Anda di halaman 1dari 114

REFERAT

INVESTIGASI DAN ANALISIS FORENSIK SERTA


MEDIKOLEGAL PADA DUGAAN PEMBUNUHAN WAYAN
MIRNA SALIHIN

Oleh :
Antoro Rekso Samudro 2016730015
Ira Rahmi Faridah H. 2016730052

Pembimbing :
dr. Hendrik Septiana, Sp. F.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU FORENSIK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANJAR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga tugas ini dapat terselesaikan dengan baik.

Tugas ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas Referat pada Stase Ilmu Forensik Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Banjar mengenai ”Investigasi dan Analisis Forensik dan
Medikolegal pada Dugaan Pembunuhan Wayan Mirna Salihin”. Referat ini dibuat dengan
tujuan memenuhi tugas saya selama menjalani kepaniteraan klinik stase Ilmu Forensik.
Terima kasih kepada dokter pembimbing di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Banjar, dr. Hendrik Septiana, Sp.F.M yang telah membantu dalam terselesainya tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan. Semoga tugas ini dapat
bermanfaat untuk para pembaca.

Banjar, September 2021


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sampai saat ini, terdapat banyak kasus keracunan yang sulit terungkap,
yang umumnya disebabkan karena seringkali data yang diperlukan tidak cukup
untuk dapat membuktikan penyebabnya, seperti kasus kasus kematian aktivis
HAM Munir, kasus keracunan makanan yang seringkali terjadi di beberapa
daerah, dan kasus kematian Mirna; yang sidangnya masih berlangsung hingga saat
ini. Kurangnya pemahaman mengenai hal-hal apa saja yang diperlukan untuk
dapat membuat suatu kesimpulan mengenai kasus terkait keracunan dan
pencemaran lingkungan menjadikan strategi pengumpulan data-data yang
diperlukan seringkali tidak tepat.
Dalam pemeriksaan forensik terdapat dua tujuan pembuktian keracunan
atau intoksikasi. Yang pertama bertujuan untuk mencari penyebab kematian dan
yang kedua untuk mengetahui seberapa jauh racun atau keracunan mempengaruhi
terjadinya suatu peristiwa semisal kecelakaan lalu lintas, pembunuhan dan
perkosaan. Pendekatan yang dilakukan pada kedua tujuan ini berbeda. Untuk
tujuan yang pertama perlu dibuktikan adanya racun dalam jumlah yang
mematikan tidak demikian halnya dengan tujuan kedua. Tujuan kedua lebih
mementingkan rekontruksi kasus dan pembuktian bahwa racun memang berperan
dalam peristiwa tersebut (Idries, 1997).
Dalam masyarakat dikenal berbagai jenis racun dan akibatnya terhadap
tubuh manusia. Untuk mengenali racun apa yang terlibat dalam suatu peristiwa
diperlukan pengetahuan khusus tentang jenis dan penempakan racun baik di
dalam maupun diluar tubuh. Toksikologi adalah ilmu khusus yang mempelajari
sumber, sifat dan khasiat racun, gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan
serta kelainan yang didapatkan pada korban meninggal (Budiyanto, 1997).
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan yang telah digunakan sejak
ribuan tahun yang lalu. Sianida banyak digunakan pada saat perang dunia
pertama. Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian
dalam jangka waktu beberapa menit (Idries, 1997). Sianida terdapat dalam
berbagai bentuk, salah satu nya adalah hidrogen sianida yang berbentuk cairan
tidak berwarna atau pada suhu kamar berwarna biru pucat. Bentuk lain sianida

1
ialah sodium sianida dan potassium sianida yang berbentuk serbuk dan berwarna
putih (Agency for Toxic Substances and Disease Registry [ATSDR], 1997).
Keracunan sianida akut merupakan kasus yang paling sering dilaporkan
sendiri (70% dalam 1 seri) (ATSDR, 2006). Keracunan sianida akut ditemukan
pada kasus kematian Wayan Mirna Salihin pada tanggal 6 Januari 2016 lalu.
Namun dikarenakan banyak ditemukan kejanggalan dalam setiap sidangnya,
sehingga sampai sekarang belum didapatkan titik terang dari kasus ini. Sesuai
dengan kepaniteraan yang sedang kami jalani, yaitu bagian ilmu kedokteraan
forensik dan medikolegal dalam karya tulis ilmiah ini akan dititikberatkan
pembahasan mengenai investigasi forensik dan medikolegal kasus kematian
Wayan Mirna Salihin.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Toksikologi
2.1.1 Definisi dan Perannya
Toksikologi ialah ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat racun,
gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan
pada korban yang meninggal. Racun ialah zat yang bekerja pada tubuh secara
kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan
kesehatan atau mengakibatkan kematian (Budiyanto, et al., 1997). Dalam
toksikologi, dipelajari mengenai gejala, mekanisme, cara detoksifikasi serta
deteksi keracunan pada sistim biologis makhluk hidup. Toksikologi sangat
bermanfaat untuk memprediksi atau mengkaji akibat yang berkaitan dengan
bahaya toksik dari suatu zat terhadap manusia dan lingkungannya (Budiawan,
2008).
Toksikologi forensik adalah penerapan toksikologi untuk membantu
investigasi medikolegal dalam kasus kematian, keracunan maupun penggunaan
obat-obatan. Dalam hal ini, toksikologi mencakup pula disiplin ilmu lain seperti
kimia analitik, farmakologi, biokimia dan kimia kedokteran. Yang menjadi
perhatian utama dalam toksikologi forensik bukanlah keluaran aspek hukum dari
investigasi secara toksikologi, namun mengenai teknologi dan teknik dalam
memperoleh serta menginterpretasi hasil seperti: pemahaman perilaku zat, sumber
penyebab keracunan/pencemaran, metode pengambilan sampel dan metode
analisa, interpretasi data terkait dengan gejala/efek atau dampak yang timbul serta
bukti-bukti lainnya yang tersedia (Budiawan, 2008).

2.1.2 Prinsip Dasar dalam Investigasi Toksikologi


Dalam menentukan jenis zat toksik yang menyebabkan keracunan,
seringkali menjadi rumit karena adanya proses yang secara alamiah terjadi dalam
tubuh manusia. Jarang sekali suatu bahan kimia bertahan dalam bentuk asalnya
didalam tubuh. Bahan kimia, ketika memasuki tubuh akan mengalami proses
ADME, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Misalnya, setelah
memasuki tubuh, heroin dengan segera termetabolisme menjadi senyawa lain dan
akhirnya menjadi morfin, menjadikan investigasi yang lebih detil perlu dilakukan
seperti jenis biomarker (petanda biologik) zat racun tersebut, jalur paparan zat,
letak jejak injeksi zat pada kulit dan kemurnian zat tersebut untuk
mengkonfirmasi hasil diagnosa. Zat toksik juga kemungkinan dapat mengalami
pengenceran dengan adanya proses penyebaran ke seluruh tubuh sehingga sulit
untuk terdeteksi (Budiawan, 2008).
Walaupun zat racun yang masuk dalam ukuran gram atau miligram,
sampel yang diinvestigasi dapat mengandung zat racun atau biomarkernya dalam
ukuran mikrogram atau nanogram, bahkan hingga pikogram. Bapak Toksikologi
Modern, Paracelsus (1493-1541) menyatakan bahwa "semua zat adalah racun;
tidak ada yang bukan racun. Dosis yang tepat membedakan suatu racun dengan
obat". Toksikan (zat toksik) adalah bahan apapun yang dapat memberikan efek
yang berlawanan (merugikan). Racun merupakan istilah untuk toksikan yang
dalam jumlah sedikit (dosis rendah) dapat menyebabkan kematian atau penyakit
(efek merugikan) yang secara tiba-tiba. Zat toksik dapat berada dalam bentuk fisik
(seperti radiasi), kimiawi (seperti arsen, sianida) maupun biologis (bisa ular). Juga
terdapat dalam beragam wujud (cair, padat, gas). Beberapa zat toksik mudah
diidentifikasi dari gejala yang ditimbulkannya, dan banyak zat toksik cenderung
menyamarkan diri (Budiawan, 2008).
Sulit untuk mengkategorisasi suatu bahan kimia sebagai aman atau
beracun. Tidak mudah untuk membedakan apakah suatu zat beracun atau tidak.
Prinsip kunci dalam toksikologi ialah hubungan dosis-respon/Efek. Kontak zat
toksik (paparan) terhadap organisme/tubuh dapat melalui jalur tertelan (ingesti),
terhirup (inhalasi) atau terabsorpsi melalui kulit. Zat toksik umumnya memasuki
organisme/tubuh dalam dosis tunggal dan besar (akut), atau dosis rendah namun
terakumulasi hingga jangka waktu tertentu (kronis) (Budiawan, 2008).

2.1.3 Penggolongan
Berdasarkan sumber, dapat dibagi menjadi racun yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan: opium (dari papaver somniferum), kokain, kurare, aflatoksin
(dari aspergilus niger), berasal dari hewan : bias/toksin ular/laba-laba/hewan laut,
mineral : arsen, timah hitam atau sintetik : heroin.
Berdasarkan tempat di mana racun berada, dapat dibagi menjadi racun
yang terdapat di alam bebas, misalnya gas racun di alam, racun yang terdapat di
rumah tangga; misalnya deterjen, desinfektan, insektisida, pembersih (cleaners).
Racun yang digunakan dalam pertanian, misalnya insektisida, herbisida, pestisida.
Racun yang digunakan dalam industry dan laboratorium, misalnya asam dan basa
kuat, logam berat. Racun yang terdapat dalam makanan, misalnya CN dalam
singkong, toksin botulinus, bahan pengawet, zat aditif serta ‘racun’ dalam bentuk
obat, misalnya hipnotik, sedatif, dll. Dapat pula pembagian racun berdasarkan
organ tubuh yang dipengaruhi, misalnya racun yang bersifat hepatotoksik,
nefrotoksik. Berdasarkan mekanisme kerja, dikenal racun yang mengikat gugus
sulfhidril (-SH) misalnya Pb, yang berpengaruh pada ATP-ase, yang membentuk
methemoglobin misalnya nitrat dan nitrit. (Nitrat dalam usus oleh flora usus
diubah menjadi nitrit).
Pembagian lain didasarkan atas cara kerja/efek yang ditimbulkan. Ada
racun yang bekerja lokal dan menimbulkan beberapa reaksi misalnya
perangsangan, peradangan atau korosif. Keadaan ini dapat menimbulkan rasa
nyeri yang hebat dan dapat menyebabkan kematian akibat syok neurogenik.
Contoh racun korosif adalah asam dan basa kuat : H2SO4, HNO3, NaOH, KOH;
golongan halogen seperti fenol, lisol dan senyawa logam. Racun yang bekerja
sistemik dan mempunyai afinitas terhadap salah satu system misalnya barbiturat,
alcohol, morfin terhadap susunan saraf pusat, digitalis, oksalat terhadap jantung,
CO terhadap hemoglobin darah. Terdapat pula racun yang mempunyai efek local
dan sistemik sekaligus misalnya asam karbol menyebabkan erosi lambung dan
sebagian yang diabsorpsi akan menimbulkan depresi susunan saraf pusat. Tetra-
etil lead yang masih terdapat dalam campuran bensin selain mempunyai efek
iritasi, jika diserap dapat menimbulkan hemolisis akut (Budiyanto, et al., 1997).

2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Keracunan


Berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan (Budiyanto, et al.,
1997) :
 Cara masuk. Keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara
inhalasi. Cara masuk lain, berturut-turut ialah intravena, intramuscular,
intraperitonial, subkutan, peroral dan paling lambat ialah bila melalui kulit
yang sehat.
 Umur. Untuk beberapa jenis racun tertentu usia mempengaruhi terhadap
keracunan. Orang tua dan anak-anak lebih sensitif misalnya pada barbiturat.
Bayi prematur lebih rentan terhadap obat karena eksresi melalui ginjal belum
sempurna dan aktifitas mikrosom dalam hati belum cukup.
 Kondisi tubuh. Penderita penyakit ginjal umumnya lebih mudah mengalami
keracunan. Pada penderita demam dan penyakit lambung, absorbsi dapat
terjadi dengan lambat. Bentuk fisik dan kondisi fisik, misalnya lambung berisi
atau kosong.
 Kebiasaan sangat berpengaruh pada racun golongan alcohol dan morfin sebab
dapat terjadi toleransi, tetapi toleransi tidak dapat menetap, jika pada suatu
ketika dihentikan, maka toleransi akan menurun lagi.
 Idiosinkrasi dan alergi pada vitamin E, penisilin, streptomisin dan prokain.
Pengaruh langsung racun tergantung pada takaran. Makin tinggi takaran akan
makin cepat (kuat) keracunan. Kosentrasi berpegaruh pada racun yang bekerja
secara lokal, misalnya asam silafat. Struktur kimia, misalnya calomel (Hg2Cl2)
jarang menimbulkan keracunan sedangkan Hg sendiri dapat menyebabkan
kematian. Morfin dan nalorfin yang mempunyai struktur kimia hamper sama
merupakan antagonis. Terjadi adissi antara alcohol dan barbiturate atau
alcohol dan morfin. Dapat pula terjadi sinergisme yang seperti addisi, tetapi
lebih kuat. Addisi dan sinergisme sangat penting dalam masalah medikolegal.
 Waktu pemberian. Untuk racun yang ditelan, jika ditelan sebelum makan,
absorbsi terjadi lebih baik sehingga efek akan timbul lebih cepat. Jangka
pemberian untuk waktu lama (kronik) atau waktu singkat/sesaat.

2.1.5 Pemeriksaan Kedokteran Forensik


Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi 2 golongan,
yang sejak semula sudah dicurigai kematian diakibatkan oleh keracunan dan kasus
yang sampai saat sebelum autopsi dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap
kemungkinan keracunan. Harus dipikirkan kemungkinan kematian akibat
keracunan bila pada pemeriksaan setempat (scene investigation) terdapat
kecurigaan akan keracunan, bila pada autopsi ditemukan kelainan yang lazim
ditemukan pada keracunan dengan zat tertentu, misalnya lebam mayat yang tidak
biasa (cherry pink colour) pada keracunan CO; merah terang pada keracunan CN;
kecoklatan pada keracunan nitrit, nitrat, anilin, fenasetin dan kina); luka bekas
suntikan sepanjang vena dan keluarnya buih dari mulut dan hidung (keracunan
morfin); bau amandel (keracunan CN) atau bau kutu busuk (keracunan malation)
serta bila pada autopsi tak ditemukan penyebab kematian (negative autopsy).
Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan penting yaitu: pemeriksaan di tempat kejadian, autopsy dan analisis
toksikologik (Darma, Erdaliza, & Anita, 2008).
Diagnosa keracunan didasarkan atas adanya tanda dan gejala yang sesuai
dengan racun penyebab. Dengan analisis kimiawi dapat dibuktikkan adanya racun
pada sisa barang bukti. Yang terpenting pada penegakan diagnosis keracunan
adalah dapat ditemukan racun/sisa racun dalam tubuh/cairan tubuh korban, jika
racun menjalar secara sistemik serta terdapatnya kelainan pada tubuh korban, baik
makroskopik maupun mikroskopik yang sesuai dengan racun penyebab.
Disamping itu perlu pula dipastikan bahwa korban tersebut benar-benar kontak
dengan racun (Budiyanto, et al., 1997).
Yang perlu diperhatikan untuk pemeriksaan korban keracunan ialah:
keterangan tentang racun apa kira-kira yang merupakan penyebabnya, dengan
demikian pemeriksaan dapat dilakukan dengan lebih terarah dan dapat mengehmat
waktu, tenaga dan biaya (Darma, Erdaliza, & Anita, 2008).
Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan penting, yaitu (Darma, Erdaliza, & Anita, 2008):
1. Pemeriksaan di tempat kejadian
Perlu dilakukan untuk membantu penentuan penyebab kematian dan
menentukan cara kematian. Mengumpulkan keterangan sebanyak mungkin
tentang saat kematian dan mengumpulkan barang bukti.
2. Pemeriksaan luar
• Bau. Dari bau yang tercium dapat diperoleh petunjuk racun apa yang kiranya
ditelan oleh korban. Segera setelah pemeriksa berada di samping mayat ia
harus menekan dada mayat untuk menentukan apakah ada suatu bau yang
tidak biasa keluar dari lubang-lubang hidung dan mulut.
• Segera. Pemeriksa harus segera berada di samping mayat dan harus
menekan dada mayat dan menentukan apakah ada suatu bau yang tidak biasa
keluar dari lubang hidung dan mulut.
• Pakaian. Pada pakaian dapat ditemukan bercak-barcak yang disebabkan
oleh tercecernya racun yang ditelan atau oleh muntahan. Misalnya bercak
berwarna coklat karena asam sulfat atau kuning karena asam nitrat.
• Lebam mayat. Warna lebam mayat yang tidak biasa juga mempunyai
makna, karena warna lebam mayat pada dasarnya adalah manifestasi warna
darah yang tampak pada kulit.
• Perubahan warna kulit. Pada hiperpigmentasi atau melanosis dan keratosis
pada telapak tangan dan kaki pada keracunan arsen kronik. Kulit berwarna
kelabu kebirubiruan akibat keraunan perak (Ag) kronik (deposisi perak dalam
jaringan ikat dan korium kulit). Kulit akan berwarna kuning pada keracunan
tembaga (Cu) dan fosfor akibat hemolisis juga pada keracunan insektisida
hidrokarbon dan arsen karena terjadi gangguan fungsi hati.
• Kuku. Keracunan arsen kronik dapat ditemukan kuku yang menebal yang
tidak teratur. Pada keracunan Talium kronik ditemukan kelainan trofik pada
kuku.
• Rambut. Kebotakan (alopesia) dapat ditemukan pada keracunan talium,
arsen, ari raksa dan boraks.
• Sklera. Tampak ikterik pada keracunan dengan zat hepatotoksik seperti
fosfor, karbon tetraklorida. Perdarahan pada pemakaian dicoumarol atau
akibat bisa ular.
2.1.6 Pembedahan Jenazah
Segera setelah rongga dada dan perut dibuka, tentukan apakah terdapat
bau yang tidak biasa (bau racun). Bila pada pemeriksaan luar tidak tercium "bau
racun" maka sebaiknya rongga tengkorak dibuka terlebih dahulu agar bau visera
perut tidak menyelubungi bau tersebut, terutama bila dicurigai adalah sianida. Bau
sianida, alkohol, kloroform, dan eter akan tercium paling kuat dalam rongga
tengkorak (Budiyanto, et al., 1997).
Perhatikan warna darah. Pada intoksikasi dengan racun yang menimbulkan
hemolisis (bisa ular), pirogarol, hidrokuinon, dinitrophenol dan arsen. Darah dan
organ-organ dalam berwarna coklat kemerahan gelap. Pada racun yang
menimbulkan gangguan trombosit, akan terdapat banyak bercak perdarahan, pada
organ-organ. Bila terjadi keracunan yang cepat menimbulkan kematian, misalnya
sianida, alcohol, kloroform maka darah dalam jantung dan pembuluh darah besar
tetap cair tidak terdapat bekuan darah (Budiyanto, et al., 1997).
Pada lidah perhatikan apakah ternoda oleh warna tablet atau kapsul obat
atau menunjukan kelainan disebabkan oleh zat korosif. Pada esophagus bagian
atas dibuka sampai pada ikatan atas diafragma. Adakah terdapat regurgitasi dan
selaput lendir diperhatikan akan adanya hiperemi dan korosi. Pada epiglotis dan
glotis perhatikan apakah terdapat hiperemi atau edema, disebabkan oleh inhalasi
atau aspirasi gas atau uap yang meransang atau akibat regurgitasi dan aspirasi zat
yang meransang. Edema glotis juga dapat ditemukan pada pemakaian akibat syok
anafilaktik, misalnya akibat penisilin (Budiyanto, et al., 1997).
Pada pemeriksaan paru-paru ditemukan kelainan yang tidak spesifik,
berupa pembendungan akut. Pada inhalasi gas yang meransang seperti klorin dan
nitrogen oksida ditemukan pembendungan dan edema hebat, serta emfisema akut
karena terjadi batuk, dipsneu dan spasme bronki. Pada lambung dan usus dua
belas jari lambung dibuka sepanjang kurvatura mayor dan diperhatikan apakah
mengeluarkan bau yang tidak biasa. Perhatikan isi lambung warnanya dan terdiri
dari bahan-bahan apa. Bila terdapat tablet atau kapsul diambil 6 dengan sendok
dan disimpan secara terpisah untuk mencegah disintegrasi tablet/kapsul. Pada
kasus-kasus non-toksikologik hendaknya pembukaan lambung ditunda sampai
saat akhir otopsi atau sampai pemeriksa telah menemukan penyebab kematian.
Hal ini penting karena umumnya pemeriksa baru teringat pada keracunan setelah
pada akhir autopsi ia tidak dapat menemukan penyebab kematian (Budiyanto, et
al., 1997).
Pemeriksaan usus diperlukan pada kematian yang terjadi beberapa jam
setelah korban menelan zat beracun dan ini ingin diketahui berapa lama waktu
tersebut. Pada hati apakah terdapat degenerasi lemak atau nekrosis. Degenerasi
lemak sering ditemukan pada peminum alkohol. Nekrosis dapat ditemukan pada
keracunan fosfor, karbon tetraklorida, klorform dan trinitro toulena (Budiyanto, et
al., 1997).
Pada ginjal terjadi perubahan degeneratif, pada kortek ginjal dapat
disebabkan oleh racun yang meransang. Ginjal agak membesar, korteks
membengkak, gambaran tidak jelas dan berwarna suram kelabu kuning.
Perubahan ini dapat dijumpai pada keracunan dengan persenyawaan bismuth, air
raksa, sulfonamide, fenol, lisol, karbon tetraklorida. Umumnya analisis
toksikologik ginjal terbatas pada kasus-kasus keracunan logam berat atau pada
pencarian racun secara umum atau pada pemeriksaan histologik ditemukan
Kristal-kristal Ca-oksalat atau sulfonamide (Budiyanto, et al., 1997).
Pemeriksaan urin dilakukan dengan semprit dan jarum yang bersih,
seluruh urin diambil dari kandung kemih. Bila bahan akan dikirim ke kota lain
untuk dilakukan pemeriksaan maka urin dibiarkan berada dalam kandung kemih
dan dikirim dengan cara intoto, prostat dan kedua ureter diikat dengan tali.
Walaupun kandung kemih dalam keadaan kosong, kandung kemih harus tetap
diambil untuk pemriksaan toksikologik (Budiyanto, et al., 1997).
Pemeriksaan otak biasanya tidak ditemukan adanya edema otak pada kasus
kematian yang cepat, misalnya pada kematian akibat barbiturat, eter dan juga pada
keracunan kronik arsen atau timah hitam. Perdarahan kecil-kecil dalam otak dapat
ditemukan pada keracunan karbonmonoksida, barbiturat, nitrogen oksida, dan
logam berat seperti air raksa air raksa, arsen dan tmah hitam. Obat- obat yang
bekerja pada otak tidak selalu terdapat dalam konsentrasi tinggi dalam
jaringan otak (Budiyanto, et al., 1997).
Pada pemeriksaan jantung dengan kasus keracunan karbon monoksida bila
korban hidup selama 48 jam atau lebih dapat ditemukan perdarahan berbercak
dalam otot septum interventrikel bagian ventrikel kiri atau perdarahan bergaris
pada muskulus papilaris ventrikel kiri dengan garis menyebar radier dari ujung
otot tersebut sehingga tampak gambaran seperti kipas (Budiyanto, et al., 1997).
Pada pemeriksaan limpa selain pembendungan akut limpa tidak
menunjukkan kelainan patologik. Pada keracunan sianida, limpa diambil karena
karena kadar sianida dalam limpa beberapa kali lebih besar daripada kadar dalam
darah. Empedu merupakan bahan yang baik untuk penentuan glutetimida,
quabaina, morfin dan heroin. Pada keracunan karena inhalasi gas atau uap
beracun, paru-paru diambil, dalam botol kedap udara (Budiyanto, et al., 1997).
Jaring lemak diambil sebanyak 200 gram dari jaringan lemak bawah kulit
daerah perut. Beberapa racun cepat di absorpsi dalam jaringan lemak dan
kemudian dengan lambat dilepaskan kedalam darah. Jika terdapat persangkaan
bahwa korban meninggal akibat penyuntikan jaringan di sekitar tempat suntikan
diambil dalam radius 5-10 cm (Budiyanto, et al., 1997).
Pada dugaan keracunan arsen rambut kepala dan kuku harus diambil.
Rambut diikat terlebih dahulu sebelum dicabut, harus berikut akar-akarnya, dan
kemudian diberi label agar ahli toksikologi dapat mengenali mana bagian yang
proksimal dan bagian distal. Rambut diambil kira-kira 10 gram tanpa
menggunakan pengawet. Kadar arsen ditentukan dari setiap bagian rambut yang
telah digunting beberapa bagian yang dimulai dari bagian proksimal dan setiap
bagian panjangnya ½ inci atau 1 cm. terhadap setiap bagian itu ditentukan kadar
arsennya (Budiyanto, et al., 1997).
Kuku diambil sebanyak 10 gram, didalamnya selalu harus terdapat kuku-
kuku kedua ibu jari tangan dan ibu jari kaki. Kuku dicabut dan dikirim tanpa
diawetkan. Ahli toksikologi membagi kuku menjadi 3 bagian mulai dari
proksimal. Kadar tertinggi ditemukan pada 1/3 bagian proksimal (Budiyanto, et
al., 1997).

2.1.7 Pengambilan Bahan Pemeriksaan Toksikologik


Lebih baik mengambil bahan dalam keadaan segar dan lengkap pada
waktu autopsi daripada kemudian harus mengadakan penggalian kubur untuk
mengambil bahan-bahan yang diperlukan dan melakukan analisis toksikologik
atas jaringan yang sudah busuk atau sudah diawetkan (Budiyanto, et al., 1997).

Pengambilan darah dari jantung dilakukan secara terpisah dari sebelah


kanan dan sebelah kiri masing-masing sebanyak 50 ml. Darah tepi sebanyak 30-
50 ml, diambil dari vena iliaka komunis bukan darah dari vena porta (Budiyanto,
et al., 1997).

Pada korban yang masih hidup, darah adalah bahan yang terpenting,
diambil 2 contoh darah masing-masing 5 ml, yang pertama diberi pengawet NaF
1% dan yang lain tanpa pengawet. Urin dan bilasan lambung diambil semua yang
ada didalam kandung kemih untuk pemeriksaannya. Pada mayat diambil lambung
beserta isinya. Usus beserta isinya berguna terutama bila kematian terjadi dalam
waktu beberapa jam setelah menelan racun sehingga dapat diperkirakan saat
kematian dan dapat pula ditemukan pil yang tidak hancur oleh lambung
(Budiyanto, et al., 1997).

Organ hati harus diambil setelah disisihkan untuk pemeriksaan patologi


anatomi dengan alasan takaran forensik kebanyakan racun sangat kecil, hanya
beberapa mg/kg sehingga kadar racun dalam tubuh sangat rendah dan untuk
menemukan racun, bahan pemeriksaan harus banyak, serta hati merupakan tempat
detoksikasi tubuh terpenting (Budiyanto, et al., 1997).

Ginjal harus diambil keduanya, organ ini penting pada keadan intoksikasi
logam, pemeriksaan racun secara umum dan pada kasus dimana secara histologik
ditemukan Caoksalat dan sulfo-namide. Pada otak, jaringan lipoid dalam otak
mampu menahan racun. Misalnya CHCI3 tetap ada walaupun jaringan otak telah
membusuk. Otak bagian tengah penting pada intoksikasi CN karena tahan
terhadap pembusukan. Untuk menghidari cairan empedu mengalir ke hati dan
mengacaukan pemeriksaan, sebaiknya kandung empedu jangan dibuka
(Budiyanto, et al., 1997).

Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengambil sampel selain dengan
cara yang telah disebutkan, adalah (Budiyanto, et al., 1997):

1. Tempat masuknya racun (lambung, tempat suntikan)

2. Darah

3.Tempat keluar (urin, empedu)


 Wadah Bahan Pemeriksaan Toksikologi

Idealnya terdiri dari 9 wadah dikarenakan masing-masing bahan


pemeriksaan diletakkan secara tersendiri, yaitu : 2 buah peles a 2 liter untuk hati
dan usus, 3 peles a 1 liter untuk lambung beserta isinya, otak dan ginjal , 4 botol a
25 ml untuk darah (2 buah), urin dan empedu. Wadah harus dibersihkan dahulu
dengan mencucinya memakai asam kromat hangat dan dibilas dengan aquades
serta dikeringkan (Budiyanto, et al., 1997).

 Bahan Pengawet
Yang terbaik adalah tanpa bahan pengawet, bila terpaksa dapat digunakan bahan
pengawet : a. Alcohol absolut, b. Larutan garam dapur jenuh, c. Larutan NaF 1 %,
d. Larutan NaF + Na sitrat, e. Na benzoat + fenil merkuri nitrat. Volume pengawet
sebaiknya dua kali volume bahan pemeriksaan (Budiyanto, et al., 1997).

2.2 Keracunan Sianida

Sumber-sumber alami sianida


Sianida selalu ada dalam konsentrasi kecil (trace) pada banyak macam
tumbuh-tumbuhan. Pada rumput, kacang-kacangan, umbi-umbian dan biji tertentu
ditemukan sianida dalam kadar yang relative tinggi seperti singkong (pada daun
dan akar), ubi jalar, “yam” (dyscoreaceae) pada umbinya, butir jagun, butir cantel,
rempah, tebu, kacang-kacangan (peas & beans), terutama koro krupuk, &
almonds. Pada buah sianida ditemukan pada jeruk, apel, cherry, apricot, prune,
plum. Dari berbagai tanaman yan mengandung sianida ini, keraunan sianida
paling banyak dilaporkan setelah memakan singkong dan kacang. Hal ini mungkin
disebabkan karena singkong pada beberapa negara yang baru berkembang masih
menajdi makana utama (Utama, 2006).
Sianida di alam dapat diklasifikasikan sebagai sianida bebas, sianida
sederhana, kompleks sianida dan senyawa turunan sianida. Sianida bebas adalah
penentu ketoksikan senyawa sianida yang dapat didefinisikan sebagai bentuk
molekul (HCN) dan ion (CN-) dari sianida yang dibebaskan melalui proses
pelarutan dan disosiasi senyawa sianida (Smith and Mudder 1991). Kedua spesies
ini berada dalam kesetimbangan satu sama lain yang bergantung pada pH
sehingga konsentrasi HCN dan CN‒ dipengaruhi oleh pH. Pada pH dibawah 7,
keseluruhan sianida berbentuk HCN sedangkan pada pH diatas 10,5, keseluruhan
sianida berbentuk CN‒ (Kyle 1988). Reaksi antara ion sianida dan air ditunjukkan
oleh dalam reaksi di bawah ini (Smith and Mudder 1991):
CN‒ + HOH → HCN + OH‒
Sianida sederhana dapat didefinisikan sebagai garam-garam anorganik
sebagai hasil persenyawaan sianida dengan natrium, kalium, kalsium, dan
magnesium (Kjeldsen 1999, Kyle 1988). Sianida sederhana dapat juga
didefinisikan sebagai garam dari HCN yang terlarut dalam larutan menghasilkan
kation alkali bebas dan anion sianida (Smith and Mudder 1991):
NaCN ↔ Na+ + CN‒
Ca(CN)2 ↔ Ca2+ + 2 CN‒
Bentuk sianida sederhana biasanya digunakan dalam leaching emas.
Sianida sederhana dapat larut dalam air dan terionisasi secara cepat dan sempurna
menghasilkan sianida bebas dan ion logam (Kyle 1988; Smith and Mudder 1991).
Kompleks sianida termasuk kompleks dengan logam kadmium, tembaga,
nikel, perak, dan seng (Smith and Mudder 1991). Kompleks sianida ketika terlarut
menghasilkan HCN dalam jumlah yang sedikit atau bahkan tidak sama sekali
(Kyle 1988) tergantung pada stabilitas kompleks tersebut. Kestabilan kompleks
sianida bervariasi dan bergantung pada logam pusat (Smith and Mudder 1991).
Kompleks lemah seperti kompleks dengan sianida dengan seng dan kadmium
mudah terurai menjadi sianida bebas. Kompleks sedang lebih sulit terurai
dibanding kompleks lemah dan meliputi kompleks sianida dengan tembaga, nikel,
dan perak. Sedangkan kompleks kuat seperti kompleks sianida dengan emas, besi,
dan kobalt cenderung sukar terurai menghasilkan sianida bebas.
Yang tergolong senyawa turunan sianida adalah SCN ‒ (tiosianat), CNO‒ ,
dan NH3 (amonia) yang biasanya dihasilkan dari sianidasi, degradasi alami dan
pengolahan limbah mengandung sianida (Smith and Mudder 1991).

Ketoksikan Sianida
Tingkat ketoksikan sianida ditentukan jenis, konsentrasi dan pengaruhnya
terhadap organisme hidup (ATSDR, 2006; Baxter and Cummings, 2006; Smith
and Mudder, 1991). Ketoksikan sianida umumnya berhubungan dengan
pembentukan kompleks dengan logam yang berperan sebagai kofaktor enzim.
Sebagai contoh, sianida berikatan dengan enzim yang mengandung logam yang
berperan dalam respirasi sehingga proses respirasi terganggu (Bishop, 2000)
Shifrin et al; didalam (Kjeldsen, 1999). Enzim Fe(III) sitokrom-oksidase adalah
salah satu contoh enzim dalam proses respirasi yang dihambat oleh sianida
(Morper, 1999).
Sianida dalam bentuk hidrogen sianida (HCN) dapat menyebabkan
kematian yang sangat cepat jika dihirup dalam konsentrasi tertentu. ASTDR
(2006) mencatat bahwa konsentrasi HCN yang fatal bagi manusia jika dihirup
selama 10 menit adalah 546 ppm. Beberapa gangguan pada sistem pernapasan,
jantung, sistem pencernaan dan sistem peredaran darah berhubungan dengan
paparan terhadap sianida pada manusia dalam konsentrasi tertentu telah terdeteksi
(ATSDR, 2006).
Selain itu, sistem saraf juga menjadi sasaran utama sianida. Paparan HCN
secara lama dalam konsentrasi tinggi dapat menstimulasi sistem saraf pusat yang
kemudian diikuti oleh depresi, kejang-kejang, lumpuh dan kematian (ATSDR,
2006). HCN dapat terserap cepat ke dalam tubuh dan terbawa hingga ke dalam
plasma.
Garam sianida dan larutan sianida memiliki tingkat ketoksikan yang lebih
rendah dibandingkan HCN karena masuk ke tubuh hanya melalui mulut (Armour
et al; 1987). Namun demikian, ketoksikannya dapat dianggap sebanding dengan
HCN karena mudah menghasilkan HCN.
Kompleks sianida kurang toksik bila dibandingkan dengan sianida bebas.
Sianida sederhana secara cepat dapat membebaskan sianida bebas dan menjadi
sangat toksik, sedangkan kompleks sianida yang stabil tidak bersifat toksik selama
tidak terurai menjadi sianida bebas. Ketoksikan kompleks sianida bervariasi
tergantung kemampuannya untuk membebaskan sianida bebas (Baxter and
Cummings, 2006; Luque-Almagro et al., 2011). Kompleks sianida yang kuat
seperti kompleks sianida dengan besi dapat dikatakan tidak toksik, tetapi dengan
kehadiran radiasi ultraviolet dapat terurai menghasilkan sianida bebas yang toksik.

Pemeriksaan Kedokteran Forensik Keracunan Sianida


Pada pemeriksaan korban mati, pada pemeriksaan bagian luar jenazah,
dapat tercium bau amandel yang patognomonik untuk keracunan CN, dapat
tercium dengan cara menekan dada mayat sehingga akan keluar gas dari mulut
dan hidung. Bau tersebut harus cepat dapat ditentukan karena indra pencium kita
cepat teradaptasi sehingga tidak dapat membaui bau khas tersebut. Harus dingat
bahwa tidak semua orang dapat mencium bau sianida karena kemampuan untuk
mencium bau khas tersebut bersifat genetik sex-linked trait.
Sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut, dan lebam mayat
berwarna terang, karena darah vena kaya akan oksi-Hb. Tetapi ada pula yang
mengatakan karena terdapat Cyanmet-Hb.
Pada pemeriksaan bedah jenazah dapat tercium bau amandel yang khas
pada waktu membuka rongga dada, perutdan otak serta lambung (bila racun
melalui mulut) darah, otot dan penampang tubuh dapat berwarna merah terang.
Selanjutnya hanya ditemukan tanda-tanda asfiksia pada organ tubuh.
Pada korban yang menelan garam alkali sianida, dapat ditemukan
kelainan pada mukosa lambung berupa korosi dan berwarna merah kecoklatan
karena terbentuk hematin alkali dan pada perabaan mukosa licin seperti sabun.
Korosi dapat mengakibatkan perforasi lambung yang dapat terjadi antemortal atau
posmortal (Budiyanto, et al., 1997).

Tanda dan Gejala Keracunan


Pada keracunan akut yang ditelan cepat menyebabkan kegagalan
pernafasan dan kematian dapat timbul dalam beberapa menit. Dalam interval
waktu yang pendek antara menelan racun sampai kematian, dapat ditemukan
gejala-gejala dramatis, korban mengeluh terasa terbakar pada kerongkongan dan
lidah, sesak napaas, hipersalivasi, mual, muntah, sakit kepala, vertigo, fotofobi,
tinnitus, pusing dan kelelahan.
Dapat pula ditemukan sianosis pada mukan, busa keluar dari mulut, nadi
cepat dan lemah, pernafasan cepat dan kadang-kadang tidak teratur, pupil dilatasi
dan reflesk melambat, udara pernafasan dapat berbau amandel, juga dari
muntahan tercium bau amandel. Menjelang kematian, sianosis lebih nyata dan
timbul kedut otot-otot kemudian kejang-kejang dengan inkontinensi urin dan alvi.
Racun yang diinhalasi menimbulkan palpitasi, kesukaran bernafas, mula, muntah,
sakit kepala, salivasi, lakrimasi, iritasi mulut dan kerongkongan, pusing dan
kelemahan ekstremitas cepat timbul dan kemudain kolaps, kejang-kejang,
koma dan meninggal.
Pada keracunan kronik korban tampak pucat, berkeringat dingin, rasa tidak
enak dalam perut, mual dan kolik, rasa tertekan pada dada dan sesak napas.
Keracunan kronik CN dapat menyebabkan goiter dan hipotiroid, akibat terbentuk
sulfosianat.
Kalsium sianimid menghambat aldehida-oksidase sehingga tolerasni
terhadap alkohol menurun, gejala keracunan berupa sakit kepala, vertigo, sesak
napas dan meninggal akibat kegagalan pernafasan (Budiyanto, et al., 1997).
Pemeriksaan laboratorium
Uji kertas saring. Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan asam pikrat
jenuh, biarkan hingga menjadi lembab. Teteskan satu tetes isi lambung atau darah
korban, diamkan sampai agak mongering. Kemudian teteskan Na2CO3 10% 1
tetes. Uji positif bila terbentuk warna ungu.
Kertas dicelupkan ke dalam larutan HCO3 1%, kemudian ke dalam larutan
kanji 1% dan keringkan. Setelah itu kertas saring dipotong potong seperti kertas
lakmus. Kertas ini dipakai untuk pemeriksaan masal pada para pekerja yang
diduga kontak dengan CN. Caranya dengan membasahkan kertas dengan ludah di
bawah lidah. Uji positif bila warna berubah menjadi biru. Hasil uji berwarna biru
muda meragukan sedangkan bila warna tidak berubah (merah muda) berarti tidak
terdapat keracunan.
Kertas saring dicelupkan dalam larutan KCl, dikeringkan dan dipotong-
potong kecil. Kertas tersebut dicelupkan ke dalam darah korban, bila positif maka
warna akan berubah menjadi merah terang karena terbentuk sianmethemoglobin.
Reaksi Schonbein-Pagenstecher (reaksi Guajacol). Masukkan 50 mg isi
lambung/jaringan ke dalam botol Erlenmeyer. Kertas saring (panjang 3-4 cm,
lebar 1-2 cm) dicelupkan ke dalam larutan guajacol 10% dalam alkohol,
keringkan. Lalu dicelupkan ke dalam larutan 0,1% CuSO 4 dalam air dan kertas
saring digantungkan di atas jaringan dalam botol. Bila isi lambung alkalis,
tambahkan asam tartrat untuk mengasamkan, agar KCN mudah terurai. Botol
tersebut dihangatkan. Bila hasil reaksi positif, akan terbentuk warna biru-hijau
pada kertas saring. Reaksi ini tidak spesifik, hasil positif semu didapatkan bila isi
lambung mengandung klorin, nitrogen oksida atau ozon; sehingga reaksi ini hanya
untuk skrining.
Reaksi Prussian Blue (biru Berlin). Isi lambung/ jaringan didestilasi
dengan destilator. 5 ml destilat + 1 ml NaOH 50% + 3 tetes FeSO4 10% rp + 3
tetes FeCl3 5%.panaskan sampai hampir mendidih, lalu dinginkan dan tambahkan
HCl pekat tetes demi tetes sampai terbentuk endapan Fe(OH) 3, teruskan sampai
endapan larut kembali dan terbentuk biru berlin.
Cara Gettler Goldbaum. Dengan menggunakan 2 buah flange (piringan)
dan di antara kedua flange dijepitkan kertas saring whatman No. 50 yang
digunting sebesar flange. Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan FeSO 4 10% rp
selama 5 menit, keringkan lalu celupkan ke dalam larutan NaOH 20% selama
beberapa detik. Letakkan dan jepitkan kertas saring di antara kedua flange.
Panaskan bahan dan salurkan uap yang terbentuk hingga melewati kertas saring
berreagensia antara kedua flange. Hasil positif bila terjadi perubahan warna pada
kertas saring menjadi biru (Budiyanto, et al., 1997).

Diagnosis
Untuk menentukan diagnosa kasus keracunan diperlukan
1 Anamnesa kontak antara korban dengan sianida atau yang dicurigai
sebagai sumber sianida
2 Ada gejala dan tanda keracunan sianida
3 Dari benda bukti, harus dapat dibuktikan bahwa benda bukti tersebut
memang mengandung racun sianida
4 Dari bedah mayat, dapat ditemukan adanya perubahan atau kelainan
yang sesuai dengan keracunan sianida dan tidak ditemukan adanya
penyebab kematian lain
5 Analisa kimia atau pemeriksaan toksikologi harus dapat dibuktikan
adanya racun sianida dan atau metabolitnya, dalam tubuh atau cairan
tubuh korban secara sistemik
(Idries, AM. 1997)

Pengobatan
Pada keracunan CN yang masuk secara inhalasi, Pindahkan korban ke
udara bersih. Berikan amil-nitrit dengan inhalasi, 1 ampul (0.2 ml) tiap 5 menit.
Hentikan pemberian bila tekanan darah sistolik kurang dari 80 mmHg. Berikan
pernafasan buatan dengan 100% oksigen untuk menjaga P02 dalam darah agar
tetap tinggi. Dapat juga dipakai oksigen hiperbarik. Resusitasi mulut-ke-mulut
merupakan kontra-indikasi.
Antidotum berupa Natrium nitrit 3% IV diberikan sesegera mungkin
dengan kecepatan 2.5 sampai 5 ml per menit. Pemberian dihentikan bila tekanan
darah sistolik di bawah 80 mm Hg. Pemberian nitrit akan mengubah Hb menjadi
met-Hb dan akan mengikat CN menjadi sian-met Hb. Jumlah nitrit yang diberikan
harus didasarkan pada kadar Hb dan berat badan korban.
Jumlah Natrium nitrit pada tabel telah cukup untuk mengubah 25 % Hb
menjadi Met-Hb. Kadar met-Hb tidak boleh melebihi 40%. karena met-Hb tidak
dapat mengangkut O2. Bila kadar met-Hb melebihi 40 % berikan reduktor,
misalnya Vitamin C intravena.
Variasi takaran natrium nitrit dan natrium tiosulfat dgn kadar Hb :

Hemoglobin Takaran awal NaNO2 Takaran awal NaNO2 Takaran awal Na-
(mg/kg) 3 % (ml/kg) tiosulfat 25% (ml/kg)
7 5,8 0,19 0,95
8 6,6 0,22 1,10
9 7,5 0,25 1,25
10 8,3 0,27 1,35
11 9,1 0,30 1,50
12 10,0 0,33 1,65
13 10,8 0,36 1,80
14 11,6 0,38 1,95
Bila tekanan darah turun karena pemberian nitrit, berikan 0.1 mg levarterenol atau
epinetrin IV.

Natrium tiosultat 25 % IV diberikan menyusul setelah pemberian Na nitrit


dengan kecepatan 2.5-5 ml per-menit. Tiosultat mengubah CN menjadi tiosianat.
Hidroksokobalamin juga dianjurkan sebagai antidotum terutama untuk
keracunan kronik. Dikatakan bahwa Kobalt EDTA adalah obat pilihan dengan
takaran 300 mg I.V. yang akan mengubah CN menjadi kobaltsianida Co(CN)6
yang larut dalam air.
Pada keracunan CN yang ditelan, lakukan tindakan darurat dengan
pemberian inhalasi amilnitrit satu ampul (0.2 ml, dalam waktu 3 menit) setiap 5
menit. Bilas lambung harus ditunda sampai setelah diberikan antidotum nitrit dan
tiosultat. Bilas lambung dengan Na-tiosulfat 5% dan sisakan 200 ml (10 gram)
dalam lambung. Dapat juga dengan K permanganat 0.1% atau H2O2 3% yang
diencerkan 1 sampai 5 kali. Atau dengan 2 sendok teh karbon aktif atau Universal
Antidote dalam 1 gelas air dan kemudian kosongkan lambung dengan jalan
dimuntahkan atau bilas lambung.
Berikan pernafasan buatan dengan oksigen 100%. Penggunaan antidotum
sama seperti pada pengobatan keracunan CN yang diinhalasi.
Selain nitrit, dapat juga diberikan biru metilen 1% 50 ml IV. sebagai
antidotum. Biru metilen akan mengubah Hb menjadi Met-Hb dan Met-Hb yang
terbentuk pada pemberian biru metilen ini ternyata tidak dapat bereaksi dengan
CN oleh sebab yang masih belum diketahui.
Bila korban keracunan akut dapat bertahan hidup selama 4 jam maka
biasanya akan sembuh. Kadang-kadang terdapat gejala sisa berupa kelainan
neurologik.
Pada keracunan Ca-Sianamida, belum diketahui antidotum yang dapat
digunakan. Setelah bilas lambung diberikan terapi secara simtomatik (Budiyanto,
et al., 1997).

2.3 Pembunuhan di Racun


2.3.1 Dasar-dasar Pembuktian
Dasar-dasar dibawah ini adalah kunci untuk membuktikan bahwa seseorang telah
diracuni:
a Penemuan: penemuan ini terdiri dari pembuktian secara legal dan
demonstrasi berdasarkan keraguan yang beralasan bahwa kematian
tersebut disebabkan oleh racun. Jangan pernah lupa pentingnya rantai pembuktian
berdasarkan spesimen yang telah diperiksa.
b Alasan: hal ini sangat penting karena penyelidik harus menentukan secara
jelas maksud yang ada dibelakang tiPndakan peracunan tersebut. Mengapa
kita harus mengetahui tindakan yang dilakukan terhadap korban. Hal ini
menjadi dasar mengapa penelitian tertutup terhadap korban (victimology)
menjadi kunci utama terhadap kasus.
c Maksud: merupakan tujuan dari seseorang individu yang mendapatkan
tugas dalam menjalankan aksinya. Disini penyelidik akan menyertai
keterangan tentang maksud dari suatu tindakan kriminal.
d Akses dalam kepemilikan racun yang menjadi penyebab terhadap
kematian: seorang penyidik kriminal harus menunjukkan fakta-fakta
seperti bukti pembelian bahan racun (resep atau tanda tangan pada
pencatatan pembelian). Apakah paket yang berisi racun tersebut masih
dalam bentuk asli, dibungkus atau terdapat didalam kaleng yang
berhubungan dengan tersangka. Hal ini cukup untuk membuktikan bahwa
tersangka mempunyai akses dari tempat kerjanya, yaitu menggunakan
bahan beracun yang berasal dari tempat kerjanya atau mempunyai hobi
yang melibatkan penggunaan bahan beracun tersebut.
e Akses terhadap korban: apakah terdapat suatu bukti bahwa tersangka
mempunyai pengetahuan tentang kebiasaan sehari-hari korban, apakah
tersangka mempunyai kesempatan untuk menguasai pertahanan diri dari
korban dan apakah tersangka dapat dengan mudah memberikan racun
kepada korban baik secara langsung maupun tidak langsung.
f Kematian yang disebabkan oleh racun: harus ada data yang mencukupi
fakta-fakta yang dapat mendukung dan alasan sehingga dapat menegakkan
pernyataan ini. Harus diingat bahwa dalam membuktikan bahwa seseorang
mati karena racun, harus didapatkan adanya bukti racun yang terdapat
didalam sirkulasi darah dan/atau di organ tubuh. Jika adanya bukti racun di
saluran gastrointestinal tidak dapat membuktikan bahwa kematian
disebabkan oleh racun. Hal ini dikarenakan saluran gastrointestinal yang
secara anatomi dimulai dari mulut sampai anus bentuknya seperti pipa air
taman, berbentuk cekung dan terbuka pada kedua ujungnya, dan secara
topografi terletak dibagian luar dari tubuh. Oleh karena itu, untuk
menjadikan hal tersebut menjadi berbahaya, senyawa racun tersebut harus
diabsorbsi melewati dinding usus dan masuk ke dalam sistem sirkulasi
sistemik sehingga racun tersebut dapat menempati lokasi yang dapat
mengakibatkan efek yang tidak menguntungkan.
g Pembunuhan: hal ini tidak hanya dibuktikan secara analitik yang atau
melalui otopsi saja tetapi tergantung dari kinerja penyidik kriminal pada
olah TKP dan pemeriksaan saksi mata. Penjelasan ini harus dikategorikan
untuk menyingkirkan kemungkinan bahwa kematian disebabkan oleh
kecelakaan, penyalahgunaan substansi berbahaya yang disengaja, atau
merupakan tindakan bunuh diri.
Kesimpulannya, untuk memastikan kemungkinan adanya penghukuman,
sangat penting sekali bahwa pembuktian dari dasar penyidikan harus sangat jelas
berdasarkan kepada kesimpulan yaitu kematian yang disebabkan oleh racun, yang
memungkinkan atau tidak memungkinkan adanya orang lain mempunyai akses
untuk menambahi subtansi racun tersebut dan terdakwa tersebut mengetahui efek
dari dosis letal pada korban (Vijay, 2016).

2.3.2 Pemeriksaan Peristiwa Keracunan


Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi 2 golongan, yang
sejak semula sudah dicurigai kematiannya diakibatkan oleh keracunan dan kasus
yang sampai saat ini sebelum otopsi dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap
kemungkinan keracunan. Harus dipikirkan kemungkinan kematian akibat
keracunan bila pemeriksaan setempat (scene investigation) terdapat kecurigaan
akibat keracunan, bila pada otopsi ditemukan kelainan yang lazim ditemukan pada
keracunan zat tertentu, misalnya bau kutu busuk pada kasus keracunan malation.
Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan penting yaitu pemeriksaan ditempat kejadian, pemeriksaan forensik
dan pemeriksaan toksikologi (Mansyur, 2008)
Pengelompokkan jenis racun dibagi berdasarkan:
a Sumber racun
Racun yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti opium (dari Papaver
somniferum), kokain, kurare, aflatoksin (dari Aspergillus niger), Amygdala
(sianida dalam tumbuhan). Racun yang berasal dari hewan: bisa/toksin
ular/laba-laba/hewan laut. Berasal dari mineral: arsen, timah hitam atau
sintetik: heroin (Sinaga, 2010).
b Tempat dimana racun berada
1 Racun yang terdapat di alam bebas, misalnya gas beracun di alam
2 Racun yang terdapat dalam rumah tangga misalnya, deterjen desinfektan,
insektisida, pembersih (cleaners)
3 Racun yang digunakan dalam pertanian, misalnya insektisida, herbisida,
pestisida. Racun yang digunakan dalam industri dan laboratorium
misalnya asam, basa kuat dan logam berat.
4 Racun yang terdapat dalam makanan, misalnya CN dalam singkong,
toksin botulinus, bahan pengawet, zat aditif serta racun dalam bentuk obat
misalnya hipnotik, sedatif.
5 Racun yang banyak beredar dikalangan medis. Hipnotika, sedativa,
transquilizer, antidepresan, analgetika, narkotika, antibiotika (Mansyur,
2008).
c Proses pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
Pemeriksaan ditempat kejadian penting untuk membantu penentuan
penyebab kematian dan menentukan cara kematian. Pemeriksaan harus ditujukan
untuk menjelaskan apakah orang itu mati karena keracunan, misalnya dengan
memeriksa tempat obat, apakah ada sisa obat atau pembungkusnya. Apakah
terdapat gelas atau alat minum lain atau ada surat perpisahan/peninggalan jika
merupakan kasus bunuh diri. Mengumpulkan keterangan sebanyak mungkin
tentang saat kematian, kapan terakhir kali ditemukan dalam keadaan sehat,
sebelum kejadian ini apakah sehat-sehat saja. Berapa lama gejala yang timbul
setelah makan/minum terakhir, dan apa saja gejala-gejalanya. Bila sebelumnya
sudah sakit, apa penyakitnya, obat-obat apa yang diberikan serta siapa yang
memberi. Pada kasus kecelakaan, misalnya pada anak-anak, tanyakan dimana zat
beracun disimpan, apakah dekat makan minuman. Bagaimana keadaan emosi
korban tersebut sebelumnya dan apakah pekerjaan korban. Kemungkinan adanya
industrial poisoning, yaitu racun yang diperoleh dari tempat dia bekerja.
Mengumpulkan barang bukti. Kumpulkan obat-obatan dan pembungkusnya,
muntahan harus diambil dengan kertas saring dan disimpan dalam toples, periksa
adanya tiket dari apotek dan jangan lupa memeriksa tempat sampah (William &
Eckert, 2002)
Pemeriksaan forensik
1 Pada korban yang masih hidup
Beberapa pertimbangan yang sangat perlu diperhatikan adalah bahwa untuk
mengetahui jenis racun yang masuk kedalam tubuh korban dapat melalui
pemeriksaan pada tinja korban atau dari bahan yang dimuntahkan oleh korban
(Owen, 2000)
2 Pada korban yang sudah meninggal
Untuk melakukan pemeriksaan pada korban yang sudah meninggal, perlu
dilakukan pemeriksaan khusus. Hal ini disebabkan bahwa racun yang telah
masuk ke dalam tubuh korban tidak ada meninggalkan bukti yang konkrit
disekitar tempat kejadian. Adapun hal-hal yang dilakukan adalah berupa
pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam tubuh korban, dan pemeriksaan
toksikologi (Owen, 2000).
Pemeriksaan luar
a Bau yang tercium
Ini dapat diperoleh racun apa kiranya yang ditelan oleh korban. Pemeriksa
dapat mencium bau minyak tanah pada penelanan larutan insektisida, bau
kutu busuk pada malation, bau ammonia, fenol (asam karbolat), alkohol,
eter, kloroform dan lain lain.
b Adanya busa/buih halus sukar pecah
Pada mulut dan hidung dapat ditemukan adanya busa, kadang-kadang
disertai bercakk darah.
c Bercak coklat
Kadang dapat ditemukan luka bakar kimiawi berupa bercak berwarna
coklat agak mencekung di kulit yang terkena insektisida bersangkutan.
d Pakaian
Pada pakaian dapat ditemukan bercak-bercak yang disebabkan oleh
tercecernya racun yang ditelan atau oleh muntahan. Misalnya bercak
berwarna coklat karena asam sulfat atau kuning karena asam sitrat.
e Bercak-bercak racun
Dari distribusi racun dapat diperkirakan cara kematian, bunuh diri,
kecelakaan atau pembunuhan. Pada kasus bunuh diri distribusi bercak
biasanya teratur pada bagian depan dan tengah dari pakaian, pada
kecelakaan tidak khas, sedangkan pada kasus pembunuhan distribusi
bercak racun biasanya tidak beraturan (seperti disiram)
Tanda-tanda asfiksia
a Lokasi
Dapat ditemukan bibir, ujung jari dan kuku
kebiruan b Lebam mayat
Warna lebam mayat merah kebiruan gelap. Kadang warna lebam mayat
yang tidak biasa juga mempunyai makna, karena pada dasarnya adalah
manifestasi warna darah yang tampak pada kulit (Sinaga, 2010)

Pemeriksaan dalam
Pada pemeriksaan dalam akibat keracunan akan ditemukan tanda-tanda
seperti:
a Darah berwarna lebih gelap dan encer
b Busa halus didalam saluran nafas
c Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga
menjadi lebih berat, berwarna gelap dan pada pengirisan banyak
mengeluarkan darah
d Ptekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian
belakang jantung daerah aurikuloventrikuler, subpleura visceralis paru
terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit
kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglotis dan
daerah subglotis
e Edema paru: bau dari zat pelarut mungkin dapat dideteksi, misalnya bau
minyak tanah, bensin, terpentin atau bau seperti mentega yang tengik.
Dalam lambung akan ditemukan cairan yang terdiri dari dua lapis, yang
satu adalah cairan lambung dan lapisan lainnya adalah lapisan larutan
insektisida (Dharma, Erdaliza, & Anita, 2008)
Pada prinsipnya pemeriksaan luar dan dalam diperiksa dan dicatat hal
penting dengan seksama dengan memperhatikan segala kemungkinan
spesifik dari zat yang meracuni tubuh, seperti:
a Bau
Dari bau yang tercium diperoleh petunjuk racun apa kiranya yang ditelan
oleh korban. Pemeriksa dapat mencium bau amandel yang pada penelan
sianida, bau minyak tanah pada penelanan insektisida, bau kutu busuk
pada malation, bau amoniak, fenol, alkohol, eter dan lain lain. Maka pada
tiap kasus keracunan, pemeriksa harus selalu memperhatikan bau yang
tercium dari pakaian, lubang hidung dan mulut serta rongga badan. Segera
setelah pemeriksa berada disamping mayat, ia harus menekan dada mayat
dan menentukan apakah ada suatu bau yang tidak biasa keluar dari lubang-
lubang apakah ada suatu bau yang tidak biasa keluar dari lubang-lubang
hidung dan mulut (Dharma, Erdaliza, & Anita, 2008).
b Pakaian
Pada pakaian dapat ditemukan bercak-bercak yang disebarkan oleh
tercecernya racun yang ditelan atau oleh muntahan misalnya bercak warna
cokelat karena asam sulfat atau kuning karena asam nitrat. Penyebaran
bercak perlu diperhatikan, karena dari penyebaran itu dapat diperoleh
petunjuk tentang intense atau kemauan korban yaitu apakah racun itu
ditelan atas kemauan sendiri atau dipaksa. Jika korban dipaksa maka
bercak-bercak racun akan tersebar pada daerah yang luas dan pada pakaian
melekat bau racun (Dharma, Erdaliza, & Anita,
2008). c Lebam mayat
Warna lebam yang tidak biasa juga mempunyai makna karena warna
lebam mayat pada dasarnya manifestasi darah yang tampak pada kulit
misalnya cherry pink colour pada keracunan CO, merah terang pada
keracunan sianida, kecoklatan pada keracunan nitrit, nitrat, amiline,
fenasetin dan kina (Dharma, Erdaliza, & Anita,
2008). d Perhatikan adanya kelainan ditempat masuknya
racun
Zat-zat bersifat korosif menyebabkan luka bakar atau korosi pada bibir,
mulut dan kulit sekitar. Bunuh diri dengan lisol ditemukan luka bakar
kering berwarna cokelat bentuk tidak teratur dengan garis-garis yang
berjalan dari bibir atau sudut-sudut ke arah leher. Pada orang dipaksa
menelan zat itu akan ditemukan bercak-bercak luka bakar berbagai bentuk
dan ukuran tersebar dimana-mana. Pada asam nitrat, korosi berwarna
kuning atau jingga kuning karena reaksi xantoprotein, pada asam klorida
korosif kulit tidak begitu lebat atau kadang tidak ditemukan (Dharma,
Erdaliza, & Anita, 2008).
e Perubahan kulit
Hiperpigmentasi atau malanosis dan keratosis telapak tangan dan kaki
pada keracunan arsen kronik. Kulit warna kelabu kebiru-biruan pada
keracunan perak kronik. Kulit warna kuning pada keracunan tembaga dan
fosfor akibat hemolisis, juga pada keracunan insektisida hidrokarbon dan
arsen karena terjadi gangguan fungsi hati. Dermatitis pada keracunan
kronik salisilat, bromida dan beberapa logam berat seperti arsen dan
talium. Vesikel atau bula pada tumit, bokong dan punggung pada
keracunan karbon monoksida dan barbiturat akut (Dharma, Erdaliza, &
Anita, 2008).
f Kuku
Pada keracunan arsen kronik dapat ditemukan kuku yang menebal secara
tidak teratur (Dharma, Erdaliza, & Anita,
2008). g Rambut
Kebotakan atau alopesia dapat ditemukan pada keracunan talium, arsen,
air raksa dan boraks (Dharma, Erdaliza, & Anita,
2008). h Sklera
Sklera tampak ikterik pada keracunan dengan zat hepatotoksi seperti
fosfor, karbon tetraklorida. Perdarahan pada pemakaian dikoumarol atau
akibat bisa ular (Dharma, Erdaliza, & Anita, 2008).
Dalam pemeriksaan dalam, segera setelah rongga perut dan dada dibuka,
tentukan apakah terdapat bau yang tidak biasa (racun). Bila pada pemeriksaan luar
tidak tercium bau racun, maka rongga tengkorak sebaiknya dibuka terlebih dahulu
agar bau visera perut tidak menyelubungi bau tersebut, terutama bila yang
dicurigai adalah sianida. Bau sianida, alkohol, kloroform dan eter tercium bau
paling kuat dalam rongga tengkorak (Dharma, Erdaliza, & Anita, 2008).

2.4 Pembunuhan Berencana


2.4.1 Pengertian Pembunuhan Berencana
Pembunuhan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah proses, perbuatan,
atau cara membunuh (menghilangkan, menghabisi, mencabut nyawa) (KBBI,
2005).
Perbuatan yang dikatakan membunuh adalah perbuatan yang oleh siapa saja
yang sengaja merampas nyawa orang lain. Pembunuhan (Belanda : Doodslag) itu
dincam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun (Pasal 338 KUHP).
Jika pembunuhan itu telah direncanakan lebih dahulu maka disebut pembunuhan
berencana (Belanda : Moord), yang diancam dengan pidana penjara selama waktu
tertentu paling lama dua puluh tahun atau seumur hidup atau pidana mati (Pasal
340 KUHP) (Hadikusuma, 2005).
Bunyi Pasal 338 KUHP adalah :
“Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dipidana karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun”.

Bunyi Pasal 340 KUHP adalah :


“Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang
lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati
atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua
puluh tahun”.

Pembunuhan berencana ialah pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa


dengan direncanakan terlebih dahulu, misalnya, dengan berunding dengan orang
lain atau setelah memikirkan siasat-siasat yang akan dipakai untuk melaksanakan
niat jahatnya itu dengan sedalam-dalamnya terlebih dahulu, sebelum tindakan
yang kejam itu dimulainya. Pembunuhan berencana yang dilakukan biasanya
bertujuan untuk kepentingan komersil atau untuk kepentingan si pembunuh itu
sendiri, antara lain adanya suatu dendam dan berencana untuk mengakhiri nyawa
si korban bisa juga pelaku di bayar untuk melakukan suatu tindakan pembunuhan
tersebut karena alasan tertentu. Menurut Adami Chazawi yang menyatakan :
“Pembunuhan berencana itu dimaksudkan oleh pembuat undang-undang sebagai
pembunuhan bentuk khusus yang memberatkan, seharusnya tidak dirumuskan
dengan cara demikian, melainkan delam pasal 340 KUHP itu cukup disebut
sebagai pembunuhan saja, tidak perlu menyebut ulang seluruh unsur pasal 338
KUHP dan rumusannya dapat berupa “pembunuhan yang dilakukan dengan
rencana terlebih dahulu dipidana karena pembunuhan dengan rencana….”dan
seterusnya (Chazawi, 2000)”
Pembunuhan berencana adalah suatu pembunuhan biasa seperti pasal 338
KUHP, akan tetapi dilakukan dengan direncanakan terdahulu. Direncanakan lebih
dahulu (voorbedachte rade) sama dengan antara timbul maksud untuk membunuh
dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi si pembuat untuk dengan tenang
memikirkan misalnya dengan cara bagaimanakah pembunuhan itu akan dilakukan.
Perbedaan antara pembunuhan dan pembunuhan direncanakan yaitu kalau
pelaksanaan pembunuhan yang dimaksud pasal 338 itu dilakukan seketika
pada waktu timbul niat, sedang pembunuhan berencana pelaksanan itu
ditangguhkan setelah niat itu timbul, untuk mengatur rencana, cara bagaimana
pembunuhan itu akan dilaksanakan. Jarak waktu antara timbulnya niat untuk
membunuh dan pelaksanaan pembunuhan itu masih demikian luang, sehingga
pelaku masih dapat berfikir, apakah pembunuhan itu diteruskan atau dibatalkan,
atau pula nmerencana dengan cara bagaimana ia melakukan pembunuhan itu.
Perbedaan lain terletak dalam apa yang terjadi didalam diri si pelaku sebelum
pelaksanaan menghilangkan jiwa seseorang (kondisi pelaku). Untuk pembunuhan
direncanakan terlebih dulu diperlukan berfikir secara tenang bagi pelaku. Di
dalam pembunuhan biasa, pengambilan putusan untuk menghilangkan jiwa
seseorang dan pelaksanaannya merupakan suatu kesatuan, sedangkan pada
pembunuhan direncanakan terlebih dulu kedua hal itu terpisah oleh suatu jangka
waktu yang diperlukan guna berfikir secara tenang tentang pelaksanaannya, juga
waktu untuk memberi kesempatan guna membatalkan pelaksanaannya.
Direncanakan terlebih dulu memang terjadi pada seseorang dalam suatu keadaan
dimana mengambil putusan untuk menghilangkan jiwa seseorang ditimbulkan
oleh hawa nafsunya dan di bawah pengaruh hawa nafsu itu juga dipersiapkan
pelaksanaannya (Anwar, 1989).

2.4.2 Unsur-unsur Pembunuhan Berencana Dalam Pasal 340 KUHP


Penjelasan Pasal 340 ini, R.Soesilo menyatakan bahwa : kejahatan ini
dinamakan ,,pembunuhan dengan direncanakan lebih dahulu” (moord). Boleh
dikatakan, ini adalah suatu pembunuhan biasa (doodslag) tersebut dalam Pasal
338, akan tetapi dilakukan dengan direncanakan terdahulu. ,,direncakan lebih
dahulu” (voorbedachte rade) = antara timbulnya maksud untuk membunuh
dengan pelaksanaanya itu masih ada tempo bagi sipembuat untuk dengan tenang
memikirkan misalnya dengan cara bagaimanakah pembunuhan itu dilakukan.
,,tempo” ini tidak boleh terlalu sempit, akan tetapi sebaliknya juga tidak perlu
terlalu lama, yang penting ialah apakah didalam tempo itu sipembuat dengan
tenang masih dapat berpikir-pikir, yang sebenarnya ia masih ada kesempatan
untuk membatalkan niatnya akan membunuh itu, akan tetapi tidak ia pergunakan.
Pembunuhan dengan mempergunakan racun hampir semua merupakan ,,moord”
(Soesilo, 1988).
Unsur Pasal 340 KUHP adalah :
1. Barang siapa: Merupakan unsur subjek hukum yang berupa manusia dan
badan hukum.
2. Dengan sengaja: Artinya mengetahui dan menghendaki, maksudnya
mengetahui perbuatannya dan menghendaki akibat dari perbuatannya. Unsur
kesengajaan dalam pasal 340 KUHP merupakan kesengajaan dalam arti luas,
yang meliputi:
a. Kesengajaan sebagai tujuan (opzetalsoogmerk)
b. Kesengajaan dengan tujuan yang pasti atau yang merupakan keharusan
(opzet bij zaker heid bewustzinj)
c. Kesengajaan dengan kesadaran akan kemungkinan atau sering disebut
(opzet bij mogelijkheids bewustzijn) atau dolus eventualis atau disebut
juga woor wardelijk opzet.
3. Direncanakan terlebih dahulu: artinya bahwa untuk penerapan pasal 340
KUHP ini harus memuat unsur yang direncanakan (voorbedachte raad),
menurut Simons, jika kita berbicara mengenai perencanaan terlebih dahulu,
jika pelakunya telah menyusun dan mempertimbangkan secara tenang
tindakan yang akan di lakukan, disamping itu juga harus mempertimbangakn
kemungkinan-kemungkinan tentang akibat-akibat dari perbuatannya, juga
harus terdapat jangka waktu tertentu dengan penyusunan rencana dan
pelaksanaan rencana.
4. Menghilangkan jiwa orang lain: nyawa selain diri si pelaku tersebut.

1) Barang Siapa
Mengulas tentang barang siapa dalam rumusan delik berarti adalah
pembahasan tentang subjek hukum yang dapat dianggap sebagai subjek dalam
adalah manusia artinya "Naturelijke personel" sedang hewan dan badanbadanya
(msetpersonen) tidak dapat dianggap sebagai subjek (Kartanegara, tanpa tahun).
Bahwa yang dapat dianggap sebagai subjek strafbaarfeit itu hanya naturelijke
personel (manusia hidup) dapat disimpulkan dari ; "Cara merumuskan strafbarfeit,
yaitu dengan awalan kata: barang siapa (Hijdie).
Dari perumusan ini dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksudkan
dengan barang siapa (Hij die) adalah hanya manusia.

2) Hukuman yang dijatuhkan diancam terhadap sesuatu kegiatan.


a. Hukuman Pokok, yaitu :
1. Hukuman mati
2. Hukuman penjara
3. Hukuman kurungan
4. Hukuman denda yang dapat diganti dengan hukuman kurungan,maupun
berupa ;
b. Hukuman tambahan yang dapat berupa :
1. Mencabut beberapa hak
2. Penyitaan terhadap benda-benda tertentu
3. Diumumkannya keputusan pengadilan. Dari sifat hukum tadi dapat diambil
kesimpulan bahwa yang dapat dianggap sebagai subjek dalam strafbaafeit adalah
manusia.

3) Hukum pidana yang berlaku sekarang ini disandarkan pada kesalahan orang
karenanya juga disebut : schuldstraf recht (schuld=kesalahan). Didalam
schuldstrafrest yang dapat membuat kesalahan adalah hanya orang manusia yaitu
yang berupa kesalahan individual (individuale schedule) (Kartanegara, tanpa
tahun). Hukum pidana diadukan untuk melindungi kepentingan hukum agar
dihormati di taati oleh setiap orang. Kepentingan hukum yang meliputi
kepentingan perseorangan, kepentingan masyarakat dan kepentingan Negara.
Pelanggaran terhadap kepentingan hukum atau perbuatan-perbuatan yang
mencocoki rumusan hukum, pidana adalah apa yang dimaksud dengan tindak
pidana atau delik (Wiyanto, 2012).

2.4.3 Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan Berencana


Bukan hanya karena kepentingan umum dari umat manusia bahwa kejahatan
tidak boleh dilakukan tapi bahwa kejahatan jenis apapun harus berkurang
sebanding dengan keburukan yang dihasilkan untuk masyarakat.Oleh karena itu
perangkat yang dipergunakan oleh badan pembuat Undang-Undang untuk
mencegah kejahatan bersifatmerusak keamanan dan kebahagiaan public dank
arena godaan itu sekarang (Beccaria, 2011), ada proporsi yang tetap antara
kejahatan dengan hukuman.
Pembunuhan berencana dan pidana mati dalam syarat hukum pidana
merupakan dua komponen permasalahan yang erat berkaitan. Hal ini tampak
dalam berbagai kitab Undang-Undang hukum pidana di berbagai Negara yang
merupakan pembunuhan berencana dengan pidana mati. Dalam pada itu teori-
teori pidana nio klasik juga menghubunghubungkan pembunuhan berencana
dengan pidana mati dalam berbagai ulasan (Sahetapy, 1982). Para Sarjana yang
menyetujui adanya hukuman mati memberikan syarat-syarat tertentu yang harus
dipenuhi untuk dipertahankan jenis hukuman ini.
Adapun syarat-syarat termasuk adalah :
1. Hukuman mati harus merupakan ancaman yang merupakan sebagai suatu
alternative Dario jenis hukuman lainnya dan sama sekali tidak diperolehkan
sebagai hal yang semata-mata.
2. Hukuman mati hanya boleh dijatuhkan apabila kesalahan si tertuduh dapat
dibuktikan dengan selengkap-lengkapnya (Sahetapy, 1982).
Jika hukuman mati itu dibandingkan dengan hukuman penjara, maka :
1. Apabila terdapat kehilafan dari hakim dari hakim maka kesalahan itu dapat
diperbaiki bila itu adalah hukuman penjara.
2. Hukuman mati diadakan bertentangan dengan perikemanusiaan atau tidak
berdasarkan asas humaniter.
3. Hukuman itu bertentangan dengan kesusilaan
4. Hukuman dijatuhkan hukuman mati itu, hak /usaha untuk memperbaiki si
penjahat/terhukum adalah tidak dimungkinkan.
5. Selanjutnya bila hukuman itu dipandang dari sudut tujuan hukuman yaitu
untuk menakut-nakuti tujuan demikian tidak dapat dilaksanakan. Timbul
pertannyaan, apakah sebabnya bahwa hukuman mati itu mempunyai tujuan
untuk menakut-nakuti tidak mencapai tujuannya ? Seperti diketahui, hukuman
mati itu tidak dilaksanakan di depan umum akan tetapi dilakukan disuatu
tempat atau di dalam penjara dan hanya disaksikan oleh orang-orang tertentu
saja
6. Hukuman mati itu justru menimbulkan belas kasihan oleh masyarakat
terhadap si terhukum. Seperti diketahui di Amerika Serikat pernah terjadi
suatu keputusan hukuman mati terhadap sepasang suami-isteri yang telah
dituduh melakukan pekerjaan sematamata untuk kepentingan Negara asing
yaitu dengan menyampaikan rahasia atom. Kemudian di kalangan masyarakat
timbul reaksi dan aksi untuk menghindarkan suami isteri itu dari hukuman
yang telah dijatuhkan dengan jalan mengajukan permohonan kepada
pemerintah untuk merobah hukuman itu.Dan ternyata usaha-usaha itu gagal.
7. Di dalam keyataannya ternyata bahwa apabila hakim menjatuhkan hukuman
mati itu oleh kepala Negara sering dirobah menjadi hukuman seumur hidup
atau hukuman penjara sementara (Hafid, 2015).
Dengan demikian pada mulanya hukuman mati itu memang di akui terlalu
berat. Tetapi menurut asas konkordansi KUHP yang berlaku di Indonesia sedapat
mungkin harus disesuaikan dengan KUHP Nederland. Walaupun hukuman mati
itu sejak tahun 1879 telah dihapuskan dari KUHP Nederland akan tetapi jenis
hukuman ini hingga saat ini masih dipertahankan oleh Undang-Undang Indonesia.

2.4.4 Proses Pembuktian Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Berencana


Pembuktian adalah kegiatan membuktikan, dimana membuktikan berarti
memperlihatkan bukti-bukti yang ada, melakukan sesuatu sebagai kebenaran,
melaksanakan, menandakan, menyaksikan dan meyakinkan. Secara konkret,
Adami Chazawi menyatakan, bahwa dari pemahaman tentang arti pembuktian di
sidang pengadilan, sesungguhnya kegiatan pembuktian dapat dibedakan menjadi 2
bagian, yaitu:
1. Bagian kegiatan pengungkapan fakta
2. Bagian pekerjaan penganalisisan fakta yang sekaligus penganalisisan hukum.
Di dalam bagian pengungkapan fakta, alat-alat bukti diajukan ke muka
sidang oleh Jaksa Penuntut Umum dan Penasehat Hukum atau atas kebijakan
majelis hakim untuk diperiksa kebenarannya. Proses pembuktian bagian pertama
ini akan berakhir pada saat ketua majelis mengucapkan secara lisan bahwa
pemeriksaan terhadap perkara dinyatakan selesai (Pasal 182 ayat (1) huruf a
KUHAP). Setelah bagian kegiatan pengungkapan fakta telah selesai, maka
selanjutnya Jaksa Penuntut Umum, Penasehat Hukum, dan majelis hakim
melakukan penganalisisan fakta yang sekaligus penganalisisan hukum. Oleh Jaksa
Penuntut Umum pembuktian dalam arti kedua ini dilakukannya dalam surat
tuntutannya (requisitoir). Bagi Penasehat Hukum pembuktiannya dilakukan dalam
nota pembelaan (peledooi), dan akan dibahas majelis hakim dalam putusan akhir
(vonnis) yang dibuatnya (Nugraha, 2012).
Pembuktian ini menjadi penting apabila suatu perkara tindak pidana telah
memasuki tahap penuntutan di depan sidang pengadilan. Tujuan adanya
pembuktian ini adalah untuk membuktikan apakah terdakwa benar bersalah atas
tindak pidana yang didakwakan kepadanya. R. Soesilo (1985 : 6-8), mengatakan
bahwa ada 4 macam sistem atau teori pembuktian, yaitu
Secara Teoretis terdapat empat teori mengenai sistem pembuktian yaitu:
1. Sistem pembuktian menurut Undang-undang secara positif (positief wettelijke
bewijs theorie)
Menurut teori ini, sistem pembuktian positif bergantung pada alatalat bukti
sebagaimana disebut secara limitatif dalam undang-undang. Singkatnya, undang-
undang telah menentukan tentang adanya alat-alat bukti mana yang dapat dipakai
hakim, cara bagaimana hakim menggunakannya, kekuatan alat bukti tersebut dan
bagaimana hakim harus memutus terbukti atau tidaknya perkara yang sedang
diadili. Jadi jika alat-alat bukti tersebut digunakan sesuai dengan undang-undang
maka hakim mesti menentukan terdakwa bersalah walaupun hakim berkeyakinan
bahwa terdakwa tidak bersalah.
Teori pembuktian ini sekarang tidak mendapat penganut lagi. Teori ini
terlalu banyak mengandalkan kekuatan pembuktian yang disebut oleh undang-
undang. Teori pembuktian ini ditolak juga oleh Wirjono Prodjodikoro untuk
dianut di Indonesia, karena katanya bagaimana hakim dapat menetapkan
kebenaran selain dengan cara menyatakan kepada keyakinannya tentang hal
kebenaran itu, lagi pula keyakinan seorang hakim yang jujur dan berpengalaman
mungkin sekali adalah sesuai dengan keyakinan masyarakat (Nugraha, 2012)..
2. Sistem pembuktian menurut keyakinan hakim melulu (conviction intime)
Pada sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim, hakim dapat menjatuhkan
putusan berdasarkan keyakinan belaka dengan tidak terikat oleh suatu peraturan.
Melalui sistem “Conviction Intime”, kesalahan terdakwa bergantung kepada
keyakinan belaka sehingga hakim tidak terikat pada suatu peraturan. Dengan
demikian, putusan hakim dapat terasa nuansa subjektifnya. Di sadari bahwa alat
bukti berupa pengakuan terdakwa sendiri pun tidak selalu membuktikan
kebenaran. Pengakuan pun kadang-kadang tidak menjamin terdakwa benar-benar
melakukan perbuatan yang didakwakan. Oleh karena itu, diperlukan
bagaimanapun juga keyakinan hakim sendiri. Bertolak pangkal pada pemikiran
itulah, maka teori berdasarkan keyakinan hakim melulu yang didasarkan kepada
keyakian hati nuraninya sendiri ditetapkan bahwa terdakwa telah melakukan
perbuatan yang didakwakan. Sistem ini memberi kebebasan hakim yang terlalu
besar, sehingga sulit diawasi. Di samping itu, terdakwa atau penasihat hukumnya
sulit untuk melakukan pembelaan. Dalam hal ini hakim dapat memidana terdakwa
berdasarkan keyakinannya bahwa ia telah melakukan apa yang didakwakan
(Nugraha, 2012)..
3. Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis
(Laconviction Raisonnee)
Menurut teori ini, hakim dapat memutuskan seseorang bersalah
berdasarkan keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasar-dasar
pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan (conclusie) yang berlandaskan
kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu.
Keyakinan hakim tetap memegang peranan penting untuk menentukan
kesalahan terdakwa, tetapi penerapan keyakinan hakim tersebut dilakukan dengan
selektif dalam arti keyakinan hakim dibatasi dengan harus didukung oleh alasan-
alasan jelas dan rasional dalam mengambil keputusan. Sistem atau teori
pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas untuk
menyebut alasan-alasan keyakinannya (vrijebewijstheorie).
Sistem atau teori pembuktian jalan tengah atau yang berdasar keyakinan hakim
sampai batas tertentu in terpecah kedua jurusan. Yang pertama yang tersebut di
atas yaitu pembuktian berdasar keyakinan hakim atas alasan yang logis
(conviction raisonnee) dan yang kedua ialah teori pembuktian berdasar undang-
undang secara negatif (negatief wettelijk bewcijstheorie) (Nugraha, 2012).
4. Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif (negatief wettelijke
bewijs theorie)
Pada prinsipnya, sistem pembuktian menurut undang-undang secara
negatif menentukan bahwa hakim hanya boleh menjatuhkan pidana tehadap
terdakwa apabila alat bukti tersebut secara limitatif ditentukan oleh undan-undang
dan didukung pula oleh adanya keyakinan hakim terhadap eksistensinya alat-alat
bukti tersebut. Persamaan antara keduanya ialah keduanya sama berdasar atas
keyakinan hakim, artinya terdakwa tidak mungkin dipidana tanpa adanya
keyakinan hakirn bahwa is bersalah.
Perbedaannya ialah bahwa yang tersebut pertama berpangkal tolak pada
keyakinan hakim, tetapi keyakinan itu harus didasarkan kepada suatu kesimpulan
(conclusie) yang logis, yang tidak didasarkan kepada undang-undang, tetapi
ketentuan-ketentuan menurut ilmu pengetahuan hakim sendiri, menurut
pilihannya sendiri tentang pelaksanaan pembuktian yang mana yang ia akan
pergunakan. Sedangkan yang kedua berpangkal tolak pada aturan-aturan
pembuktian yang ditetapkan secara limitatif oleh undang-undang, tetapi hat itu
harus diikuti dengan keyakinan hakim (Nugraha, 2012).

2.4.5 Analisa Pertimbangan Hukum Dalam Pembuktian Tindak Pidana


Pembunuhan Berencana
Di dalam hukum acara pidana pembuktian merupakan titik sentral di
dalam pemeriksaan perkara di pengadilan. Hal ini karena melalui tahapan
pembuktian inilah terjadi suatu proses, cara, perbuatan membuktikan untuk
menunjukkan benar atau salahnya si terdakwa terhadap suatu perkara pidana di
dalam sidang pengadilan. Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi
penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undangundang
membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.
Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti
yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan
kesalahan yang didakwakan. Ini merupakan salah satu pertimbangan hukum
mengapa pembuktian dalam suatu persidangan menjadi hal yang sangat penting
dan bersifat fatal bagi penegakan hukum di Indonesia.
Di dalam membuktikan apakah terdakwa bersalah atau tidak dalam suatu
perkara pidana, menurut Lilik Mulyadi KUHAP di Indonesia menganut sitem
pembuktian menurut undang-undang secara negatif. Di dalam sitem pembuktian
menurut undang-undang secara negatif (negatief wettelijkebewujs theorie)
terdapat unsur dominan berupa sekurang-kurangnya dua alat bukti sedangkan
unsur keyakinan hakim hanya merupakan unsur pelengkap Jadi dalam
menentukan apakah orang yang didakwakan tersebut bersalah atau tidak, haruslah
kesalahannya dapat dibuktikan paling sedikit dengan dua jenis alat bukti seperti
yang tertuang di dalam KUHAP pasal 183
“ Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurng-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
Alat bukti yang sah dalam KUHAP Pasal 184 ayat (1) undang-undang
yaitu:
a. keterangan saksi,
b. keterangan ahli,
c. surat,
d. petunjuk, dan
e. keterangan terdakwa.
Menurut Yahya Harahap hanya alat bukti yang mencapai batas minimal
yang memiliki nilai kekuatan pembuktian untuk membuktikan kesalahan
terdakwa. Apabila alat bukti tidak mencapai sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah dalam KUHAP, maka pelanggaran itu dengan sendirinya
menyampingkan standar Beyond a reasonable doubt (patokan penerapan standar
terbukti sevara sah dan meyakinkan) dan pemidanaan yang dijatukan dapat
dianggap sewenang-wenang.
Di tinjau dari perspektif sistem peradilan pidana, perihal pembuktian
merupakan hal yang sangat determinan bagi setiap pihak yang terlibat secara
langsung dalam proses pemeriksaan perkara pidana, khususnya dalam hal menilai
terbukti atau tidak terbuktinya kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.
Dalam hal pembuktian ini keterangan korban merupakan hal yang sangat penting,
dimana korban adalah mereka yang menderita secara jasmaniah dan rohaniah
sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri
sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang
menderita.
Menurut Narendra Jatna, SH., bahwa dalam persidangan satu bukti sudah
cukup dengan catatan bahwa bukti tersebut dapat menyakinkan hakim dalam
mengambil keputusan. Dalam pasal tersebut dijelaskan sekurangkurangnya dua
bukti, hal ini dikarenakan KUHAP menggunakan asas konkordasi dengan hukum
“KUHAP” Belanda.Dalam KUHAP Belanda pasal 342 menjelaskan asas “unus
testis nullus testis”, namun asas ini sudah berkurang petingnya, karena Mahkamah
Agung Belanda beranggapan bahwa pembuktian mengenai semua tuduhan
terhadap tertuduh tidak boleh didasarkan pada pernyataan seorang saksi, namun
pernyataan oleh seorang saksi cukup sebagai bukti bagi masing-masing unsur
secara terpisah.
Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di
sidang pengadilan. Dalam keterangan saksi ini harus diperhatikan :
a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain
b. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti
c. Alasan yang dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu
d. Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang apada umumnya
dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.
Sedangkan keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan dalam sidang
pengadilan yang sebelumnya diambil sumpah terlebih dahulu. Adapun yang di
maksud surat di sini adalah Berita
Acara (BAP) dan surat lain yang berbentuk surat resmi. Petunjuk adalah
perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara satu
dengan yanglain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan
telah terjadinya suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk dapat
diperoleh dari :
a. Keterangan saksi.
b. Surat;
c. Keterangan terdakwa.Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan
dalam persidangan tentang perbuatan yang ia lakukan “pengakuan” atau yang ia
ketahui sendiri atau alami sendiri
2.4.6 Faktor – Faktor Yang Menjadi Pertimbangan Hakim Dalam Putusan
Pidana Pembunuhan Berencana
Dalam memutuskan suatu perkara pidana, hakim harus mempunyai
pertimbangan-pertimbangan sebagai dasar dalam suatu putusan. Faktor-faktor
yang menjadi bahan pertimbangan yang diambil oleh hakim untuk memutuskan
suatu perkara. Selain itu hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang
meringankan dan memberatkan bagi terdakwa Keputusan dalam pemidanaan akan
mempunyai konsekuensi yang luas, baik yang menyangkut langsung dengan
pelaku tindak pidana maupun masyarakat secara luas. Keputusan yang dianggap
tidak tepat, akan menimbulkan reaksi kontroversial sebab kebenaran dalam hal ini
sifatnya relatif tergantung dari mana memandangnya (Muladi & Arif, 1998).
Pasal 25 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman dinyatakan bahwa segala putusan pengadilan selain harus memuat
alasan dan dasar putusan tersebut memuat pula pasal dijadikan dasar untuk
mengadili. Berdasarkan Pasal 25 tersebut, maka dalam membuat suatu keputusan,
hakim harus mempunyai alasan dan dasar putusan serta juga harus memuat pasal
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum yang
dijadikan dasar untuk mengadili. Untuk mengambil suatu alasan dan dasar suatu
putusan, hakim terlebih dahulu harus mempunyai pertimbangan-pertimbangan
yang berhubungan dengan terdakwa.
Menurut Leden Marpaung, putusan adalah: Hasil atau kesimpulan dari
suatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang
dapat berbentuk tulisan atau lisan. Ada juga yang mengartikan putusan sama
dengan vonis tetap. Rumusan – rumusan yang kurang tepat terjadi sebagai akibat
dari penerjemah ahli bahasa yang bukan ahli hukum. Dalam pembangunan hukum
yang sedang berlangsung diperlukan kecermatan dalam penggunaan istilah-istilah
(Marpaung, 1992). Mengenai kata putusan yang diterjemahkan dari vonis adalah
hasil dari pemeriksaan perkara disidang pengadilan seperti interlocutoire, yaitu
keputusan antara atau keputusan sela. Preparatoire yaitu
keputusan pendahuluan atau keputusan persiapan. Keputusan provisionele yaitu
keputusan untuk sementara.
Negara Indonesia menganut asas “the persuasive of presedent” yang
menurut asas ini hakim diberi kebebasan dalam memutuskan suatu perkara tanpa
terikat dengan keputusan hakim terdahulu seperti yang dianut oleh negara yang
menganut asas “the binding force of presedent” sehingga seorang hakim dapat
mengambil keputusan berdasarkan keyakinannya. Namun kebebasan itu tidak
mutlak adanya, karena keputusan yang diambil harus konstitusional tidak
sewenang-wenang dan berdasarkan alat bukti yang sah (Mertokusumo, 1999).
BAB 3
PEMBAHASAN

4.1 Pemberitaan Mengenai Kasus Pembunuhan Mirna


Kematian Wayan Mirna Salihin pada awal tahun 2016, tepatnya pada
tanggal 6 Januari 2016 menggegerkan warga Indonesia karena kematiannya yang
begitu mendadak setelah meminum kopi vietnam di salah satu kafe di Jakarta,
kafe Olivier. Ketika kejadian, Mirna ditemani oleh kedua temannya yaitu Jesika
Kumala Wongso dan Hani Juwita Boon.
Mirna sempat dibawa ke Klinik yang terdapat di Mall sebelum kemudian
dilarikan ke Rumah Sakit Abdi Waluyo, Menteng. Namun nyawa Mirna tidak
tertolong hingga akhirnya meninggal. Mirna sempat dimakamkan, namun
berselang 3 hari setelahnya dilakukan otopsi setelah mendapat persetujuan dari
pihak keluarga.

Hasil Investigasi Sidang Perdana Kasus Mirna


Informasi Peristiwa

 Lokasi : Olivier Cafe, Grand Indonesia, Jakarta Pusat

 Provinsi : DKI Jakarta

 Negara : Indonesia

 Tanggal : 6 Januari 2016

 Jenis Peristiwa : Pembunuhan

Pembunuhan Mirna

 Diduga Pelaku : Jessica Kumala Wongso (Terdakwa)

 Korban : Wayan Mirna Salihin

 Penyebab Kematian : Racun sianida


Pembunuhan Wayan Mirna Salihin terjadi di Olivier Cafe, Grand Indonesia,
Jakarta Pusat pada 6 Januari 2016. Pembunuhan ini mendapat sorotan publik
karena kematian tak wajar Mirna diduga akibat keracunan sianida yang diduga
dituangkan salah seorang temannya ke gelas Kopi Vietnam yang sedang diminum
Mirna.

Hasil Investigasi

Usai pembunuhan ini, polisi menduga salah seorang kawan Mirna, Jessica
Kumolo Wongso sebagai terduga pelaku. Pada pukul 14.00 WIB, ia mendatangi
Mirna di kafe tersebut untuk melakukan reservasi. Dua jam kemudian, ia kembali
dan memesankan Kopi Vietnam untuk Mirna.

Pada pukul 17.00 WIB, Mirna mendatangi kafe tersebut dan meminum kopi yang
sudah dipesan Jessica. Mirna langsung tak sadarkan diri dan tewas pada pukul
21.00 WIB di Rumah Sakit Abdi Waluyo. Berdasarkan hasil otopsi, Mirna diduga
keracunan sianida. Polisi menemukan zat beracun tersebut di dalam tubuh Mirna.

Berdasarkan hasil investigasi, polisi akhirnya menetapkan Jessica sebagai


tersangka pada 30 Januari 2016.

Sidang Perdana Kasus Mirna

Sidang perdana kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica
Kumala Wongso digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu
(15/6/2016). Usai sidang, Jessica tetap tenang dan melempar senyum.

Sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin dengan


terdakwa Jessica Kumala Wongso dilanjutkan pada Selasa 21 Juni 2016. Sidang
beragendakan tanggapan jaksa penuntut umum terhadap eksepsi pihak Jessica
Kumala Wongso (Liputan6, 2016).

Berita 1 – Hasil Otopsi Jenazah Mirna, Ada Zat yang Sebabkan Keracunan

Minggu, 10 Januari 2016 | 08:39 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com — Polisi diizinkan melakukan otopsi terhadap
jenazah Wayan Mirna Salihin (27), perempuan yang meninggal seusai
minum es kopi Vietnam di Grand Indonesia, Jakarta, Rabu (6/1/2016). Izin
dari keluarga itu didapat setelah polisi memberikan penjelasan.

Otopsi dilakukan dalam waktu lebih kurang satu jam, dari pukul 00.00 WIB
hingga pukul 01.00 WIB dini hari tadi.

"Betul kami sudah bisa otopsi. Kami beri penjelasan kalau otopsi tidak
perlu waktu lama, kami cuma perlu periksa lambung dan hatinya, keluarga
akhirnya mengizinkan," kata Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan
Polda Metro Jaya Komisaris Besar Musyafak saat dihubungi Kompas.com,
Minggu (10/1/2016) pagi.

Setelah memeriksa lambung dan hati Mirna, polisi mendapati adanya zat
yang bersifat korosif di dua organ tersebut.

Dengan kata lain, kemungkinan besar, penyebab kematian Mirna yang


mendadak bisa diakibatkan oleh keracunan.

"Ada kandungan zat yang menyebabkan keracunan. Sifat zat tersebut asam.
Kemungkinan besar meninggal karena keracunan," tutur Musyafak.

Saat ditanya kemungkinan adanya kandungan zat serupa di lambung dan


hati Mirna dengan di es kopi Vietnam yang dipesan, Musyafak
mengungkapkan, ia masih harus menunggu hasil pemeriksaan dari
Puslabfor Polri yang rencananya akan selesai pada pekan depan.

Pihak kepolisian memang telah mengamankan beberapa barang untuk


diperiksa, salah satunya sisa es kopi Vietnam yang dipesan dan diminum
Mirna sebelum dia kejang dan mendadak meninggal dunia.

Sebelum meninggal, Mirna datang ke kafe O di Grand Indonesia bersama


kedua temannya, S dan N.

Mirna dan kedua temannya masing-masing memesan minuman yang


berbeda di kafe tersebut. Saat S dan N meminum minuman mereka, tidak
ada hal apa pun yang terjadi.

Sementara itu, Mirna langsung kejang setelah baru saja menyeruput es


kopi Vietnam pesanannya.

Mirna pun segera dibawa ke Klinik D di Grand Indonesia untuk dirawat.


Setelah itu, Mirna dibawa ke Rumah Sakit Abdi Waluyo di Menteng.

Sesampainya di sana, Mirna dipastikan sudah


meninggal. (Kompas, 2016)
Pemberitaan awal media pada bulan Januari lalu mengenai mayat Mirna
yang sudah di otopsi ini berkebalikan dengan pernyataan dari dokter forensik
(pada tanggal 4 Agustus 2016), dr. Slamet Purnomo, yang menyatakan bahwa
dirinya tidak melakukan otopsi pada mayat Mirna, namun hanya memeriksa
sampel lambung, hati, urin dan empedunya. Seharusnya, otopsi dilakukan dengan
jalan pemeriksaan mulai dari kepala, badan, hingga berbagai jaringan tubuh lain;

dilakukan untuk mencari penyebab pasti kematian Mirna. Bukan hanya bagian
tertentu dari tubuh korban saja.

Berita 2 – Dokter Forensik Tak Diminta Polisi Autopsi Jenazah Mirna

KAMIS, 04 AGUSTUS 2016 | 04:50 WIB


TEMPO.CO, Jakarta - Ahli Forensik Rumah Sakit Tingkat I Bhayangkara
Kramat Jati, dr Slamet Purnomo, membeberkan bahwa selama ini pihaknya
tidak mengautopsi jenazah Wayan Mirna Salihin. "Saya hanya diminta
polisi memeriksa sampel lambung, hati, urine, dan empedu," kata Slamet
dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 3 Agustus
2016.

Dokter Slamet tidak mengetahui alasan polisi tak memintanya mengautopsi


jenazah Mirna. Dia mengatakan autopsi adalah serangkaian uji
laboratorium terhadap seluruh tubuh. Mulai kepala, badan, hingga
berbagai jaringan tubuh lain.

Saat diperiksa dr Slamet, jenazah Mirna telah diawetkan. Tapi dia tak
mengetahui zat yang digunakan untuk mengawetkan itu. Ia kemudian
bekerja bersama timnya dari pukul 23.30 hingga pukul 01.00 WIB.

Slamet hanya diminta oleh penyidik untuk memeriksa sampel lambung serta
jaringan lambung, empedu, urine, dan hati. Di dalam lambung bagian
bawah, ia menemukan bercak hitam yang tidak wajar. "Kami diminta oleh
polisi tiga hari setelah kematian Mirna," ujarnya.

Slamet menemukan kerusakan korosi lambung Mirna yang diduga akibat


racun sianida. Ia kemudian memastikan melalui mulut hingga tenggorokan,
yang juga mengalami korosi. Selain itu, dia melihat Mirna melalui
video circuit closed television (CCTV), yang mengibas mulut seusai minum
kopi Vietnam.

Dari apa yang ia ketahui itu, dokter Slamet memastikan kematian Mirna
akibat adanya racun sianida dalam tubuhnya. Racun sianida ini membuat
pasokan oksigen ke semua organ tubuh terhenti. Dia memperkirakan, racun
sianida bekerja dalam hitungan detik dan mengikat oksigen dalam darah.

Hal ini berdampak pada kibasan di mulut korban karena panas. Lalu,
berhentinya asupan oksigen ke otak membuat Mirna kejang-kejang.
Termasuk terhentinya asupan oksigen ke jantung dan semua organ lain.

Kuasa hukum terdakwa Jessica Kumala Wongso, Otto C. Hasibuan,


mempertanyakan alasan penyidik dari kepolisian tak mengautopsi semua
organ tubuh Mirna. "Itu yang jadi pertanyaan kami," ujarnya.

Menurut dia, seharusnya polisi sudah terbiasa menangani pembunuhan


sehingga tahu standar prosedur. Otto mengatakan satu-satunya cara pasti
mengetahui penyebab kematian hanya dengan autopsi jenazah. Sementara
dari temuan di persidangan, ahli forensik hanya memeriksa organ lambung.

Padahal, menurut Otto, racun sianida seharusnya menyerang otak,


jantung, dan organ lain. Jika Mirna mati karena diracun, kata dia, pasti
ada tanda tidak wajar di dalam jantung dan otak Mirna. "Kami tahunya di
media massa juga sudah diautopsi, ternyata belum," ujarnya.
(Tempo, 2016)

Penyebab dari kematian Mirna dikarenakan racun sianida. Hal ini


dinyatakan oleh dr. Slamet Purnomo, seorang ahli dokter forensik dalam
pemberitaan di bawah ini.
Berita 3 - Saksi Ahli Sebut 5 Tanda Sianida Masuk ke Tubuh Mirna

RABU, 03 AGUSTUS 2016 | 17:57 WIB


TEMPO.CO, Jakarta - Ada lima tanda yang membuktikan bahwa Wayan
Mirna Salihin meninggal karena racun sianida. "Kematiannya lebih cepat
dibanding dengan racun lainnya," kata dr. Slamet Purnomo, ahli forensik
Rumah Sakit Tingkat I Bhayangkara Kramat Jati.

Pernyataan Slamet disampaikan dalam sidang kasus tewasnya Mirna


Salihin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu, 3 Agustus 2016.
Mirna meninggal setelah meminum es kopi vietnam di Kafe Oliver, Mal
Grand Indonesia pada 6 Januari 2016.

Slamet menjelaskan lima tanda itu bisa dikenali karena korban awalnya
sehat lalu mendadak meninggal. Kedua, Mirna kontak langsung dengan
racun dibuktikan dari adanya racun di dalam lambungnya.

Ketiga, sesaat setelah meminum kopi vietnam, Mirna terlihat mengibas


mulut karena kepanasan. Keempat, ditemukan racun sianida di gelas
korban. Kelima adanya racun dalam tubuh korban.

Slamet kemudian menjelaskan kelima tanda itu. Tanda pertama, Mirna


meninggal karena semua organ tubuhnya tidak berfungsi sesaat minum
kopi. Ini karena sianida telah mengikat oksigen yang diproduksi darah.
Sehingga oksigen tidak dapat menyuplai ke otak, paru-paru, jantung, dan
organ lainnya.

Kedua, dokter menemukan Mirna kontak langsung dengan racun. Hal ini
dibuktikan dari adanya korosi atau luka di mulut. Luka ini menyebabkan
bibir bagian dalam hingga tenggorokan berubah warna menjadi hitam.

Ketiga, dari pantauan Slamet melalui circuit closed television (CCTV),


Mirna terlihat mengibaskan mulut. Hal ini karena kandungan racun telah
bekerja, membuat mulutnya terasa melepuh. "Kalau sianida cair terkena
tangan, dapat mengakibatkan luka melepuh."

Kata dia, racun sianida telah bekerja dalam hitungan detik. Ini yang
membuat Mirna meninggal secara cepat. Keempat adanya temuan bukti
sianida di gelas milik korban. Sehingga temuan itu menepis argumen kuasa
hukum terdakwa Jessica, Otto Hasibuan bahwa bisa saja Mirna meninggal
karena sakit jantung.

Slamet melanjutkan, bahwa tidak hanya organ jantung saja yang berhenti.
Kata dia, semua organ tubuhnya terhenti karena suplai oksigen juga
terhenti. Kelima, tanda-tanda dibuktikan dari temuan racun di dalam
lambung korban.

Menurut dia, lambung korban bagian bawah terjadi perubahan warna dari
putih susu menjadi bercak hitam. Kata dia, racun sianida diserap tubuh dan
bekerja dengan cepat untuk melumpuhkan sistem tubuh Mirna.

Sebelumnya jaksa penuntut umum awalnya mengagendakan mendatangkan


saksi dari penyidik polisi. Tapi karena penyidik sakit, dia mengganti dengan
saksi ahli. Dua saksi didatangkan untuk memberi penjelasan terkait
forensik dan toksiologi.
(Hidayat, 2016)

Jesika Kumala Wongso, merupakan satu-satunya nama yang disebut oleh


pihak penyidik sebagai tersangka kasus kematian Mirna. Keterangan ini
dikeluarkan sejak akhir bulan Januari 2016 lalu, seiring dengan temuan-temuan
bukti yang dianggap dapat menguatkan status tersangka Jesika. Bahkan, pihak
kepolisian mengeluarkan surat kepada bagian hubungan masyarakat direktorat
jenderal imigrasi kementerian hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk
mencegah dan mencekal kepergian Jesika ke luar negeri tertanggal 26 Januari
2016.
Kemudian pada tanggal 29 Januari 2016 pihak penyidik menetapkan
Jesika sebagai tersangka dan keesokan harinya, pada tanggal 30 Januari 2016
dilakukan penangkapan Jesika di salah satu hotel di Jakarta. Jika terbukti bersalah,
Jesika dijerat pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana

Berita 4 – Terkuak Tersangka Pembunuh

Mirna 31 Januari 2016 jam 00.00

Liputan6.com, Jakarta - Rumah Jessica Kumala Wongso di Jalan Selat


Bangka, Kompleks Graha Sunter Pratama, Jakarta Utara, malam itu
terlihat gelap. Lampu seisi rumah itu padam yang berarti tak ada
kehidupan di rumah bertingkat dua tersebut.
Rumah itu menjadi sorotan lantaran penyidik tengah mencari Jessica.
Wanita yang sebelumnya telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi itu
kini telah resmi menjadi tersangka terkait kematian Mirna sejak Jumat 29
Januari 2016 malam. Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik
menggelar perkara dan mengantongi alat bukti kuat.

"Penetapan (tersangka) sejak habis gelar perkara semalam pukul 23.00


WIB," ujar Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti
kepada Liputan6.com, Jakarta, Sabtu 30 Januari 2016.

Tak mendapatkan sasaran, polisi lantas menangkap sinyal keberadaan


Jessica di Hotel Neo, Mangga Dua, Jakarta Utara. Tim penyidik langsung
menuju lokasi. Usai itu, polisi pun langsung menangkap Jessica tanpa
perlawanan.

"Pada pukul 07.45 WIB, anggota masuk dengan sopan melakukan


penangkapan (Jessica) dengan tanpa perlawanan," kata Krishna.

Penangkapan Jessica tersebut mengungkap misteri sosok sang penabur


sianida di kopi Mirna. Setelah hampir sebulan kasus itu terjadi pada 6
Januari 2016, polisi menyingkap tabir sosok yang bertanggung jawab
dalam pembunuhan wanita kelahiran 27 tahun lalu tersebut.
Anggota Tim Pengacara Jessica Kumala Wongso, Andi Joesoef
membenarkan kliennya ditangkap polisi pada pada pagi itu di hotel mewah
di Jakarta Utara. Ia mengatakan, kliennya memang sudah beberapa hari
tidur di hotel bersama orangtuanya.

Hal senada disampaikan Ketua RT tempat Jessica tinggal, Paulus


Sukiyanto. Dia menuturkan sebelum penangkapan teman Mirna itu,
Winardi ayahanda Jessica sempat mendatanginya pada Sabtu pukul 06.00
WIB. Winardi berpesan menitipkan rumahnya lantaran akan mencari
ketenangan.

"Pak RT tolong jaga rumah saya. Saya mau pergi beberapa hari cari
tenang dulu," tutur Paulus menirukan perkataan Winardi di komplek Graha
Sunter Pratama, Jakarta Utara, Sabtu 30 Januari 2016.

Dia menambahkan, alasan keluarga Jessica pergi sementara waktu ke hotel


untuk menghindari kejaran awak media. Sebab sejak kasus kematian Mirna
muncul, keluarga Jessica mengaku kerap terganggu.

"Kata ayahnya Jessica, keluarganya agak dipojokkan akibat kejadian ini,"


ucap Paulus.

Hal itu diakui oleh Jessica. Wanita berambut sebahu yang kabarnya dalam
kondisi depresi itu memutuskan untuk mengungsi ke hotel bersama kedua
orangtuanya pada Jumat 29 Januari malam. Informasi yang beredar,
mereka menginap di kamar 822.

Malam itu, Jessica yang dihubungi Liputan6.com mengaku sempat susah


tidur. Seperti firasat, ia akan ditangkap pada keeseokan harinya.

"I'm trying to sleep. Gue di hotel, tapi sekamar sama bokap nyokap (ayah
ibu)," ucap Jessica melalui pesan singkat yang diterima Liputan6.com pada
Jumat malam 29 Januari 2016, pukul 23.55 WIB.
Benar saja, Jessica akhirnya dijemput paksa oleh penyidik. Dia
digelandang ke Mapolda Metro Jaya menggunakan mobil minibus
berwarna silver.

Sempat mengaku tak bisa tidur, wajah Jessica justru terlihat segar saat tiba
di Markas Polda Metro Jaya. Perempuan berusia 27 tahun itu mengenakan
atasan biru dongker dan celana panjang hitam.

Berbeda dengan biasanya, teman kuliah Mirna di Billy Blue College,


Sydney, Australia, itu tidak lagi menyapa wartawan. Ia bungkam dan
memilih menundukkan kepalanya, meski tetap terus tersenyum.

Bahkan, raut wajah Jessica terus terlihat datar saat berhadapan dengan
penyidik. Rambut sebahunya diurai.

Di hadapannya diletakkan air mineral kemasan gelas yang belum dibuka.


Mengenakan atasan biru dongker, matanya menatap langsung ke arah
penyidik. Bibirnya tak menampakkan senyum sama sekali. Dalam
penyidikan itu, ia belum didampingi tim pengacara yang diketuai Yudi
Wibowo Sukitno.

Reaksi Ibu Jessica

Penetapan Jessica sebagai tersangka oleh penyidik Polda Metro Jaya


membuat orangtuanya tertekan. Sabtu pukul 06.00 WIB, sebelum Jessica
ditangkap penyidik Polda Metro Jaya, ibunda Jessica mendatangi ketua RT
rumahnya, Paulus Sukiyanto.

Kepada Liputan6.com, Paulus mengungkapkan, ibunda Jessica datang ke


rumahnya dalam kondisi panik.

"Saya stres, saya mau ngungsi dulu. Pak, saya mau nitip rumah, tolong
jaga dan dilihatin," ujar ibu Jessica kepada Paulus, seperti diungkapkan
Paulus kepada Liputan6.com melalui pesan singkat di Jakarta, Sabtu 30
Januari 2016.
Kepada Paulus, ibu Jessica juga mengungkapkan bahwa dia orang
beriman dan yakin anaknya tidak bermasalah. "Saya orang beriman, saya
yakin anak saya tidak bermasalah," demikian curhat ibu Jessica kepada
Ketua RT 14 RW 02 Kelurahan Sunter Agung, Paulus.

Kepedihan juga dirasakan oleh Ibunda Mirna. Menurut penjaga rumah


Mirna, Subur, sang ibunda sempat terkejut dan menangis ketika tahu
tersangka pembunuh putrinya adalah Jessica, yang tak lain adalah teman
Mirna.

"Ibu Santi (ibunda Mirna) sudah tahu, penangkapan dan penetapan


tersangka dari televisi," tutur Subur di depan rumah Mirna di kawasan
Sunter, Jakarta Utara, Sabtu (30/1/2016).

Ketika menonton tayangan televisi, Subur menambahkan, Santi terlihat


menangis. Sebab, ia teringat sosok putrinya yang kini telah tiada.

"Keingat anakya, ya pasti menangis. Sedih katanya enggak nyangka kok


bisa dia (Jessica) yang tega," ucap Subur.

Hukuman Mati

Setelah ditangkap di Hotel Neo, Mangga Dua, Jakarta Utara, Jessica


digelandang ke Mapolda Metro untuk menjalani pemeriksaan. Polisi belum
dapat memastikan apakahJessica ditahan atau tidak pada hari ini. Itu
tergantung dari hasil pemeriksaan penyidik dalam kurun 1x24 jam.

"Bisa ditahan setelah kami pertimbangkan usai BAP (Berita Acara


Pemeriksaan). Pada 1x24 Jam penangkapan dilakukan BAP. Ada
kewajiban penyidik melakukan pemeriksaan setelah penangkapan," ujar
Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti di Mapolda Metri
Jaya, Jakarta, Sabtu (30/1/2016).
Jika terbukti melakukan pembunuhan, tersangka penebar sianida di kopi
Mirna itu terancam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Sanksinya sangat berat, yaitu penjara seumur hidup atau hukuman mati.

Terkait motif pembunuhan Mirna, polisi mengaku belum akan


membeberkannya pada malam ini. Hal ini lantaran tersangka Jessica
masih diperiksa secara intensif. Polisi masih memiliki waktu hingga pagi
besok untuk memutuskan ditahan atau tidaknya Jessica.

"Besok rilisnya. Saat ini penyidik masih memeriksa tersangka secara


intensif dan kami punya waktu 1x24 jam sejak penangkapan pukul 07.45
WIB hingga 07.45 WIB besok," jelas Kabid Humas Polda Metro Jaya
Kombes Mohammad Iqbal di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu 30
Januari 2016.

Dalam pemeriksaan pertama sebagai tersangka, Jessica didampingi salah


satu tim penasihat hukumnya, Yayat. Dia mengatakan, pendampingannya
hanya sampai Ketua Tim Penasihat Hukum Jessica, Yudi Wibowo tiba di
Mapolda Metro Jaya.

Saat ditanyai tanggapannya mengenai jeratan Pasal 340 KUHP yang


dikenakan polisi kepada Jessica, Yayat mengatakan siap menghadapinya
sesuai prosedur hukum yang berlaku di Indonesia.

"Saya dampingi hanya sampai Pak Yudi datang. Kebetulan kan saya yang
tinggal Jakarta, jadi saya yang lebih cepat sampai di sini (Mapolda).
Sebagai seorang pengacara, itu hal biasa ya menghadapi seperti itu
(ancaman hukuman berat). Nanti kan pengadilan yang menentukan,"
terang Yayat.

(Santoso, 2016)

Berita 5 - Kronologi Kasus Mirna Hingga Penahanan Jessica


Joko Panji Sasongko, CNN Indonesia
Senin, 01/02/2016 09:18 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Kematian Wayan Mirna Salihin menjadi


perhatian publik sejak 6 Januari lalu. Wanita berusia 27 tahun itu
dinyatakan keracunan senyawa sianida yang terkadung dalam segelas es
kopi Vietnam yang ia minum saat bertemu dua rekannya, Jessica Kumala
Wongso dan Hani di Restoran Olivier, Grand Indonesia Shopping Town,
Jakarta.

Otoritas Polda Metro Jaya yang mengambil alih kasus kematian Mirna dari
Polres Jakarta Pusat menyatakan, sianida yang masuk ke tubuh Mirna
memang dapat mengikis jaringan organ secara kimia.

“Penyebab utama kematian Mirna bukanlah kerusakan lambung yang


tanpa sebab, namun diduga ada zat korosif,” ujar Kepala Bidang
Kedokteran dan Kesehatan Polda Metro Jaya Komisaris Besar Musyafa.

Tim forensik yang mengautopsi jenazah Mirna di Rumah Sakit Polri,


Jakarta, memastikan lambung Mirna rusak. Zat korosif tersebut mereka
ketahui, antara lain dari reaksi Mirna setelah mencecap kopi, yaitu mulut
yang mengeluarkan buih dan tubuh yang menegang.

Kepolisian lantas menggelar prarekontruksi di Restoran Olivier, Senin


(11/1). Mereka melibatkan pula Tim Indonesia Automatic Fingerprint
Identification System (Inafis) dan Tim Laboratorium Forensik dari Markas
Besar Polri.

Salah satu adegan pada prarekonstruksi tersebut memperlihatkan reaksi


Mirna yang terkejut usai meminum kopi yang dipesannya.

Ketika itu, Hani, yang memperagakan reaksi Mirna usai menegak kopi,
berulang kali mengulangi kalimat, "It's awful, it's so bad."
Usai prarekonstruksi, kepolisian membawa sejumlah barang bukti dari
Restoran Olivier untuk kepentingan penyelidikan, antara lain kamera

pengintai (CCTV) dan beberapa peralatan untuk menyeduh kopi Vietnam


yang diteguk Mirna.

Kepolisian melanjutkan penyelidikan dengan menggeledah rumah Jessica


di kawasan Sunter, Jakarta Utara, Selasa (12/1). Namun, penyelidik gagal
menemukan celana yang dikenakan Jessica pada hari kematian Mirna.

Usai penggeledahan, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya,


Komisaris Besar Krishna Murti, mengatakan Jessica merupakan saksi
potensial dalam kasus kematian Mirna.

“Dia ada di tempat kejadian perkara, yang memesan kopi, yang membayar
kopi dan yang menunggu korban. Itu fakta.” ujarnya.

Berdasarkan penyelidikan, kepolisian menyatakan Jessica datang ke


Restoran Olivier lebih awal ketimbang Mirna dan Hani. Penyelidik
mengatakan, Jessica pulalah yang memesankan dua cocktail dan es kopi
Vietnam.

Sepekan berselang, kepolisian melakukan rekonstruksi ulang berdasarkan


rekaman kamera pengintai milik manajemen restoran yang mereka sita.

Pada hari yang sama, pengacara Jessica, Yudi Wibowo Sukinto,

mengatakan kliennya stres akibat berbagai pemberitaan yang dinilainya


tidak berimbang.

“Jessica depresi karena media memberitakan seolah-olah dialah yang

bersalah. Dia tidak bersalah,” ujar Yudi saat mendampingi Jessica di


kantor Polda Metro Jaya.
Terkait kopi yang dipesan Jessica, ujar Yudi, itu merupakan permintaan
Mirna. “Ada permintaan dari Mirna untuk pesan kopi Vietnam. Di Olivier,
si Jessica hanya mem-booking saja," katanya.

Personel kepolisian kemudian meminta bantuan tiga psikiater forensik


untuk memeriksa kondisi Jessica. Polda Metro Jaya juga melibatkan
Kepolisian Federal Australia pada pengusutan kematian Mirna. "Ada
informasi yang sedang kami cari dari Kepolisian Australia," ujar Krishna.

Ekspose ke Kejaksaan

Sebelum menetapkan tersangka pada kasus Mirna, kepolisian dua kali


mengekspose hasil penyidikan mereka ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Pada ekspose pertama, Kejati menyatakan berkas penyidikan kasus Mirna


tidak lengkap. "Ada beberapa hal yang harus dilengkapi. Nanti (nama
tersangka) harus ada dalam berkas perkara," ujar Asisten Pidana Umum
Kejati DKI Jakarta, Muhammad Nasrun, Selasa (26/1).

Usai ekspose, Kepolisian diketahui telah menerbitkan Surat Pemberitahuan


Dimulainya Penyidikan (SPDP) tanpa mencantumkan nama tersangka.

Usai ekspose kedua, Kepolisian dan Kejati mengaku telah mendapatkan


hasil signifikan. Mereka pun sepakat, gelar perkara bisa segera dilakukan.

"Saya harus memimpin rapat dengan rekan-rekan penyidik dan nanti


setelah rapat itu apa yang diputuskan dalam gelar perkara," ujar Krishna.

Jessica dicekal

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Imigrasi


Kementerian Hukum dan HAM, Heru Santoso Ananta Yudha, mengatakan
institusinya telah menerbitkan surat cegah dan tangkal (cekal) ke luar
negeri terhadap Jessica.

Pencekalan yang berlaku enam bulan atau hingga 26 Juni 2016 itu
dilakukan atas permintaan kepolisian melalui surat
No.R/541/I/2016/DATRO tertanggal 26 januari 2016.

Jadi tersangka dan ditahan

Setelah ekpos kedua, kepolisian langsung melakukan gelar perkara hingga


tengah malam. Jumat (29/1), pada pukul 23.00 WIB, penyidik menetapkan
Jessica menjadi tersangka pembunuhan Mirna.

"Penetapan dilakukan sehabis gelar perkara, jam 11 malam," kata Krishna.

Usai gelar perkara itu, penyidik langsung mencari Jessica di rumahnya.


Namun, rumah tersebut kosong. Setelah ditelusuri, penyidik mengetahui
keberadaan Jessica di sebuah Hotel Neo, di kawasan Mangga Dua.

Sabtu (30/1), sekitar pukul 7.45 WIB, Subdirektorat Kejahatan dan


Kekerasan Polda Metro Jaya menangkap Jessica di hotel tersebut.

Penyidik memeriksa Jessica kurang lebih selama 12 jam. Keputusan


penahanan diambil kepolisian karena mereka khawatir Jessica akan
melarikan diri, mengulang perbuatannya atau menghilangkan alat bukti.

"Penahanan berlaku untuk 20 hari. Jika penyidikan membutuhkan proses

lanjutan, kami akan meminta jaksa memperpanjang masa penahanan," kata


Krishna.
Kepolisian menjerat Jessica dengan Pasal 340 pada Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana tentang pembunuhan berencana. Berdasarkan pasal itu,
Jessica harus menghadapi ancaman pidana penjara minimal selama lima
tahun dan maksimal selama 20 tahun atau hukuman mati.

Di sisi lain, Yudi mempertanyakan alat bukti yang digunakan polisi untuk
menangkap dan menahan kliennya. Ia menduga bukti itu rekaan belaka.

"Siapa yang melihat, mendengar, mengalami, Jessica menaruh sianida? Itu


saja yang perlu diungkap," katanya.

Dua sahabat

Jessica dan Mirna merupakan teman sekampus di Billy Blue College of


Design, Sydney, Australia. Jessica adalah lulusan jurusan desain grafis
kampus itu.

Jessica tinggal di Australia sejak 2008. Kepolisian menyebut Jessica jarang


kembali ke Indonesia karena orang tuanya pun menetap di Australia sejak
2005.

Jessica pulang ke Indonesia, 5 Desember 2015, untuk mencari pekerjaan.


Sejak itu, ia menjalin komunikasi dengan Mirna dan Hani dan sepakat
untuk bertemu.

Pertemuan pertama Jesssica dan Mirna di Indonesia terjadi 12 Desember

2015. Saat itu Mirna mengajak suaminya untuk bertemu Jessica di sebuah
restoran.

Pertemuan pertama itu berlanjut ke pertemuan kedua yang berlangsung di


Restoran Olivier.
Olivier, menurut Jessica, merupakan tempat yang ditentukan oleh Mirna.
Sepulangnya dari Australia, Jessica mengaku tidak mengetahui banyak
lokasi kopi darat di Jakarta .

Pada pertemuan kedua di Restoran Olivier, Jessica tiba dua jam lebih awal
dari waktu yang ditentukan. Kepolisian mencatat, Jessica lantas
memesankan es kopi Vietnam sesuai permintaan Mirna, dan cocktail serta
fashioned fazerac untuk dia dan Hani.

Es kopi vietnam yang ia pesan ternyata menewaskan Mirna. Hasil uji


laboratorium forensik Mabes Polri menunjukkan, kopi itu dibubuhi tiga
gram racun sianida, dosis yang dapat menewaskan lima orang sekaligus.
(Sasongko, 2016)

Penahanan Jesika didasarkan pada bukti-bukti yang ditemukan oleh pihak


penyidik, diantaranya didasarkan pada keterangan ahli dan keterangan saksi yang
berada di tempat kejadian perkara ketika kejadian berlangsung.

Salah satu keterangan ahli yaitu berdasarkan ahli psikiatrik forensik, yang
menyatakan bahwa kejiwaan Jesika sedang dalam kondisi labil. Atau, lebih
mengarah ke arah depresi oleh karena rentetan masalah yang dihadapinya pada
tahun 2015, yang membuatnya nekat melakukan usaha bunuh diri.

Berita 6 - Jessica Kumala Wongso Beberapa Kali Mau Bunuh Diri Gara-gara
Pacar Bulenya
Jumat, 19 Agustus 2016 09:28

BANGKAPOS.COM, JAKARTA – Kasus persidangan pembunuhan Wayan


Mirna Salihin, dengan terdakwa Jessica Kumala kembali digelar di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (18/8/2016).
Kali ini menghadirkan ahli Psikiater forensik dari Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM), dr Natalia Widiasih Raharjanti.

Seperti yang dikutip dari Kompas TV dalam siaran langsungnya, Natalia


mengungkap bahwa bulan November-Desember 2015 adalah masa—masa
terberat bagi Jessica.

Berikut ini ringkasan fakta-fakta tentang Jessica Kumala Wongso yang


terungkap selama persidangan itu menghadirkan saksi ahli forensik dari
RSCM, di antaranya:

 Jessica ternyata sudah menjadi warga Australia

 Berkali-kali melakukan percobaan bunuh diri, yang sebagian besar


penyebabnya karena mantan kekasih yang bernama Patrick:

1. 28 Januari 2015, Jessica ancam melakukan bunuh diri kepada


mantan kekasihnya yang bernama Patrick

2. Berselang satu hari kemudian, Ia mulai melakukan percobaan


bunuh diri

3. 22 Agustus 2015, Jessica kembali mencoba melakukan bunuh


diri dengan cara menabrakkan mobilnya ke panti jompo

4. 26 Oktober 2015, Jessica lagi-lagi mencoba melakukan bunuh


diri. Ia meracuni dirinya menggunakan asap panggangan
barbeque

5. 15 November 2015, Jessica gagal melakukan bunuh diri.


Ditemukan pisau, skop dan alarm asap yang dibungkus dalam
plastik.
6. Satu bulan kemudian, Jessica kembali menelpon Patrick dan
mengancam untuk bunuh diri.

7. 22 November 2015, Jessica kembali melakukan percobaan


bunuh diri. Ditemukan alkohol dan catatan bunuh diri, inti
isinya adalah ia kecewa dengan Patrick yang berjanji mau
membantu, serta tidak mendapat support dari keluarganya.

(Fitriani, 2016)

Selain dari kondisi kejiwaan Jesika, ucapan Jesika ketika dilakukan pemeriksaan
psikologi oleh ahli psikiatri forensik yang menyatakan bahwa jika ia tidak pulang
ke Indonesia, maka Mirna tidak akan mati.

Berita 7 – Begini Jessica Kaitkan Kematian Mirna dengan Kepulangannya

JUM'AT, 19 AGUSTUS 2016 | 07:05 WIB


TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin,
Jessica Kumala Wongso, sempat menyesal pulang ke Indonesia. "Dia
bilang, ‘Kalau saya tak pulang ke Indonesia, Mirna tidak mati’," kata ahli
psikiatri, Natalia Widiasih Rahardjanti, saat persidangan di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat pada Kamis, 18 Agustus 2016.

Penyesalan itu diungkap Jessica secara spontan saat pemeriksaan psikologi


oleh ahli psikiatri forensik dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tersebut
akan berakhir. Saat itu Jessica ditanya penyesalan apa yang dirasakannya.
Dia menjawab secara singkat, “Harusnya tak pulang ke Indonesia.”

Namun Jessica tidak merinci maksud pernyataannya tersebut. Karena


proses pemeriksaan telah berakhir, Natalia tidak melanjutkan pertanyaan.
Menurut Natalia, keterangan dari teman-teman Jessica menyebutkan
bahwa Jessica pulang ke Indonesia karena berusaha lari dari
permasalahan yang dihadapinya. Jessica mengalami eskalasi emosi sejak
awal tahun lalu karena pacarnya, Patrick, selingkuh.

Keterangan ini didapatkan Natalia dari kepolisian Australia dan


wawancara dengan orang terdekat Jessica di Australia. "Jessica pernah
mencoba tiga kali bunuh diri dan menabrak panti jompo," ujar Natalia.
Masalah pada hubungan asmara ini juga mempengaruhi kinerja Jessica
saat bekerja. Padahal sebelumnya dia adalah karyawan yang baik.

Natalia mengatakan sosok Jessica cenderung stabil dan memiliki rencana-


rencana sebelum menjalani rutinitasnya. Namun mendadak sikapnya dapat
berubah menjadi impulsif jika ada tekanan dan hal-hal mendadak di luar
dugaannya. Ini yang bisa memicu tindak
kekerasan.

Jessica, Natalia menambahkan, memiliki peluang besar untuk bertindak


menyakiti diri sendiri atau orang lain, baik secara fisik maupun verbal. Hal
ini dipicu dari tekanan masalah dan tidak adanya dukungan dari
lingkungan sosial. Apalagi Jessica diketahui sedang bertengkar dengan
ayah dan kedua saudaranya.

Kepada temannya, Kristie Louise Carter, Jessica mengaku ia bisa saja


bunuh diri dan membunuh orang menggunakan pistol atau racun. Ucapan
itu diceritakan Kristie kepada Natalia saat diperiksa di Australia beberapa
bulan lalu.

"Jessica bilang ke Kristie, ‘Bisa saja saya ambil pistol atau ambil racun’,"
tutur Natalia. Saat itu Jessica bertutur dalam konteks upayanya hendak
bunuh diri sejak Januari 2015 karena masalah dengan sang pacar. Jessica
juga menjelaskan bisa saja dia meracun seseorang dengan dosis yang
tepat. Namun dia tak menjelaskan racun jenis apa yang akan digunakan.

Kuasa hukum Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan, menganggap upaya


jaksa penuntut umum mengungkap riwayat asmara Jessica di Australia
sebagai pembunuhan karakter. "Harusnya kalau Jessica marah ya sama
pacarnya, apa hubungannya dengan Mirna?" ucap Otto mengomentari
persidangan.

Dia mengatakan saksi ahli Natalia tidak memberi keterangan fakta,


melainkan hanya keterangan ahli terkait dengan perilaku Jessica. Dia juga
mengomentari eskalasi emosi yang diderita Jessica sejak setahun terakhir.
Menurut Otto, jika Jessica marah terhadap pacarnya, harusnya dia
membunuh sang pacar.

Mirna meninggal setelah meminum es kopi Vietnam di kafe Olivier, Grand


Indonesia, Jakarta Pusat, Januari lalu. Mirna diduga dibunuh dengan cara
diberi racun sianida melalui kopi yang ia minum. Jessica, teman Mirna
yang saat itu ada di lokasi, menjadi terdakwa pembunuhan Mirna.
(Hidayat, 2016)

Selain Psikiatri Forensik, Ahli Forensik juga menemukan adanya bercak hitam
pada lambung Mirna Salihin, yang mengindikasikan adanya keracunan.

Berita 9 – Ahli Digital Forensik Analisis Gerak-gerik Jessica Saat Mirna


Terbunuh
Kamis, 11 Agustus 2016, 06:35 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang Jessica Kumala Wongso,
terdakwa kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin kembali digelar untuk
kesebelas kalinya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (10/8). Dalam
sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi ahli
digital forensik dari Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri, AKBP
Muhammad Nuh Al Azhar.

Dalam sidang pengacara terdakwa Jessica mempertanyakan rekaman


CCTV yang ditayangkan majelis hakim. Hal ini karena, rekaman CCTV itu
terlihat pecah dan tidak menunjukkan bahwa Jessica menuangkan racun
sianida ke dalam minuman Mirna.

Muhammad Nuh pun mengakui kekurangan rekaman tersebut. Menurut


Nuh, hal itu lumrah sebab rekaman CCTV itu tidak mempunyai kualitas
seperti kamera profesional. Kendati demikian, berdasarkan ilmu forensik
digital hal tersebut masih bisa diperjelas.

"Dalam kasus Mirna ini yang merekam aktivitas Jessica hanya dua. Satu
yang ada di belakang dan dua yang ada di depan Jessica. Sementara yang
merekam aktivitas terdakwa sendiri ada di depan, CCTV dengan objek
sekitar 12 meter," kata Nuh di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu
(10/8).

Dalam rekaman tersebut Jessica memposisikan dirinya di belakang


tanaman, sehingga CCTV tidak merekam secara jelas kegiatan wanita yang
biasa dipanggil Jes tersebut. Namun, gerakan tangan, kepala, dan badan
Jessica masih terlihat, sehingga masih bisa dilakukan analisis.

"Dalam hal ini disebut distorsi gambar. Analoginya seperti puzzledengan


gambar utuh huruf A. Jadi, meski kepingan puzzle satu atau dua
menghilang, tapi tetap saja orang mengenal puzzle itu dengan huruf A,"
kata Nuh.

Dalam rekaman CCTV itu memang tidak terlihat secara langsung bahwa
Jessica menuangkan sesuatu ke dalam gelas. Karena, pergerakan Jessica
tertutupi oleh paper bag dan tanaman yang kebetulan sejajar dengan
CCTV. Namun, menurut Nuh, gerakan tangan kanan dan kiri yang
bergatian masuk ke dalam tas sudah bisa disimpulkan bahwa Jessica
memasukkan sesuatu.

"Itu satu keutuhan yang mulia. Contoh analogi, suara. Saya miliki anak
kembar identik. Dan ketika dari depan bersuara saya bisa membedakan.
Dari bersuara saya tahu anak yang mana. Tapi saya telepon, saya tidak
tahu," kata Nuh.

"Kalau distorsi gambar, misalnya anda beli celana, orang awam biasanya
bingung membedakan mana warna cokelat dan hijau. Hal ini disebabkan
karena cahaya lampu di ruangan warna kuning. Untuk kasus ini, bukan
distorsi warna yang kami analisis, tapi gerakan Jessica sendiri," ujarnya.
(Ainy, 2016)

Namun, dalam keterangan ahli forensik digital tersebut memang tidak ditemukan
bukti pasti bahwa Jesika yang menuangkan racun sianida ke dalam kopi vietnam
milik Mirna. Yang diutarakan hanyalah adanya gelagat dari Jesika yang
mencurigakan, ia menjejerkan tas di atas meja dan menolehkan kepala ke kiri dan
kanan melihat keadaan sekitar.

Berita 10 – Kata Ahli Gerakan Jessica Menaruh Sianida pada Kopi Tak
Ditemukan di CCTV
Rabu, 10 Agustus 2016 19:33 WIB

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - AKBP Muhammad Nuh


mengungkapkan tak menemukan gerakan Jessica Kumala Wongso menaruh
sianida di es kopi vietnam dalam rekaman camera closed circuit television
(CCTV).

Hal itu disebut oleh Ahli digital forensik Polri, Nuh sebagai kepingan yang
hilang.
"Ada kepingan yang tidak begitu kami dapatkan ketika terdakwa (Jessica)
menaruh sianida dalam gelas kopi (Vietnam)," kata Nuh di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, Rabu (10/8/2016).

Namun, tak ditemukannya gerakan Jessica menaruh sianida ke kopi Mirna


dalam rekaman CCTV bukan berarti melepaskan Jessica.

Nuh menganalogikan bila huruf A dibongkar menjadi 30 keping, lalu salah


satu keping hilang, maka orang disebut pasti menyebut itu adalah huruf A.

"Apalagi? Misal deret matematika. Dari 2, 4, 6, 8, 12 ada yang hilang.


Siapa pun dia bilang pasti yang hilang angka 10," kata Nuh.

Dalam kasus kematian Mirna, Nuh mengungkapkan banyak momen yang


dinilai penting untuk dianalisis. Ia tidak berfokus pada satu titik semata.

"Rangkaian itu dianalisa dengan momen lain," ujar Nuh.

Wayan Mirna Salihin meninggal setelah meminum kopi Vietnam yang


dipesan oleh Jessica Kumala Wongso di Kafe Olivier, Grand Indonesia,
Rabu (6/1/2016).
Jessica menjadi terdakwa kasus tersebut. JPU memberikan dakwaan
tunggal terhadap Jessica yakni Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan
Berencana.

(Simanjuntak, 2016)

Keterangan ahli yang lain yaitu didapatkan dari ahli toksikologi yang diutarakan
pada bulan Mei lalu. Rencananya ahli toksikologi ini akan didatangkan kembali
pada sidang hari Kamis, 25 Agustus 2016 mendatang.

Berita 11 – Poin-poin Kesaksian Saksi Ahli Toksikologi Forensik pada Sidang


Jessica

Kamis, 4 Agustus 2016 | 09:37 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli toksikologi forensik, Nursamran Subandi,
menjadi salah satu saksi ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU)
dalam sidang kasus kematian Wayan Mirna Salihin dengan
terdakwa Jessica Kumala Wongso.

Sebagai pihak yang memeriksa zat dalam lambung Mirna, Nursamran


memberikan keterangannya dalam sidang pengadilan terhadap Jessica
pada Rabu (3/8/2016) kemarin. Di hadapan majelis hakim, Nursamran
menyampaikan beberapa poin keterangan.

Zat dalam tubuh Mirna adalah Natrium Sianida (NaCN)

Nursamran memastikan, zat yang terdapat dalam tubuh Mirna adalah


natrium sianida (NaCN). Sianida dalam kopi yang diminum Mirna masih
dalam bentuk sianida bebas, belum terikat dalam bentuk senyawa yang
kompleks.

Natrium sianida merupakan zat beracun tinggi yang dapat mengganggu


enzim yang bekerja pada sistem pernapasan. Efek sampingnya pun
berlangsung sangat cepat.
Jumlah kandungan sianida di gelas dan lambung Mirna berbeda

Berdasarkan hasil uji laboratorium, Nursamran menyebutkan sianida


dalam lambung Mirna berjumlah sekitar 0,2 miligram per liter. Sementara
dalam gelas bekas es kopi vietnam Mirna ditemukan sianida sebanyak
7.400 miligram per liter, dan di bekas es kopi vietnam yang dituangkan ke
dalam botol ditemukan sebanyak 7.900 miligram per liter.

Perbedaan itu terjadi karena sianida merupakan zat yang mudah larut
dalam air. Kadar sianida yang berada di dalam lambung dapat menurun
drastis.

"Ada reaksi kalau kena asam bisa menjadi HCN kalau masuk lambung.
Kadar sianida yang kami dapat di gelas dan di lambung beda jauh, drop.
Di gelas ini enggak ada asamnya, kalo yang di lambung drastis (menurun).
Karena begitu masuk (ke dalam tubuh) langsung bereaksi dengan
temperatur keasaman," tutur Nursamran

Sianida yang dimasukan ke gelas es kopi vietnam diduga padat

Nursamran menduga zat sianida yang yang dimasukan ke dalam gelas


berisi es kopi vietnam yang diminum Mirna berbentuk padat karena
tingginya konsentrasi sianida yang terdapat di dalam barang bukti yang
diuji di laboratorium.

Meski berbentuk padat, Nursamran tidak dapat memastikan apakah sianida


tersebut berbentuk bongkahan. Sebabnya, sianida merupakan zat yang
rapuh dan mudah dipecahkan.

Dia menjelaskan, sianida yang masuk ke dalam tubuh Mirna sudah


berbentuk larutan karena sifat sianida yang sangat mudah larut dengan air.

"Sudah larutan, seperti gula dalam teh. Larutnya cepat sekali," kata
Nursamran.
Sianida dimasukan ke dalam gelas pada pukul 16.30 - 16.45
Berdasarkan hasil simulasi ahli toksikologi forensik, sianida dimasukan
dalam es kopi vietnam Mirna pada rentang waktu pukul 16.30 hingga 16.45
WIB.

Nursamran menyebutkan bahwa telah dilakukan pengujian terhadap es


kopi vietnam bersianida. Dalam pengujian itu, komponen cairan kopi yang
diuji sama dengan kopi barang bukti. Selain itu, kata Nursamran,
konsentrasi anion sianida di dalam cairan kopi yang diuji sama dengan
konsentrasi awal pada saat pelaku menambahkan natrium sianida ke dalam
kopi.

Saat pengujian, kondisi penyimpanan cairan kopi yang diuji sama dengan
kondisi penyimpanan cairan kopi barang bukti. Dalam waktu 0 jam,
konsentrasi anion sianida 9.880 miligram per liter. Setelah dilakukan
pengukuran, untuk mencapai konsentrasi anion sianida 7.900 miligram per
liter sesuai dengan barang bukti (BB) II minuman es kopi vietnam dalam
botol, diperlukan waktu sekitar 90 jam 9 menit 36 detik.

Saat itu, pengukuran dilakukan pada 10 Januari 2016 pada pukul 10.30.
Jadi, bila ditelusuri ke belakang dan sesuai dengan waktu pengukuran,
dapat ditentukan bahwa natrium sianida dimasukkan pelaku ke dalam
minuman kopi Mirna pada 6 Januari 2016 pukul 16.00 lewat 39 menit
lewat
36 detik.

"Tapi namanya perhitungan, setiap perhitungan ada namanya deviasi.


Kami buat rentang 16.30 sampai 16.45," kata Nursamran.

Pelaku pintar

Nursamran menjelaskan bahwa efek sianida akan hilang saat dimasukan


atau dicampurkan ke dalam air panas. Sianida akan memiliki efek samping
jika air yang dicampurkan itu dingin.

Dia pun menyebut pelaku yang memasukkan sianida ke dalam es kopi


vietnam Mirna adalah orang yang pintar.
"Makanya pelaku ini cukup smart, pintar Yang Mulia (Majelis Hakim).
Artinya, dia tahu kalau sianida kena panas itu hilang," kata dia.

Saat dikonfirmasi seusai persidangan, Nursamran tidak ingin menduga-


duga siapa pelaku yang menaruh sianida ke dalam gelas es kopi vietnam
tersebut. Dia hanya memberikan keterangan sesuai dengan kapasitasnya
sebagai ahli.

Nursamran hanya mengatakan sifat zat sianida mudah terurai jika terkena
panas, seperti temperatur tinggi, pencahayaan langsung, juga derajat
keasaman. Dia enggan mengaitkan pernyataannya itu pada orang tertentu.

Warna kopi bersianida berubah karena reaksi kimia

Nursamran menjelaskan, barang bukti es kopi vietnam dapat berubah


warna sehingga terjadi perbedaan warna pada saat kejadian Mirna
meninggal dan warna saat ini. Perubahan atau perbedaan warna tersebut
terjadi karena adanya reaksi kimia.

Dia mengatakan, reaksi kimia di dalam barang bukti kopi vietnam terus
berlangsung. Perubahan warna yang muncul pun tidak dapat diprediksi.

"Enam bulan reaksi ini berlangsung. Kami tidak bisa prediksi dengan
bahan reaktif sianida itu. Kami enggak bisa prediksi reaksi apa yang
terjadi, bisa aja warnanya merah atau yang lain," ucap Nursamran.

Pada beberapa sidang sebelumnya, majelis hakim beberapa kali


menunjukkan barang bukti es kopi vietnam kepada para saksi yang
merupakan pegawai Kafe Olivier. Hal itu dilakukan untuk mengetahui
apakah warna es kopi vietnam yang diminum Mirna sama dengan barang
bukti es kopi vietnam yang dimiliki jaksa.

Namun, para saksi menyebutkan warna barang bukti es kopi vietnam yang
ditunjukkan majelis hakim berbeda dengan es kopi vietnam yang mereka
lihat saat diminum Mirna pada 6 Januari 2016.
Mereka menyebutkan, es kopi vietnam yang diminum Mirna lebih pekat dan
berwarna kekuningan dibandingkan dengan barang bukti yang
diperlihatkan hakim.

(Sari, 2016)

Selain bukti-bukti yang didapatkan dari keterangan ahli, terdapat beberapa


keterangan saksi yang di utarakan di pengadilan. Salah satu diantaranya adalah
pegawai kafe olivier.

Berita 12 – Poin-poin Kesaksian Pegawai Olivier dalam Sidang Kasus Jessica

Kamis, 21 Juli 2016 | 08:08 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com – Jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan
tiga pegawai Kafe Olivier sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan
pembunuhan berencana dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (20/7/2016).

Tiga pegawai itu adalah Aprilia Cindy Cornelia sebagai resepsionis,


Marlon Alex Napitupulu sebagai pelayan, dan Agus Triyono yang juga
pelayan.

Dalam persidangan itu, Cindy yang pertama kali menyampaikan


keterangannya. Ia mengaku melayani Jessica saat pertama kali terdakwa
datang ke Kafe Olivier.

Saat itu, Jessica datang pada Rabu (6/1/2016) sekitar pukul 15.30 WIB.
Jessica awalnya memesan tempat untuk empat orang di area dilarang
merokok.

Jessica, kata Cindy, sempat masuk ke dalam, tepatnya di daerah lorong


kafe untuk melihat situasi sekitar.

Kemudian ia kembali lagi kepada Cindy. Jessica diketahui tak langsung


menuju tempat duduk.
Saat itu, Jessica mengatakan kepada Cindy bahwa ia akan kembali lagi
pukul 16.00 WIB. Sebab, teman-teman Jessica ketika itu belum datang.

Kemudian pukul 16.14 WIB, Jessica kembali datang. Cindy pun langsung
mengantarkan Jessica ke area no smoking di meja berkapasitas empat
orang.

Di Kafe Olivier, terdapat banyak meja berkapasitas empat orang. Namun,


ada perbedaan bangku pada meja-meja tersebut. Ada yang dilengkapi
bangku kayu, ada juga yang dilengkapi sofa.

Meja nomor 54

Pada hari itu, Cindy mengarahkan Jessica untuk memilih bangku jenis sofa.

Terdapat tiga meja berkapasitas empat orang dengan bangku sofa di Kafe
Olivier, yakni meja 53, 54 dan 55. "Table 53 dan 55 ada orangnya," kata
Cindy di PN Jakpus, Rabu (20/7/2016).

Hakim Kisworo kembali bertanya kepada Cindy apakah Jessica sengaja


memilih meja nomor 54 atau tidak.

Cindy pun menjawab bahwa Jessica memilih meja tersebut karena hanya
meja nomor 54 yang kosong dan sesuai pesanan Jessica. "Iya (tak bisa
milih)," kata Cindy.

Setelah itu, Cindy memberikan daftar menu kepada Jessica. Cindy pun
mengaku tak tahu menahu lagi apa yang terjadi di meja tersebut.

Sebab, ia mengaku tidak bertanggungjawab lagi setelah mengantarkan


menu kepada pengunjung.

Penasihat hukum Jessica, Otto Hasibuan, mempertegas apakah Cindy


mengetahui ada gerakan Jessica yang memasukkan sesuatu atau sianida ke
dalam minuman yang dipesannya atau tidak.
Cindy pun menjawab tak tahu. Sebab, saat itu ia tak melihat yang
dilakukan Jessica di meja.

Jessica langsung bayar

Selanjutnya, jaksa menghadirkan Marlon di ruang persidangan untuk


bersaksi. Marlon adalah pelayan yang mengantarkan dua minuman coktail
kepada Jessica. Ia mengaku mengantarkan coktail setelah bartender selesai
membuat coktail pesanan Jessica. Marlon mengantar langsung minuman
itu ke meja Jessica.

Saat menaruh coktail di meja, Marlon mengaku melihat es kopi vietnam


yang dipesan Jessica untuk Mirna. Selain itu, ia melihat tiga paper bag di
atas meja.

Namun Marlon tak tahu pasti isi paper bag tersebut. Marlon juga mengaku
melihat sedotan sudah ada di dalam gelas es kopi mirna.

Sedotan tersebut masih utuh dengan pembungkus di bagian ujungnya. Tak


lama kemudian, Jessica meminta kepada Marlon untuk membayar lunas
pesanan.

Marlon sedikit heran. "Dia (Jessica) minta close bill, saya tanya, 'Kenapa
langsung bayar Kak? kan minumannya belum jadi'. 'Saya (Jessica) mau
traktir teman-teman saya'," kata Marlon.

Berdasarkan keterangan saksi sebelumnya, di kafe itu, Jessica akan


bertemu dengan ketiga temannya, yakni Wayan Mirna Salihin, Hani alis
Boon Juwita, dan Vera.

Jessica pun diantar Marlon ke kasir untuk membayar pesanan. Namun,


menurut Marlon, pembayaran langsung oleh tamu sangat jarang terjadi di
Kafe Olivier.
"Bukan standarnya sih. Dia yang meminta untuk close bill. Kalau
untuk close bill itu jarang dan mungkin tidak pernah," sambung Marlon.

Tamu, lanjut Marlon, bila ingin mentraktir teman, biasanya hanya


membayar dana pertama (DP). Bila sudah selesai, maka tamu akan
melunasi pembayaran.

Pada akhir kesaksian, penasihat hukum kembali menegaskan kepada


Marlon, apakah ia melihat gerakan Jessica menaruh sianida dalam kopi
Mirna atau tidak.

Marlon pun menjawab tidak. Sebab, ia mengaku tak memerhatikan Jessica


selain saat bertugas menaruh dua coktail di meja Jessica.

Keterangan Marlon dilanjutkan dengan kesaksian pelayan lainnya, yakni


Agus Triyono.

Adapun Agus merupakan penyaji es kopi vietnam di meja Jessica.


Penyajian kopi pun langsung di meja, tepat di depan pelanggan.

Dari kesaksian Agus, setelah menyajikan kopi, ia pergi dan tak melihat
Jessica lagi. Ia pun tak tahu menahu soal sianida dalam kopi Mirna itu.

Namun, ia mengaku sempat melihat keanehan dalam kopi Mirna.

"Saya habis istirahat, jam 17.30-an, saya kerja lagi keliling lihatin meja-
meja. Pas lewat table 54, saya sempat lihat ada minuman yang aneh, terus
bercanda ke teman saya, Rosi, 'Itu Ibunya minum jamu kunyit?' Saya bilang
itu sambil bercanda. Enggak lama, Ibu itu kolaps," kata Agus.

Ibu yang dimaksud Agus adalah Mirna. Saat Mirna tampak kolaps, kata
dia, para pelayan kafe kaget dan langsung melakukan pertolongan.
Belum 50 persen
Lantas, bila tak ada yang tahu soal sianida, bagaimana jaksa membuktikan
bahwa Jessica yang menaruh racun di gelas Mirna tersebut?

JPU, Ardito Muwardi, mengatakan bahwa fakta yang terungkap dalam


persidangan Rabu itu kurang dari 50 persen.

Oleh karena itu, ia meminta media mengikuti persidangan secara runtun.


Jaksa pun belum menampilkan rekaman kamera CCTV soal gelagat Jessica
yang diduga ketika itu menaruh sianida ke gelas kopi.

"Nanti silakan teman-teman ikuti. Ini harus diikutin runtut. Kami akan
simpulkan dalam surat tuntutan. Hakim akan simpulkan dalam surat
putusan. Teman-teman media bisa sampaikan ke publik," tegas Ardito.

Mirna meninggal setelah meminum kopi Vietnam yang dipesan oleh Jessica
Kumala Wongso di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Rabu (6/1/2016). Jessica
menjadi terdakwa kasus tersebut.

Ia didakwa dengan dakwaan tunggal, yakni Pasal 340 KUHP tentang


Pembunuhan Berencana.

(Cahya, 2016)

Keterangan saksi lain juga didapatkan dari pembuat kopi (barista) kopi vietnam di
kafe Olivier pada saat kejadian. Ia mengatakan bahwa dirinya telah membuat kopi
sesuai standar.
Berita 13 – Kesaksian Pembuat Kopi Pesanan Jessica : Saya Buat Kopi Sesuai
Standar

Kamis, 21 Juli 2016 | Jam 12.02


Beritasatu.com. Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU), kembali
menghadirkan pegawai Kafe Olivier dalam sidang lanjutan kasus kopi
beracun dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso, di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, hari ini.

Saksi yang dihadirkan adalah Rangga, selaku barista yang pembuat es kopi
vietnam pesanan Jessica.

Awal kesaksiannya, Rangga menjelaskan sudah berapa lama kerja dan apa
job desk-nya di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat.

"Saya kerja dari 9 Juni 2015, jadi sudah satu tahun lebih. Tugas pokok
saya sebagai barista. Melayani dan membuat produk-produk dari kopi,
antara lain capucino, hot latte," ujar Rangga, di PN Jakarta Pusat, Jalan
Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (21/7).

Rangga mengakui, jika es kopi vietnam pesanan Jessica adalah buatannya.


Dirinya, membuat sesuai standar resep.

"Saya yang menyiapkan. Saya melayani sesuai print ada pesanan dari meja
54, saya bikin. Saya buat kopi sesuai standar, kopi 20 gram, susu 50
miligram, es batu, dan air panas. Kemudian, saya taruh di depan meja
kasir," ungkapnya.

Ketua Majelis Hakim Kisworo menanyakan, apakah ada yang bisa


memegang-megang pesanan kopi setelah disiapkan, Rangga menyatakan,
tidak ada.

"Tidak ada yang bisa pegang selain karyawan. Yang mengantar Agus
Triyono. Saya yakin betul sudah benar membuatnya," katanya.
Menyoal apakah tidak ada zat lain yang dimasukan ke dalam kopi, Rangga
tegas menyatakan tidak ada.

"Tidak ada. Saya yakin. Saya membuat sesuai resep standar restoran,"
jelasnya.

Ihwal apakah ada pembicaraan-pembicaraan atau perintah kepada


dirinya, Rangga menyatakan tidak ada.

"Tidak ada. Setelah buat minuman, saya biasa saja. Saya stand by di bar.
Tidak ada menerima apa pun," katanya.

Sementara itu, Hakim Anggota Binsar Gultom menanyakan, setelah dipakai


teko air dibawa ke mana?

"Teko dikembalikan ke barista. Kemudian, dibawa ke pantry dicuci. Satu


teko bisa untuk dua gelas. Namun, kita standar satu gelas. Kalau ada sisa
langsung kita buang dan diganti air panas baru," terangnya.

Terkait sisa kopi dibawa kemana, Rangga menyampaikan, awalnya dibawa


ke barista, lalu dibawa ke pantry.

"Bu Devi (supervisor) datang, dicicipi bu Devi. Cicipnya ambil pakai


sedotan, ditetes ke tangan, kemudian dia melepeh. Kata bu Devi parah
banget ini, simpan ini," tandasnya.

Hingga saat ini, sidang masih berlangsung, dipimpin Ketua Majelis Hakim
Kisworo, bersama hakim Binsar M. Gultom dan Martahi Hutapea.

Terdakwa Jessica yang menggunakan kemeja putih dan celana bahan


hitam, nampak tenang mengikuti kesaksian yang disampaikan saksi
Rangga.

(Marhaenjati, 2016)
Kesaksian lain didapatkan dari pembantu Jessica, yang menurut pihak penyidik
merupakan saksi kunci kasus kematian Wayan Mirna Salihin. Menurut pengakuan
pembantunya, Sri Nurhayati, ia mengatakan bahwa dua hari setelah kejadian,
majikannya; yaitu Jessica, memintanya untuk membuang celana yang dikenakan
Jessica pada saat kejadian.

Berita 14 – Jessica Buang Celana Dua Hari Setelah Kematian Mirna

RABU, 27 JANUARI 2016 | 06:30 WIB


TEMPO.CO, Jakarta - Jessica Kumala Wongso diketahui membuang
celana yang dipakainya saat minum kopi bersama Wayan Mirna Salihin di
Olivier Café, Grand Indonesia, pada 6 Januari 2016. Ia meminta pembantu
rumahnya di Sunter Agung, Jakarta Utara, membuang celana itu dua hari
setelah kematian Mirna.

Keterangan tersebut disampaikan pembantu Jessica yang kini ada dalam


perlindungan polisi karena memberikan keterangan berbeda dengan
majikannya. Saat polisi menanyakan celana itu, Jessica mengatakan
dibuang oleh pembantunya karena robek. Kepada polisi, seperti dikutip
Direktur Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Metro Jakarta Komisaris
Besar Krishna Murti, justru Jessica yang meminta celana tersebut dibuang.
Keterangan itu diperkuat kesaksian Paulus Sukiyanto, ketua rukun tetangga
di tempat tinggal Jessica. Paulus ikut menemani polisi menggeledah rumah
Jessica pada 10 Januari 2016 pukul 22.00. Menurut dia, celana adalah
benda yang dicari polisi terakhir karena tak menemukannya setelah
menggeledah kamar Jessica di lantai 2.

Pembantu itu, kata Paulus, bersaksi telah membuang celana ke tempat


sampah di dekat rumah Jessica. Polisi pun lalu mencari ke sana. Tapi
mereka tak menemukan celana yang dicari. Esoknya mereka kembali lagi
dan hanya menemukan celana laki-laki. “Lima jam kami mencari tak
ditemukan,” kata Paulus pada Selasa, 26 Januari 2016.
Polisi memerlukan celana itu untuk menelusuri residu racun sianida yang
ditemukan dalam kopi Mirna. Racun itulah yang membunuh perempuan 27
tahun tersebut. Dari CCTV kafe dan keterangan Hani, teman lain yang ikut
minum kopi, kopi es Vietnam yang diminum Mirna sudah dipesan Jessica
dan telah ada ketika mereka tiba di Olivier Café.

Jessica sadar ia dicurigai sebagai pembunuh teman kuliahnya di Australia


itu. Sudah enam kali diperiksa, polisi terkesan hati-hati menetapkan
tersangka. Krishna Murti mengatakan segera mengumumkannya setelah
semua bukti dipaparkan di depan jaksa kemarin.
(Puspitasari, 2016)

Selain kesaksian dari pembantu rumah tangga Jesika, kasir Olivier mengungkapkan
kejanggalan Jessica bayar kopi Mirna.

Berita 15 – Kasir Olivier Ungkap Kejanggalan Jessica Bayar Kopi Mirna

KAMIS, 28 JULI 2016 | 06:30 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Pada sidang lanjutan perkara pembunuhan Wayan


Mirna Salihin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu kemarin, kasir
Kafe Olivier, Jukiah, mengungkapkan adanya kejanggalan saat terdakwa
Jessica Kumala Wongso membayar minuman yang dipesannya. Menurut
Jukiah, selama setahun menjadi kasir di kafe tersebut, baru Jessica yang
membayar minuman sebelum pesanannya dibuat.
"Pembayaran di awal seperti itu sebelumnya belum pernah ada. Biasanya
orang membayar setelah pesanan dibuat," ujar Jukiah saat memberikan
kesaksian di PN Jakarta Pusat, Rabu, 27 Juli 2016.
Hakim anggota Binsar Gultom mempertanyakan soal pembayaran yang
dilakukan Jessica tersebut. "Lazimkah jika pesanan belum diantar ke meja
pemesan, kemudian sudah dilakukan pembayaran? Apakah hal itu juga
sebelumnya pernah dilakukan pemesan lain?"
Binsar pun menanyakan apakah Jukiah sempat curiga atas apa yang
dilakukan Jessica. "Apakah Saudara merasa curiga?" tanyanya.

Saat itu, Jukiah mengaku tidak curiga terhadap Jessica. Karena tidak
mengenal Jessica, Jukiah hanya melakukan tugasnya, melayani pembeli
sesuai dengan prosedur sebagai kasir. "Saya tidak ada kecurigaan,"
katanya.

Dalam sidang itu, Jukiah mengaku tak melihat kejadian pembunuhan


terhadap Mirna. Sebab, kata dia, posisinya berada di kasir sehingga tidak
mengetahui peristiwa yang terjadi di dalam kafe. "Apa yang saya lakukan
untuk menyelesaikan tugas, sudah sesuai dengan SOP perusahaan,"
tuturnya.

Mirna tewas setelah minum es kopi Vietnam di Kafe Olivier yang berada di
mal Grand Indonesia pada 6 Januari 2016. Kopi itu dipesan Jessica
sebelum Mirna tiba.

(Aziz, 2016)

Manajer Kafe Olivier pun memberikan saksi. Menurutnya, ketika Mirna terjatuh
setelah meminum kopi vietnam, Jessica tampak biasa saja. Tidak panik ataupun
tampak cemas.

Berita 16 – Manajer Kafe Olivier: Saat Mirna Jatuh, Jessica Biasa Saja

RABU, 27 JULI 2016 | 23:01 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Manajer Kafe Olivier, Devi Siagian,


mengungkapkan kejanggalan sikap Jessica Kumala Wongso saat
menyaksikan rekannya, Wayan Mirna Salihin, terjatuh sehabis meminum es
kopi Vietnam di kafenya. Devi memberikan kesaksian itu dalam kasus
pembunuhan Mirna dengan tersangka Jessica dalam Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, Rabu, 27 Juli 2016.
Devi mengatakan bahwa Mirna saat itu bertemu dengan Jessica dan satu
rekannya lagi, Hani Juwita Boon. Saat Mirna terjatuh setelah meminum es
kopi Vietnam, kedua rekannya itu mengeluarkan reaksi yang sangat
berbeda. Hani terlihat panik, sedangkan Jessica tampak biasa saja, bahkan
terkesan seperti orang gelisah.

"Dia (Hani) terlalu panik. Saya minta dia telepon keluarga Mirna. Dia
sibuk telepon suaminya Mirna juga. Dia bingung mau ngapain," kata Devi.
"Jessica hanya memegang rambut dan lihat kanan-kiri seperti orang
gelisah," katanya.

Devi menuturkan, sesaat setelah meminum kopi itu, Mirna terlihat seperti
terserang penyakit epilepsi dengan mengeluarkan busa di bagian mulutnya.

"Mulutnya keluar busa warna cokelat. Saya enggak fokus ke warna


kulitnya. Yang saya tahu, dia nyender ke belakang. Matanya terbuka dan
seperti kesulitan bernapas," katanya.

Mirna menjadi korban pembunuhan setelah menenggak es kopi Vietnam yang


dicampurkan dengan senyawa Sianida. Polisi menetapkan Jessica sebagai
tersangka dalam kasus itu dan kini sedang menjalani persidangan.
(Aziz, 2016)

Hani Juwita Boon, salah satu saksi mata di tempat kejadian; dan tidak lain juga
merupakan teman baik dari korban, Wayan Mirna Salihin, dan terdakwa, Jessica
Kumala Wongso; turut memberikan kesaksian di pengadilan. Menurut
keterangannya, Mirna mengatakan bahwa kopi yang ia minum rasanya sangat
tidak enak. Mirna tampak mengibas-ngibaskan tangan di depan mulutnya,
sebelum kemudian kejang-kejang dan keluar busa dari mulutnya. Selain itu, Hani
juga mengaku bahwa sedikit mencicipi kopi vietnam milik Mirna di lidahnya,
namun tidak sampai tertelan.
Berita 17 – Usai Minum Kopi Sianida, Ini Kata-kata Terakhir Mirna kepada
Hani

Komaruddin Bagja Arjawinangun

Rabu, 13 Juli 2016 − 12:57 WIB


JAKARTA - Sahabat Wayan Mirna Salihin, Hani memberikan kesaksian
dalam sidang kelima kasus pembunuhan menggunakan sianida dengan
terdakwa Jessica Kumala Wongso.Hani pun mengingat kata-kata terakhir
Mirna usai meminum kopi di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat
pada 6 Januari 2016 lalu.
"Setelah minum, Mirna bilang, 'ini enggak enak banget. This is so awful',"
kata Hani dalam kesaksiannya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat,
Rabu (13/7/2016). Hani melanjutkan, wajah sahabatnya tersebut pun
terlihat marah.
Hani pun meminta untuk diambilkan air putih. Jessica merespons dan
langsung mengambilkan air putih untuk Mirna. Tinggal lah berdua Mirna
dan Hani.
Mirna pun menyebut rasa kopinya sangat parah dan tidak ada aroma kopi.
"Han gue enggak bohong, ini parah banget. Sumpah enggak enak," kata
Hani menirukan ucapan Mirna.
Hani pun mencicipi sedikit kopi yang diminum Mirna dan benar rasanya
aneh. Namun kopi itu tidak sampai ditelannya. Di lidah Hani, kopi itu
terasa pedas dan panas. Hani pun lansung mengajak Mirna melihat menu.

"Begitu saya lihat menu, untuk tahu menu apa yang kita pesan. Baru saya
lihat, Mirna sudah menengok dan bersandar tatapan kosong, keluar busa
dari mulut, masih berusaha bernapas dan langsung meludah" urainya
dengan berlinang air mata.
Setelah kejadian itu, Hani langsung menghubungi Arief Soemarko suami
Mirna dan memintanya untuk cepat datang. Mirna pun dibawa ke klinik di
Grand Indonesia. Sampai di klinik dokter meminta untuk segera membawa
Mirna ke rumah sakit.
Setibanya di RS Abdi Waluyo Mirna masuk ke UGD dan menjalani
pemeriksaan. Namun akhirnya nyawanya tidak tertolong.
(Arjawinangun, 2016)

Dari pihak pengacara Jesika, Otto Hasibuan mengatakan bahwa kliennya tidak
bersalah. Dalam pengadilan, ia mengatakan bahwa sebenarnya pembunuh Mirna
tiada lain adalah suami dari Mirna Salihin itu sendiri, yaitu Arief. Menurutnya,
suami Mirna merencanakan pembunuhan dengan membayar pelayan yang
bernama Rangga sejumlah 140 juta untuk menuangkan racun ke dalam kopi
Mirna.

Berita 18 – Pengacara Jessica, Suami Mirna Transfer Uang Rp 140 Juta


kepada Barista untuk Bunuh Mirna
Kamis, 28 Juli 2016 09:50

BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Salah seorang barista kafe Olivier yang


bersaksi dalam persidangan kasus kematian Wayan Mirna Salihin, Rangga
Dwi Saputra, disebut menerima uang Rp 140 juta dari Arief Sumarko,
suami Mirna.

Hal itu diungkapkan salah satu kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan, pada
sidang lanjutan untuk mengadili terdakwa dalam kasus itu, yaitu Jessica
Kumala Wongso.

"Rangga itu mengaku sama dokter waktu diperiksa, dia juga mengiyakan
kalau dia menerima transfer dari Arief untuk membunuh Mirna. Rangga
mengiyakan dan itu ada dalam BAP (berita acara pemeriksaan) polisi.
Kami bukan mengada-ngada," kata Otto pada Rabu (27/7/2016) malam.
Menurut Otto, dari data yang dia miliki, seseorang mengaku polisi sempat
mendatangi kafe dan mencari orang yang namanya Rangga. Orang itu
mengatakan bahwa Rangga adalah suruhan Arief untuk meracuni Mirna.

Sebagai imbalannya, Rangga ditransfer bayaran sebesar Rp 140 juta. Saat


mendengar keterangan seperti itu, anggota majelis hakim, Binsar Gultom,
menanyakan langsung kepada Rangga yang hadir pada persidangan itu.

Rangga mengungkapkan, dia telah membantah pernyataan Otto dan


sebelumnya sudah pernah melaporkan hal itu ke Jatanras Polda Metro
Jaya atas tuduhan pencemaran nama baik.

"Saya membantah, Yang Mulia. Kalau saya terima, saya sudah berhenti
kerja," tutur Rangga.

Meski sudah dibantah, Otto bersikeras bahwa keterangan Rangga yang dia
ucapkan tadi bukan keterangan palsu.

Otto kembali menegaskan bahwa keterangan Rangga yang membenarkan


menerima uang ratusan juta rupiah dari Arief untuk membunuh Mirna
adalah valid.

Secara terpisah, Arief yang masih mengikuti jalannya persidangan juga


membantah.
Menurut Arief, dia belum pernah bertemu dengan Rangga sebelum di
persidangan kasus pembunuhan istrinya. "Enggak pernah (ketemu
Rangga), enggak benar itu," ujar Arief.

Sidang untuk mengadili Jessica masih akan dilanjutkan pada Kamis


(28/7/2016) besok dengan agenda pemeriksaan saksi dari kafe Olivier yang
belum memberi keterangan pada sidang.

Sidang yang berlangsung menghadirkan belasan saksi, termasuk


Darmawan Salihin dan Hanie, selaku ayah dan teman Mirna.

(Malaka, 2016)

Namun tuduhan itu dibantah oleh pelayan yang menyajikan kopi Vietnam Mirna.

Berita 19 – Suami Mirna Bantah Bayar Barista Kafe untuk Bunuh Istrinya

KAMIS, 28 JULI 2016 | 20:02 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Arief Soemarko, suami Wayan Mirna Salihin,


membantah bahwa dirinya membayar barista Kafe Olivier untuk meracuni
istrinya. Bantahan itu disampaikan dalam sidang di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat pada Kamis, 28 Juli 2016.

Menurut dia, polisi sudah memeriksa dan tak ditemukan bukti terkait
dengan tuduhan tersebut. "Semua akun saya diambil dan diperiksa dan
tidak ada apa-apa," katanya.

Arief menjelaskan hal itu karena Otto Hasibuan, kuasa hukum Jessica
Kumala Wongso, menyebut barista kafe bernama Rangga Dwi Saputra
menerima uang Rp 140 juta dari Arief Soemarko. Uang itu, kata Otto, untuk
membunuh istrinya. Keterangan itu tercatat dalam BAP kepolisian.

Menurut Arief, polisi selama ini sudah bertindak profesional hingga kasus
ini bisa disidangkan. Jadi, katanya, tidak ada yang seperti itu.
Dia menilai, persoalan itu mungkin berkaitan dengan adanya pihak yang
berniat memeras Kafe Olivier. "Mungkin ada pihak yang tidak suka dengan
mereka," ujarnya.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar


Krishna Murti menyampaikan bahwa apa yang disampaikan Otto bukan
BAP kepolisian. "Itu dokumen medis," katanya.

Dia menjelaskan bahwa Rangga memang menceritakan soal kedatangan


orang mengaku polisi itu kepada psikiater saat Rangga dites kejiwaan.
Rangga membantah menerima uang itu, apalagi membunuh Mirna.
(Chairunnisa dan Adyatama, 2016)

Terlepas dari segala keterangan ahli dan saksi yang memberatkan kliennya, Otto
Hasibuan mengatakan bahwa terdapat saksi kunci lain yang melihat gerak-gerik
Jesika di kafe Olivier, yang duduk tidak jauh dari meja nomor 54, tempat Jesika,
Mirna, dan Hani.

Berita 20 – Ada Saksi Kunci Lain yang Lihat Mirna Semaput Usai Seruput
Kopi
Arga sumantri • 19 Agustus 2016 00:41 WIB
Metrotvnews.com, Jakarta: Ada seseorang yang dinilai bisa menjadi saksi
kunci atas peristiwa meninggalnya Wayan Mirna Salihin usai menyeruput
es kopi Vietnam. Orang itu pernah diperiksa polisi dan masuk dalam berita
acara pemeriksaan (BAP).
Pengacara terdakwa Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan mengatakan,
saksi itu bernama Hartanto Sukmono. Dia merupakan Direktur Pemasaran
salah satu perusahaan otomotif.
"Direktur itu ada saat kejadian, saksi mata dia," ujar Otto di sela sidang di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Raya, Kamis (18/8/2016).

Hartanto, kata Otto, pada Rabu, 6 Januari ada di kafe Olivier. Dia sedang
duduk tidak jauh dari meja nomor 54, tempat Jessica dan Mirna ngopi
bareng.

Namun Otto tak bisa merinci di meja nomor berapa Hartanto duduk. Tapi,
dari keterangan yang tercantum di BAP, posisi duduk Hartanto cukup
dekat dan melihat gerak-gerik Jessica.
"Ada sekitar 2,5 meter (dari meja Jessica). Dia juga sudah diperiksa oleh
penyidik," lanjut Otto.
Dalam keterangannya di BAP, kata Otto, Hartanto tidak melihat Jessica
memasukkan sesuatu ke dalam gelas es kopi Vietnam yang diminum Mirna.
Disebutkan dalam keterangannya, pada pukul 16.20 WIB-16.30 WIB,
Jessica terlihat tengah memainkan ponselnya.
"Jadi kalau itu ada, berarti kan apa yang ditunjukkan saksi ahli rekaman,
(tangan Jessica) masuk ke tas itu enggak bener dong. Karena ternyata dia
di situ bukan megang tas, tapi pegang telepon," jelas Otto.

Pada sidang, sebelumnya, dua ahli informasi dan teknologi yang


membedah rekaman kamera pengintai Kafe Olivier menyebutkan kalau ada
gerak-gerik Jessica yang dinilai janggal. Beberapa aktifitas Jessica juga
disebut krusial berpotensi memasukkan sesuatu dalam gelas kopi Mirna.
(Surmantri, 2016)

Hingga saat ini, status Mirna masih terdakwa. Sidang peradilannya pun masih
berjalan sampai sekarang, belum ada keputusan akhir apakah pelaku sebenarnya
memang Jesika atau bukan. Namun, menurut penuturan majelis hakim kasus
pembunuhan Wayan Mirna, Kisworo, telah mewanti-wanti bahwa sidang vonis
harus dijalani selambat-lambatnya pada tanggal 21 Oktober karena masa tahanan
Jesika berakhir pada 5 November 2016.
Berita 21 – Sidang Kasus Pembunuhan Mirna
Ketua Majelis: Jessica Wongso Harus Divonis Pada 21 Oktober
Kamis 18 Aug 2016, 19:47 WIB
Jakarta - Ketua majelis hakim kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin,
Kisworo, mewanti-wanti jaksa dan pihak terdakwa Jessica Kumala Wongso
untuk tidak berlarut-larut selama sidang. Kisworo menegaskan, Jessica
harus jalani sidang vonis pada 21 Oktober.
"Kami harus bacakan (vonis) pada 21 Oktober, karena kalau tidak kami
bisa kena sanksi," ucap Kisworo di persidangan di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jl Bungur Besar, Kamis (18/8/2016).

Kisworo mengatakan, sidang vonis harus dilakukan pada 21 Oktober


karena masa tahanan Jessica habis pada 5 November 2016. Dengan
demikian, sidang vonis harus dibacakan minimal 10 hari kerja sebelum
masa tahanan habis.
"Jadi masa tahanan terdakwa habis tanggal 5 November sehingga minimal
10 hari sebelum masa tahanan habis harus kita bacakan vonisnya,"
ujarnya.

Sedangkan sidang pemeriksaan terdakwa akan diagendakan pada tanggal


21 September. Bila itu terlaksana, maka sidang tuntutan Jessica bisa
dilakukan pada akhir September atau awal Oktober 2016.
(Saleh, 2016)

Berita 22 – Sidang Vonis Jessica


Terbukti Bunuh Mirna, Jessica Kumala Wongso Divonis 20 Tahun Penjara
Nur Khafifah – detik News Kamis, 27 Okt 2016 17:00 WIB

Jakarta - Jessica Kumala Wongso dihukum 20 tahun penjara. Jessica


terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Wayan
Mirna Salihin.

"Menyatakan terdakwa Jessica Kumala alias Jessica Kumala Wongso telah


terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
pembunuhan berencana," ujar hakim ketua Kisworo membacakan amar
putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jl Bungur Besar Raya,
Jakpus, Kamis (27/10/2016).

Majelis Hakim menyatakan Jessica terbukti melakukan tindak pidana dalam


Pasal 340 KUHP. Motif pembunuhan berencana dilakukan karena sakit
hati Jessica terhadap Mirna. Mirna pernah menasihati Jessica agar putus
dari Patrick O'Connor.

Puncak emosi Jessica terjadi saat bertemu Mirna yang ditemani suaminya
Arief Soemarko di restoran kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara pada 8
Desember 2015.

"Pertemuan jamuan makan malam membuat pikiran terdakwa Jessica


tersayat-sayat, iri hati melihat kebahagiaan pernikahan Mirna dengan
Arief. Sedangkan terdakwa datang ke Jakarta dengan masalah," tegas
hakim Binsar Gultom.

Setelah pertemuan ini, Jessica mencoba mengajak bertemu dengan Mirna.


Pertemuan akhirnya dilakukan di kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta
pada 6 Januari 2016. Saat itu Mirna tewas karena meminum es kopi
vietnam yang berisi sianida.

Majelis Hakim menyebut hanya Jessica yang 'menguasai' gelas es kopi


yang dipesannya khusus buat Mirna di Kafe Olivier di meja nomor 54 yang
lebih dulu dipesan Jessica. Setelah memesan VIC, Jessica lantas mengatur
3 buah paper bag di atas meja 54 dan sempat mengamati posisi dan letak
kamera CCTV.

"Jessica sangat mengetahui siapa yang menggeser gelas kopi dari ujung
sofa hingga ke tengah sofa dimana nantinya tempat duduk Mirna. Hingga
misalnya lalat yang hinggap dalam gelas kopi tersebut pun Jessica sangat
mengetahuinya. Itu sebabnya ketika korban Mirna belum datang, Jessica
sangat gelisah seperti yang ditayangkan CCTV, karena jika Mirna tidak
datang pasti rencana jahat Jessica berantakan," sambung Hakim Binsar.

4.2 Psikiatri Forensik

Psikiatri forensik adalah sub-spesialisasi ilmu kedokteran yang menelaah


mental manusia dan berfungsi membantu hukum dan peradilan. Berhubungan
dengan seseorang yang diperiksa, dokter mungkin menduduki posisi dalam
psikiatri forensik sebagai berikut : (Darmabrata, Nurhidayat, & Harkrisnowo,
2003).

 Posisi Medis : hubungan dokter dengan orang yang diperiksa merupakan


hubungan dokter-pasien. Pemeriksaan hanya dilakukan oleh dokter
dalam upaya menentukan kondisi kesehatan pasien untuk menentukan
terapinya. Pasien adalah orang yang tidak mempunyai status hukum
tertentu. Hubungan dokter-pasien terikat oleh etika profesi, dimana
dokumen yang dihasilkan adalah dokumen medis yang merupakan milik
pasien dan dipercayakan untuk disimpan oleh dokternya.

 Posisi Legal : dokter mendapatkan posisi legal melalui surat dari


lembaga hukum (pengadilan, kejaksaan, dan polisi) yang meminta dokter
untuk memeriksa seseorang yang mempunyai status hukum (terdakwa,
saksi, penggugat, dan sebagainya). Pemeriksaan yang dilakukan oleh
dokter dibuat menjadi laporan yang akan dipakai oleh lembaga hukum
yang meminta dalam proses hukum. Dalam posisi legal ini, dokter bersifat
netral dan memiliki ikatan kerahasiaan kecuali terhadap lembaga hukum
yang meminta.

Penerapan Forensik Psikiatri dalam Kasus-kasus Hukum

Beberapa kasus hukum yang dimintakan pembuatan Visum et Repertum


Psychiatricum sebagai berikut : (Darmabrata, Nurhidayat, & Harkrisnowo, 2003).

 Kasus pidana :

a. Terperiksa sebagai pelaku

b. Terperiksa sebagai korban


 Kasus perdata :

a. Pembatalan kontrak
b. Pengampuan atau curatelle
c. Hibah
d. Perceraian
e. Adopsi

 Kasus-kasus lain :

a. Kompetensi untuk diinterview

b. Kelayakan untuk diajukan di sidang pengadilan

Dalam bidang forensik psikiatri, seorang dokter harus menentukan hal-hal


berikut ini : (Darmabrata, Nurhidayat, & Harkrisnowo, 2003).

 Diagnosis : adanya gangguan jiwa pada saat pemeriksaan

 Diagnosis : dugaan adanya gangguan jiwa pada saat pelanggaran


hukum

 Dugaan bahwa tindakan pelanggaran hukum merupakan bagian atau gejala


dari gangguan jiwanya

 Penentuan kemampuan tanggung jawab :

a. Tingkat kesadaran pada saat melakukan pelanggaran hukum

b. Kemampuan memahami nilai perbuatannya

c. Kemampuan memahami nilai risiko perbuatannya

d. Kemampuan memilih dan mengarahkan kemauannya

Keempat hal diatas seharusnya didapatkan oleh dokter di dalam


pemeriksaan klinis, namun pada kenyataannya tidak selalu didapatkan terutama
pada butir ke-2, membuat kemungkinan adanya gangguan jiwa saat melakukan
pelanggaran hukum, serta butir ke-3, menduga bahwa perilaku pelanggaran
hukum merupakan dari gejala gangguan jiwanya. Hal ini sulit ditemukan, karena
merupakan sesuatu yang sudah lama terjadi sehingga sulit ditentukan
(Darmabrata, Nurhidayat, & Harkrisnowo, 2003).

Ada beberapa komponen yang dipakai untuk menentukan kemampuan


untuk bertanggung jawab, yaitu komponen kesadaran, komponen pemahaman,
serta komponen kemampuan untuk memilih dan mengarahkan kemauannya.
Melalui komponen-komponen tersebut dapat dibuat tingkat-tingkat kemampuan
bertanggung jawab, antara lain : (Darmabrata, Nurhidayat, & Harkrisnowo, 2003).

 Yang tidak mampu bertanggung jawab:

a. Yang tidak menyadari, tidak memahami, dan tidak dapat memilih dan
mengarahkan kemauannya. Misalnya pada pelaku yang menderita epilepsi
lobus temporalis.

b. Yang menyadari, tetapi tidak memahami dan tidak mampu memilih dan
mengarahkan kemauannya, seperti pada kasus-kasus yang pelakunya adalah
penderita psikosis.

 Yang bertanggung jawab sebagian:

a. Yang menyadari, memahami tetapi tidak mampu memilih dan mengarahkan


kemauannya, seperti pada penderita kompulsi.

b. Yang menyadari, memahami dan sebenarnya mampu memilih dan


mengarahkan kemauannya tetapi tidak mendapat kesempatan untuk berbuat
seperti itu karena adanya dorongan impuls yang kuat, seperti yang terjadi pada
tindakan-tindakan yang impulsif atau “mata gelap”.

 Yang mampu bertanggung jawab penuh:

a. Yang melakukan suatu pelanggaran hukum tanpa merencanakan lebih dulu.

b. Yang melakukan pelanggaran hukum dengan suatu perencanaan terlebih


dahulu.
4.3 Komputer Forensik
Defenisi komputer forensik menurut Vincent Liu dan Francis Brown,
2006, dalam makalah K2 Bleeding Edge Anti Forensic, yang dikutip dari buku
Anti Forensik, yakni Computer Forensics : Application of the scientific method to
digital media in order to establish factual information for judicial review
(Ramadhan, 2011).
Istilah lain komputer forensik adalah pengumpulan dan analisis data dari
berbagai sumber daya komputer yang mencakup sistem komputer, jaringan
komputer, jalur komunikasi, dan berbagai media penyimpanan yang layak untuk
diajukan dalam sidang pengadilan (Ramadhan, 2011).
Keberadaan ilmu komputer forensik ini sangat dibutuhkan saat sekarang
apalagi dimasa mendatang, karena banyaknya kejahatan-kejahatan berbasis
komputer/digital yang tidak dapat dibuktikan secara nyata, sehingga terkadang
tidak diakui sebagai alat bukti di pengadilan untuk kasus-kasus seperti ini. Maka
tidak heran di institusi seperti kepolisian memiliki departemen khusus untuk
komputer forensik ini (Ramadhan, 2011).
Berbagai perilaku digital dan digitalisasi yang sudah merambah dalam
setiap aktivitas manusia menjadi prilaku yang harus diamati dengan baik.
Komputer forensik atau digital forensik banyak ditempatkan dalam berbagai
keperluan, bukan hanya kasus-kasus kriminal yang melibatkan hukum. Secara
umum kebutuhan komputer forensik dapat digolongkan sebagai berikut:
(Ramadhan, 2011).
 Keperluan investigasi tindak kriminal dan perkara pelanggaran hukum.

 Rekonstruksi duduk perkara insiden keamanan komputer.

 Upaya-upaya pemulihan akan kerusakan sistem.

 Troubleshooting yang melibatkan hardware maupun software.

 Keperluan untuk memahami sistem ataupun berbagai perangkat digital


dengan lebih baik.
Konsentrasi Komputer Forensik
Semakin kompleksnya tindak kejahatan dalam bidang komputer membuat
bidang ilmu komputer forensik melebarkan kajian ilmu forensik dari berbagai
aspek. Maka dari itu perlu adanya pembagian konsentrasi ilmu dalam bidang
komputer forensik tersebut, ini ditujukankan agar dalam melakukan investigasi
untuk mengungkap kejahatan bahkan memulihkan sistem pasca kerusakan dapat
dengan mudah dilakukan, karena sudah dibagi kedalam beberapa bagian, yaitu:
 Forensik Disk

Forensik disk melibatkan berbagai media penyimpanan. Ilmu forensik


yang satu ini sudah terdokumentasi dengan baik di berbagai literatur,
bahkan profesional IT pun bisa menangani permasalahan forensik disk ini.
Misalkan, mendapatkan file-file yang sudah terhapus, mengubah partisi
harddisk, mencari jejak bad sector, memulihkan registry windows yang
termodifikasi atau ter-hidden oleh virus dan lain sebagainya. Akan tetapi
masih banyak profesional IT yang belum mengetahui bahwasanya prilaku
tersebut di atas merupakan salah satu tindakan komputer forensik.
 Forensik Sistem

Metode ini tentunya dekat dengan sistem operasi, dan pastinya konsentrasi
ilmu ini masih sulit untuk dikaji lebih dalam, dikarenakan banyaknya
sistem operasi yang berkembang saat ini, dimana sistem operasi memiliki
karakteristik dan prilaku yang berbeda,misalnya saja berbagai file sistem,
maka dari itu metode forensik yang ada sekarang ini masih sulit untuk
disama-ratakan. Kendalanya yakni software pendukung yang ada sekarang
dimana sebagai tool untuk membedah sistem operasi masih ber-flatform
windows. Inilah yang menyebabkan masih perlunya pengembangan ilmu
tersebut.
 Forensik Jaringan

Forensik Jaringan, adalah suatu metode menangkap, menyimpan dan


menganalisa data pengguna jaringan untuk menemukan sumber dari
pelanggaran keamanan sistem atau masalah keamanan sistem informasi.
Jika kita berbicara tentang bagian yang satu ini, pastinya ini melibatkan
OSI (Open System Interconnection) layer, yang menjelaskan bagaimana
komputer dapat berkomunikasi. Hal ini tidak hanya melibatkan suatu
sistem jaringan LAN akan tetapi dapat mencakup ke dalam sebuah sistem
jaringan yang lebih besar.
 Forensik Internet

Forensik Internet, bidang ini lebih rumit lagi dari yang lainnya
dikarenakan ada banyak komputer yang terhubung satu dengan yang lain
dan penggunaannya dapat bersamaan tanpa memperhitungkan jarak
sehingga dalam menelisik bagian ini membutuhkan teknik-teknik yang
kompleks. Melalui forensik internet ini kita dapat melacak siapa yang
mengirim e-mail, kapan dikirim dan sedang berada di mana si pengirim,
hal ini dapat dilakukan mengingat semakin banyaknya e-mail palsu yang
meng-atasnamakan perusahaan tertentu dengan modus undian berhadiah
yang akan merugikan si penerima e-mail, atau juga banyak e-mail yang
bernada ancaman. Maka dari itu forensik internet menjadi suatu ilmu yang
sangat menjanjikan dalam mengungkap fakta-fakta dan mengumpulkan
bukti (Ramadhan, 2011).

Komponen Digital Forensik


Komponen pada digital forensik pada umumnya hampir sama dengan bidang
yang lain. Komponen ini mencakup manusia (people), perangkat/peralatan
(eqiupment) dan aturan (protocol) yang dirangkai, dikelola dan diberdayakan
sedemikian rupa dalam upaya mencapai tujuan akhir dengan segala kelayakan dan
kualitas.
Ada tiga kelompok sebagai pelaku digital forensik:
1 Collection specialist, yang bertugas mengumpulkan barang bukti berupa
digital evidence
2 Examiner, tingkatan ini hanya memiliki kemampuan sebagai penguji
terhadap media dan mengekstrak data
3 Investigator, tingkatan ini sudah masuk kedalam tingkatan ahli atau
sebagai penyidik (Budhisantoso & Nugroho, 2010).
Menurut Budhisantoso, secara garis besar perangkat untuk kepentingan
digital foremsik dapat dibedakan kepada dua kategori yaitu hardware dan
software. Ada banyak jenis perangkat hardware yang digunakan pada
implementasi digital forensik dengan fungsi dan kemampuan yang beragam.
Mulai dari yang sederhana dengan komponen single-purpose seperti write blocker
(fungsinya hampir sama dengan “write protect” pada disket, pada optical media
dan hardisk fungsi seperti ini tidak ada) yang memastikan bahwa data tidak akan
berubah manakala diakses, sampai pada sistem komputer lengkap dengan
kemampuan server seperti F.R.E.D (Forensic Recovery of Evidence Device).
Sedangkan perangkat software dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu
aplikasi berbasis command line dan aplikasi berbasis GUI (Graphical User
Interface) (Kemmish, 2010).
Aturan merupakan komponen yang paling penting dalam pemodelan digital
forensik, didalamnya mencakup prosedur dalam mendapatkan, menggali,
menganalisa barang bukti dan akhirnya bagaimana menyajikan hasil penyelidikan
dalam laporan.

Tahapan pada Digital Forensik


Ada berbagai tahapan pada proses implementasi digital forensik. Namun
menurut Kemmish (Kemmish, 2010), secara garis besar dapat diklasifikasikan
kepada empat tahapan, yaitu:

1 Identifikasi bukti digital


2 Penyimpanan bukti digital
3 Analisa bukti digital
4 Presentasi
Keempat tahapan ini secara terurut dan berkesinambungan digambarkan
pada gambar berikut:

Med Data Info Buk


ia rma ti
si

Iden Penyi Anal Pres


tifika mpan isa enta
si an si

Gambar 2. Tahapan Digital Forensik

1 Identifikasi bukti digital


Pada tahap ini segala bukti-bukti yang mendukung penyelidikan
dikumpulkan. Penyelidikan dimulai dari identifikasi dimana bukti itu berada,
dimana disimpan dan bagaimana penyimpanannya untuk mempermudah
penyelidikan. Media digital yang bisa dijadikan sebagai barang bukti
mencakup sebuah sistem komputer, media penyimpanan (seperti flash disk,
pen drive, hard disk atau CD-ROM), PDA, handphone, smart card, sms, e-mail,
cookies, source code, windows registry, web browser bookmark, chat log,
dokumen, log file atau bahkan sederetan paket yang berpindah dalam jaringan
komputer (Asrizal, 2016).

Tahapan ini merupakan tahapan yang sangat menentukan karena bukti-


bukti yang didapatkan akan sangat mendukung penyelidikan untuk mengajukan
seseorang ke pengadilan dan diproses sesuai hukum hingga akhirnya
dijebloskan ke tahanan. Penulusuran bisa dilakukan untuk mencari
`ada informasi apa disini` sampai serinci pada ‘apa urutan peristiwa yang
menyebabkan terjadinya situasi terkini?` (Asrizal, 2016).
Berdasarkan klasifikasinya file yang menjadi objek penelusuran terbagi
kepada tiga kategori, yaitu: file arsip (archieved files), file aktif (active files)
dan file sisa (residual data). File arsip file yang tergolong arsip karena
kebutuhan file tersebut dalam fungsi pengarsipan. Mencakup penanganan
dokumen untuk disimpan dalam format pengarsipan. Mencakup penanganan
dokumen untuk disimpan dalam format yang ditentukan, proses
mendapatkannya kembali dan pendistribusian untuk kebutuhan yang lainnya,
misalnya beberapa dokumen yang didigitalisasi untuk disimpan dalam format
TIFF untuk menjaga kualitas dokumen. File aktif adalah file yang memang
digunakan untuk berbagai kepentingan yang berkaitan erat dengan kegiatan
yang sedang dilakukan, misalnya file-file gambar, dokumen teks dan lain lain.
Sedangkan file yang tergolong residual mencakup file-file yang diproduksi
seiring proses komputer dan aktivitas pengguna, misalkan catatan penggunaan
dalam menggunakan internet, database log, berbagai temporary file dan lain
sebagainya (Asrizal, 2016).
Forensik pada dasarnya adalah pekerjaan identifikasi sampai dengan muncul
hipotesa yang teratur menurut urutan waktu. Sangat tidak mungkin forensik
dimulai dengan munculnya hipotesa tanpa ada penelitian yang mendalam
berdasarkan bukti-bukti yang ada. Dalam kaitan ini pada digital forensik dikenal
istilah chain of custody dan rules of evidence.
Chain of custody artinya pemeliharaan dengan meminimalisir kerusakan
yang diakibatkan karena investigasi. Tujuan dari chain of custody adalah:
 Menjamin bahwa bukti itu benar-benar masih asli (authentic)
 Pada saat persidangan, bukti masih bisa dikatakan seperti pada saat
ditemukan karena biasanya jarak antara penyidikan dan persidangan relatif
lama.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan sesuai dengan aturan chain of
custady ini adalah:
 Siapa yang mengumpulkan bukti?
 Bagaimana dan dimana?
 Siapa yang memiliki bukti tersebut?
 Bagaimana penyimpanan dan pemeliharaan bukti itu?
Lalu sebagai alternatif penyelesaian ada beberapa cara yang bisa dilakukan,
yaitu:
1 Gunakan catatan yang lengkap mengenai keluar-masuk bukti dari
penyimpanan
2 Simpan ditempat yang dianggap aman
3 Akses yang terbatas dalam tempat penyimpanan
4 Catat siapa saja yang dapat mengakses bukti tersebut
Sedangkan rules of evidence artinya pengaturan barang bukti dimana barang
bukti harus memiliki keterkaitan dengan kasus yang diinvestigasi dan memiliki
kriteria sebagai berikut:
1 Layak dan dapat diterima (Admissible)
Artinya barang bukti yang diajukan harus dapat diterima dan digunakan
demi hukum, mulai dari kepentingan penyidikan sampai ke pengadilan.
2 Asli (Authentic)
Barang bukti harus mempunyai hubungan keterkaitan yang jelas secara
hukum dengan kasus yang diselidiki dan bukan rekayasa.
3 Akurat (Accurate)
Barang bukti harus akurat dan dapat dipercaya.
4 Lengkap (Complete)
Bukti dapat dikatakan lengkap jika dalamnya terdapat petunjuk-petunjuk
yang lengkap dan terperinci dalam membantu proses investigasi (Asrizal,
2016).

2 Penyimpanan bukti digital


Tahapan ini mencakup penyimpanan dan penyiapan bukti-bukti yang ada,
termasuk melindungi bukti-bukti dari kerusakan, perubahan dan penghilangan
oleh pihak-pihak tertentu. Bukti harus benar-benar steril artinya belum
mengalami proses apapun ketika diserahkan kepada ahli digital forensik untuk
diteliti. Karena bukti digital bersifat sementara (volatile), mudah rusak,
berubah dan hilang, maka pengetahuan yang mendalam dari seseorang ahli
digital forensik mutlak diperlukan. Kesalahan kecil pada penanganan bukti
digital dapat membuat barang bukti digital tidak diakui di pengadilan. Bahkan
menghidupkan dan mematikan komputer dengan tidak hati-hati bisa saja
merusak/merubah barang bukti tersebut (Asrizal, 2016).
3 Analisa bukti digital
Tahapan ini dilaksanakan dengan melakukan analisa secara mendalam
terhadap bukti-bukti yang ada. Bukti yang telah didapatkan perlu di-explore
kembali kedalam sejumlah skenario yang berhubungan dengan tindak
pengusutan, seperti:
 Siapa yang telah melakukan
 Apa yang telah dilakukan
 Apa saja software yang digunakan
 Hasil proses apa yang dihasilkan
 Waktu melakukan
Penelusuran bisa dilakukan pada data-data sebagai berikut: alamat URL
yang telah dikunjungi, pesan e-mail atau kumpulan alamat e-mail yang
terdaftar, program word processing atau format ekstensi yang dipakai,
dokumen spreedsheat yang dipakai, format gambar yang dipakai apabila
ditemukan, file-file yang dihapus maupun diformat, password, registry
windows, hidden files, log event viewers dan log application. Termasuk juga
pengecekan pada metadata. Kebanyakan file mempunyai metadata yang berisi
informasi yang ditambahkan mengenai file tersebut seperti computer name,
total edit time, jumlah editing session, dimana dicetak, berapa kali terjadi
penyimpanan (saving), tanggal dan waktu modifikasi.

Tahapan analisis terbagi dua, yaitu: analisis media (media analysis) dan
analisis aplikasi (application analysis) (Asrizal, 2016).
4 Presentasi
Presentasi dilakukan dengan menyajikan dan menguraikan secara detail
laporan penyelidikan dengan bukti-bukti yang sudah dianalisa secara
mendalam dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum di pengadilan.
Laporan yang disajikan harus di cross-check langsung dengan saksi yang ada,
baik saksi yang terlibat langsung maupun tidak langsung. Hasil laporan akan
sangat menentukan dalam menetapkan seseorang bersalah atau tidak sehingga
harus diperhatikan bahwa laporan yang disajikan benar-benar akurat, teruji dan
terbukti (Asrizal, 2016).
Beberapa hal penting yang perlu dicantumkan pada saat
presentasi/penyajian laporan ini, antara lain:
 Tanggal dan waktu terjadinya pelanggaran
 Tanggal dan waktu pada saat investigasi
 Permasalahan yang terjadi
 Masa berlaku analisa laporan
 Penemuan bukti yang berharga (pada laporan akhir penemuan ini
sangat ditekankan sebagai bukti penting proses penyidikan)
 Teknik khusus yang digunakan contoh: password cracker
 Bantuan pihak lain (pihak ketiga) (Asrizal, 2016).

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Toksikologi ialah ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat racun,
gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang
didapatkan pada korban yang meninggal. Dalam toksikologi, dipelajari
mengenai gejala, mekanisme, cara detoksifikasi serta deteksi keracunan
pada sistim biologis makhluk hidup. Toksikologi sangat bermanfaat untuk
memprediksi atau mengkaji akibat yang berkaitan dengan bahaya toksik
dari suatu zat terhadap manusia dan lingkungannya. Toksikologi forensik
adalah penerapan toksikologi untuk membantu investigasi medikolegal
dalam kasus kematian, keracunan maupun penggunaan obat-obatan. Zat
toksik dapat berada dalam bentuk fisik (seperti radiasi), kimiawi (seperti
arsen, sianida, dll) maupun biologis (bisa ular). Juga terdapat dalam
beragam wujud (cair, padat, gas).
2. Investigasi forensik untuk menentukan terpidana kasus pembunuhan mirna
menghadirkan beberapa ahli untuk memperkuat dugaan jessica sebagai
terpidana meliputi ahli forensik, ahli toksikologi forensik, ahli digital
forensik, ahli psikologi klinik, ahli psikiatri forensik.
3. Diduga terjadi pembunuhan berencana terhadap kasus pembunuhan mirna
sehingga jaksa penuntut umum mendakwa jessica dengan pasal 340 kitab
undang-undang hukum pidana tentang pembunuhan berencana.

5.2 Saran
Pada kasus pembunuhan akibat diracun sebaiknya dilakukan autopsi
secara keseluruhan dengan jalan pemeriksaan mulai dari kepala, badan, hingga
berbagai jaringan tubuh lain; dilakukan untuk mencari penyebab pasti kematian
Mirna. Bukan hanya bagian tertentu dari tubuh korban saja.

DAFTAR PUSTAKA
Aini, N. (2016, 11 Agustus). Ahli Digital Forensik Analisis Gerakgerik Jessica
Saat Mirna Terbunuh. Jakarta : Republika. Di akses dari :
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/16/08/11/obpw7k382-
ahli-digital-forensik-analisis-gerakgerik-jessica-saat-mirna-terbunuh (di
akses pada tanggal 21 Agustus 2016)
Anwar, M. H.A.K. 1989. Hukum Pidana Bagian Khusus ( KUHP buku II ).
Bandung: PT Citra Aditya Bakti, hal. 78
Arjawinangun, KB. (2016, 13 Juli). Usai Minum Kopi Sianida Ini Kata-Kata
Terakhir Mirna kepada Hani. Jakarta : Metro Sindo News. Di akses dari :
http://metro.sindonews.com/read/1123074/170/usai-minum-kopi-sianida-
ini-kata-kata-terakhir-mirna-kepada-hani-1468389430 (di akses pada
tanggal 21 Agustus 2016)
Armandhanu, D. (2013). Mengenal Polonium, Racun Paling Kejam Pembunuh
Arafat. Viva News.
Armour, M.A., Browne, L.M. and Weir, G.L. (1987) Hazardous Chemical:
Information and disposal Guide. , University of Alberta, Edmonton.
Asrizal. (2016). Digital Forensik. Nitro PDF Professional.
ATSDR. 1997. Toxicology profile for cyanide. Atlanta, GA, United States
Department of Health and Human Service, Public Health Service, Agency
for Toxic Substance and Disease Registry. 1-13
Aziz, A. (2016, 27 Juli). Manajer Kafe Olivier: Saat Mirna Jatuh Jessica Biasa
Saja. Jakarta : Tempo. Di akses dari :
https://m.tempo.co/read/news/2016/07/27/064791108/manajer-kafe-olivier-
saat-mirna-jatuh-jessica-biasa-saja (di akses pada tanggal 21 Agustus 2016)
Aziz, A. (2016, 28 Juli). Kasir Olivier Ungkap Kejanggalan Jessica Bayar Kopi
Mirna. Jakarta : Tempo. Di akses dari :
https://m.tempo.co/read/news/2016/07/28/064791174/kasir-olivier-ungkap-
kejanggalan-jessica-bayar-kopi-mirna (di akses pada tanggal 22 Agustus
2016)
Baskin SI, Brewer TG. Cyanide Poisoning. Chapter. Pharmacology Division.
Army Medical Research Institute of Chemical Defense, Aberdeen Proving
Ground, Maryland. USA. Available from:
www.bordeninstitute.army.mil/cwbw/Ch10.pdf. Access on: Nov 29, 2006
Baskoro, R. (2016, Agustus Kamis). Ahli Psikiatri: Hasil Pemeriksaan Psikologis
Tunjukkan Jessica Cukup Tenang Hadapi Kasusnya. Retrieved from
Wartakota.tribunnews.com:
http://wartakota.tribunnews.com/2016/08/18/ahli-psikiatri-hasil-
pemeriksaan-psikologis-tunjukkan-jessica-cukup-tenang-hadapi-kasusnya
Baxter, J. and Cummings, S. (2006) The current and future applications of
microorganism in the bioremediation of cyanide contamination. Antonie
van Leeuwenhoek 90(1), 1-17.
Biolab. (2013). Thallium (TI). London: Biolab Medical Unit.
Bishop, P.L. (2000) Pollution Prevention: Fundamentals and Practice, McGraw-
Hill Co. Inc,, Singapore.
Budiawan. (2008). PERAN TOKSIKOLOGI FORENSIK DALAM
MENGUNGKAP KASUS. Indonesian Journal of Legal and Forensic
Sciences, 1(1), 35-39.
Budiyanto, A., Widiatmaka, W., Siswandi , S., Mun'im, T. A., Sidhi, Hertian,
S., . . . Purnomo, S. (1997). Ilmu Kedokteran Forensik (2 ed.). Jakarta:
Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
71-127
Cahya, KD. (2016, 21 Juli). Poin-poin Kesaksian Pegawai Olivier dalam Sidang
Kasus Jessica. Jakarta : Kompasdotcom. Diakses dari :
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/07/21/08083031/poin
poin.kesaksian.pegawai.olivier.dalam.sidang.kasus.jessica (di akses pada
tanggal 22 Agustus 2016)
Cecare Beccaria. 2011. Perihal Kejahatan dan Hukuman. Yogyakarta: Grnta
Publishing. hal. 17

Centers for Disease Control and Prevention. The Facts About Cyanides. New
York State Department Of Health. New York. 2004. Available from:
www.health.state.ny.us/nysdoh/bt/chemical_terrorism/docs/cyanide_general
.pdf. Access on: November 29, 2006)
Chairunnisa, N. dan Adyatama, E. (2016, 28 Juli). Suami Mirna Bantah Bayar
Kafe untuk Bunuh Istrinya. Jakarta : Tempo. Di akses dari :
https://m.tempo.co/read/news/2016/07/28/064791400/suami-mirna-bantah-
bayar-barista-kafe-untuk-bunuh-istrinya (di akses pada tanggal 21 Agustus
2016)
Chazawi, A. 2000. Pelajaran Hukum Pidana I. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, hal. 81
Chio, J. M., Wang, S. L., Chen, C. J., Deng, C. R., Lin, W., & Tai, T. Y. (2005).
Arsenic ingestion and Increased Microvascular Disease Risk. International
Journal of Epidemiology, 936-943.

Chishiro, T. (2000). Clinical Aspect of Accidental Poisoning with Cyanide.


Darma, M. S., Erdaliza, & Anita, T. (2008). Investigasi Kematian dengan
Toksikologi Forensik. 3-12
Darmabrata, W., Nurhidayat, A. W., & Harkrisnowo, H. (2003). Psikiatri
Forensik. Jakarta: EGC.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, hlm. 257
Departement of Heatlh and Human Service. (2000). Arsenic Toxicity. 41-68
Dharma, M., Erdaliza, & Anita, T. (2008). Investigasi Kematian Dengan
Toksikologi Forensik. Ejournal Unri.
Djunaedi, D. (2009). Penatalaksanaan Gigitan Ular Berbisa. Dalam Sudoyo,
Setiyohadi, & Alwi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (hal. 280-293).
Jakarta: Interna Publishing.

Eugene, N. B., & Margaret, C. (2003). A Multicomponent model of


cartoxyhemoglobin and carboxyhemoglobin responses to inhalation of
carbon monoxide. J Appl Physiol95 , 1235-1247.
Fikri, E., Setiani, O., & Nurjazuli. (2012). Hubungan Paparan Pestisida Dengan
Kandungan Arsen (As) Dalam Urin dan Kejadian Anemia. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Indonesia, 11(1), 29-37.
Fitriani. (2016, 19 Agustus). Jessica Kumala Wongso beberapa kali mau bunuh
diri gara-gara pacar bulenya. Bali : Bangka Tribun. Di akses dari :
http://bangka.tribunnews.com/2016/08/19/jessica-kumala-wongso-
beberapa-kali-mau-bunuh-diri-gara-gara-pacar-bulenya?page=2 (di akses
pada tanggal 21 Agustus 2016)
Hadikusuma, H. 2005. Bahasa Hukum Indonesia. Bandung, hlm. 129

Hafid, A. Kajian Hukum Tentang Pembunuhan Berencana Menurut Pasal 340


KUHP. 2015. Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015

Harahap, Y. 2000. Pembahasan Permasalahn dan Penerapan Kuhap. Jakarta :


Sinar Grafika, hal 256-257.

Hidayat, A. (2016, 19 Agustus). Begini Jessica Kaitkan Kematian Mirna dengan


Kepulangannya. Jakarta : Tempo. Di akses dari :
https://metro.tempo.co/read/news/2016/08/19/064797120/begini-jessica-
kaitkan-kematian-mirna-dengan-kepulangannya (di akses pada tanggal 22
Agustus 2016)
Hidayat, A. (2016, 3 Agustus). Ahli Forensik Temukan Bercak Hitam di Lambung
Mirna Salihin. Jakarta : Tempo. Di akses dari :
https://metro.tempo.co/read/news/2016/08/03/064792884/ahli-forensik-
temukan-bercak-hitam-di-lambung-mirna-salihin (di akses pada tanggal 21
Agustus 2016)
Hidayat, A. (2016, 3 Agustus). Saksi Ali Sebut 5 Tanda Sianida Masuk ke Tubuh
Mirna. Jakarta: Tempo. Diakses dari :
https://metro.tempo.co/read/news/2016/08/03/064792936/saksi-ahli-sebut-
5-tanda-sianida-masuk-ke-tubuh-mirna (di akses pada tanggal 20 Agustus
2016)
http://m.detik.com/news/berita/1969474/9-tokoh-dunia-yang-tewas-
diracun/10#detailfoto, Diunduh tanggal 20 Agustus 2016
http://m.okezone.com/read/2016/01/21/18/1293860/lima-tokoh-dunia-yang-tewas-
diracun-dari-masa-ke-masa?page=3. Diunduh tanggal 20 Agustus 2016
http://nasional.sindonews.com. Diunduh tanggal 22 Agustus 2016
Idries, AM. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa Aksara: Jakarta.

IPCS. (2004). Hydrogen cyanide and cyanide : Human health aspectGeneva,


World Health Organization, International Programme on Chemical Safety
(Concise International Chemical Assessment Document No. 61). Diakses
pada tanggal 25 Oktober 2014. 1-73
J. E Sahetapy. 1982. Suatu Studi Khusus Mengenai Ancaman Pidana Mati
Terhadap Pembunuhan Berencana. Jakarta: CV. Rajawali, hal. 279
JPNN. (2016, Agustus Kamis). Wow! Jessica Keceplosan, Ahli Psikiatri Forensik
pun Kaget. Diambil kembali dari jpnn.com:
http://www.jpnn.com/read/2016/08/18/461680/Wow!-Jessica-Keceplosan-
Ahli-Psikiatri-Forensik-pun-Kaget-

Kertanegara, S. Tanpa tahun. Hukum Pidana Kumpulan Kuliah Bagian Satu. Balai
Lektur Mahasisiwa, hal.95- 96

Kompas (2016, 10 Januari). Hasil Otopsi Jenazah Mirna Ada Zat yang Sebabkan
Keracunan. Di akses dari :
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/01/10/08392671/Hasil.Otopsi.Jen
azah.Mirna.Ada.Zat.yang.Sebabkan.Keracunan (di akses pada tanggal 20
Agustus 2016)
Kompas. (2016, Agustus Rabu). Ahli Digital Forensik Pastikan CCTV Kafe
Olivier Tidak Diedit. Diambil kembali dari www.kompas.com:
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/08/10/11265921/ahli.digital.for
ensik.pastikan.cctv.kafe.olivier.tidak.diedit
Kyle, J. (1988) The extraction and recovery of gold, WASM Metallurgy
Department.
Leksono, U. (2010). Pemanfaatan Psikologi di Kepolisian. Yogyakarta: Fakultas
Psikologi UGM.
Liputan6. (2016). Hasil Investigasi Sidang Perdana Kasus Mirna. Diambil
kembali dari liputan6.com: http://www.liputan6.com/tag/wayan-mirna-
salihin?type=profile
Malaka, T. (2016, 28 Juli). Pengacara Jessica: Suami Mirna Transfer Uang Rp 140
juta kepada Barista Untuk Bunuh Mirna. Bali : Bangka Tribun News. Di
akses dari : http://bangka.tribunnews.com/2016/07/28/pengacara-jessica-
suami-mirna-transfer-uang-rp-140-juta-kepada-barista-untuk-bunuh-mirna?
page=1 (di akses pada tanggal 21 Agustus 2016)
Mansyur. (2008). Toksikologi Keamanan Unsur Dan Bidang-Bidang Toksikologi.
http://www.freewweb.com.
Marhaenjati, B. (2016, 21 Juli). Kesaksian pembuat kopi: pesanan Jessica saya
buat kopi sesuai standar. Jakarta : Beritasatu. Di akses dari :
http://www.beritasatu.com/megapolitan/375685-kesaksian-pembuat-kopi-
pesanan-jessica-saya-buat-kopi-sesuai-standar.html (di akses pada tanggal
21 Agustus 2016)
Marpaung, L. 1992. Proses Penanganan Perkara Pidana. Jakarta: Sinar Grafika,
hal. 406
Megha. (2012). Racun-Racun Paling Berbahaya di Dunia. Kesehatan Dunia.
Mertokusumo, S. 1999. Mengenal Hukum. Yogyakarta: Liberty, hal. 107

Morper, M.R. (1999) Combination Therapy Tackles Wastewater Toxins Chemical


Engineering 106(8), 66-70.
Muladi & Arief, B. N. 1998. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Bandung, hal. 52

Niasari, N., & Latief, A. (2003). Gigitan Ular Berbisa. Sari Pediatri, 5(3), 92-98.
Nugraha, A. 2012. Pembuktian Perkara Tindak Pidana Pembunuhan Berencana di
Persidangan. UPN “Veteran” Jatim [Skripsi]

Owen, D. (2000). Hidden Evidence: Forty true crimes and how forensic science
helped solve them. Periplus Singapore.

Pratiwi, P. S. (2016, Agustus Kamis). Ahli Psikiatri Forensik Nilai Jessica Tak
Konsisten. Retrieved from cnnindonesia.com:
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160818150916-12-152225/ahli-
psikiatri-forensik-nilai-jessica-tak-konsisten/

Prihatini, Trisnaningsih, Muchdor, & Rachman, U. (2007). Penyebaran Gumpalan


Dalam Pembuluh Darah (Disseminated Intravasvascular Coagulation)
Akibat Racun Gigitan Ular. Indonesian Journal of Clinical Pathology and
Medical Laboratory, 14(1), 37-41.

Puspitasari, MA. (2016, 27 Januari). Jessica Buang Celana Dua Hari Setelah
Kematian Mirna. Jakarta: Tempo. Di akses dari :
https://m.tempo.co/read/news/2016/01/27/064739692/jessica-buang-celana-
dua-hari-setelah-kematian-mirna (di akses pada tanggal 21 Agustus 2016)
Ramadhan, Z. (2011). Digital Forensik dan Penanganan Pasca Insiden. Medan:
Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu.
Raz. (2016). 5 Tanaman Pembunuh yang Tumbuh di Indonesia. Postshare.
Roni Wiyanto. 2012. Asas-asas hukum pidana Indonesia. Bandung: Co. Mandar.
hal. 14

Safitri, I. K. (2016, Agustus Rabu). Ahli: Jessica Buka Tas dan Taruh Sesuatu di
Atas Meja. Retrieved from metro.tempo.co:
https://metro.tempo.co/read/news/2016/08/10/064794724/ahli-jessica-
buka-tas-dan-taruh-sesuatu-di-atas-meja.

Saleh, Y.A. (2016, 18 Agustus). Ketua Majelis jessica Wongso Harus Divonis
pada 21 Oktober. Jakarta : News Detik. Di akses dari :
http://news.detik.com/berita/3278472/ketua-majelis-jessica-wongso-harus-
divonis-pada-21-oktober (di akses pada tanggal 23 Agustus 2016)

Santoso, A. (2016, 31 Januari). Terkuak Tersangka Pembunuhan Mirna. Jakarta:


Liputan6. Diakses dari : http://news.liputan6.com/read/2424800/terkuak-
tersangka-pembunuh-mirna (di akses pada tanggal 20 Agustus 2016)
Sari, N. (2016, 4 Agustus). Poin-poin Kesaksian Saksi Ahli Toksikologi Forensik
pada Sidang Jessica. Jakarta : Kompasdotcom. Di akses dari :
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/08/04/09374031/poin-
poin.kesaksian.saksi.ahli.toksikologi.forensik.pada.sidang.jessica (di akses
pada tanggal 23 Agustus 2016)
Sasongko, JP. (2016, 1 Februari). Kronologi Kasus Mirna Hingga Penahanan
Jessica. Jakarta : CNN Indonesia. Di akses dari :
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160201085309-12-
107972/kronologi-kasus-mirna-hingga-penahanan-jessica/ (di akses pada
tanggal 20 Agustus 2016)
Simanjuntak, J. (2016, 10 Agustus). Kata Ahli Gerakan Jessica Menaruh Sianida
pada Kopi Tak Ditemukan di CCTV. Jakarta : Tribun News. Di akses dari :
http://www.tribunnews.com/metropolitan/2016/08/10/kata-ahli-gerakan-
jessica-menaruh-sianida-pada-kopi-tak-ditemukan-di-cctv (di akses pada
tanggal 21 Agustus 2016)
Sinaga, E. (2010). Pembunuhan Karena Diracun. Ejournal USU.
Singh, S., & Singh, G. (2013). Snakes Bite. Medicine Update, 23, 424-426.

Smith, A. and Mudder, T. (1991) The Chemistry and Treatment of Cyanidation


Waste, Mining Journal Books Ltd., London.
Soekamto, T. H. (2012). Intoksikasi Karbon Monoksida. Diakses pada tanggal 21
Agustus 2016. 1-20
Soesilo, R. 1988. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): Serta
Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia. hal
241

Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia. (2000). Teknik Autopsi Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 66-69

Surmantri, A. (2016, 19 Agustus). Ada Saksi Kunci Lain yang Lihat Mirna
Semaput Usai Seruput Kopi. Jakarta : MetroTV News. Di akses dari :
http://news.metrotvnews.com/hukum/dN6ODGrb-ada-saksi-kunci-lain-
yang-lihat-mirna-semaput-usai-seruput-kopi (di akses pada tanggal 23
Agustus 2016)
Tempo (2016, 4 Agustus). Dokter Dorensik Tak Diminta Polisi Autopsi Jenazah
https://m.tempo.co/read/news/2016/08/04/064793068/dokter-forensik-tak-
diminta-polisi-autopsi-jenazah-mirna (di akses pada tanggal 20 Agustus
2016)
Utama, H. W. (2006). Keracunan Sianida, http/klikharry.wordpress.com, diakses
pada 21 Agustus 2016. 1-8
Vijay, G. (2016). Bedah Mayat Dalam Mengungkap Tindak Pidana Pembunuhan
Menurut Pasal 134 KUHAP. Ejournal Unsrat.
William, G., & Eckert. (2002). Introduction to Forensic Sciencis Second Adition.
Yanuartono. (2008). Efek Samping Pemberian Serum Anti Bisa Ular Pada Kasus
Gigitan Ular. Jurnal Sain Veterinari, 26(1), 26-33.

Anda mungkin juga menyukai