Anda di halaman 1dari 6

TUGAS FARMASI FISIK

PRAKTIKUM IV

Disusun Oleh : Kelompok VI

Anak Agung Istri Anom Eka Krisna Dewi (202026)

Ni Komang Puja Prascita Dewi (202027)

I Kadek Dwija Kusuma (202028)

Kadek Dwi Oktariadi (202029)

I Komang Anom Astana Ady (202030)

Kadek Devi Rismawati (202031)

Komang Hardianta (202032)

PROGRAM STUDI DIII FARMASI


SEKOLAH TINGGI FARMASI MAHAGANESHA
TAHUN AJARAN 2020-2021
SOAL !
1. Selain menggunakan shake flask method seperti yang dilakukan pada praktikum,
sebutkan dan jelaskan metode lainnya untuk menentukan koefisien partisi suatu zat. (40)
2. Jika asam salisilat di distribusikan di antara air dan oktanol 37Oc, dan kosentrasi asam
salisilat dalam air ternyata 0,0510 mol/L dan dalam oktanol adalah 0,0155 mol/L. Maka
berapakah koefisien partisi asam salisilat pada sistem air-oktanol tersebut? (20)
3. Jelaskan hubungan antara kelarutan dan koefisien partisi ! (40)

JAWABAN
1. Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menentukan koefisien partisi suatu zat yaitu :
a. Metode labu kocok
Pada metode ini, obat yang ditentulan nilai P-nya dimasukkan secara tradisional
ke dalam corong pisah yang mengandung kedua fase tidak bercampur walaupun akan
sama baiknya jika kita menggunakan tabung sentrifus (dan memerlukan sampel yang
lebih sedikit). Kedua fase tak bercampur yang dipilih biasanya adalah 1-oktanol dan
larutan penyangga dengan pH 7,4 . Oktanol digunakan pada penentuan koefisien partisi
karena hasil yang diperoleh memiliki korelasi terbaik dengan data biologi yang
didapatkan secara in vivo ini. Ini mungkin karena kedelapan atom karbon pada
dasarnya bersifat hidrofobik (atau tidak suka air), dan satu gugus hidroksilnya bersifat
hidrofilik (atau suka air), dan secara bersama-sama memberikan keseimbangan yang
paling mendekati dengan yang ditemukan pada membran sel manusia. Penyangga berait
dengan pH 7,4 menggambarkan kompartemen berair di dalam tubuh, misalnya plasma
darah.

Kedua fase dicampurkan untuk mendapatkan oktanol terjemahkan larutan


penyangga pada fase bagian atas dan larutan penyangga terjenuhkan oktanol pada fase
bagian bawah. Begitu kedua fase terpisah (dibutuhkan waktu beberapa saat), obat segera
ditambahkan dan isi labu di kocok secara mekanik selama paling tidak 1 jam. Kedua
fase dibiarkan memisah (atau disentrifuge jika anda sedang terburu-buru) dan kemudian
konsentrasi obat di dalam fase berair ditentukan. Ini dapat dilakukan dengan cara titrasi
jika obat tersebut cukup asam atau basa, atau yang lebih sering digunakan secara
spektrofotometri. Konsentrasi di dalam fase oktanol diketahui dengan cara pengurangan
dan nilai dapat dihitung Metode ini bekerja dengan sangat baik jika jumlah sampel
cukup dan obat memiliki gugus kromofor untuk penetapan kadar spektroskopi fase
berair.
Hal yang penting pada jenis ekstraksi cair-cair ini bukanlah volume fase organik,
melainkan jumlah pengekstraksian yang dilakukan, Ekstraksi 10 ml fase organik
sebanyak 5 kali akan memisahkan senyawa yang lebih banyak disbanding kan dengan
satu kali ekstraksi volume 50 ml, walaupun volume total pelarut organik yang
digunakan sama. Sama halnya, sepuluh kali ekstraksi fasa organik sebanyak 5 ml akan
lebih efisien lagi dan demikian seterusnya. Efek ini (yang umum pada semua jenis
ekstraksi) merupakan sesuatu yang masuk akal. Setiap kali salah satu fase dipindahkan
dan digantikan dengan pelarut yang baru. kesetimbangan untuk proses partisi akan
tersusun ulang sesuai dengan perbandingan koefisien partisi, dan obat akan
meninggalkan fase berair menuju fase organic dan memperbaiki perbandingan
kesetimbangan.
Suatu persamaan dapat diturunkan untuk menghitung peningkatan efisiensi
penggunaan ekstraksi ganda terhadap ekstraksi tunggal:

n
A
W n =W ( PS+ A )
Wn adalah massa obat yang tertinggal di dalam fase berair setelah n kali ekstraksi,
W adalah massa awal obat di dalam fase berair, A adalah volume fase berair, S adalah
volume fase pelarut (atau senyawa organik), P adalah koefisien partisi, n adalah jumlah
ekstraksi.

b. Kromatografi lapis tipis (KLT)


Pada teknik ini, nilai Rf obat digabungkan dengan koefisien partisi secara
matematika. Plat tipis atau lembaran kertas diberi lapisan awal dengan fase organik
(biasanya parafin atau oktanol) dan dibiarkan mengering. Sampel kemudian diletakkan
pada plat dan plat dibiarkan mengembang. Fase gerak yang digunakan, dapat berupa air
atau campuran air dengan pelarut organik yang dapat bercampur (seperti aseton) untuk
meningkatkan kelarutan obat.
Setelah plat mengembang, bercak-bercak yang terbentuk segera dilihat (dengan
menggunakan lampu ultraviolet jika obat tersebut memiliki gugus kromofor, atau
dengan uap iodin jika obat tidak memiliki gugus kromofor), dan R f masing-masing
bercak ditentukan. Rf adalah hasil pembagian antara jarak perpindahan bercak dengan
jarak pengembangan pelarut, dan dituliskan dalam bentuk nilai desimal. Rf dapat
dihubungkan dengan koefisien partis melalui persamaan di bawah ini.

k
P=
( R1 )−1
f

K adalah tetapan untuk sistem yang digunakan, yang ditentukan dengan


menjalankan sejumlah senyawa-senyawa standar yang nilai P-nya telah diketahui di
dalam sistem dan nilai dan menghitung k.
Metode KLT dalam penentuan nilai P memberikan hasil terbaik pada senyawa-
senyawa yang memiliki struktur dan sifat-sifat fisika yang mirip. Keuntungan
menggunakan teknik ini di dalam menentukan nilai P adalah banyaknya senyawa yang
dapat ditentukan secara bersamaan pada satu plat, dan jumlah sampel yang diperlukan
sangat sedikit. Sebaliknya, sulit untuk menemukan standar yang sesuai, dan fase gerak
berair memerlukan waktu hingga berjam-jam untuk dapat bergerak naik pada plat KLT
yang berukuran besar.

c. Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)


Metode analisis ini memiliki prinsip kimia yang sama dengan metode KLT, hanya
metode ini memiliki efisiensi (serta biaya) yang jauh lebih besar. Sebagai pengganti
nilai Rf, waktu retensi obat ditentukan dan dihubungkan dengan P melalui persamaan
yang sama dengan persamaan untuk KLT. Waktu retensi, seperti namanya, adalah
waktu yang diperlukan sampel untuk terelusi dari kolom KCKT. Kelemahan utama
teknik ini di dalam menentukan nilai P adalah pendeteksian obat yang tidak memiliki
gugus kromofor ketika detektor UV tidak dapat digunakan. Pada kasus seperti ini, hal
yang harus dilakukan adalah menghubungkan sistem KCKT dengan detektor indeks
bias (refractive index, RI) atau detektor elektrokimia (electrochemical detector, ECD).
Detektor RI bekerja berdasarkan perubahan indeks bias fase gerak ketika zat terlarut
terelusi untuk mendeteksi sinyal, sementara fungsi ECD seperti elektroda kecil untuk
mengoksidasi atau mereduksi analit pada saat terelusi. Pada kasus lain, sebelum
dilakukan penentuan nilai P, yang harus dipertimbangkan dengan serius adalah
menentukan nilai P obat-obat lainnya. Oleh karena itu, jangan pernah membuat senyawa
yang tidak dapat dideteksi dengan UV. Pengoptimalan sistem KCKT dengan RI atau
ECD memerlukan waktu yang sangat lama, maka metode pendeteksian dengan cara ini
sebaiknya dihindari.
Ada beberapa keuntungan pada penentuan P dengan metode KCKT, yaitu tidak
memerlukan sampel yang banyak dan sampel juga tidak harus murni 100. Selain itu,
apabila telah didapatkan sistem yang lengkap, biaya penentuannya hanya sebatas pada
pembelian pelarut tingkat KCKT dan membayar biaya listrik yang digunakan.

2. Diketahui : N asam salisilat dalam air : 0,0510 mol/L


N asam salisilat dalam oktanol: 0,0155 mol/L
Ditanyakan : P :….?
Co
Jawab : P=
Cw
0,0155 mol/ L
P=
0,0510 mol/ L
P = 0,30
Log P = Log 0,30 = -0,5
Jadi Log P = -0,5 termasuk P < 0, Maka zat tersebut cenderung bersifat hidrofil atau suka
air
3. Aktivitas biologis senyawa obat ditentukan antara lain oleh struktur kimianya. Kelarutan
relatif obat dalam lemak/air (koefisien partisi) merupakan sifat kimia fisika yang
dipengaruhi oleh struktur kimia senyawa obat yang memegang peranan penting dalam
hubungannya dengan laju perjalanan obat melewati berbagai membran biologis. Telah
dilakukan penentuan parameter lipofilik yaitu nilai log P dan nilai RM serta penentuan
hubungan antara nilai log P dengan nilai RM.

Anda mungkin juga menyukai