Anda di halaman 1dari 27

UJI SKRINNING NARKOTIKA/PSIKOTROPIKA

PADA SAMPEL URIN DENGAN TEKNIK IMMUNOASSAY DAN


METODE PEMISAHAN OBAT-OBAT GOLONGAN AMFETAMIN
DAN OPIAT DALAM URIN

Oleh
PUTU RINA WIDHIASIH
LUH PUTU DEVI KARTIKA
A.A LIDYA NIRMALA DEWI
NI PUTU PURI ARTINI
NI MADE ANDINI DEWI
THALIA ANGGREA NOOR
VITRI ANASTASIA IRIANTO

(P07134014002)
(P07134014006)
(P07134014008)
(P07134014014)
(P07134014016)
(P07134014018)
(P07134014020)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
1. Mahasiswa mampu melalukan uji skrinning senyawa golongan
narkotika atau psikotropika pada darah atau urin pecandu narkoba
dengan teknik immunoassay.
2. Mahasiswa mampu melakukan

pemisahan

obat-obat

golongan

amfetamin dan opiate dari sampel urin.


1.1.2 Tujuan Khusus
1. Mampu menggunakan strip test untuk uji skrinning senyawa golongan
narkotika atau psikotropika pada darah atau urin pencandu narkoba
dengan teknik immunoassay.
2. Mampu menginterpretasikan

hasil

uji skrining

dengan

teknik

immunoassay.
3. Mampu melakukan penyiapan sampel dengan ekstraksi cair-cair.
4. Mampu memisahkan obat-obat golongan amfetamin dan opiate dari
sampel urin dengan ekstraksi cair-cair.
1.2 Latar Belakang
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain
"narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan
Republik Indonesia adalah napza yang merupakan singkatan dari Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif.
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya
(NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA
merupakan masalah yang kompleks yang memerlukan upaya penanggulangan
secara komprehensif. Meskipun dalam kedokteran sebagian besar golongan
NAPZA masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau
digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila
disertai peredaran dijalur ilegal, akan sangat merugikan bagi individu maupun
masyarakat luas khususnya generasi muda.

Pengguna narkotika dan psikotropika tidak memandang kelas sosial, umur,


keadaan ekonomi dan gender. Sesuatu yang menjadi ancaman adalah penyebaran
NAPZA ini sangat berkembang dikalangan remaja yang sedang mengalami masa
mencari jati diri dan memiliki sifat yang labil. Pergaulan bebas, kurangnya kontrol
dari orang tua, dan kurang kuatnya ilmu agama adalah beberapa factor yang dapat
menyebabkan generasi muda bangsa mudah terjerumus ke dalam lubang hitam
narkoba. Bahkan, di media masa baik dalam media cetak maupun media
elektronik diberitakan bahwa tidak sedikit remaja selain menjadi pecandu narkoba
juga menjadi pengedar narkoba.
Di dunia, ada sekitar 153-300 juta jiwa atau sebesar 3,4%-6,6%
penyalahguna narkoba berada di usia 15-64 tahun, dimana hampir 12% (15,5 juta
jiwa sampai dengan 38,6 juta jiwa) dari penyalahguna adalah pecandu berat.
Berdasarkan jenis narkotika, ganja menduduki peringkat pertama yang
disalahgunakan ditingkat global dengan angka prevalensi 2,3%-2,9% per tahun
dari total populasi penduduk usia 15-64 tahun. Peringkat kedua, diikuti dengan
penyalahgunaan kokain dengan angka prevalensi sebesar 15%-19% per tahun.
Amfetamine-type stimulant (ATS) menduduki peringkat ketiga sebagai narkoba
yang disalahgunakan dengan estimasi sebesar 3,7 juta jiwa sampai 52,9 juta jiwa
usia 15-64 tahun (World Drug Report, 2012).
Amfetamin menekan nafsu makan, mengontrol berat badan, serta
menstimulasi system saraf pusat dan system kardiovaskular. Efek-efek tersebut
dihasilkan

diperantarai

dengan

meningkatkan

konsentrasi

sinapsis

dan

norepinefrindan dopamine melalui stimulasi pelepasan neurotransmitter dan


menghambat pengambilannya. Amfetamin merupakan suatu obat yang dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat. Oleh karena itu, hal ini berbahaya jika
digunakan secara tidak terkendali oleh praktisi kesehatan (dokter atau apoteker).
Pada 2011, Afganistan memproduksi 5.800 ton opium, naik dari 3.600 ton
pada tahun sebelumnya,
Provinsi Helmand

menurut laporan PBB

sendiri

menjadi

yang dirilis Januari

penghasil 60 persen opium

lalu.
dunia.

Opium merupakan tanaman semusim

yang hanya bisa dibudidayakan di

pegunungan kawasan subtropis. Tinggi tanaman hanya sekitar satu meter.


Daunnya jorong dengan tepi bergerigi. Bunga opium bertangkai panjang dan
keluar dari ujung ranting. Satu tangkai hanya terdiri dari satu bunga dengan
kuntum bermahkota putih, ungu, dengan pangkal putih serta merah cerah.
Kedua golongan obat tersebut dapat membahayakan banyak orang jika
digunakan karena menyebabkan kecanduan. Maka dari itu diperlukan
pemeriksaan

untuk

mengetahui

ada

tidaknya

golongan

tersebut

pada

tubuh seseorang.
Pemeriksaan pendahuluan (Screening test) adalah pemeriksaan laboratorium
sebagai upaya penyaring untuk mengetahui ada/tidaknya golongan narkotika dan
psikotropika yang menimbulkan efek toksik atau efek gangguan kesehatan pada
tubuh seseorang. Salah satu metode analisis toksikologi yang digunakan untuk
mendeteksi adanya obat-obatan narkotika dan psikotropika, pada serum , plasma,
serta urine adalah dengan menggunakan teknik immunoassay .
Pemeriksaan konfirmasi dapat digunakan setelah uji skrining dimana
pemeriksaan konfirmasi ini merupakan suatu pemeriksaan lanjutan yang lebih
akurat karena hasil yang dikeluarkan sudah definitif menunjukkan jenis
zat narkotika psikotropika yang terkandung di dalam sampel tersebut.
Pemeriksaan dilakukan apabila hasil pemeriksaan pendahuluan (screening test)
memberi hasil positif (BNN, 2008)

BAB II
DASAR TEORI
2.1.

Tinjauan Umum Narkotika dan Psikotropika

Narkoba adalah obat, bahan, zat dan bukan tergolong makanan yang jika
diminum, dihisap, ditelan, atau disuntikkan dapat menyebabkan ketergantungan
dan berpengaruh terhadap kerja otak, demikian pula fungsi vital organ tubuh lain
(jantung, peredaran darah, pernapasan, dll).
Menurut Soerdjono Dirjosisworo, Narkotika adalah zat yang bisa
menimbulkan pengaruh tertentu bagi yang menggunakannya dengan memasukkan
kedalam tubuh. Pengaruh tersebut bisa berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit,
rangsangan semangat dan halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan. Dalam
dunia medis dimanfaatkan sebagai pengobatan dan kepentingan manusia di
bidang pembedahan, menghilangkan rasa sakit dan lain-lain. Sedangkan
Psikotropika dalam Undang-Undang No. 5/1997 disebutkan merupakan zat atau
obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
pada aktivitas mental dan perilaku.
Menurut UU Narkotika UU No. 35 tahun 2009 golongan psikotropika
golongan I dan II dimasukkan kedalam kelompok narkotika yang dibagi menjadi
5 jenis yaitu golongan amfetamin, opiat, barbiturat, benzodiazepine, dan
mariyuana (ganja). Golongan amfetamin terdiri atas amfetamin, dan turunannya
(ekstasi dan kristal sabu), golongan opiat terdiri atas morfin, heroin, dan kodein,
golongan barbiturat terdiri atas secobarbital, phenobarbital, dan amorbarbital,
golongan benzodiazepine yang terdiri dari diazepam, alprazolam, nimetazepam,
bromazepam, dan chlordiazepoxide.
Sementara golongan Psikotropika yaitu golongan III dan IV yang sesuai
dengan Undang-Undang No. 5 tahun 1997. Zat yang termasuk psikotropika antara
lain ; Sedatin (Pil BK), Rohypnol, Magadon, Valium, Mandrax, Amfetamine,
Fensiklidin, Metakualon, Metifenidat, Fenobarbital, Flunitrazepam, Ekstasi,
Shabu-shabu, LSD (Lycergic Syntetic Diethylamide) dan sebagainya.

2.2.

Uji Skrining Terhadap Narkotika dan Psikotropika dengan Teknik


Immunoassay.
Scrrening test adalah pemeriksaan laboratorium sebagai upaya penyaring
untuk mengetahui ada/tidaknya golongan narkotika dan psikotropika yang
menimbulkan efek toksik atau efek gangguan kesehatan (Gelgel Wirasuta. 2013)
Immunoassay adalah suatu uji untuk mengidentifikasi keberadaan suatu obat
maupun metabolitnya dalam sampel biologis. Tujuannya untuk memonitor
penyalahgunaan obat maupun terapu suatu obat pada pasien. Immunoassay lebih
sering menggunakan sampel urin karena dibutuhkan sampel bebas protein. Pada
sampel lain yang masih mengandung protein perlu dilakukan pemisahan terlebih
dahulu karena protein dapat mengganggu pembacaan absorbansi. Immunoassay
mudah dilakukan, relatif murah untuk pengujian tiap sampel, dan dapat
mengidentifikasi suatu golongan obat. Namun perlu diperhatikan adanya senyawa
yang mirip dengan target dapat mengganggu pebgukuran atau hasil positif yang
salah. (Kenny. 2011)
Teknik immunoassay yaitu salah satunya enzyme multiplied immunoassay
technique (EMIT) yang disebut dengan rapid test. Pengujian dengan
menggunakan metode EMIT merupakan salah satu cara pengujian secara
immunoassay yang menggunakan suatu enzim yang sama untuk menguji beberapa
senyawa. EMIT sendiri merupakan teknik immunoassay untuk beberapa jenis obat
yang reseptornya berupa enzim. Pengujian dengan metode ini didasarkan dari
adanya kompetisi antara obat pada sampel dan obat yang telah dilabeli dengan
enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6P-DH) dengan sisi aktif dari suatu
antibody (immunoassay competitive). Enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase
(G6P-DH) diperoleh dari Leuconostoc mesenteroides

yang digunakan dalam

pengujian ini. (Sukasediati dan Matta, 1987)


2.3.

Uji Konfirmasi
Pemeriksaan konfirmasi adalah suatu pemeriksaan lanjutan yang lebih
akurat karena hasil yang dikeluarkan sudah definitif menunjukkan jenis zat

narkotika psikotropika yang terkandung di dalam sampel tersebut. Pemeriksaan


dilakukan apabila hasil pemeriksaan pendahuluan (screening test) memberi hasil
positif (BNN, 2008).
Umumnya

uji

pemastian

menggunakan

teknik

kromatografi

yang

dikombinasi dengan teknik detektor lainnya, seperti: kromatografi gas spektrofotometri massa (GC-MS), kromatografi cair kenerja tinggi (HPLC)
dengan diode-array detektor, kromatografi cair - spektrofotometri massa (LCMS), KLT-Spektrofotodensitometri, dan teknik lainnya. (Wirasuta, 2008)
2.4.

Opiat
Opioida atau opiate berasal dari kata opium. Opioida adalah segolongan zat,
baik yang alamiah, semi sintetik, maupun sintetik yang khasiatnya analgetik.
Opioida memiliki sifat menghilangkan rasa nyeri, khasiat hipnotik (menidurkan)
dan euforik (menimbulkan rasa gembira). Beberapa yang termasuk opioida
alamiah adalah :
1. Morfin
Pemakaian morfin yang teratur akan cepat menimbulkan toleransi dan
ketergantungan. Opium mentah mengandung 4-21 % morfin. Morfin
bekerja pada reseptor opiate yang sebagian besar terdapat di susunan saraf
pusat dan perut.
2. Kodein
Kodein merupakan alkaloida alamiah yang terdapat dalam opioida mentah
sebanyak 0,7-2,5 %. Kodein juga opioida alamiah yang paling banyak
digunakan dalam pengobatan. Kodein mempunyai efek analgetik lemah,
sekitar 1/12 kekuatan analgetik morfin. Karenanya kodein tidak dipakai
untuk menghilangkan rasa nyeri, tetapi merupakan antitusif (anti batuk)
yang kuat.

2.5.

Metode Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu metode yang digunakan dalam proses pemisahan


suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan bantuan pelarut sebagai
tenaga pemisah.
1. Ekstraksi Cair-Cair
Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan
tetentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur seperti benzene dan
kloroform. Ekstraksi cair-cair digunakan sebagai cara untuk praperlakuan
sampel atau clean-up sampel untuk memisahkan analit-analit dari komponenkomponen matriks yang mungkin menganggu pada saat kuantifikasi atau
deteksi analit. Kebanyakan prosedur ekstraksi cair-cair melibatkan ekstraksi
analit dari fasa air kedalam pelarut organic yang bersifat non-polar atau agak
polar seperti n-heksana, metil benzene atau diklorometana. Meskipun
demikian, proses sebaliknya juga mungkin terjadi.Analit-analit yang mudah
tereksitasi dalam pelarut organic adalah molekul-molekul netral yang
berikatan secara kovalen dengan konstituen yang bersifat non-polar atau agak
polar. (Rohman, 2007)
2. Ekstraksi Padat-Cair
Jika dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair, ekstraksi fase padat yang biasa
disebut Solid Phase Extraction (SPE) merupakan teknik yang relatif baru akan
tetapi SPE cepat berkembang sebagai alat yang utama untuk pra-perlakuan
sampel atau untuk clean-up sampel-sampel yang kotor, misal sampel-sampel
yang mempunyai kandungan matriks yang tinggi seperti garam-garam,
protein, polimer, resin, dll. (Rohman, 2007)
Keunggulan SPE dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair adalah: proses
ekstraksi lebih sempurna, pemisahan analit dari penganggu yang mungkin ada
menjadi lebih efisien, mengurangi pelarut organik yang digunakan, fraksi
analit yang diperoleh lebih mudah dikumpulkan, mampu menghilangkan
partikulat, lebih mudah diotomatisasi. (Rohman, 2007)

2.6.

Urin
Urine sangat berguna dalam skrining racun karena obat, racun dan metabolit
terdapat dengan konsentrasi yang lebih besar pada urin dibandingkan dalam
darah. Urine, tidak seperti plasma, bebas dari protein dan lipida, karena itu
umumnya dapat langsung diekstraksi dengan pelarut organik. Dibandingkan
dengan plasma atau serum, komposisinya bervariasi cukup besar yang dapat
dilihat dari warna gelap urine malam dibandingkan dengan warna yang pucat dari
urine yang dikumpulkan pada siang hari. (Wirasuta, 2008)
Urin segar berwarna kuning atau kuning-hijau, namun pada penyimpanan
sebagai larutan yang bersifat asam warna urin akan berubah menjadi kuningcoklat akibat terjadinya oksidasi dari urobilinogen menjadi urobilin. Sampel urin
tahan selama beberapa minggu jika disimpan pada suhu 2-8 0 C. Namun jika
dibekukan (-200 C), sampel urin yang diasamkan akan tahan sampai jangka waktu
yang panjang, tapi sebelumnya dilakukan sentrifugasi terlebih dahulu (Flanagan
et al., 2007)

2.7.

Pengumpulan Sampel, Pengiriman, dan Penyimpanan


Analisis toksikologi bukan hanya terbatas pada seberapa rumit peralatan dan
seberapa teliti analisis, hasil yang diperoleh tidak akan berarti jika pengumpulan,
pengiriman, dan penyimpanan tidak memenuhi standar analisis. Analisis harus
mengetahui stabilitas analit, matriks sampel serta kondisi lingkungan saat analisis
dilakukan. Sehingga pengumpulan, pengiriman, dan penyimpanan sampel sangat
penting dalam analisis (Flannagen. 2007).
Spesimen urin yang harus diuji harus dikumpulkan dalam wadah bersih,
kering, dan bisa dipecahkan tanpa kebocoran. Untuk sampel darah dan urine, jika
pengujian harus dilakukan nanti, sampel urin dapat disimpan pada suhu 2-8 0C
selama 48 jam atau di bawah -200C untuk jangka waktu lama. Jika ada partikel
padat terlihat dalam sampel urin, maka harus disentrifugasi, disaring, dan

memungkinkan untuk menetap untuk mendapatkan spesimen yang jelas untuk


pengujian (Anonim, 2009).
Darah segar atau sampel darah pada kasus kematian setelah dibekukan dan
sel darah merah yang terkandung diendapkan. Plasma darah yang diperoleh
umumnya masih berikatan dengan albumin dan obat-obatan induk berikatan
dengan 1-asam glikoprotein. Ikatan ini perlu diputuskan untuk menentukan
kadar obat total. Maka diperlukan penambahan methanol 2 kali volume plasma
atau serum diikuti dengan vortex dan sentrifugasi berkecepatan tinggi sehingga
dapat mengendapkan protein.

BAB III
PROSEDUR KERJA

3.1 Uji Skrining


3.1.1 Alat dan Bahan
1. Alat

Pipet tetes
Botol vial
Aluminium foil
Kulkas / freezer
Pipet ukur
Gelas beaker
Tabung reaksi
Ballfiller
Tabung eppendorf

Oven (memert)
Striptes benzodiazepine
THC
Metamfetamin dan Opiat dari
BIO-RAD
Strip pH dari MACHEREYNAGEL
Pemanas dari Caorning PC420D

2. Bahan
Metano
3.1.2 Skema Kerja

Preparasi sampel
a. Preparasi Sampel Darah Segar
Fase cair (plasma)

Darah
ditambah EDTA
Card strip
test segar
disiapkan

disentrifugasi

Fase padat (sel darah)

terbentuk 2 lapisan
Kecepatan 1500 rpm , selama 15 menit

Jika sampel urine keruh


b. Preparasi Sampel Urin

Disentrifugasi

Fase Bening

Dipipet

Fase Keruh

c. Uji

Skrining

narkotika

dan

Psikotropika

dengan

Teknik

Immunoassay
Card strip dibawa ke suhu ruangTes strip dikeluarkan
dicelupkan
Plasma/urine,
arahmaks
panah
menunjuk tegak lurus pada sampel
Tinggi sampel yang tercelup tidak melebihi
batas tinggi
strip

Ditahan 30 detik

Strip
diletakkan
Muncul warna merah keunguan
pada
strip dipermukaan datar, bersih , tidak menyerap

Hasil dibaca 10-30 menit setelah penambahan sampel

3.1.3 Interpretasi Hasil


Hasil negatif (-) tampak 2 garis pada huruf C dan T
Hasil positif (+) tampak 1 garis pada huruf C
Hasil invalid
tidak muncul garis pada huruf C.

Keterangan :
1. Interpretasi hasil uji skrining pada sampel analisis tidak mengandung
senyawa golongan narkotika atau psikotropika.
2. Interpretasi hasil uji skrining pada sampel analisis mengandung
senyawa golongan narkotika atau psikotropika.
3. Interpretasi hasil uji skrining tidak valid.
3.2 Uji Konfirmasi
3.2.1 Medium Analit
3.2.2

Urine
Target

3.2.3

Derivat Amfetamin : Amfetamin (AM), Metamfetamin (MA), dan


Metilendioksimetanfetamin (MDMA)
Golongan Opiat : Morfin, Codein

Metode Pemisahan
Alat dan Bahan
a.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Alat :
Alat sentrifugasi
Alat vortex
Gelas ukur
Pipet volume dan
Ballfilter
Pipet tetes
Gelas beaker
Botol vial
Labu ukur

9. Tabung reaksi
10. Plat silica GF 254
11. Chamber
12. Camag Nanomat 4
13. Spektrofotometer
b. Bahan :
1. Amfetamin (AM)
2. Metamfetamin (MA)

3. Metillendioksimetanfeta
min (MDMA)
4. Morfin
5. Codein

6. Buffer pospat pH 10,5


7. Metanol
8. Kloroform
9. Aquades
10. Eluent :TAEA dan TB

Prosedur Kerja
Ekstraksi sampel dengan menggunakan ekstraksi cair-cair
-

Ekstraksi sampel dengan menggunakan ekstraksi cair-cair


(MORFIN)

Diambil 1 ml sampel
urin ditaruh pada tabung
sentrifuge

Dilanjutkan dengan penambahan 1 ml buffer


pH 10 pada sampel dan ditambahkan 2 ml
campuran klorofrom : isopropanol = (3:1)

Setelah selesai divortex,


tabung disentrifuge
dengan kecepatan 3000
rpm selama 10 menit

Kemudian tabung divortex dengan kecepatan


2500rpm selama 30 menit hingga terbentuk
emulsi sempurna.

Fase yang terpisah dari


fase air diambil dengan
pipet dan ditampung
pada tabung lain (fraksi
A yang mengandung
morfin)

Selanjutnya fraksi A kemudian diuapkan


pada suhu 60-70oC

Residu dilarutkan
dalam 25l metanol
HASIL PENGAMATAN
BAB IV

4.1 Preparasi Sampel

Gambar 4.1.1 Sampel Urin yang akan


dianalisis

Gambar 4.1.2 Centrifuge yang


digunakan untuk mendapatkan Urin
yang bening

4.2 Uji Screening


NO

GOLONGAN

HASIL
+
-

WARNA

pH

KETERANGAN
Didalam urin tidak

BENZODIAZEPI

Kuning Jernih

terdapat narkotika
golongan
benzodiazepin
Didalam urin tidak

AMPHETAMINE

Kuning Jernih

terdapat narkotika
golongan amfetamin
Didalam urin tidak

MORPHIN

Kuning Jernih

terdapat narkotika
golongan morphine
Didalam urin tidak

KOKAIN

Kuning Jernih

terdapat narkotika
golongan kokain

- Gambar Hasil Pengamatan :

Gambar 4.2.3 Hasil Positif (+) Strip test

Gambar 4.2.4 Hasil Negatif (-) Strip test

Benzodiazepin

Amphetamine

Gambar 4.2.5 Hasil Negatif (-) Strip test

Gambar 4.2.6 Hasil Negatif (-) Strip test

Morphine

Kokain

Sifat Fisikokimia Morfin

Struktur

pKa

pKa 8,0 (bersifat basa karena mengandung gugus

Kelarutan

amin tersier dan


pKa 9,9 (bersifat asam)
(ditengahnya dalam bentuk tak terion)
1 bagian larut dalam 5000 bagian air, dalam 210
bagian etanol, dalam 125 bagian gliserol, 1:1220
dalam kloroform, sangat mudah larut dalam campuran
kloroform isopropanol dan praktis tidak larut dalam

Titik isolistrik
Titik lebur
Koefisien partisi

eter
pH 9
254-256 C
1,4 atau 1 oktanol/air

Sifat Fisikokimia Codein

Struktur

pKa

pKa 8,2

Kelarutan

Sukar larut dalam air : larut dalam air mendidih dan


dalam eter ; sanagat mudah larut dalam etanol; mudah
larut dalam kloroform; hampir tidak larut dalam

Titik isolistrik

petroleum eter atau dalam alkali hidroksida


lebih besar dari pH 9 ; lakukan penetapan dengan

Titik lebur
spectrum UV

larutan 0,5%
1550 sampai 1590
dalam larutan asam dengan serapan maksimum pada
panjang gelombang 285nm (A11= 55a) dan tidak da
serapan pada basa

4.3 Uji Konfirmatif dan Ekstraksi

Perhitungan Handerson Hasselbach (Morfin)


o pKa 8,00
100
=
1+ antilog( pKa pH )

99

100
1+ antilog( pKa pH )

100
99

= 1 + antilog (pKa - pH)

1,01

= 1 + antilog (pKa pH)


Misal : (pKa pH) = y

Antilog y

= 1,01 1

Antilog y

= 0,01

= log 0,01

= -2

pKa pH

=-2

8 pH

= -2

pH

= 10

o pKa 9,9
=

99

100
1+ antilog( pKa pH )

100
1+ antilog( pKa pH )

100
99

= 1 + antilog (pKa - pH)

1,01

= 1 + antilog (pKa pH)


Misal : (pKa pH) = y

Antilog y

= 1,01 1

Antilog y

= 0,01

= log 0,01

= -2

pKa pH

=-2

9,9 pH

= -2

pH

= 11,9

Perhitungan Handerson Hasselbach (Codein)


100
=
1+ antilog( pKa pH )

100
1+antilog(8,210)

100
1+antilog(1,8)

100
1+0,0158

100
1,0158
= 98,44 %

Gambar Uji Ekstraksi dan Konfirmatif

Gambar 4.3.7 larutan Kloroform

4.3.8 Larutan Isopropanol

Gambar 4.3.9 Larutan Acetonitritr

Gambar 4.3.10 larutan Buffer pH 10

Gambar 4.3.11 Sampel Urin yang akan

Gambar 4.3.12 Campuran larutan

diuji lanjutan Ekstraksi

Isopropanol:Kloroform (1:3)

Gambar 4.3.13 Sampel Urin yang


sudah ditambahkan 1 mL Buffer pH 10

Gambar 4.3.14 Sampel urin yang


sudah ditambahkan Buffer pH 10,
dan campuran isopropanol:kloroform

Gambar 4.3.14 proses Vortex

Gamvar 4.3.16 Proses Centrifugasi

Gambar 4.3.15 sampel yang telah di


vortex

Gambar 4.3.17 Sampel yang telah di


centrifuge

Gambar 4.3.18 alat yang digunakan

Gambar 4.3.19 tekanan uap dari

untuk penguapan

proses penguapan

Gambar 4.3.20 keterangan display pada alat penguapan

BAB V
PEMBAHASAN
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Anonim,

2009.

Farmakokinetik

Obat.

Diakses

dari

http://ebie-bie-

bie.blogspot.com/2009/12/farmako-kinetik-obat.html. Diakses pada : Rabu,


23 April 2014.
BNN. 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Narkotika, Psikotropik, dan Obat
Berbahaya. Jakarta : BNN.
Flanagan, R. J., A. Taylor, I. D. Watson, R. Whelpton. 2007. Fundamentals of
Analytical Toxicology. John Wiley and Sons Ltd: West Sussex.
Inar.

2013.

Narkotika

dan

Psikotropika.

Online.

http://anakessandikarsa011008.blogspot.com/2013/07/napza-narkotikapsikotropika-dan-zat.html. Diakses pada : Rabu, 23 April 2014.


Kenny. 2011. Analisis Kualitatif Amfetamin dan Benzodiazepin Secara EMIT.
Online.

http://www.scribd.com/doc/74127001/Bioanalisis-EMIT-Kualitatif-

Amfetamin-dan-Benzodiazepin. Diakses pada : Rabu, 23 April 2014.


Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
UNODC.

(2012).

World

Drug

Report

2012.

[online]

tersedia:

http://www.unodc.org/documents/dataandanalysis/WDR2012/WDR_2012_we
b_small.pdf (diakses : Rabu, 25 Mei 2016 ; 11:17)
Wirasuta, 2008. Analisis Toksikologi Forensik Dan Interpretasi Temuan Analisis.
Jakarta : Universitas Udayana Press.
Wirasuta, Gelgel. 2013. Penuntun Praktikum Toksikologi. Denpasar : Universitas
Udayana

Denpasar, 22 April 2016


Praktikan I

Praktikan II

(Putu Rina Widhiasih)

(Luh Putu Devi Kartika)

Praktikan III

Praktikan IV

(A.A Lidya Nirmala Dewi)

(Ni Putu Puri Artini)

Praktikan V

Praktikan VI

(Ni Made Andini Dewi)

(Thalia Anggrea Noor)


Praktikan VII

(Vitri Anastasia Irianto)

LEMBAR PENGESAHAN

Pembimbing I

(Dr.rer.nat. I Md Agus Gelgel


Wirasuta, M.Si.,Apt )

Pembimbing III

(Ni Made Widi Astuti, S.Farm,


M.Si.,Apt )

Pembimbing II

(Pande Made NovaArmitha, S.Farm.,


M.Si., Apt.)

Pembimbing IV

(G.A. Made Ratih Kusuma Ratna D.,


S.Farm.,Apt.)

Anda mungkin juga menyukai