Sri Susanti
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
I.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan .............................................. 2
I.3 Prinsip Percobaan ................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3
II.1 Kelarutan................................................................................ 3
II.2 Koefisien Distribusi ................................................................ 8
II.3 Uraian Bahan.......................................................................... 10
BAB III METODE PRAKTIKUM............................................................... 14
III.1 Wakktu dan tempat Pelaksanaan Praktikum ............................ 14
III.2 Alat dan Bahan ....................................................................... 14
III.3 Cara Kerja .............................................................................. 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 19
IV.1 Tabel Hasil Pengamatan ........................................................ 19
IV.3 Pembahasan............................................................................ 21
BAB V PENUTUP ....................................................................................... 25
V.1 Kesimpulan .............................................................................. 25
V.2 Saran ....................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur,
meracik formulasi obat, identifikasi, kombinasi, analisis dan standarisasi/
pembakuan obat serta pengobatan termasuk pula sifat-sifat obat dan
distribusinya serta penggunaan yang aman (Syamsuni, 2006).
Farmasi termasuk ilmu terapan yang terdiri dari prinsip dan metode
yang telah dipetik dari disiplin ilmu lain seperti fisika, kimia, biologi dan
farmakologi. Ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat obat adalah farmasi
fisika. Menurut Martin (1993), farmasi fisika adalah ilmu di bidang farmasi
yang menerapkan ilmu fisika dalam sediaan farmasi. Dalam farmasi fisika
dipelajari sifat fisika dan berbagai zat yang digunakan untuk membuat
sediaan obat. Sehingga akan menghasilkan sediaan yang sesuai, aman dan
stabil yang nantinya akan didistribusikan kepada pasien yang
membutuhkan. Dalam farmasi fisik dipelajari sifat fisik dari berbagai zat
yang digunakan untuk membuat sediaan obat dan juga meliputi evaluasi
akhir sediaan obat tersebut. Kelarutan dalam suatu zat sangat penting dalam
formulasi sediaan obat.
Menurut Martin (1990), kelarutan dapat didefinisikan dalam besaran
kualitatif sebagai kosentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada
temperature tertentu, dan secara kualitatif dapat didefinisikan sebagai
interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk disperse
molekuler homogen.
Dalam bidang farmasi mempelajari kelarutan dalam suatu zat sangat
membantu dalam memilih pelarut yang baik untuk obat atau kombinasi
obat, membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada
waktu pembuatan larutan farmasetis, dapat bertindak sebagai uji kemurnian.
Selain itu mempelajari distribusi obat penting untuk ahli farmasi karena
melibatkan beberapa biang ilmu farmasetik. Menurut Kasmiyatun (2010),
koefisien distribusi atau koefisien partisi obat adalah suatu perbandingan
1
2
kelarutan suatu zat (sampel) di dalam dua pelarut yang berbeda dan tidak
saling bercampur, serta merupakan suatu harga tetap pada suhu tertentu.
Mengingat pentingnya pengetahuan tentang kelarutan dan koefisien
distribusi dalam bidang farmasi, maka dilakukan percobaan penentuan
kelarutan dari asam salisilat pada suhu kamar dan suhu 55°C dan koefisien
distribusi dari asam borat dalam pelarut air dan paraffin cair yang tidak
saling bercampur yang dititrasi menggunakan larutan baku NaOH 0,1 N
dengan bantuan indikator fenolftalein.
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penentuan kelarutan dan koefisien
distribusi zat padat dalam pelarut pada berbagai suhu dan pelarut yang tidak
saling bercampur.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Menentukan perbandingan kelarutan dari asam salisilat pada suhu
kamar dan suhu 55°C dan koefisien distribusi dari asam brat dalam pelarut
air dan paraffin cair yang tidak saling bercampur.
I.3 Prinsip Percobaan
Penentuan kelarutan dari asam salisilat dan pada suhu kamar dan
55C dengan cara melarutkan, menyaring, mengeringkan dan menimbang
residu zat yang tidak larut dan penentuan koefisien distribusi asam borat
dalam pelarut air dan paraffin cair berdasarkan perbandingan kelarutan
suatu zat dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yang dititrasi
dengan larutan baku NaOH 0,1 N yang ditandai dengan perubahan warna
dari tidak berwarna menjadi merah muda dengan bantuan indikator
fenolftalein.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Kelarutan
Kelarutan suatu zat dalam suatu pelarut tertentu dan pada suhu tetap.
Senyawa mempunyai beberapa bentuk-bentuk Kristal yang berbeda.
Perbedaan ini dapat diperlihatkan dalam bentuk kelarutannya ini dapat
digunakan sebagai suatu cara untuk menetapkan apakah suatu senyawa
membentuk Kristal berbeda atau tidak (Martin, 1999).
Kelarutan dapat didefinisikan dalam besaran kualitatif sebagai
kosentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, dan
secara kualitatif dapat didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau
lebih zat untuk membentuk disperse molekuler homogen (Martin, 1990).
Kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam larutan
jenuhnya pada suhu tertentu. Larutan dalam campuran homogen bahan yang
berlainan dapat dibedakan antara larutan dari gas, cairan dan bahan padat
didalam cairan. Disamping itu terdapat larutan didalam kondisi padat
(misalnya gelas, bentuk Kristal campur) (Voight, 1995).
Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam
kesetimbangan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir
jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam kosentrasi
di bawah kosentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada
suhu tertentu, dan larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang
mengandung zat terlarut dalam kosentrasi lebih banyak daripada yang
seharusnya ada pada temperatur tertentu, terdapat juga zat terlarut yang
tidak larut (Martin, 1990).
Kelarutan obat dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Menurut U.S
Pharmacopeia dan National Formulary definisi kelarutan obat adalah
jumlah mL pelarut di mana akan larut 1 gram zat terlarut, sebagai contoh
kelarutan asam borat menurut Farmakope Indonesia Edisi Ketiga 1 gram
asam borat larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air mendidih, dalam
16 bagian etanol (95%) dan dalam 5 bagian gliserol. Kelarutan secara
3
4
memiliki daya hantar listrik kuat dan pH sangat tinggi. Jika daya hantar
listrik lemah dan nilai pH sedang (sekitar 8–11), larutan tersebut
tergolong sebagai basa lemah (Sinila, 2016).
Persamaannya (Sinila, 2016):
So
pHp = pKw - pKa + log
S - So
3. Suhu
Kenaikan temperatur akan meningkatkan kelarutan zat yang
proses melarutnya melalui penyerapan panas/kalor (reaksi endotermik)
dan akan menurunkan kelarutan zat yang proses melarutnya dengan
pengeluaran panas/ kalor (reaksi eksotermik).
4. Solution aditif
Additivies baik dapat meningkatkan atau mengurangi kelarutan
zat terlarut dalam pelarut tertentu.
5. Cosolvensi (Zat Penambah Kelarutan)
Cosolvensi adalah peristiwa kenaikan kelarutan suatu zat karena
adanya penambahan pelarut lain atau modifikasi pelarut. Misalnya
luminal tidak larut dalam air, tetapi larut dalam campuran air dan
gliserin atau solutio petit.
6. Kelarutan
Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut, sedangkan zat
yang sukar larut memerlukan banyak pelarut. Kelarutan zat anorganik
yang digunakan dalam farmasi umumnya adalah:
a. Dapat larut dalam air
Semua garam klorida larut, kecuali AgCl, PbCl 2, Hg2Cl2.
Semua garam nitrat larut kecuali nitrat base. Semua garam sulfat
larut kecuali BaSO4, PbSO4, CaSO4.
b. Tidak larut dalam air
Semua garam karbonat tidak larut kecuali K2CO3, Na2CO3.
Semua oksida dan hidroksida tidak larut kecuali KOH, NaOH,
6
3. Penambahan Surfaktan
Sifat dari surfaktan adalah menambah kelarutan senyawa organik
dalam sistem berair. Sifat ini tampak hanya pada cairan dan diatas
konsentrasi miselleritis, dan menunjukkan bahwa misel adalah
bersangkutan dalam dengan fenomena ini. Berbagai bahan tambahan
dalam produk obat juga dapat mempengaruhi kinetika kelarutan obat itu
sendiri (Lachman dkk, 1989).
II.2 Koefisien Distribusi
Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat lipofilik
atau hidrofobik dari molekul obat. Lewatnya obat melalui membran lemak
dan interaksi dengan makro molekul pada reseptor kadang-kadang
berhubungan baik dengan koefisien partisi oktanol/air dari obat (Martin,
1990).
Koefisien partisi (P) menggambarkan rasio pendistribusian obat
kedalam pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul
semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi
trans membran terjadi lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa
organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi
sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal tersebut merupakan hambatan
pada proses difusi zat aktif (Ansel, 1989).
Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat lipofilik
atau hidrofobik dari molekul obat. Lewatnya obat melalui membran lemak
dan interaksi dengan makro molekul pada reseptor kadang-kadang
berhubungan baik dengan koefisien partisi oktanol 5 air dari obat (Martin,
1999).
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan : bila suatu zat
terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat campur, maka pada
suatu temperatur yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka
banding distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding
distribusi ini tidak tergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin
9
ada. Harga angka banding berubah dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar
zat terlarut, dan temperatur (Svehla,1990).
Perbandingan distribusi, koefisien distribusi, atau koefisien partisi
dikenal dengan tetapan kesetimbangan K atau persamaan yang dikenal
dengan hukum distribusi, jelas hanya dapat dipakai dalam larutan encer
dimana koefisien keaktifan dapat diabaikan (Martin, 1990):
C1
=K
C2
14
15
III.2.2 Bahan
14. Dititrasi menggunakan larutan baku NaOH 0,1 N sampai mencapai titik
keseimbangan.
15. Dicatat volume titrasi dan dihitung koefisien distribusinya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
IV.1.1 Kelarutan
Kertas Saring Kertas Saring +
Sampel Suhu
Kosong Residu
Asam 550C 0,879 g 2,5633 g
Salisilat Suhu Kamar 0,879 g 2,5931 g
a) Residu = Kertas saring + residu - kertas saring kosong
1) Suhu 450C = 2,5633 g - 0,879 g
= 1,6843 g
2) Suhu Kamar = 2,5931 g - 0,879 g
= 1,7141 g
b) Zat terlarut = Berat sampel - residu
1) Suhu 450C = 2 g - 1,6843 g
= 0,3157 g
2) Suhu Kamar = 2 g – 1,7141 g
= 0,2859 g
Zat terlarut
c) Konsentrasi Kelarutan =
Volume Pelarut
0,3157 g
1) Suhu 450C =
50 ml
= 0,006316 g/ml
0,2859 g
2) Suhu Kamar =
50 ml
= 0,005718 g/ml
19
20
IV.2 Pembahasan
IV.2.1 Penentuan Kelarutan Asam Salisilat
Menurut Martin (1990), kelarutan dapat didefinisikan dalam besaran
kualitatif sebagai kosentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada
temperature tertentu, dan secara kualitatif dapat didefinisikan sebagai
interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi
molekuler homogen. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika
dan kimia zat terlarut dan pelarut, pada faktor pelarut, tekanan, pH larutan
dan untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat
terlarut. Pada praktikum ini akan menetukan kelarutan dari asam salisilat
pada suhu yang berbeda yaitu suhu kamar dan suhu 55C.
Langkah awal yang dilakukan yaitu menyiapkan semua bahan yang
diperlukan, setelah itu dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%. Tujuan
dari pembersihan alat ini untuk membunuh mikroorganisme yang ada pada
alat karena menurut Dirjen POM (1979), alkohol berfungsi sebagai
antiseptik (membunuh atau mematikan mikrorganisme pada jaringan hidup
dan desinfektan (mematikan mikroorganisme pada benda mati).
Kemudian, ditimbang kertas saring kosong dan ditimbang asam
salisilat masing-masing 2 gr. Selanjutnya, diukur aquades masing-masing
sebanyak 50 ml menggunakan gelas ukur. Dipanaskan aquadest sebanyak
50 ml menggunakan penangas air lalu diukur menggunakan termometer
hungga suhu 55°C. Lalu dituangkan aquadest yang bersuhu kamar dan
bersuhu 55C kedalam gelas beker yang berbeda. Setelah itu dimasukkan
asam salisilat ke dalam masing-masing gelas dalam waktu yang bersamaan,
lalu diaduk kedua gelas tersebut menggunakan batang pengaduk dengan
kecepatan pengadukan yang konstan atau sama. Pengadukan dilakukan
harus secara konstan agar suhu pada larutan tersebut tidak berubah atau
tetap. Menurut Atkins (1994), tujuan dilakukan pengadukan sebagai
penentuan suatu zat terlarut, semakin banyak jumlah pengadukan, maka zat
terlarut menadi mudah larut.
22
25