Anda di halaman 1dari 43

MODUL TOKSIKOLOGI FORENSIK

Latar Belakang
Toksikologi forensik adalah salah satu dari cabang ilmu forensik. Menurut
Saferstein yang dimaksud dengan Forensic Science adalah the application of science
to low, maka secara umum ilmu forensik (forensik sain) dapat dimengerti sebagai
aplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk penegakan hukum dan
peradilan.
Tosikologi forensik menekunkan diri pada aplikasi atau pemanfaatan ilmu
toksikologi untuk kepentingan peradilan. Kerja utama dari toksikologi forensik
adalah melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun dari bukti fisik dan
menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam ungkapan apakah ada atau tidaknya
racun yang terlibat dalam tindak kriminal, yang dituduhkan, sebagai bukti dalam
tindak kriminal (forensik) di pengadilan. Hasil analisis dan interpretasi temuan
analisisnya ini akan dimuat ke dalam suatu laporan yang sesuai dengan hukum dan
perundanganundangan. Menurut Hukum Acara Pidana (KUHAP), laporan ini dapat
disebut dengan Surat Keterangan Ahli atau Surat Keterangan. Jadi toksikologi
forensik dapat dimengerti sebagai pemanfaatan ilmu tosikologi untuk keperluan
penegakan hukum dan peradilan. Toksikologi forensik merupakan ilmu terapan yang
dalam praktisnya sangat didukung oleh berbagai bidang ilmu dasar lainnya, seperti
kimia analisis, biokimia, kimia instrumentasi, farmakologitoksikologi,
farmakokinetik, biotransformasi.
Secara umum tugas toksikolog forensik adalah membantu penegak hukum
khususnya dalam melakukan analisis racun baik kualitatif maupun kuantitatif dan
kemudian menerjemahkan hasil analisis ke dalam suatu laporan (surat, surat
keterangan ahli atau saksi ahli), sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di
pengadilan. Lebih jelasnya toksikologi forensik mencangkup terapan ilmu alam
dalam analisis racun sebagi bukti dalam tindak kriminal, dengan tujuan mendeteksi

1
dan mengidentifikasi konsentrasi dari zat racun dan metabolitnya dari cairan biologis
dan akhirnya menginterpretasikan temuan analisis dalam suatu argumentasi tentang
penyebab keracunan dari suatu kasus.
Dalam kurikulum pendidikan Kedokteran, pengetahuan Toksikologi secara
utuh disampaikan oleh bagian Kedokteran Forensik, artinya yang disampaikan
kepada mahasiswa tidak saja mengenai kelainan atau perubahan post mortem pada
kasus keracunan, tetapi juga mencakup bentuk dan sifat kimiawi zat-zat racun, gejala
keracunan, pemeriksaan laboratorium dan tindakan pengobatan yang dikenal sebagai
Toksikologi Klinis.

Definisi Toksikologi
Ilmu toksikologi adalah ilmu yang menelaah tentang kerja dan efek berbahaya
zat kimia atau racun terhadap mekanisme biologis suatu organisme. Definisi lainnya
dari toksikologi forensik yaitu ilmu yang mempelajari aspek medikolegal dari bahan
kimia yang mempunyai efek membahayakan manusia/hewan sehingga dapat dipakai
untuk membantu mencari/menjelaskan penyebab kematian pada penyelidikan kasus
pembunuhan.

Toksikologi forensik mencangkup:


terapan ilmu alam dalam analisis racun sebagi bukti dalam tindak kriminal,
mendeteksi dan mengidentifikasi konsentrasi dari racun dan metabolitnya dalam
materi biologi
menginterpretasikan temuan analisis ke dalam suatu argumentasi tentang
penyebab keracunan

Macam-Macam Toksikologi
Toksikologi klinis adalah bidang ilmu kedokteran yang memberikan perhatian
terhadap penyakit yang disebabkan oleh bahan toksik atau hubungan yang unik dan
spesifik dari bahan toksik tersebut. Efek merugikan/toksik pada sistem biologis dapat

2
disebabkan oleh bahan kimia yang mengalami biotransformasi dan dosis serta
suasananya cocok untuk menimbulkan keadaan toksik.
Efek toksisitas yang ditimbulkan oleh keracunan makanan/minuman dapat
bersifat akut atau kronis. Keracunan akut ditimbulkan oleh bahan-bahan beracun
yang memiliki toksisitas yang tinggi, dimana dengan kuantitas yang kecil sudah dapat
menimbulkan efek fisiologis yang berat. Jenis keracunan ini umumnya mudah
diidentifikasi dan menjadi perhatian masyarakat. Sebaliknya keracunan yang bersifat
kronis efek toksisitasnya baru dapat terlihat atau teridentifikasi dalam waktu yang
lama, umumnya tidak disadari dan tidak mendapat perhatian. Peningkatan yang
berarti terhadap jumlah penderita penyakit yang dapat dipicu oleh pengaruh bahan
beracun seperti tumor (kanker), gangguan enzimatik, gangguan metabolisme,
gangguan sistem syaraf, mungkin saja merupakan akibat dari penggunaan berbagai
jenis bahan kimia yang bersifat toksis dalam makanan yang dikonsumsi masyarakat.

Toksikologi lingkungan: mempelajari efek dari bahan polutan terhadap


kehidupan dan pengaruhnnya pada ekosistem, yang digunakan untuk
mengevaluasi kaitan antara manusia dengan polutan yang ada di lingkungan.

Toksikologi forensik: mempelajari aspek medikolegal dari bahan kimia yang


mempunyai efek membahayakan manusia/hewan sehingga dapat dipakai
untuk membantu mencari/menjelaskan penyebab kematian pada penyelidikan
seperti kasus pembunuhan.

Menurut Taylor, racun adalah suatu zat yang dalam jumlah relatif kecil (bukan
minimal), yang jika masuk atau mengenai tubuh seseorang akan menyebabkan
timbulnya reaksi kimiawi (efek kimia) yang besar yang dapat menyebabkan sakit,
bahkan kematian. Menurut Gradwohl racun adalah substansi yang tanpa kekuatan
mekanis, yang bila mengenai tubuh seorang (atau masuk), akan menyebabkan
gangguan fungsi tubuh, kerugian, bahkan kematian. Sehingga jika dua definisi di atas
digabungkan, racun adalah substansi kimia, yang dalam jumlah relatif kecil, tetapi

3
dengan dosis toksis, bila masuk atau mengenai tubuh, tanpa kekuatan mekanis, tetapi
hanya dengan kekuatan daya kimianya, akan menimbulkan efek yang besar, yang
dapat menyebabkan sakit, bahkan kematian.

Macam-Macam Dosis

Dosis pemakaian: dosis normal yang dipakai seseorang tetapi tujuannya


bukan untuk pengobatan. Misalnya untuk menjaga kesehatan tubuh.

Dosis terapi: dosis yang cukup memberikan daya penyembuhan yang optimal

Dosis minimal: dosis terkecil yang masih dapat memberikan efek terapi

Dosis maksimal: dosis terbesar untuk sekali pemakaian atau untuk 24 jam
tanpa memperlihatkan efek toksik

Dosis toksik: dosis yang sedemikian besarnya dapat menunjukkan efek toksik

Dosis letal: dosis yang sedemikian besarnya dapat menyebabkan kematian


pada hewan percobaan.

Cara Masuk Racun ke Dalam Tubuh


Keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara inhalasi. Cara
masuk lain, berturut-turut ialah intravena, intramuskular, intraperitoneal, subkutan,
peroral dan paling lambat ialah bila melalui kulit yang sehat.

Cara Kerja Racun di Dalam Tubuh


Racun yang bekerja lokal
Misalnya:
a) Racun bersifat korosif: lisol, asam dan basa kuat
b) Racun bersifat iritan: arsen, HgCl2
c) Racun bersifat anastetik: kokain, asam karbol.
Racun-racun yang bekerja secara setempat ini, biasanya akan menimbulkan
sensasi nyeri yang hebat, disertai dengan peradangan, bahkan kematian yang dapat

4
disebabkan oleh syok akibat nyerinya tersebut atau karena peradangan sebagai
kelanjutan dari perforasi yang terjadi pada saluran pencernaan.
Racun yang bekerja sistemik
Walaupum kerjanya secara sistemik, racun-racun dalam golongan ini biasanya
memiliki akibat/afinitas pada salah satu sistem atau organ tubuh yang lebih besar bila
dibandingkan dengan sistem atau organ tubuh lainnya.

Misalnya:
a) Narkotik, barbiturate, dan alkohol terutama berpengaruh pada susunan syaraf pusat

b) Digitalis, asam oksalat terutama berpengaruh terhadap jantung

c) Strychine terutama berpengaruh terhadap sumsum tulang belakang

d) CO, dan HCN terutama berpengaruh terhadap darah dan enzim pernafasan

e) Cantharides dan HgCl2 terutama berpengaruh terhadap ginjal

f) Insektisida golongan hidrokarbon yang di-chlor-kan dan phosphorus terutama


berpengaruh terhadap hati

Racun yang bekerja lokal dan sistemik


Misalnya:
a) Asam oksalat

b) Asam karbol

Selain menimbulkan rasa nyeri (efek lokal) juga akan menimbulkan depresi
pada susunan syaraf pusat (efek sistemik). Hal ini dimungkinkan karena sebagian dari
asam karbol tersebut akan diserap dan berpengaruh terhadap otak.
a) Arsen

b) Garam Pb.

Faktor Yang Mempengaruhi Kerja Racun

5
Cara pemberian
Setiap racun baru akan menimbulkan efek yang maksimal pada tubuh jika cara
pemberiannya tepat. Misalnya jika racun-racun yang berbentuk gas tertentu akan
memberikan efek maksimal bila masuknya ke dalam tubuh secara inhalasi. Jika racun
tersebut masuk ke dalam tubuh secara ingesti tentu tidak akan menimbulkan akibat
yang sama hebatnya walaupun dosis yang masuk ke dalam tubuh sama besarnya.
Berdasarkan cara pemberian, maka umumnya racun akan paling cepat bekerja pada
tubuh jika masuk secara inhalasi, kemudian secara injeksi (i.v, i.m, dan s.c), ingesti,
absorbsi melalui mukosa, dan yang paling lambat jika racun tersebut masuk ke dalam
tubuh melalui kulit yang sehat.

Keadaan tubuh

a) Umur
Pada umumnya anak-anak dan orang tua lebih sensitif terhadap racun bila
dibandingkan dengan orang dewasa. Tetapi pada beberapa jenis racun seperti
barbiturate dan belladonna, justru anak-anak akan lebih tahan.

b) Kesehatan
Pada orang-orang yang menderita penyakit hati atau penyakit ginjal, biasanya
akan lebih mudah keracunan bila dibandingkan dengan orang sehat, walaupun racun
yang masuk ke dalam tubuhnya belum mencapai dosis toksis. Hal ini dapat
dimengerti karena pada orang-orang tersebut, proses detoksikasi tidak berjalan
dengan baik, demikian halnya dengan ekskresinya. Pada mereka yang menderita
penyakit yang disertai dengan peningkatan suhu atau penyakit pada saluran
pencernaan, maka penyerapan racun pada umumnya jelek, sehingga jika pada
penderita tersebut terjadi kematian, kita tidak boleh terburu-buru mengambil
kesimpulan bahwa kematian seseorang karena penyakit tanpa penelitian yang teliti,
misalnya pada kasus keracunan arsen (tipe gastrointestinal) dimana disini gejala
keracunannya mirip dengan gejala gastrointeritis yang lumrah dijumpai.

6
c) Kebiasaan
Faktor ini berpengaruh dalam hal besarnya dosis racun yang dapat
menimbulkan gejala-gejala keracunan atau kematian, yaitu karena terjadinya
toleransi. Tetapi perlu diingat bahwa toleransi itu tidak selamanya menetap.
Menurunnya toleransi sering terjadi misalnya pada pecandu narkotik, yang dalam
beberapa waktu tidak menggunakan narkotik lagi. Menurunnya toleransi inilah yang
dapat menerangkan mengapa pada para pecandu tersebut bisa terjadi kematian,
walaupun dosis yang digunakan sama besarnya.

d) Hipersensitif (alergi idiosinkrasi)


Banyak preparat seperti vitamin B1, penisilin, streptomisin dan preparat-
preparat yang mengandung yodium menyebabkan kematian, karena si korban sangat
rentan terhadap preparat-preparat tersebut. Dari segi ilmu kehakiman, keadaan
tersebut tidak boleh dilupakan, kita harus menentukan apakah kematian korban
memang benar disebabkan oleh karena hipersinsitif dan harus ditentukan pula apakah
pemberian preparat-preparat mempunyai indikasi. Ada tidaknya indikasi pemberi
preparat tersebut dapat mempengaruhi berat-ringannya hukuman yang akan
dikenakan pada pemberi preparat tersebut.

Racunnya sendiri

a) Dosis

Besar kecilnya dosis racun akan menentukan berat-ringannya akibat yang


ditimbulkan. Dalam hal ini tidak boleh dilupakan akan adanya faktor toleransi, dan
intoleransi individual. Pada toleransi, gejala keracunan akan tampak walaupun racun
yang masuk ke dalam tubuh belum mencapai level toksik. Keadaan intoleransi
tersebut dapat bersifat bawaan/kongenital atau toleransi yang didapat setelah
seseorang menderita penyakit yang mengakibatkan gangguan pada organ yang
berfungsi melakukan detoksifikasi dan ekskresi.

b) Konsentrasi

7
Untuk racun-racun yang kerjanya dalam tubuh secara lokal misalnya zat-zat
korosif, konsentrasi lebih penting bila dibandingkan dengan dosis total. Keadaan
tersebut berbeda dengan racun yang bekerja secara sistemik, dimana dalam hal ini
dosislah yang berperan dalam menentukan berat-ringannya akibat yang ditimbulkan
oleh racun tersebut.

c) Bentuk dan kombinasi fisik


Racun yang berbentuk cair tentunya akan lebih cepat menimbulkan efek bila
dibandingkan dengan yang berbentuk padat. Seseorang yang menelan racun dalam
keadaan lambung kosong tentu akan lebih cepat keracunan bila dibandingkan dengan
orang yang menelan racun dalam keadaan lambungnya berisi makanan.

d) Adiksi dan sinergisme


Barbiturate, misalnya jika diberikan bersama-sama dengan alkohol, morfin,
atau CO, dapat menyebabkan kematian, walaupun dosis letal. Dari segi hukum
kedokteran kehakiman, kemungkinan-kemungkinan terjadinya hal seperti itu tidak
boleh dilupakan, terutama jika menghadapi kasus dimana kadar racun yang
ditemukan rendah sekali, dan dalam hal demikian harus dicari kemungkinan adanya
racun lain yang mempunyai sifat aditif (sinergitik dengan racun yang ditemukan),
sebelum kita tiba pada kesimpulan bahwa kematian korban disebabkan karena
anafilaksi yang fatal atau karena adanya toleransi.

e) Susunan kimia
Ada beberapa zat yang jika diberikan dalam susunan kimia tertentu tidak akan
menimbulkan gejala keracunan, tetapi bila diberikan secara tersendiri terjadi hal yang
sebaliknya.

f) Antagonisme
Kadang-kadang dijumpai kasus dimana seseorang memakan lebih dari satu
macam racun, tetapi tidak mengakibatkan apa-apa, oleh karena reaksi-reaksi tersebut

8
saling menetralisir satu sama lain. Dalam klinik adanya sifat antagonis ini
dimanfaatkan untuk pengobatan, misalnya nalorfin dan kaloxone yang dipakai untuk
mengatasi depresi pernafasan dan oedema paru-paru yang terjadi pada keracunan akut
obat-obatan golongan narkotik

Motif Keracunan

a) Kecelakaan/kematian tidak sengaja


Kebanyakan kecelakaan kerecunan yang terjadi di rumah-tangga, seperti:
keracunan pada anak-anak akibat kelalaian atau kurang tepatnya penyimpanan
bahan-bahan rumah tangga berbahaya (ditergen, pestisida rumah-tangga, obat-
obatan), sehingga dapa dijangkau oleh anak-anak, adalah umumnya akibat
ketidaksengajaan/kelalaian. Kecelakaan keracunan pada orang dewasa biasanya
berhubungan dengan hilangnya label penanda pada bahan beracun,
penyimpanan tidak pada tempatnya, misal disimpan di dalam botol minuman,
kaleng gula, kopi dll, yang dapat menyebabkan kekeliruan. Kecelakaan keracunan
mungkin juga dapat terjadi di industri, untuk menghidari kecelakan akibat
kelalaian kerja diperlukan protokol khusus tentang keselamatan kerja di industri.
Protokol ini berisikan standard keamanan, peraturan perlindungan kerja,
tersedianya dokter dalam penanganan kasus darurat pada keracunan fatal.
b) Penyalahgunaan obat-obatan
Penyalahgunaan obat-obatan adalah penggunaan obat-obatan atau bahan kimia
tertentu yang bukan untuk tujuan pengobatan, melainkan untuk memperoleh
perubahan perasaan atau menimbulkan rasa bahagia eporia. Fakta menunjukkan
sering akibat penyalahgunaan obat-obatan dapat mengakibatkan beberapa
keracunan, sampai kematian. Kematian pemakaian heroin umumnya diakibatkan
oleh depresi penekanan fungsi pernafasan, yang mengakibatkan kegagalan
pengambilan oksigen, sehingga terjadi penurunana kadar oksigen yang drastis di
otak. Pada kematian akibat keracunan heroin biasanya disertai dengan udema
paru-paru. Hal ini menandakan telah terjadi dipresi pernafasan. Umumnya

9
penyalahgunaan obat-obatan melibatkan penggunaan obat-obatan golongan
narkotika dan psikotropika, seperti narkotika (golongan opiat), hipnotika.sedativa
(barbiturat), halusinogen (3-4 metil deoksimetamfetamin MDMA, metil
dioksiamfetamin MDA, fensilidin PCP), dan stimulan (amfetamin, cocain).
Keracunan akibat penyalahgunaan obat-obatan dapat juga sebabkan oleh
kelebihan dosis, pengkonsomsi alkohol, atau salah pengobatan oleh dokter
(mismedication).
c) Bunuh diri dengan racun
Kasus kecelakan bunuh diri menggunakan pestisida rumah-tangga, ditergen, atau
menggunakan kombinasi obat-obatan yang komplek. Pada kasus bunuh diri
dengan obat-obatan kadang ditemukan 3 hingga 7 jenis obat. Untuk mencari
penyebab kematian pada kasus bunuh diri diperlukan analisis toksikologi, yaitu
analisis kualitatif dan kuantitatif racun di cairan lambung, darah, urin, dan organ
tubuh lainnya untuk mencari dan menentukan jumlah minimum penyebab
keracunan.
d) Pembunuhan menggunakan racun
Penyidikan kematian seseorang akibat pembunuhan dengan racun adalah
penyidikan yang paling sulit bagi penegak hukum dan dokter ferensin termasuk
toksikolog forensik. Secara umum bukti keracunan diperoleh dari simptom yang
ditunjukan sebelum kematian. Penyidikan pasca kematian oleh dokter patologi
forensik dengan melakukan otopsi dan pengambilan spesimen sampel, yang
kemudian dilakukan analisis racun oleh toksikolog forensik merupakan sederetan
penyidikan penting dalam penegakan hukum.

Cara Diagnosa Keracunan


Kriteria diagnostik pada keracunan adalah
Anamnesa kontak antara korban dengan racun

Adanya tanda-tanda serta gejala yang sesuai dengan tanda dan gejala dari
keracunan racun yang diduga

10
Dari sisa benda bukti, harus dapat dibuktikan bahwa benda bukti tersebut,
memang racun yang dimaksud

Dari bedah mayat dapat ditemukan adanya perubahan atau kelainan yang
sesuai dengan keracunan dari racun yang diduga; serta dari bedah mayat tidak
dapat ditemukan adanya penyebab kematian lain

Analisa kimia atau pemeriksaan toksikologi, harus dapat dibuktikan adanya


racun serta metabolitnya, dalam tubuh atau cairan tubuh korban, secara
sistemik

Bilamana Dibutuhkan Pemeriksaan Toksikologi


Bila dibandingkan dengan kelainan atau penyakit yang ditimbulkan oleh
bakteri, kuman, virus, atau pun trauma; maka keracunan kasusnya relatif sedikit,
sehingga tidak jarang terjadi kekeliruan dalam penanganan pasien; untuk itu perlu
diketahui pada keadaan apa saja pemeriksaan toksikologi perlu dilakukan.

Tabel 1. Kasus-kasus Pertanyaan yang muncul Litigasi


toksikologi forensik yang
melibatkan Jenis Kasus
Kematian yang tidak wajar Apakah ada keterlibatan Kriminal: Pembunuhan
(mendadak) obat atau racun sebagai Sipil: klaim tanggungan
penyebab kematiannya? asuransi, tuntunan kepada
pabrik farmasi atau kimia
Kematian di penjara Kecelakaan, pembunuhan Kriminal: pembunuhan
yang melibatkan racun atau Sipil: gugatan tanggungan
obat terlarang? dan konpensasi terhadap
pemerintah
Kematian pada kebakaran Apakah ada unsur Kriminal: pembunuhan
penghilangan jejak Sipil: klaim tanggungan
pembunuhan? asuransi
Apa penyebab kematian:

11
CO, racun, kecelakaan, atau
pembunuhan?
Kematian atau timbulnya Berapa konsentrasi dari obat Malpraktek kedokteran,
efek samping obat dan metabolitnya? gugatan terhadap fabrik
berbahaya akibat salah Apakah ada interaksi obat? farmasi
pengobatan
Kematian yang tidak wajar Apakah pengobatannya Klaim malpraktek, tindak
di rumah sakit tepat? kriminal, pemeriksaan oleh
Kesalahan terapi? komite ikatan profesi
kedokteran (IDI)

Kecelakaan yang fatal di Apakah ada keterlibatan Gugatan terhadap


tempat kerja, sakit akibat racun, alkohol, atau obat- employer,
tempat kerja, pemecatan obatan? Memperkerjakan kembali
Apakah kematian akibat
human eror?
Apakah sakit tersebut
diakibatkan oleh senyawa
kimia di tempat kerja?
Pemecatan akibat terlibat
penyalahgunaan Narkoba?
Kecelakan fatal dalam Meyebabkan kematian? Kriminal: Pembunuhan,
menyemudi Adakah keterlibatan kecelakaan bermotor
alkohol, obat-obatan atau Sipil: klaim gugatan
Narkoba? asuransi
Kecelakaan, atau
pembunuhan?
Kecelakaan tidak fatal atau Apakah kesalahan Kriminal: Larangan
mengemudi dibawah pengemudi? Mengemudi Mengemudi dibawah
pengaruh obat-obatan dibawah pengaruh obat- pengaruh Obat-obatan atau

12
obatan atau Narkoba? Narkona
Sipil: gugatan pencabutan
atau pengangguhan SIM
Penyalahgunaan Narkoba Penyalahgunaan atau Kriminal:
pasient yang sedang Sipil: rehabilitasi
mengalami terapi
rehabilitasi narkoba
Farmaseutikal dan Obat Identifikasi bentuk sediaan, Kriminal: pengedaran obat
palsu, atau tidak memenuhi kandungan sediaan obat, ilegal.
syarat standar Forensik penggunaan obat palsu. Sipil: tuntutan penggunan
Farmasi obat palsu terhadap dokter
atau yang terkait

Pemeriksaan Toksikologi
Dari pemeriksaan pada kasus-kasus yang mati akibat racun umumnya tidak
akan di jumpai kelainan-kelainan yang khas yang dapat dijadikan pegangan untuk
menegakan diagnose atau menentukan sebab kematian karena racun suatu zat. Jadi
pemeriksaan toksikologi mutlak harus dilakukan untuk menentukan adanya racun
pada setian kasus keracunan atau yang diduga mati akibat racun. Setelah mayat si
korban dibedah oleh dokter kemudian diambil dan dikumpulkan jaringan-jaringan
atau organ-organ tubuh si korban untuk dijadikan barang bukti dan bahan
pemeriksaan toksikologi. Prinsip pengambilan sampel pada keracunan adalah diambil
sebanyak-banyaknya setelah disishkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan
histopatologis.

Secara umum sampel yang harus diambil adalah :


1. Lambung dengan isinya.

2. Seluruh usus dengan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan pada usus
setiap jarak sekitar 60cm.

13
3. Darah yang berasal dari sentral (jantung), dan yang berasal dari perifer (v.jugularis,
a. femoralis dan sebagainya) masing-masing 50ml dan dibagi 2 yang satu diberi
bahan pengawet (NaF 1%), yang lain tidak diberi bahan pengawet.

4. Hati sebagai tempat detoksifikasi, tidak boleh dilupakan, hati yang diambil
sebanyak 500gram.

5. Ginjal, diambil keduanya, yaitu pada kasus keracunan dengan logam berat
khususnya, dan bila urin tidak tersedia.

6. Otak diambil 500 gram, khusus untuk keracunan khloroform dan keracunan
sianida, hal tersebut dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang
mempunyai kemampuan untuk meretensi racun walaupun telah mengalami
pembusukan.

7. Urin diambil seluruhnya, penting oleh karena pada umumnya racun akan
dieksresikan melalui urin, khususnya untuk tes penyaring pada keracunan narkotika,
alcohol, dan stimulan.

8. Empedu sama halnya dengan urin diambil oleh karena tempat ekskesi berbagai
racun terutama narkotika.

9. Pada kasus khusus dapat diambil :

a. Jaringan sekitar suntikan dalam radius 5-10 sentimeter.

b. Jaringan otot, yaitu, dari tempat yang terhindar dari kontaminasi, misalnya
muskulus psoas sebanyak 200 gram.

c. Lemak di bawah kulit dinding perut sebanyak 200 gram.

d. Rambut yang dicabut sebanyak 10 gram.

e. Kuku yang dipotong sebanyak 10 gram, dan.

f. Cairan otak sebanyak-banyaknya.

Jumlah bahan pengawet untuk sampel padat minimal 2x volume sampel tersebut,
bahan pengawet yang dianjurkan :

14
a. Alcohol absolute.

b. Larutan garam jenuh (untuk Indonesia paling ideal).

Kedua bahan di atas untuk sampel padat atau organ.


a. Natrium fluoride 1%

b. Natrium fluoride + Natrium sitrat (75mg + 50mg, untuk setiap 10ml sampel)

15
Kedua bahan diatas untuk sampel cair adalah Natrium Benzoat dan phenyl mercury
nitrate khusus urin.
Cairan tubuh sebaiknya diperiksa dengan jarum suntik yang bersih/baru.
1. Darah seharusnya selalu diperiksa pada gelas kaca, jka pada gelas plastic darah
yang bersifat aak asam dapat melumerkan polimer plastic dari plastic itu sendiri,
karena dapat membuat keliru pada analisa gas kromatografi.
2. Pada pemeriksaan spesimen darah, selalu diberi label pada tabung sampel darah:
a. Pembuluh darah femoral.
b. Jantung

Pada kasus mayat yang tidak diotopsi :


1. Darah diambil dari vena femoral. Jika vena ini tidak berisi, dapat diambil dari
subclavia.
2. Pengambilan darah dengan cara jarum ditdarusuk pada trans-thoracic secara acak,
secara umum tidak bisa diterima, karena bila tidak berhatihati darah bisa
terkontaminasi dengan cairan dari esophagus, kantung pericardial, perut/cavitas
pleura.
3. Urine diambil dengan menggunakan jarum panjang yang dimasukan pada bagian
bawah dinding perut terus sampai pada tulang pubis.
Pada mayat yang diotopsi :
1. Darah diambil dari vena femoral.
2. Jika darah tidak dapat diambil dari vena femoral, dapat diambil dari: Vena
subklavia, Aorta, Arteri pulmonalis, Vena cava superior dan Jantung.
3. Darah seharusnya diberi label sesuai dengan tempat pengambilan.
4. Pada kejadian yang jarang terjadi biasanya berhubungan dengan trauma massif,
darah tidak dapat diambil dari pembuluh darah tetapi terdapat darah bebas pada
rongga badan.
a. Darah diambil dan diberi label sesuai dengan tempat pengambilan.

16
b. Jika dilakkukan tes untuk obat tersebut tidak dibawah efek obat pada saat
kematian.

c. Jika tes positif harus diperhitungkan kemungkinan kontaminsai.

d. Pada beberapa kasus bahan lain seperti vitreus/ otot dapat dianalisa untuk
mengevaluasi akurasi dari hasil tes dalam kavitas darah.

Prinsip pengambilan sample pada kasus keracunan adalah diambil sebanyak-


banyaknya setelah kita sisihkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan
histopatologik. Pengambilan sample untuk pemeriksaan toksikologi adalah sebagai
berikut :
1. Lambung dengan isinya.

2. Seluruh usus dengan isinya


3. Darah, yang berasal dari sentral (jantung), dan yang berasal dari perifer (v.
jugularis. A. femoralis dsb).
4. Hati.
5. Ginjal, diambil keduanya.
6. Otak.
7. Urin.
8. Empedu bersama-sama dengan kantung empedu.
9. Limpa.
10. Paru-paru
11. Lemak badan.

Bahan pengawet yang dipergunakan adalah :


1. Alcohol absolute.
2. Larutan garam jenuh.
3. Natrium fluoride 1%.
4. Natrium fuorida + natrium sitrat.
5. Natrium benzoate dan phenyl mercuric nitrate.

17
Alcohol dan larutan garan jenuh untuk sampel padat atau organ, sedangkan NaF 1%
dan campuran NaF dengan Na sitrat untuk sample cair, sedangkan natrium benzoate
dan mercuric nitrat khusus untuk pengawetan urin.
1. Wadah Bahan Pemeriksaan Toksikologi.

Untuk wadah pemeriksaan toksikologi idealnya diperllukan minimal 9 wadah, karena


masing-masing bahan pemeriksaan ditempatkan secara tersendiri, tidak boleh
dicampur, yaitu :
a. 2 buah toples masing-masing 2 liter untuk hati dan usus.

b. 3 buah toples masing-masing 1 liter untuk lambung beserta isinya, otak dan ginjal.

c. 4 buah botol masing-masing 25 ml untuk darah (2 buah) urine dan empedu.

Wadah harus dibersihkan terlebih dahulu dengan mencuci dengan asam Kromat
hangat lalu dibilas dengan Aquades dan dikkeringkan. Pemeriksaan toksikologi yang
dapat dilakukan selain penentuan kadar AchE dalam darah dan plasma dapat juga
dilakukan pemeriksaan.

a. Kristalografi.
Bahan yang dicurigai berupa sisa makanan/ minuman, muntahan, isi lambung
dimasukan ke dalam gelas beker, dipanasakan dalam pemanas air sampai kering,
kerimudian dilarutkan dalam aceton dan disaring dengan kertas saring. Filtrate yang
didapat, diteteskan di bawah mikroskop. Bila bentuk Kristal-kristal seperti sapu, ini
adalah golongan hidrokarbon terklorisasi.

b. Kromatografi lapisan tipis (TLC)


Kaca berukuran 20cmx20cm, dilapisi dengan absorben gel silikat atau dengan
alumunium oksida, lalu dipanaskan dalam oven 110 C selama 1 jam. Filtrate yang
akan diperiksa (hasil ekstraksi dari darah atau jaringan korban) diteteskan dengan
mikropipet pada kaca, disertai dengan tetesan lain yang telah diketahui golongan dan
jenis serta konsentrasinya sebagai pembanding. Ujung kaca TLC dicelupkan ke

18
dalam pelarut, biasanya n-Hexan. Celupan tidak boleh mengenai tetesan tersebut
diatas. Dengan daya kapilaritas maka pelarut akan ditarik keatas sambil melarutkan
filitrat-filitrat tadi. Setelah itu kaca TLC dikeringkan lalu disemprot dengan reagensia
Paladum klorida 0,5% dalam HCL pekat, kemudian dengan Difenilamin 0,5% dalam
alcohol. Interprestasi : warna hitam (gelap) berarti golongan hidrokarbon terklorinasi
sedangkan bila berwarna hijau dengan dasar dadu berarti golongan
organofosfat.Untuk menentukan jenis dalam golongannya dapat dilakukan dengan
menentukan Rf masing-masing bercak. Angka yang didapat dicocokan dengan
standar, maka jenisnya dapat ditentukan dengan membandingkan besar bercak dan
intensitas warnanya dengan pembandingan, dapat diketahui konsentrasinya secara
semikuantatif.

2. Cara pengiriman
Apabila pemeriksaan toksikologi dilakukan di institusi lain, maka pengiriman bahan
pemeriksaan harus memenuhi kriteria :
a. Satu tempat hanya berisi satu contoh bahan pemeriksaan.

b. Contoh bahan pengawet harus disertakan untuk control.

c. Tiap tempat yang telah terisi disegel dan diberi label yang memuat keterangan
mengenai tempat pengambilan bahan, nama korban, bahan pengawet dan isinya.

d. Disertakan hasil pemeriksaan otopsi secara singkat jika mungkin disertakan


anamnesis dan gejala klinis.

e. Surat permintaan pemeriksaan dari penyidik harus disertakan dan memuat identitas
korban dengan lengkap dan dugaa racun apa yang menyebabkan intoksikasi.

f. Hasil otopsi dikemas dalam kotak dan harus dijaga agar botol tertutup rapat
sehingga tidak ada kemungkinan tumpah atau pecah pada saat pengiriman. Kotak
diikat dengan tali yang setiap persilangannya diikat mati serta diberi lak pengaman.

g. Penyegelan dilakukan oleh Polisi yang mana juga harus dabuat berita acara
penyegelan dan berita acara ini harus disertakan dalam pengiriman. Demikian pula

19
berita acara penyegelan barang bukti lain seperti barang bukti atau obat. Dalam berita
acara tersebut harus terdapat contoh kertas pembungkus, segel, atau materi yang
digunakan.

h. Pada pengambilan contoh bahan dari korban hidup, alcohol tidak dapat dipakai
untuk desinfektan local saat pengambilan darah, hal ini untuk menghilangkan
kesulitan dalam penarikan kesimpulan bila kasus menyangkut alcohol. Sebagai
gantinya dapat digunakan sublimate 1% atau mercuri klorida 1%.
Setelah semua proses pemeriksaan diatas dilakukan oleh ahli kedokteran kehakiman
maka hasil pemeriksaan tersebut dituangkan ke dalam sebuah surat yaitu surat visum
et repertum. Setelah dibuat berdasarkan aturan yang berlaku maka surat tersebut
sudah dapat digunakan sebagai alat bukti didalam proses peradilan .

Dasar Hukum

1. KUHP Pidana Pasal 202 205

a. Pasal 202
(1) Barangsiapa memasukkan barang sesuatu ke dalam sumur, pompa, sumber atau ke
dalam perlengkapan air minum untuk umum atau untuk dipakai oleh atau bersama-
sama dengan orang lain, padahal diketahuinya bahwa karena perbuatan itu air lalu
berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang ber- salah diancam dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama
dua puluh tahun.

b. Pasal 203
(1) Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan bahwa barang
sesuatu dimasukkan ke dalam sumur, pompa, sumber atau ke dalam perlengkapan air
minum untuk umum atau untuk dipakai oleh, atau bersama-sama dengan orang lain,

20
sehingga karena perbuatan itu air lalu berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan
paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama
satu tahun.

c. Pasal 204
(1) Barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang
yang diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat;
berhahaya itu tidak diberi tahu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakihatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama
dua puluh tahun.

d. Pasal 205
(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan barang-barang
yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, dijual, diserahkan atau di bagi-
bagikan tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau yang
memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama
satu tahun.
(3) Barang-barang itu dapat disita (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, 2010).

21
2. Undang-undang RI No.5 Tahun 1997 tentang psikotropika

Penyalahgunaan (pasal 59 ayat 1a)

Pengedar (pasal 59 ayat 1c)

Produsen (pasal 59 ayat 1 dan 2)

3. Undang-undang RI No.35 Tahun 2009 tentang narkotika

4. Keppres RI No. 3 tahun 1997 tentang pengawasan dan pengendalian minuma


beralkohol

5. Pasal 133 ayat 1 KUHAP


Pasal 133
(1) dalam hal ini penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang koraban
baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan
tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.

Keracunan Sianida
Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik, cara masuk ke dalam
tubuh dapat melalui :
inhalasi, misalnya gas HCN (gas penerangan, sisa pembakaran seluloid,
penyemprotan / fumigasi kapal)
oral, yaitu garam CN yang dipakai pada peyepuhan emas, pengelasan besi dan baja,
serta fotografi dan amigdalin yang didapat dari singkong, ubi dan biji apel.

Setelah diabsorbsi, CN masuk ke dalam sirkulasi sebagai CN bebas dan tidak


dapat berikatan dengan Hb kecuali dalam bentuk methemoglobin akan terbentuk
sianmethemoglobin. CN akan menginaktifkan enzim oksidatif beberapa jaringan
secara radikal, terutama sitokrom oksidase juga merangsang pernapasan bekerja pada
ujung sensorik sinus (kemoreseptor) sehingga pernapasan cepat. Dengan demikian
proses oksidasi-reduksi dalam sel tidak berlangsung dan oksihemoglobin tidak dapat

22
berdisosiasi melepaskan O2 ke sel jaringan sehingga timbul anoksia jaringan. Hal ini
merupakan keadaan paradoksal karena korban meninggal akibat hipoksia tetapi
darahnya kaya akan O2.
Takaran toksik per oral untuk HCN adalah 60-90 mg, sedangkan KCN atau
NaCN adalah 200 mg. Gas CN 200-400 ppm akan menyebabkan kematian dalam 30
menit sedangkan gas CN 20000 ppm akan menyebabkan meninggal seketika.

a. Tanda dan Gejala Keracunan


Tanda dan gejala keracunan akut CN yang ditelan dapat dengan cepat
menyebabkan kegagalan pernafasan dan kematian dapat timbul dalam beberapa
menit. Dalam interval yang pendek antara menelan racun sampai kematian, korban
mengeluh merasa terbakar pada kerongkongan dan lidah, hipersalivasi, mual, muntah,
sakit kepala, vertigo, photophobia, tinitus, pusing, kelelahan dan sesak napas. Dapat
pula ditemukan sianosis pada muka, keluar busa dari mulut, nadi cepat dan lemah,
napas cepat dan kadang-kadang tidak teratur, refleks melambat, udara pernapasan
berbau amandel. Menjelang kematian, sianosis tampak nyata dan timbul kedutan otot-
otot yang berlanjut dengan kejang disertai inkontinensia urin dan alvi. Racun yang
diinhalasi menimbulkan palpitasi, kesukaran bernapas, mual muntah sakit kepala,
salivasi, lakrimasi, iritasi mulut dan kerongkongan, pusing, kelemahan ekstremitas,
kolaps, kejang, koma, dan meninggal.

b. Pemeriksaan Forensik
Pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau amandel yang merupakan tanda
patognomonik untuk keracunan CN, dengan cara menekan dada mayat sehingga akan
keluar gas dari mulut dan hidung. Selain itu didapatkan sianosis pada wajah dan bibir,
busa keluar dari mulut, dan lebam jenazah berwarna merah terang (red livor mortis),
karena darah kaya akan oksi hemoglobin (karena jaringan dicegah dari penggunaan
oksigen) dan ditemukannya cyanmethemoglobin. Pemeriksaan selanjutnya biasanya
tidak memberikan gambaran yang khas.

23
Pada korban yang menelan garam alkali sianida, dapat ditemukan kelainan
pada mukosa lambung berupa korosi dan berwarna merah kecoklatan karena
terbentuk hematin alkali dan pada perabaan mukosa licin seperti sabun. Korosi dapat
mengakibatkan perforasi lambung yang dapat terjadi antemortal dan postmortal.
Dari luar, ada banyak variasi dalam penampilanya. Yang klasik, lebam mayat
dikatakan menjadi berwarna merah bata, sesuai dengan kelebihan oksihemoglobin
(karena jaringan dicegah dari penggunaan oksigen) dan ditemukannya
cyanmethemoglobin. Banyak deskripsi lebam mayat yang mengarah pada kulit yang
berwarna merah muda gelap atau bahkan merah terang, terutama bergantung pada
daerahnya, yang mana dapat dibingungkan dengan karboksi hemoglobin. Mungkin
bau sianida ada pada tubuh dan dapat dikenal, tapi perlu diketahui bahwa banyak
orang tidak bisa mendeteksi bau ini, kemampuan menciumnya berhubungan dengan
genetic (bukan berdasarkan pengalaman). Ini penting diketahui oleh ahli patologi dan
pegawai kamar mayat, bahwa keracunan sianida dapat membawa resiko. Para petugas
terkait menjadi sakit dan untuk sementara mengalami gangguan fungsi setelah
mengautopsi mayat bunuh diri yang telah menelan sejumlah besar kalium sianida.
Diasumsikan mungkin akibat menghirup hydrogen sianida dari isi perut mayat ketika
melakukan pemeriksaan organ dalam. Juga ditemukan tanda- tanda asfiksia.
Pemastian diagnosis keracunan CN dilakukan dengan pemeriksaan toksikologis
terhadap isi lambung dan darah.
Perut dapat berisi darah maupun rembesan darah akibat erosi maupun
pendarahan didinding perut. Jika sianida berada dalam larutan encer, mungkin ada
sedikit kerusakan pada perut, terpisah dari warna merah muda pada mukosa dan
mungkin beberapa pendarahan berupa petechiae. Mungkin juga sianida tersebut
menjadi kristal/ bubuk putih yang tidak dapat larut, dengan bau seperti almond.
Seperti kematian yang biasanya berlangsung cepat, sedikit bagian dari sianida dapat
sudah melewati masuk ke dalam sel cerna. Esofagus dapat mengalami kerusakan
terutama pada bagian mukosa esophagus yang ketiga yang lebih bawah, yang bisa

24
mengalami perubahan post- mortem dari regurgitasi isi perut melalui relaksasi
sphincter jantung setelah mati. Organ lain tidak menunjukkan perubahan yang
spesifik dandiagnosis dibuat berdasarkan ceritanya, bau dan warna kemerahan pada
jaringan dalam tubuh maupun kulit

Lebam jenazah berwarna merah bata


c. Pemeriksaan Laboratorium
Darah, isi perut, urin dan muntahan harus diserahkan ke laboratorium,
membutuhkan perhatian khusus bahwa sampel terhindar dari resiko dalam
pengemasannya, transportasinya atau tidak dikemasnya sampel tersebut. Pemeriksaan
laboratorium harus dilakukan dan diperhatikan jika ada kemungkinan terjadinya
keracunan sianida.
Jika kematian mungkin disebabkan oleh inhalasi gas hidrogen sianida, paru-
parunya harus dikirim utuh, dibungkus dalam kantong yang terbuat dari nilon (bukan
polivinil klorida).
Penting untuk membawa sampel ke laboratorium sesegera mungkin (dalam
beberapa hari) untuk menghindari struktur sianida yang tidak seperti aslinya lagi
dalam sampel darah yang telah disimpan. Hal ini biasanya dapat terjadi akibat suhu
ruangannya, sehingga jika ada penundaan, adanya kulkas pendingin menjadi penting.
Jika dibandingkan, beberapa sampel positif sesungguhnya dapat menurun kualitasnya
pada penyimpanan. Lebih dari 70% isi sianida dapat hilang setelah beberapa minggu,
akibat reaksi dengan komponen jaringan dan konversi menjadi thiosianad. Dikatakan
bahwa tidak ada struktur sianida yang tidak seperti aslinya lagi, sianida yang
ditemukan dalam jumlah cukup adalah bukti bahwa sianida masuk dalam tubuh yang

25
mana hal itu sendiri tidak normal dan dikonfirmasi sebagai barang bukti dari
terjadinya keracunan.

Keracunan Karbonmonoksida
Karbonmonoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak merangsang selaput lendir. Gas CO dapat ditemukan pada hasil pembakaran
tidak sempurna dari karbon. Sumber terpenting adalah motor yang menggunakan
bahan bakar bensin. Sumber lain CO adalah gas arang batu yang mengandung kira-
kira 5% CO, alat pemanas berbahan bakar gas, lemari es gas dan cerobong asap yang
bekerja tidak baik. CO hanya diserap melalui paru dan sebagian besar diikat oleh Hb
secara reversibel, membentuk karboksi-hemoglobin. Afinitas COHb 208-245 kali
afinitas O2. Bila korban dipindahkan ke udara bersih, kadar COHb berkurang 50%
dalam waktu 4,5 jam dan setelah 6-8 jam darah tidak mengandung COHb lagi. Gejala
keracunan CO berkaitan dengan kadar COHb dalam darah.
a. Tanda dan Gejala Keracunan
Tabel Gejala yang ditimbulkan akibat keracunan CO
Tabel Gejala yang ditimbulkan Gejala
akibat keracunan CO Saturasi
COHb
10 % Tidak ada
10% - 20% Rasa berat pada kening, sakit
kepala ringan
20% - 30% Sakit kepala, berdenyut pada
pelipis
30% - 40% Sakit kepala keras, lemah,
pusing,penglihatan buram, mual
dan muntah, kolaps
40% - 50% Sama dengan gejala di atas tetapi
dengan kemungkinan besar kolaps
atau sinkop. Pernapasan dan nadi

26
cepat, ataksia.
50% - 60% Sinkop, pernapasan dan nadi
bertambah cepat, koma dengan
kejang intermitten, pernapasan
Cheyne-Stokes
60% - 70% Koma dengan kejang, depresi
jantung dan pernapasan, mungkin
meninggal
70% - 80% Nadi lemah, pernapasan lambat,
gagal napas dan meninggal.

b. Pemeriksaan Forensik
Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya berdasarkan anamnesis
adanya kontak dan ditemukannya gejala keracunan CO.
Pada jenazah, dapat ditemukan warna lebam mayat yang berupa Cherry Red
pada kulit, otot, darah dan organ-organ interna, yang tampak jelas bila kadar COHb
mencapai 30% atau lebih. Akan tetapi pada orang yang anemik atau mempunyai
kelainan darah warna cherry red ini menjadi sulit dikenali.
Autopsi pada keracunan CO dapat memberikan petunjuk penyebab kematian.
Salah satu contoh keracunan CO mati didalam mobil dengan AC yang dibiarkan tetap
menyala, dengan gambaran patologi dari luar atau eksterna langsung tertuju pada CO.
Pada autopsi penampilan yang paling jelas adalah warna pada kulit terutama pada
post-mortem hipostasis. Pada autopsi biasanya relatif mudah untuk menentukan
korban yang meninggal pada keracunan CO dengan melihat warna lebam mayat yang
berupa cherryred pada kulit, otot, darah dan organ-organ interna, akan tetapi pada
orang yang anemik atau mempunyai kelainan darah warna cherry red ini menjadi sulit
dikenali. Warnaklasik Chery-pink pada CO-Hb sebagai bukti jika saturasi darah
kira-kira >30%.Dibawah ini secara jelas <20%, tidak tampak adanya warna. Pada
konsentrasi ini jarang mengakibatkan kematian. Terkadang sianosis yang semakin

27
gelap cenderung menutupi warna kulit, tapi batas pasa hipostasis dan warna bagian
dalam dapat terbukti.
Pemeriksaan dalam untuk keracunan yang tidak lama terjadi ditemukan
jaringan otot, viscera dan darah yang berwarna merah terang. Kadang-kadang
ditemukan tanda-tanda asfiksia dan hiperemia viscera. Pada otak besar dapat
ditemukan petekie di substansia alba bila korban bertahan hidup lebih dari 30 menit.
Pada korban keracunan CO yang sempat mendapat pertolongan dan baru
meninggal beberapa saat (hari) kemudian, maka kadar COHb dalam darah sudah
kembali rendah dan lebam mayat tidak akan berwarna merah terang. Mekanisme
kematian pada kasus ini adalah anoksia jaringan otak, yang pada pemeriksaan jenazah
petekie pada substantia alba otak atau gambaran infark atau ensephalomalacia yang
simetris. Pada kondisi demikian, diagnosis kematian akibat keracunan CO ditegakkan
dengan bantuan pemeriksaan di TKP atau gambaran klinis saat korban baru dirawat.

c. Pemeriksaan Laboratorium
a. Uji Kualitatif
Menggunakan 2 cara:
Uji Dilusi Alkali

28
Ambil dua tabung reaksi, masukkan ke dalam tabung pertama 1-2 tetes darah
korban. Tabung kedua 1-2 tetes darah kontrol. Encerkan masing-masing darah dengan
menambahkan 10ml air. Tambahkan masing-masing tabung 5 tetes NaOH 10-20%
lalu dikocok.
Uji Formalin
Darah yang diperiksa ditambahkan dengan larutan formalin 40% sama banyak.
Bila darah mengandung COHb dengan saturasi 25%, maka akan terbentuk koagulat
berwarna merah yang mengendap pada dasar tabung reaksi. Pada darah normal.
Terbentuk koagulat warna coklat.

b. Uji Kuantitatif
Menggunakan cara Gettler-Freimuth dengan prinsip:
Darah + Kalium Ferisianida CO dibebaskan dari COHb
CO + PdCl2 + H2O Pd + CO2 + HCl
Paladium (Pd) ion akan diendapkan pada kertas saring berupa endapan berwarna
hitam.
Saran lain mengenai indikasi CO adalah ketika jaringan dimasukkan dalam
larutan garam untuk kepentingan histologis, mereka tidak terjadi pewarnaan secara
cepat sama seperti jaringan normal dan tetap merah muda sepanjang periode. Jika
keracunan CO dicurigai pada autopsi, test yang cepat dengan menambah beberapa
tetesdarah pada 10% cairan NaOH di kaca gelas yang member latar putih. Darah
normal akan segera menjadi hijau kecoklatan tapi jika terdapat monoksida, warnanya
akan menjadi merah muda, seperti tidak ada met-Hb yang terbentuk. Bagaimanapun
juga test kasar tidak disarankan sebagai alternative yang digunakan.

Keracunan Insektisida
Insektisida merupakan bahan yang digunakan untuk membunuh serangga
dalam pertanian, perkebunan dan rumah tangga. Kasus kematian akibat insektisida

29
seringkali terjadi karena kecelakaan dan percobaan bunuh diri. Insektisida yang
sering digunakan, antara lain :
a. golongan fosfat organik : malation, paration, paraxon, diazinon

b. golongan karbamat : carbaryl, baygon

c. golongan hidrokarbon yang diklorkan : DDT, lindane

I. Golongan Inhibitor Kolinesterase


Berdasarkan cara kerjanya, golongan organofosfat dan karbamat dikategorikan ke
dalam antikolinesterase. Pada golongan organofosfat inhibisinya bersifat irreversibel,
sedangkan golongan karbamat bersifat reversibel. Inhibisi mengakibatkan terjadinya
akumulasi asetilkolin, rangsangan pada saraf kolinergik diperpanjang. Kematian
terjadi karena gagal napas dan henti jantung.

I Tanda dan Gejala


Gejala klinis berupa gangguan penglihatan, sukar bernapas, saluran pencernaan
hiperaktif. Tanda dan gejala lain yang sering terjadi antara lain sakit kepala,
kelemahan otot, hiperhidrosis, lakrimasi, salivasi, miosis, sekresi saluran napas,
sianosis, papil edem, konvulsi, koma, dan hilangnya kontrol terhadap sfingter.

I.II Pemeriksaan Forensik


Pada pemeriksaan dalam ditemukan tanda pembendungan pada alat dalam. Di dalam
lambung ditemukan cairan yang terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan cairan lambung
dan lapisan larutan insektisida. Mukosa lambung dan usus bagian atas tampak
hiperemis dan mengalami perdarahan submukosa. Juga dapat tercium bau pelarut
insektisida. Limpa, otak dan paru tampak edem dan kongesti. Kerusakan jaringan hati
biasanya merupakan penyebab kematian pada keracunan kronis
II. Golongan Hidrokarbon Terkhlornasi
Hidrokarbon terkhlorinasi adalah zat kimia sintetik yang stabil beberapa minggu
sampai beberapa bulan setelah penggunaannya. Termasuk golongan ini adalah DDT,

30
ALdrin, Dieldrin, Endrin, Chlordane, Lindane. DDT lambat diabsorbsi melalui
saluran cerna. Insektisida dalam bentuk bubuk tidak diabsropsi melalui kulit, tetapi
bila dilarutkan dalam solven organik mungkin dapat diabsorbsi melalui kulit. DDT
merupakan stimulator SSP yang kuat dengan efek eksitasi langsung pada neuron,
yang mengakibatkan kejang-kejang dengan mekanisme yang belum jelas. Kematian
terjadi akibat depresi pernafasan atau akibat fibrilasi ventrikel.

II.I. Tanda dan Gejala Keracunan


Gejala keracunan ringan adalah merasa lelah, berat dan sakit pada tungkai, sakit
kepala, parestesia pada lidah, bibir, dan muka, gelisah, dan lesu.
Gejala keracunan berat adalah pusing, gangguan keseimbangan, bingung, rasa tebal
pada jari-jari, tremoe, mual, muntah, fasikulasi, midriasis, kejang tonik dan klonik,
kemudian koma.

II.II. Pemeriksaan Forensik


Pada keracunan kronik, dilakukan biopsy lemak tubuh yang diambil pada perut
setinggi garis pinggang minimal 50 gram dan dimasukkan ke dalam botol bermulut
lebar dengan penutuo dari gelas dan ditimbang dengan ketelitian sampai 0,1 mg. pada
keadaan normal, insektisida golongan ini dalam lemak tubuh terdapat kurang dari 15
ppm.
Tanda-tanda congested/asfiksia tampak pada pemeriksaan luar. Hssil pemeriksaan
dalam memperlihatkan adanya hiperemi pada mukosa lambung dan usus disertai
perdarahan. Apabila keracunan kronik, dapat tercium bau zat pelarut (minyak tanah)
dan terdapat adanya organ-organ dalam yang congested, nekrosis hati, serta edema
paru.

Keracunan Arsen
As2O3 atau arsen trioksida atau disebut juga acidum arsenicosum merupakan
senyawa yang sering dan penting artinya dalam hubungannya dengan keracunan.

31
As2O3 ini berupa serbuk putih atau kadang kristal halus dengan 35 sedikit rasa
(lemah) bahkan dapat dikatakan tidak berasa sama sekali dan tidak berbau. Mudah
larut dalam asam lambung, dalam bentuk gas biasanya berbau bawang putih.
Senyawa arsenik ini banyak ditemukan dalam bidang pertanian (rodenticide), industri
(sebagai pengotoran dari zat warna, mordant) maupun dalam bidang pengobatan
(sedian-sedian yang mengandung arsenikum baik sebagai senyawa anorganik maupun
organik). Bentuk lain dari arsenikum ini adalah Arsine dan Ethylarsine dimana berada
dalam bentuk gas.

a. Tanda dan Gejala Keracunan


Ada 4 tipe gejala keracunan:
1. Acute Paralytic
Timbul mendadak setelah korban keracunan dengan dosis besar serta absorbsinya
berjalan sangat cepat. Gejala yang menonjol adalah akibat depresi susunan saraf pusat
yang hebat khususnya pusat-pusat vital dimedulla, antara lain:

Circulatory collapse dengan tekanan darah turun/rendah

Denyut nadi cepat dan lemah

Pernafasan sukar dan dalam

Stupor atau semicomatous

Kadang-kadang kejang dan adakalanya tampak/ tidak tampak gejala iritasi


gastrointestinal
Kematian terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam.

2. Gastrointestinal Type

32
Merupakan gejala yang paling utama dijumpai dan khas, akibat lesi-lesi pada
lambung, usus maupun organ-organ parenchym segera setelah keracunan, timbul
muntah dan diikuti diarrhea setelah 1-2 jam kemudian.
Rasa sakit dan cramp pada perut

Rasa haus yang hebat, sakit tenggorokan

Mulut terasa kering

Muntah berkepanjangan, kadang-kadang bercampur darah

Profuse diarrhea dengan faeces bercampur darah.


Gejala klinis diatas sangat individual, dimana satu penderita condong
menunjukkan gejala profuse diarrhea sebagai gejala utama, yang lain lebih condong
menunjukkan gejala muntah atau kombinasi dari gejala-gejala tersebut pada penderita
lainnya.
Bila kasus keracunan lebih hebat maka timbul gejala seperti muka kebiruan
dan cemas, kulit pucat dan dingin, cramp pada kaki bagian atas, delirium,
albuminuria, retensi urin, serta dehidrasi akibat hilangnya cairan tubuh.
Kematian terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari dan apabila penderita
dapat melewati serangan pertama, masih ada kemungkinan untuk bertahan hidup.

3. Subacute Type 36
Timbul apabila senyawa arsenikum diberikan dalam dosis kecil berulang kali
dalam interval waktu tertentu, atau akibat pemberian dalam dosis besar tetapi tidak
segera menimbulkan kematian dan menimbulkan efek keracunan selama dieksresikan
(slow excretion).
Gejalanya:
Degenerasi toksik pada hepar yang kemudian berkembang menjadi
acute/subacuteyellow atrophy disertai toxic jaundice hebat.

Perdarahan multiple pada lapisan sub serosa jaringan

33
Traktus Gastrointestinal mengalami inflamasi dan kronis serta diarhea
berkepanjangan

Cramp dan dehidrasi

Ginjal mengalami nephrosis dengan albuminuria dan hematuria

Skin eruption, bengkak seluruh tubuh, beberapa kasus tampak penderita


mengalami keratosis kulit, berat badan menurun serta keadaan umum korban
makin buruk.
Kematian dapat terjadi beberapa hari kemudian.

4. Chronic Type
Type ini dapat berkembang/ terjadi setelah gejala akut mereda. Tampak gejala-gejala:
Paralyse dan atrofi otot-otot tangan dan kaki sebagai akibat neuritis kronis
disertai dengan degenerasi saraf yang dimulai dari bagian perifer dan berjalan
ke arah sentral.

Anaesthesia

Rambut dan kuku rontok

Kadang tampak gastroentritis kronis disertai anoreksia, nausea, dan diare

Kulit mengalami hiperkeratosis dan hiperpigmentasi

Mata mengalami hiperkeratosis, kelopak mata bengkak

Garis melintang pada kuku berwarna putih.

Hiperkeratosis terutama tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki

b. Pemeriksaan Forensik
Keracunan Akut :
Pemeriksaan luar ditemukan tanda-tanda dehidrasi

Pemeriksaan dalam ditemukan tanda iritasi lambung, mukosa berwarna


merah, kadang-kadang dengan perdarahan (fleas bitten appearance)

34
Keracunan Kronik :
Pemeriksaan luar tampak keadaan gizi buruk. Pada kulit terdapat pigmentasi
coklat (melanosis arsenic), keratosis telapak tangan dan kaki (keratosis
arsenic). Kuku memperlihatkan garis-garis putih (Mees lines) pada bagian
kuku yang tumbuh dan dasar kuku.

Temuan pada pemeriksaan dalam tidak khas.

Melanosis Arsenic

35
Mees Lines
Timah
Publum atau timbel (timah hitam) terdapat dimana-mana, dalam jumlah besar
dalam badan accu / baterai. Pb terdapat pula pada pipa air zaman dahulu, timah
solder, bahan dasar cat, dempul meni, dan glasier dari benda-benda keramik dan gelas
(crystal lead). Pb juga terdapat pada bahan kosmetik mata orang Indian yang disebut
surma, demikian juga dapat ditemukan pada eye-shadow, lipstick, dan blush-on.
Timbel di dalam tubuh terikat dalam gugus sulfhidril (-SH) dalam molekul
protein yang menyebabkan hambatan pada system kerja enzim. Dalam darah enzim
yang dihambat adalah enzim delta- aminolevulinik asid (delta-ALA) yang berperan
dalam sintesi hemoglobin.

a. Tanda dan Gejala Keracunan


Keracunan Akut :
Korban merasa sepat (rasa logam), muntah-muntah berwarna putih Karena
adanya Pb Klorida, dan juga diare dengan feses hitam akibat adanya PbS.
Kedua hal ini dapat menyebabkan dehidrasi.
Keracunan Kronik :
Korban tampak pucat yang tak sesuai dengan derajat anemi, karena pucat
timbul sebagai akibat spasme arteriol di bawah kulit. Rasa logam pada mulut,
anoreksia, obstipasi, kadang diare.

36
b. Pemeriksaan Forensik
Diagnosis pada orang hidup ditegakkan dengan melihat adanya gejala
keracunan dan pemeriksaan kadar Pb darah dan urin, Pada jenazah, dapat ditemukan,
Keracunan Akut :
Tanda-tanda dehidrasi, lambung mengerut (spastic), hiperemi, isi lambung
warna putih. Usus spastic dan feses berwarna hitam.

Keracunan Kronik :
Tubuh sangat kurus, pucat terdapat garis Pb, ikterik, gastritis kronikm dan
pada usus nampak bercak-bercak hitam

Kadar tertinggi Pb terdapat dalam tulang, ginjal, jati dan otak, sehingga bahan
pemeriksaan diambil dari organ-organ tersebut.

c. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis toksisitas Pb dilakukan berdasarkan gejala dan uji lab seperti kadar
Pb dalam darah, ulas darah untuk melihat sel stipel yang merupakan keracunan khas
pada Pb, dan protoporfirin eritrosir. Uji kadar Pd dalam urin, enzim delta ALA dan
koproporfirin III juga dapat dilakukan untuk diagnosis toksisitas Pb.

Keracunan Narkoba
Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti
perasaan, pikiran, suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh manusia baik
dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya
(Kurniawan, 2008)
Narkoba dibagi dalam 3 jenis :

I. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintetis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri,

37
dan dapat menimbulkan ketergantungan ( Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 35 tahun 2009).

Jenis narkotika di bagi atas 3 golongan :


a) Narkotika golongan I : adalah narkotika yang paling berbahaya, daya adiktif sangat
tinggi menyebabkan ketergantunggan. Tidak dapat digunakan untuk kepentingan
apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan. Contoh : ganja, morphine,
putauw adalah heroin tidak murni berupa bubuk.

b) Narkotika golongan II : adalah narkotika yang memilki daya adiktif kuat, tetapi
bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin dan turunannya,
benzetidin, betametadol.

c) Narkotika golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi
dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : codein dan turunannya.

Prekursor narkotika
UU 35/2009 PASAL 1 AYAT 2: Adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia
yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika.
Tujuan pengaturan prekusor Narkotik:
PASAL 48
a) melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan prekursor narkotika

b) mencegah dan memberantas peredaran gelap prekursor narkotika

c) mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan prekursor narkotika

Golongan dan jenis prekusor narkotika:


TABEL I TABEL II
Acetic anhydride Acetone
N-Acetylanthranilic Acid Anthranilic acid
Ephedrine Ethyl ether
Ergometrine Hydrochloric acid

38
Ergotamine Methyl ethyl ketone
Isosafrole Phenylacetic acid

a. Tanda dan Gejala Keracunan


Keracunan dapat terjadi secara akut maupun kronik. Keracunan akut biasanya
terjadi akibat percobaan bunuh diri, tetapi dapat pula terjadi pada kecelakaan dan
pembunuhan.
Gejala keracunan diawali dengan eksitasi susuan saraf yang kemudian disusul
oleh narkosis. Penderita merasa ngantuk, yang makin lama makin dalam dan berakhir
dengan keadaan koma, terdapat relaksasi otot-otot sehingga lidah dapat menutupi
saluran nafas, nadi kecil dan lemah, pernafasan sukar, irregular, pernafasan dangkal
lambat, suhu badan turun, muka pucat, pupil miosis (pin-head size) yang akan
melebar kenbali setelah terjadi anoksia, tekanan darah menurun hingga syok.

b. Pemeriksaan Forensik
Pada korban hidup perlu dilakukan pengambilan darah dan urin untuk
pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan luar jenazah, dapat ditemukan adanya bekas suntikan,
pembesaran kelenjar getah bening setempat, lepuh kulit (skin blister), tanda asfiksia
(busa halus dari lubang hidung dan mulut), sianosis pada ujung jari dan biir,
perdarahan petekial pada konjungtiva dan pada pemakaian narkotika dengan cara
sniffing (menghirup), kadang dijumpai perforasi septum nasi.
Hasil pemeriksaan dalam menunjukkan darah berwarna gelap dan cair, terdapat
gumpalan masa coklat kehitaman pada lambung, trakea dan bronkus kongesti dan
berbusa, paru kongesti dan edema.

39
Bekas suntikan

Skin Blister Perforasi Septum Nasi

c. Pemeriksaan Laboratorium
Bahan terpenting yang harus diambil adalah urin, cairan empedu dan jaringan
sekitar suntikan. Untuk pemeriksaan toksikologi dilakukan dengan :
Uji Marquis : 40 tetes formaldehyde 40% dalam 60 ml asam sulfat pekat. Tes
ini cukup sensitive dengan sensitifitas berkisar antara 0,05 mikrogram 1
mikrogram. Hasil positif unutk opium, morfin, heroin, kodein adalah warna
merah-ungu.
Uji MIkrokristal : lebih sensitive dan lebih khas. Caranya 1 tetes larutan
narkotika ditambah dengan reagen dan dengan mikroskop dilihat Kristal apa

40
yang terbentuk. Untuk morfin berupa plates, heroin berupa fine dendrites atau
rosettes, kodein berupa gelatinous rosettes dan pethidin berupa feathery
rosettes.

Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan
narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan prilaku,
digunakan untuk mengobati gangguan jiwa (Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 tahun 1997)
Jenis psikotropika dibagi atas 4 golongan :
a. Golongan I : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat untuk
menyebabkan ketergantungan, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan
sedang diteliti khasiatnya seperti esktasi (menthylendioxy menthaphetamine dalam
bentuk tablet atau kapsul), sabu-sabu (berbentuk kristal berisi zat menthaphetamin).

b. Golongan II : adalah psikotropika dengan daya aktif yang kuat untuk menyebabkan
Sindroma ketergantungan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh :
ampetamin dan metapetamin.

c. Golongan III : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sedang berguna untuk
pengobatan dan penelitian. Contoh: lumubal, fleenitrazepam.
d. Golongan IV : adalah psikotropika dengan daya adiktif ringan berguna untuk
pengobatan dan penelitian. Contoh: nitra zepam, diazepam (Martono, 2006)

a. Tanda dan Gejala Keracunan


Untuk barbiturat, gejala akutnya adalah ataksia, vertigo, pembicaraan kacau,
nyeri kepala, parestesi, halusinasi, gelisan dan delirium. Bila sudah kronis (adiksi),
dapat berupa kelainan psikiatrik seperti depresi melankolik, regresi psikik, wajah
kusut, emosi tidak stabil.

41
b. Pemeriksaan Forensik
Gambaran tidak khas. Pada pemeriksaan luar hanya tampak gambaran
asfiksia, berupa sianosis, keluarnya busa halus dari mulut, tardieau spot dapat
ditemukan vesikel atau bula pada kulit daerah yang tidak tertekan.
Pada pembedahan jenazah, mukosa saluran cerna dna seluruh organ dalam
menunjukkan tanda perbendungan. Esophagus menebal , berwarna merah coklat
gelap dan kongestif.

Zat Adiktif Lainnya


Zat adiktif lainnya adalah zat zat selain narkotika dan psikotropika yang
dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakainya, diantaranya adalah :
a. Rokok

b. Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan


ketagihan.

c. Thiner dan zat lainnya, seperti lem kayu, penghapus cair dan aseton, cat, bensin
yang bila dihirup akan dapat memabukkan.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Wirasuta MAG. Analisis Toksikologi Forensik dan Interpretasi Temuan Analisis.


Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2008; 1(1):47-55
2. Amir A. 2005. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi kedua. Hal. 24-25
3. Buchari. Toksikologi Industri. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1438/1/07002745.pdf
4. Lu, F.C., 1995, Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko,
Nugroho, E. (terj.), Jakarta: UI Press
5. Sinaga EJ. 2010. Peranan Toksikologi Dalam Pembuatan Visum Et Repertum
Dugaan Pembunuhan Dengan Racun. Available from:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20996
6. Wirasuta IMAG. Pengantar Toksikologi Forensik. Available from:
http://www.farmasi.unud.ac.id/ind/wp-content/uploads/Pengantar-Toksikologi-
Forensik1.pdf

43

Anda mungkin juga menyukai