“KOEFISIEN PARTISI”
Disusun Oleh:
Kelompok 3 S1-IVB
1. Leni Triani (1601021)
2. Ainun Alfatma (1701047)
3. Berliani Aprilia Rahmadewi (1701051)
4. Desi SetiaWati (1701055)
5. Fadila Toha (1701059)
6. Hamida Nur Azri (1701063)
7. M. Saleh Budi Ishaqi Pohan (1701069)
8. Nida Larasati (1701073)
9. Reza Afda (1701079)
10. Serly Nuryahati Happy (1701083)
11. Tryanita Aisyah (1701087)
12. Yoga Yudhistira (1701090)
13. Hanalia Zahara (1801129)
14. Desi Linda Sari (1801124)
Dosen Pengampu :
Dr. Gressy Novita, M.Farm., Apt
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
anugerahnya kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah preformulasi ini. Terima kasih
kami ucapkan kepada ibu Dr. Gressy Novita, M.Farm, Apt selaku pembimbing serta dosen
preformulasi yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini. Makalah ini di
buat agar pembaca mendapat pengetahuan, serta sebagai tugas di Sekolah Tinggi Ilmu
Farmasi Riau (STIFAR). Kami mengucapkan terimakasih atas partisipasi, bantuan dan juga
dukungan yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu
kami menerima kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kebaikan
makalah ini dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
semua.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien
partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi lebih mudah. Selain itu,
organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi
ataupun sangat rendah maka hal tersebut akan menjadi hambatan pada proses difusi zat
senyawa dalam jumlah tertentu ke dalam sistem keseimbangan termodinamik antara dua
pelarut yang berbeda kepolaran yaitu pelarut n-oktanol dan air (Tahir, 2001).
Dalam pembuatan obat luar atau topikal, terdapat dua tahapan kerja obat topikal agar
dapat memberikan efeknya yaitu obat harus dapat lepas dari basis dan menuju ke
permukaan kulit, selanjutnya berpenetrasi melalui membran kulit untuk mencapai tempat
aksinya. Faktoryang mempengaruhi salah satunya adalah koefisien partisi. Oleh karena
itu, koefisien partisi juga merupakan hal yang sangat penting dan perlu
Untuk meningkatkan fluks obat yang melewati membran kulit, dapat digunakan
oleh koefisien difusi obat melewati stratum corneum, konsentrasi efektif obat yang
terlarut dalam pembawa, koefisien partisi antara obat dan stratum corneum dan tebal
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pembuatan makalah ini, maka rumusan masalah pada
5. Bagaimana hubungan antara koefisien partisi dengan drug delivery dan liposom ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :
5. Mengetahui bagaimana hubungan antara koefisien partisi dengan drug delivery dan
liposom ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
[organik]
P=
[berair]
4
Koefisien partisi tampak (apparent partition coefficient, Papp) bergantung pada
proporsi senyawa yang terdapat di dalam larutan, yang selanjutnya bergantung pada pH
larutan, atau
ftidak terion sama dengan fraksi jumlah total obat yang tidak terion pada pH tersebut. Ini
berarti jika ftidak terion = 1, Papp = Ptrue dan senyawanya tidak terion.
Kisaran kemungkinan nilai P yang ditemukan dalam molekul obat adalah luas,
mulai dari fraksi yang kecil hingga bernilai beberapa ribu. Dengan alasan ini, telah umum
digunakan bentuk logaritma (bilangan dasar 10) koefisien partisi atau log P. Ini berlaku
terutama pada hubungan kuantitatif struktur-aktivitas (quatitative structur-activity
relationship, QSAR). Pada QSAR, sifat-sifat fisiko-kimia suatu obat (seperti
hidrofobisitas, interaksi sterik atau efel elektronik) diukur, dan sebuah persamaan
diturunkan, yang dapat digunakan untuk memperkirakan aktivitas biologi, obat-obat yang
serupa lainnya. Teknik QSAR menjadi populer dengan adanya kemajuan dalam komputer
yang mampu melakukan analisis regresi ganda untuk mendapatkan persamaan yang
cukup ompleks yang diperlukan.
Dalam mengkaji sifat-sifat di atas, maka digunakan deskriptor deskriptor sebagai
parameter terseleksi. Deskriptor merupakan sifat-sifat alamiah yang dimiliki oleh suatu
senyawa dan diperkirakan memiliki korelasi terhadap aktivitas atau sifat-sifat kimia dan
fisika senyawa tersebut. Banyak jenis deskriptor yang telah digunakan dalam analisis
QSAR, di antaranya adalah: koefisien partisi oktanol-air (log P), muatan parsial (q),
momen dwi kutub (μ), konstanta Hammet (σ), polarisabilitas(α ), berat molekul, volume
molar (Vm), dan luas permukaan van der Waals.
Nilai Log P (koefisien partisi n-oktanol – air) merupakan parameter penting dalam
perancangan senyawa obat baru, karena sistem n-oktanol – air merupakan pelarut yang
mirip dengan darah manusia. Semakin besar nilai Log P, maka dapat digambarkan bahwa
kelarutan senyawa tersebut di dalam darah manusia semakin baik.
Besarnya senyawa yang bercampur atau larut dalam oktanol tergantung pada
koefisien partisi oktanol/air (O/A) dari senyawa tersebut. Makin tinggi koefisien
partisinya menunjukkan bahwa senyawa tersebut semakin bersifat lipofil artinya semakin
mudah terlarut dalam lemak. Sebaliknya apabila koefisien O/A nya semakin rendah
5
senyawa tersebut lebih mudah larut dalam fase air atau disebut bersifat hidrofil. Dengan
menghitung besarnya cacahan radioaktivitas dalam fase oktanol dibanding dengan
radioaktivitas dalam fase air dapat diketahui koefisien partisinya, sedangkan
lipofilisitasnya dinyatakan dengan P(oct/air) yang sama dengan logaritma dari koefisien
partisi O/A (Nunn, 1992 dalam Oekar dkk, 2010).
Lipofilisitas = logP(oct)
dimana,
radioaktivitas fraksi oktanol
P(oct) =
radioaktivitas fraksi air
6
Gambar 1. Macam-macam rute gerakan obat melewati membran sel (sumber : Staf
Pengajar Departemen Farmakologi FK UNSRI, 2009)
7
organik sebanyak 5 kali akan memisahkan senyawa yang lebih banyak disbanding
kan dengan satu kali ekstraksi volume 50 ml, walaupun volume total pelarut organik
yang digunakan sama. Sama halnya, sepuluh kali ekstraksi fasa organik sebanyak 5
ml akan lebih efisien lagi dan demikian seterusnya. Efek ini (yang umum pada semua
jenis ekstraksi) merupakan sesuatu yang masuk akal. Setiap kali salah satu fase
dipindahkan dan digantikan dengan pelarut yang baru. kesetimbangan untuk proses
partisi akan tersusun ulang sesuai dengan perbandingan koefisien partisi, dan obat
akan meninggalkan fase berair menuju fase organic dan memperbaiki perbandingan
kesetimbangan.
Suatu persamaan dapat diturunkan untuk menghitung peningkatan efisiensi
penggunaan ekstraksi ganda terhadap ekstraksi tunggal:
n
A
Wn = W ( )
PS + A
Wn adalah massa obat yang tertinggal di dalam fase berair setelah n kali
ekstraksi, W adalah massa awal obat di dalam fase berair, A adalah volume fase
berair, S adalah volume fase pelarut (atau senyawa organik), P adalah koefisien
partisi, n adalah jumlah ekstraksi.
8
k
P=
1
(R ) − 1
f
9
Ada beberapa keuntungan pada penentuan P dengan metode KCKT, yaitu tidak
memerlukan sampel yang banyak dan sampel juga tidak harus murni 100. Selain itu,
apabila telah didapatkan sistem yang lengkap, biaya penentuannya hanya sebatas
pada pembelian pelarut tingkat KCKT dan membayar biaya listrik yang digunakan.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien
partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi lebih mudah. Selain itu,
organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi
ataupun sangat rendah maka hal tersebut akan menjadi hambatan pada proses difusi zat
aktif.
termodinamik antara dua pelarut yang berbeda kepolaran yaitu pelarut n-oktanol dan air.
3.2 Saran
Makalah ini tidak luput dari kesalahan. Kami mengharapkan saran dan kritik dari
11
DAFTAR PUSTAKA
Abdassah, M., 2013, “Liposom Sebagai Sistem Penghantaran Obat Kanker”, Farmasi FMIPA
UNPAD, Bandung
Cairns, D., 2009,”Intrisari Kimia Farmasi”, Edisi kedua, EGC, Jakarta
Iswanto, P., I. Tahir, dan H. D. Pranowo, 2004, “Kajian Hubungan Kuantitatif Struktur Sifat
Terhadap Suhu Transisi Gelas Turunan Poli(Asam Akrilat)”, Prosiding Pertemuan
Ilmiah Pengetahuan dan Teknologi Bahan, Serpong
Kartika, W. I., 2013, “Penentuan Koefisien Partisi APMS (Asam p-Metoksisinamat) Pada
Berbagai pH Sebagai Studi Praformulasi Sediaan Topikal”, Universitas Airlangga,
Surabaya
Nogrady, T., 1992,”Kimia Medisinal Pendekatan Secara Biokimia”, Edisi kedua, Terjemahan
Rasli Rasyid dan Amir Musadad, ITB, Bandung
12