat melakukan tanpa bantuan
orang lain.
 Sesak napas tidak timbul disaat klien beristirahat.
 Klien juga masih mampu berjalan-jalan kedaerah
sekitar, walaupun kemampuannya tidak sebaik orang-
orang sehat seumurnya.
Sesak napas  Klien sudah merasa sesak napas saat melakukan
tingkat IV aktivitas sehari-hari seperti mandi, berpakaian dan
aktivitas lainnya, sehingga ia bergantung pada orang
lain ketika melakukan kegiatan sehari-hari.
 Sesak napas belum tampak saat penderita
beristirahat, tetapi sesak napas sudah mulai timbul
bila penderita melakukan pekerjaan ringan sehingga
pada waktu mendaki atau berjalan-jalan sedikit, klien
terpaksa berhenti untuk istirahat sebentar. Pekerjaan
sehari-hari tidak dapat dilakukan dengan leluasa.
Sesak napas  Klien harus membatasi diri dalam segala tindakan
tingkat V atau aktivitas sehari-hari yang pernah dilakukan
secara rutin.
 Keterbatasan ini menyebabkan klien lebih banyak
berada ditempat tidur atau hanya duduk di kursi.
 Untuk memenuhi segala kebutuhannya, klien sangat
bergantung pada bantuan orang lain.
Sumber : Muttaqin (2008)

e. Penilaian sesak nafas

Menurut Muttaqin (2008) penilaian sesak nafas diuraikan

menjadi seperti tabel dibawah ini :

Tabel 2.3. Menilai Derajat Sesak Napas Penderita PPOK Menggunakan

Baseline Dyspnea Index (BDI)

Baseline Dyspnea Index (BDI)


Kegagalan Fungsi (Functional Impairment)
Gradasi 4 Tidak ada halangan (no impairment). Mampu melakukan
aktifitas sehari-hari dan bekerja tanpa timbul keluhan sesak
napas.
Halangan ringan (slight impairment). Didapati adanya
halangan dalam melakukan satu jenis aktivitas, tetapi tidak
tuntas. Terdapat sedikit pengurangan aktivitas kerja yang biasa
20

dilakukan sehari-hari karena berkurangnya kemampuan


(ausdauer). Masih belum jelas apakah pengurangan
kemampuan ini disebabkan oleh sesak napas.
Gradasi 3 Halangan ringan (slight impairment). Didapati adanya
halangan dalam melakukan satu jenis aktivitas, tetapi tidak
tuntas. Terdapat sedikit pengurangan aktivitas kerja yang biasa
dilakukan sehari-hari karena berkurangnya kemampuan
(ausdauer). Masih belum jelas apakah pengurangan
kemampuan ini disebabkan oleh sesak napas.
Gradasi 2 Halangan sedang (moderate impairment). Penderita ini tidak
mampu lagi melakukan satu jenis aktiviotas yang biasa
dilakukannya karena sesak napas.
Gradasi 1 Halangan berat (severe impairment). Penderita tidak mampu
lagi bekerja atau menghentikan semua aktivitas yang biasa
dilakukannya karena sesak napas.
Sumber : Muttaqin (2008)

Tabel 2.4. Menilai Skala Dyspnea menurut Medical Research Council

(MRC Dyspnea Scale)

Baseline Dyspnea Index (BDI)


Kegagalan Fungsi (Functional Impairment)
Gradasi 1 Sesak napas baru timbul jika melakukan kegiatan berat
Gradasi 2 Sesak napas timbul jika berjalan cepat pada lantai yang datar,
atau jika berjalan ditempat yang sedikit landai
Gradasi 3 Jika berjalan bersama dengan teman sesusia dijalan yang
datar, selalu lebih lambat; atau jika berjalan sendirian dijalan
yang datar, sering beristirahat untuk mengambil napas
Gradasi 4 Perlu istirahat untuk menarik napas setiap berjalan sejauh 30
m (100 yard) pada jalan yang datar, atau setelah berjalan
beberapa menit.
Gradasi 5 Timbul sesak napas berat ketika bergerak untuk mengenakan
atau melepas baju.
Sumber : Muttaqin (2008)

3. Patofisiologi Sesak Napas

Menurut Muttaqin (2008) Keluhan sesak napas yang dirasakan

oleh klien secara patofisiologi dapat terjadi karena berbagai keadaan

meliputi menurunnya oksigenasi jaringan, meningkatnya kebutuhan

oksigen, meningkatnya kerja pernapasan, adanya rangsang pada

sistem saraf pusat, dan adanya penyakit neuromuskular. Adapun

patofisiologi sesak napas adalah seperti dibawah ini :


21

a. Menurunnya oksigenasi jaringan

Penyakit atau keadaan tertentu secara akut dapat

menyebabkan kecepatan pengiriman oksigen ke seluruh jaringan

menurun. Penurunan oksigenasi jaringan ini akan meningkatkan

sesak napas atau tidak efektifnya pola pernapasan. Transportasi

oksigen bergantung pada sirkulasi darah dan kadar hemoglobin,

maka beberapa keadaan seperti perdarahan, anemia (hemolisis),

perubahan hemoglobin dapat menyebabkan peningkatan frekuensi

pernapasan. Penyakit-penyakit seperti asma bronkhial dan

bronkhitis dengan peningkatan produksi akumulasi sekret dapat

mengganggu saluran pernapasan juga mengakibatkan sesak

napas dan memberikan masalah ketidakefektifan bersihan jalan

napas.

b. Meningkatnya kebutuhan oksigen

Penyakit atau keadaan lain yang bisa meningkatkan

kebutuhan oksigen akan memberikan sensasi sesak napas

misalnya infeksi sistemis akut akan membutuhkan oksigen lebih

banyak karena peningkatan laju metabolisme. Peningkatan suhu

tubuh karena bahan pirogen atau rangsangan pada saraf pusat

akan menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat dan akhirnya

menimbulkan sesak napas. Begitu pula dengan penyakit

tirotoksitosis, basal metabolic rate (BMR) meningkat sehingga

kebutuhan oksigen juga meningkat. Aktivitas fisik juga


22

membutuhkan oksigen yang lebih banyak sehingga menimbulkan

sesak napas.

c. Kerja pernapasan meningkat

Penyakit parenkim paru seperti pneumonia, sembab paru

karena berkurangnya elastisitas paru, serta penyakit yang

menyebabkan penyempitan saluran pernapasan seperti asma

bronkhial, bronkhitis, dan bronkhiolitis dapat menyebabkan

ventilasi paru menurun.

Untuk mengimbangi keadaan ini dan kebutuhan oksigen

tetap dapat dipenuhi, otot pernapasan dipaksa bekerja lebih keras

atau dengan kata lain kerja pernafasan ditingkatkan. Keadaan ini

meningkatkan metabolisme sehingga metaboli-metabolit yang

berada dalam aliran darah juga meningkat. Metabolit yang terdiri

atas asam laktat dan asam piruvat ini akan merangsang susunan

saraf pusat. Kebutuhan oksigen yang meningkat pada klien

obesitas juga menyebabkan terjadinya peningkatan reaksi sesak

napas.

d. Rangsangan pada sistem saraf pusat

Penyakit yang merangsang sistem saraf pusat dapat

menimbulkan serangan sesak napas secara tiba-tiba. Bagaimana

cara terjadinya serangan ini, hingga saat ini belum jelas seperti

pada meningitis, cerebrovascular accident, dan lain-lain.

Hiperventilasi idiopatik juga sering dijumpai, walaupun

mekanismenya belum jelas.


23

e. Penyakit neuromuskular

Cukup banyak penyakit yang dapat menyebabkan gangguan

pada sistem pernapasan terutama jika penyakit tadi mengenai

otot-otot pernapasan dan diafraghma seperti sindrom Guillain-Bare

(GBS), miastenia gravis, dan amiotropik lateral sklerosis.

Mekanisme yang menyebabkan terjadinya sesak napas akibat

penyakit neuromuskular ini masih belum dapat dijelaskan hingga

saat ini.

f. Nyeri dada

Keluhan utama lainnya yang sering menjadi alasan klien

untuk meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri dada. Nyeri

dada merupakan gejala yang timbul akibat rada pada pleura. Nyeri

itu bagaikan teriris-iris dan tajam, diperberat dengan batuk, bersin

dan napas yang dalam sehingga klien bernapas cepat dan

dangkal.

C. Pursed Lips Breathing

1. Pengertian

Pursed Lip Breathing Exercise merupakan latihan pernapasan

dengan cara penderita duduk dan inspirasi dalam saat ekspirasi

penderita menghembuskan melalui mulut hampir tetutup seperti

bersiul secara perlahan (Smeltzer, 2008).

Pursed lips breathing (PLB) merupakan latihan pernapasan

yang terdiri dari dua mekanisme, yaitu menarik napas (inspirasi)


24

dengan mulut tertutup beberapa detik melalui hidung serta

mengeluarkan napas (ekspirasi) perlahanlahan melalui mulut dengan

pola mengerucutkan bibir seperti posisi bersiul, (Hudak & Gallo,

2011).

2. Tujuan Latihan Pursed Lips Breathing

Tujuan dari Pursed Lip Breathing Exercise untuk mencapai

ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta mengurangi kerja

pernapasan, meningkatkan inflasi alveolar maksimal, relaksasi otot

dan menghilangkan ansietas dan mencegah pola aktivitas otot

pernapasan yang tidak berguna, melambatkan frekuensi pernapasan,

mengurangi uadara yang terperangkap, serta mengurangi kerja

bernafas (Smeltzer, 2008).

Pursed Lip Breathing Exercise dapat mencegah atelektasis dan

meningkatkan fungsi ventilasi pada paru, pemulihan kemampuan otot

pernafasan akan meningkatkan compliance paru sehingga ventilasi

lebih adekuat dan menunjang oksigenasi jaringan (Westerdhal, 2005

dalam Bakti, 2015).

Latihan pernafasan dengan Pursed Lip Breathing Exercise

membantu meningkatkan compliance paru untuk melatih kerja otot

pernafasan berfungsi dengan baik serta mencegah distress

pernafasan (Ignantivus dan Workman, 2006 dalam Bakti, 2015).

Menurut jurnal US Departement of Health and Human Services

Healthy People (2010), tujuan dari latihan pernapasan pursed lips

breathing adalah untuk peningkatan tekanan pada rongga mulut,

kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui cabang-cabang


25

bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan kolaps pada

saluran napas kecil waktu ekspirasi. Mengerutkan bibir seperti bersiul

untuk meningkatkan volume tidal atau SaO2 dan menurunkan PaCO2.

3. Siklus Pernapasan Pada Latihan Pursed Lips Breathing

Proses inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi (mengelurkan

napas) pada posisi pursed lips breathing dapat menghasilkan tekanan

intrabdomen yang meningkat lebih kuat lagi tentunya akan

meningkatkan pula pergerakan diafragma ke atas membuat rongga

torak semakin mengecil. Rongga toraks yang semakin mengecil ini

menyebabkan tekanan intraalveolus semakin meningkat sehinga

melebihi tekanan udara atmosfir.

Tingginya tekanan O2 di alveolus dibandingkan dengan

tekanan O2 di kapiler parudan rendahnya tekanan CO2 di alveolus

dibandingkan dengan tingginya tekanan CO2 di kapiler paru

menyebabkan meningkatnya gradien tekanan gas-gas tersebut di

atara kedua sisi. Perbedaan gradien tekanan O2 yang tinggi

meningkatkan pertukaran gas, yaitu difusi O2 dari alveolus ke kapiler

paru.Perbedaan tekanan CO2 yang tinggi juga meningkatkan

pertukaran gas, yaitu difusi CO2 dari kapiler paru ke alveolus untuk

selanjutnya dikelurkan ke atmosfir, sehingga kapasitas residu juga

menurun dan pertukaran gas pun meningkat.

4. Langkah-langah Gerakan Pursed Lips Breathing

Berikut adalah langkah-langkah Pursed Lips Breathing menurut

Potter (2009) :
26

a. Ambil posisi duduk yang nyaman di tempat tidur atau disebuah

kursi atau ambil ambil posisi terbaring di tempat tidur dengan

sebuah bantal.

b. Fleksikan lutut anda untuk melemahkan otot abdomen.

c. Letakkan salah satu atau kedua tangan anda diatas abdomen

anda, tepat dibawah tulang rusuk.

d. Ambil napas dalam-dalam melalui hidung, pertahankan mulut tetap

tertutup.

e. Konsentrasi merasakah abdomen anda meninggi sejauh mungkin,

tetap relaks, dan hindari melengkungkan punggung anda. Apabila

anda mengalami kesulitan untuk menaikkan abdomen anda, ambil

napas kuat yang cepat melalui hidung.

f. Kemudian dorong bibir anda sama seperti saat anda bersiul, dan

keluarkan napas secara perlahan-lahan dan lembut. Buat suara

“wusss” tanpa menggembungkan pipi anda. Pernapasan Pursed

Lip (pernapasan dengan mendorong bibir) ini menciptakan sebuah

tahanan terhadap aliran udra yang keluar dari paru, meningkatkan

tekanan didalam brongkus (jalan napas utama), dan

meminimalkan kolaps jalan napas yang lebih kecil, yang

merupakan sebuah masalah umum pada penderita PPOK.

g. Konsentrasi merasakan abdomen turun atau mencium dan

kencangkan (kontraksikan) otot abdomen saat mengeluarkan

napas untuk meningkatkan ekshalasiyang efektif. Hitung sampai

tujuh selama ekshalasi.


27

h. Gunakan latihan ini kapanpun merasa pendek napas dan

tingkatkan secara bertahap sampai 5 menit empat kali sehari.

Latihan secara teratur akan membantu anda melakukan tipe

pernapasan ini tanpa upaya yang disadari. Latihan, setelah

dipelajari, dapat dilakukan saat duduk tegak, berdiri dan berjalan.

D. Konsep Teori Orem

Keyakinan Orem tentang empat konsep utama keperawatan

adalah :

1. Individu/Klien

Individu atau kelompok yang tidak mampu secara terus

menerus mempertahankan self care untuk hidup dan sehat,

pemulihan dari sakit atau trauma atu koping dan efeknya.

2. Sehat

Kemampuan individu atau kelompoki memenuhi tuntutatn self

care yang berperan untuk mempertahankan dan meningkatkan

integritas structural fungsi dan perkembangan.

3. Lingkungan

Tatanan dimana klien tidak dapat memenuhi kebutuhan

keperluan self care dan perawat termasuk didalamnya tetapi tidak

spesifik.

4. Keperawatan

Pelayanan yang dengan sengaja dipilih atau kegiatan yang

dilakukan untuk membantu individu, keluarga dan kelompok

masyarakat dalam mempertahankan self care yang mencakup,

integritas struktural, fungsi dan perkembangan.


28

Berdasarkan keyakinan empat konsep utama diatas, Orem’s

mengembangkan konsep modelnya hingga dapat diaplikasikan dalam

pelaksanaan asuhan keperawatan.

Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien dengan

PPOK adalah memberikan latihan pernafasan. Latihan pernafasan ini

terdiri dari latihan dan praktik pernafasan yang dimanfaatkan untuk

mencapai ventilasi yang lebih terkontrol, efisien dan mengurangi kerja

bernafas. Latihan pernafasan yang dapat diterapkan pada pasien dengan

PPOK salah satunya adalah dengan pursed lips breathing. PLB

merupakan salah satu cara untuk mempertahankan fungsi pernafasan

pada pasien dengan PPOK. Pernafasan dengan bibir yang dirapatkan

dapat memperbaiki transfer oksigen, membantu untuk menginduksi pola

nafas dan kedalaman, dan membantu pasien mengontrol pernafasan.

Dalam hal ini peneliti menghubungkan penelitian dengan teori

keperawatan Dorothea Orem yaitu model Self Care. Ada 3 teori yang

saling berhubungan yang mendasari terbentuknya model Self Care yaitu

the theory of self care, the theory of self care deficit, dan the theory of

nursing system.

Orem mendefinisikan terapi perawatan diri sebagai totalitas dari

tindakan perawatan diri yang terbentuk dalam beberapa rentang waktu

dalam rangka untuk menemukan kebutuhan perawatan dirinya dengan

menggunakan metode yang sesuai (Orem, 2001). Perawatan diri yang

dilakukan secara efektif dan menyeluruh dapat membantu menjaga

integritas struktur dan fungsi tubuh serta berkontribusi dalam

perkembangan individu. Perawatan diri dilakukan untuk memenuhi syarat-


29

syarat perawatan diri. Syarat-syarat perawatan mandiri adalah tujuan

yang harus dicapai melalui macam-macam usaha perawatan.

1. Kebutuhan umum perawatan diri.

Kebutuhan pada manusia adalah keseimbangan udara, cairan,

makanan, eliminasi, aktivitas dan istirahat, keseimbangan menyendiri

dan interaksi sosial, pencegahan bahaya bagi kehidupan manusia,

fungsi manusia, dan kesejahteraan manusia, dan meningkatkan

fungsi individu dan perkembangan manusia.

Kebutuhan pengembangan kemampuan perawatan diri,

kebutuhan perawatan diri sesuai dengan proses perkembangan dan

kematangan seseorang menuju fungsi optimal untuk mencegah

terjadinya kondisi yang dapat menghambat perkembangan dan

kematangan serta penyesuaian diri dengan perkembangan tersebut.

Contoh : penyesuaian diri terhadap pertambahan usia dan perubahan

bentuk tubuh.

Kebutuhan perawatan diri pada penyimpangan kesehatan,

seperti sakit, luka atau kecelakaan dapat menurunkan kemampuan

individu dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri, baik secara

permanen maupun temporer. Kebutuhan ini meliputi : mencari

pengobatan yang tepat dan aman, menyadari dampak dari patologi

penyakit, memilih prosedur diagnostik, terapi dan rehabilitatif yang

tepat dan efektif. Memahami dan menyadari dampak tidak nyaman

dari program pengobatan, memodifikasi konsep diri untuk dapat

menerima status kesehatannya, belajar hidup dengan keterbatasan.


30

2. Teori defisit perawatan diri

Perawat dapat membantu individu dengan menggunakan

metode yang sesuai dalam memberikan bantuan perawatan diri.

Perawat harus mengkaji kondisi klien untuk memberikan bantuan dan

menentukan metode yang tepat. Orem mendefiniskan 5 area aktivitas

praktek keperawatan sebagai berikut :

a. Membina dan menjaga hubungan perawat-klien baik individu,

keluarga atau kelompok sampai klien pulang.

b. Menentukan kondisi klien yang memerlukan bantuan perawat.

c. Berespon terhadap permintaan, keinginan dan kebutuhan klien

akan kontak dan bantuan perawat.

d. Menetapkan, memberikan dan meregulasi bantuan secara

langsung pada klien.

e. Mengkoordinasikan dan mengintegrasikan asuhan keperawatan

dengan kegiatan sehari-hari klien, perawatan kesehatan lain,

pemberian pelayanan sosial dan pendidikan yang dibutuhkan atau

yang sedang diterima.

Kemampuan perawatan diri yang dipengaruhi oleh tingkat

perkembangan pasien, sosial ekonomi, budaya, pendidikan dan

pelayanan itu sendiri dilakukan melalui tingkat kemandirian klien,

apakah klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri atau

dengan bantuan. Keluarga diharapkan dapat menjalankan peran dan

fungsinya dalam menunjang pemenuhan kebutuhan kemandirian

pasien.
31

E. Kerangka Teori

Penyabab : Masalah PPOK :


1. Merokok 1. Gagal nafas kronik
2. Polusi udara 2. Gagal nafas akut
3. Paparan debu 3. Infeksi berulang, Penurunan
4. Asap dan gas 4. Kor pulmonal sesak napas
kimiawi 5. Sesak napas
5. Usia
6. Jenis kelamin
7. Infeksi sistem
pernafasan akut
1. Intervensi Farmakologi
2. Intervensi Non
Farmakologi :
- Latihan pernapasan
diafraghma
- Latihan Pursed lip
breathing
- Latihan rib stretch
- Latihan numbered
breathing
- Latihan kekuatan
paru pranayama

Sumber : Smeltzer (2008), Mansjoer (2008), Muttaqin (2008)

Anda mungkin juga menyukai