PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari koefisien partisi
1.3.2 Untuk mengetahui jenis-jenis dari koefisien partisi
1.3.3 Untuk mengetahui kegunaan dari koefisien partisi
1.3.4 Untuk mengetahui metode pengukuran dari kofisien partisi
1.3.5 Untuk mengetahui bagaimana hubungan korfisien partisi terhadap liposom,
adsorbsi, distribusi obat dan PH
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
yang tetap”. Perbandingan yang tetap ini dikenal dengan koefisien
partisi.
[ organik ]
P=
[ berair ]
Untuk koefisien partisi ini pada percobaan harus memenuhi syarat kondisi
sebagai berikut:
Antara kedua pelarut benar-benar tidak dapat campur satu sama lain.
4
Metode Spektrofotometri derivatif adalah suatu teknik analisis dengan
kemampuan memisahkan campuran obat yang memiliki spektra tumpang tindih.
Selain itu, telah digunakan pula untuk penetapan kadar obat yang tercampur
dengan hasil peruraiannya. Spektrofotometri derivatif telah digunakan secara luas
pada analisis bahan anorganik, penentuan konstanta ionisasi senyawa kimia,
koefisien partisi obat antara lapisan lipid dan air, analisis klinis, analisis makanan,
dan penetapan kadar di bidang farmasi (Nurhidayati, 2007).
Metode Spektrofotometri derivatif ini didasarkan pada pengukuran
serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang
gelombang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi
dengan detector fototube. Dalam analisis cara spektrofotometri terdapat tiga
daerah panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan, yaitu daerah UV
(200-380 nm), daerah visible (380-700 nm), dan daerah inframerah (700-3000
nm).
Menurut ( Sukmawati, 2010) prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan
hukum Lambert-Beer, bila cahaya monokromatik melalui suatu media (larutan),
maka sebagian cahaya tersebut diserap, sebagian dipantulkan, dan sebagian lagi
5
2. Metode labu kocok
Pada metode ini, obat yang ditentulan nilai P-nya dimasukkan secara
tradisional ke dalam corong pisah yang mengandung kedua fase tidak bercampur
walaupun akan sama baiknya jika kita menggunakan tabung sentrifus (dan
memerlukan sampel yang lebih sedikit). Kedua fase tak bercampur yang dipilih
biasanya adalah 1-oktanol dan larutan penyangga dengan pH 7,4. Oktanol
digunakan pada penentuan koefisien partisi karena hasil yang diperoleh memiliki
korelasi terbaik dengan data biologi yang didapatkan secara in vivo ini. Ini
mungkin karena kedelapan atom karbon pada dasarnya bersifat hidrofobik (atau
tidak suka air), dan satu gugus hidroksilnya bersifat hidrofilik (atau suka air), dan
secara bersama-sama memberikan keseimbangan yang paling mendekati dengan
yang ditemukan pada membran sel manusia. Penyangga berait dengan pH 7,4
menggambarkan kompartemen berair di dalam tubuh, misalnya plasma darah.
Kedua fase dicampurkan untuk mendapatkan oktanol terjemahkan larutan
penyangga pada fase bagian atas dan larutan penyangga terjenuhkan oktanol pada
fase bagian bawah. Begitu kedua fase terpisah (dibutuhkan waktu beberapa saat),
obat segera ditambahkan dan isi labu di kocok secara mekanik selama paling tidak
1 jam. Kedua fase dibiarkan memisah (atau disentrifuge jika anda sedang terburu-
buru) dan kemudian konsentrasi obat di dalam fase berair ditentukan. Ini dapat
dilakukan dengan cara titrasi jika obat tersebut cukup asam atau basa, atau yang
lebih sering digunakan secara spektrofotometri. Konsentrasi di dalam fase oktanol
diketahui dengan cara pengurangan dan nilai dapat dihitung Metode ini bekerja
dengan sangat baik jika jumlah sampel cukup dan obat memiliki gugus kromofor
untuk penetapan kadar spektroskopi fase berair.
Hal yang penting pada jenis ekstraksi cair-cair ini bukanlah volume fase
organik, melainkan jumlah pengekstraksian yang dilakukan, Ekstraksi 10 ml fase
organik sebanyak 5 kali akan memisahkan senyawa yang lebih banyak disbanding
kan dengan satu kali ekstraksi volume 50 ml, walaupun volume total pelarut
organik yang digunakan sama. Sama halnya, sepuluh kali ekstraksi fasa organik
sebanyak 5 ml akan lebih efisien lagi dan demikian seterusnya. Efek ini (yang
umum pada semua jenis ekstraksi) merupakan sesuatu yang masuk akal. Setiap
kali salah satu fase dipindahkan dan digantikan dengan pelarut yang baru.
6
kesetimbangan untuk proses partisi akan tersusun ulang sesuai dengan
perbandingan koefisien partisi, dan obat akan meninggalkan fase berair menuju
fase organic dan memperbaiki perbandingan kesetimbangan.
Suatu persamaan dapat diturunkan untuk menghitung peningkatan
efisiensi penggunaan ekstraksi ganda terhadap ekstraksi tunggal:
n
A
W n =W ( PS+ A )
Wn adalah massa obat yang tertinggal di dalam fase berair setelah n kali ekstraksi,
W adalah massa awal obat di dalam fase berair,
A adalah volume fase berair,
S adalah volume fase pelarut (atau senyawa organik),
P adalah koefisien partisi, n adalah jumlah ekstraksi.
3. Metode Kromatografi cair berperforma tinggi (HPLC)
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan perbedaan
pola pergerakan antara fase gerak dan fase diam untuk memisahkan komponen
(berupa molekul) yang berada pada larutan. Molekul yang terlarut dalam fase
gerak, akan melewati kolom yang merupakan fase diam. Molekul yang memiliki
ikatan yang kuat dengan kolom akan cenderung bergerak lebih lambat dibanding
molekul yang berikatan lemah. Dengan ini, berbagai macam tipe molekul dapat
dipisahkan berdasarkan pergerakan pada kolom (Rekker, R.F., 1977)
7
Kromatografi cair berperforma tinggi ((Inggris): high performance liquid
chromatography, HPLC) merupakan salah satu teknik kromatografi untuk zat
cair yang biasanya disertai dengan tekanan tinggi. Seperti teknik kromatografi
pada umumnya, HPLC berupaya untuk memisahkan molekul berdasarkan
perbedaan afinitasnya terhadap zat padattertentu. Cairan yang akan dipisahkan
merupakan fase cair dan zat padatnya merupakan fase diam (stasioner). Teknik ini
sangat berguna untuk memisahkan beberapa senyawa sekaligus karana setiap
senyawa mempunyai afinitas selektif antara fase diam tertentu dan fase gerak
tertentu. Dengan bantuan detektor serta integrator kita akan mendapatkan
kromatogram. Kromatorgram memuat waktu tambat serta tinggi puncak suatu
senyawa.
8
misalnya kolom C18 yang dapat digunakan untuk analisa carotenoid, protein,
lovastatin, dan sebagainya. Namun ada juga kolom yang khusus dibuat untuk
tujuan analisa tertentu, seperti kolom Zorbax carbohydrat (Agilent) yang khusus
digunakan untuk analisa karbohidrat (mono-, di-, polysakarida). Keberhasilan
proses separasi sangat dipengaruhi oleh pemilihan jenis kolom dan juga fasa
mobil.
9
bentuk nilai desimal. Rf dapat dihubungkan dengan koefisien partis melalui
persamaan di bawah ini.
k
P=
( R1 )−1
f
10
2.5. Hubungan Koefisien Partisi
Koefisien partisi ini sangat berhubungan dengan beberapa hal, antara lain :
Liposom mulai dikembangkan oleh Bangham pada tahun 1965 sebagai sistem
penghantaran obat, sejak itu mulai banyak penelitian tentang liposom yang
digunakan untuk drug targeted, karena sistem ini mudah dimodifikasi. Sistem
penghantaran obat kanker dengan sistem liposom bertarget merupakan obyek
utama dalam penelitian liposom karena melalui sistem sistemik tidak hanya
bekerja di sel kanker tapi bekerja di sel lainnya. Pada artikel ini akan mulai
dibahas dengan pemahaman tentang formulasi dan evaluasi dari sistem liposom
itu sendiri (Abdassah, M., 2013)
2.5.2. Hubungan korfisien partisi terhadap Absorbsi
Kecepatan absorbsi obat sangat dipengaruhi oleh keofisien partisi. Hal ini
disebabkan oleh komponen dinding usus yang sebagian besar terdiri dari lipida.
Dengan demikian obat-obat yang mudah larut dalam lipida akan dengan mudah
melaluinya. Sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam lipida akan sukar
diabsorpsi. Obat-obat yang larut dalam lipida tersebut dengan sendirinya memiliki
koefisien partisi lipida-air yang besar, sebaliknya obat-obat yang sukar larut
dalam lipid akan memiliki koefisien partisi yang sangat kecil (Suseno, 2011).
Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basah lemah. Jika obat
tersebut dilarutkan dalam air, sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang
terionkan tergantung pH larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan (unionized)
lebih mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya
kecil atau bahkan praktis tidak larut, dengan demikian pengaruh pH terhadap
kecepatan absorpsi obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah sangat besar
(Suseno, 2011).
2.5.3. Hubungan Koefisien Partisi Terhadap Distribusi Obat
Koefisien partisi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi distribusi
obat dalam tubuh. Setelah obat sampai ke peredaran darah, obat harus menembus
sejumlah sel untuk mencapai reseptor. Dimana koefisien partisi juga menentukan
jaringan mana yang dapat dicapai oleh suatu senyawa. Senyawa yang sangat
11
mudah larut dalam air (hidrofilik) tidak akan sanggup melewati membran lipid
untuk mencapai organ yang kaya akan lipid, misalnya otak .
Koefisien partisi menggambarkan pendistribusi obat ke dalam pelarut
system dua fase, yaitu pelarut organik dengan air. Koefisien partisi semakin besar
dan difusi trans menjadi lebih mudah disebabkan molekul semakin larut dalam
lemak. Organisasi yang terdiri dari fase lemak dan air. Sehingga bila koefisien
partisi tinggi ataupun rendah, maka hal ini akan menjadi hambatan pada proses
difusi zat aktif. Penentuan koefisien secara eksperimen dilakukan dengan cara
distribusi senyawa dalam jumlah tertentu ke dalam sistem kesetimbangan
termodinamika dua pelarut yang berbeda kepolaran yaitu h-optanol dan air
(Ansel, 1989).
2.5.4. Hubungan korfisien partisi terhadap PH
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan keasaman atau
kebasahan larutan. Adanya pemahaman tentang koefisien partisi dan pengaruh pH
pada koefisien partisis akan bermanfaat dalam hubungannya dengan ekstraksi dan
kromatografi obat. Secara sederhana, koefisien partisi suatu senyawa (P) dapat
ditentukan dengan : = , di mana merupakan konsentrasi senyawa padat pada fase
organik dan merupakan senyawa dalam air (Gandjar, dkk, 2007).
Semakin besar nilai P maka semakin banyak senyawa dalam pelarut organik.
Nilai P suatu senyawa tergantung pada pelarut organik tertentu yang digunakan
untuk melakukan pengukuran. Beberapa pengukuran koefisien partisi dilakukan
dengan menggunakan partisi air dan n-oktanol, karena n-oktanol dalam banyak
hal menyerupai membran biologis, dan juga merupakan model yang baik pada
kromatografi fase terbalik (Gandjar, dkk, 2007).
Nilai P seringkali dinyataka dengan nilai log P. Sebagai contoh nilai log P1
setara dengan nilai P10. Nilai P = 10 merupakan nilai P untuk senyawa tertentu
yang mengalami partisi ke dalam pelarut organik tertentu. Partisi dilakukan
dengan air dan pelarut organik dalam jumlah yang sama. P = 10 berarti bahwa 10
bagian senyawa berada dalam lapisan organik dan 1 bagian berada dalam lapisan
air (Gandjar, dkk, 2007).
12
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
15