Anda di halaman 1dari 11

KOEFISIEN PARTISI

 Faktor penentu proses absorbsi untuk suatu obat yang relatif tidak
larut adalah proses disolusinya, sedangkan untuk obat yang larut
air proses absorbsi ditentukan oleh kecepatan menembus
membran biologi.
 Kecepatan menembus membran biologi tergantung pada ukuran
partikel, kelarutan relatif dalam air dan lipid, dan muatan
ioniknya.
 Kemampuan penembusan obat melewati membran biologi
berkaitan dengan lipofilisitas molekul, dan dapat diukur dari
koefisien partisi (P)atau Log P yaitu rasio distribusi dalam fase
minyak dan fase air.
 Membran biologi lebih permeable terhadap bentuk tak terionkan
daripada bentuk terionkan, karena bentuk tak terionkan memiliki
kelarutan dalam lipid yang lebih besar. pH tempat absorbsi dan
kelarutan dalam lipid berpengaruh pada absorbsi suatu asam atau
basa lemah. Partisi minyak air merupakan karakteristik yang
penting dalam kemampuan penembusan kulit.


Koefisien partisi merupakan perbandingan kelarutan di
dalam lemak dibanding air pada saat kesetimbangan (Sri,et
al. 2011).

Menurut Nernst, koefisien partisi dapat disederhanakan sesuai


dengan persamaan:

P = Co/Cw atau
Log P = log Co – log Cw

Co adalah kadar molal dalam fase non-air dan Cw kadar molal


dalam air, setelah mengalami kesetimbangan partisi (Sardjoko,
1993).
 Peningkatan nilai koefisien partisi, nilai log P pada
persamaan Fick akan memberikan peningkatan
absorpsi. Akan tetapi peningkatan koefisen partisi
berikutnya akan mencapai nilai batas, dan log P akan
turun. Secara umum pada hubungan parabolik tersebut,
nilai koefisen partisi dengan rentang nilai 2,0 -2,5 akan
memberikan permeabilitas maksimum (Guy dan
Hadgraft, 1992).
 Kecepatan absorpsi obat sangat dipengaruhi oleh koefisien
partisinya. Hal ini disebabkan oleh komponen dinding usus
yang sebagian besar terdiri dari lipida. Dengan demikian
obat-obat yang mudah larut dalam lipida akan dengan
melaluinya.
 Sebaliknya obat-obat sukar larut dalam lipida akan sukar
diabsorpsi. Obat-obat yang mudah larut dalam lipida
tersebut dengan sendirinya memiliki koefisien partisi yang
besar, sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam lipida
akan memiliki koefisien partisi lipida air kecil.
 Lipofilisitas bisa dilihat dari koefisien partisi dan ikatan
hidrogen.
 Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau
basa lemah. Jika obat tersebut dilarutkan dalam air
sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang
terionkan tergantung pada pH larutannya.

 Obat-obat yang tidak terionkan lebih mudah larut


dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion
kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak larut.
Dengan demikian pengaruh pH sangat besar terhadap
kecepatan absorpsi obat yang bersifat asam lemah
atau basa lemah (Sardjoko, 1987).
 Koefisien partisi tiap zat adalah tetap sesuai dengan sifat alamiah zat
itu sendiri. Proses awal penentu obat dalam mencapai target adalah
penetrasi atau absorpsi. Penetrasi obat dalam membran biologi
tergantung pada kelarutan obat dalam lipid. Makin mudah larut dalam
lipid, obat tersebut makin mudah menembus membran dan makin
banyak yang diabsorpsi.
 Hal ini disebabkan sebagian besar membran biologi tersusun oleh
lipid, seperti membran sel pembungkus lambung, mukosa usus halus
dan membran jaringan sya-raf .
 Obat supaya mudah larut dalam lipid harus bersifat non polar atau lipofilik.
 Lipofilisitas obat dapat didefinisikan sebagai kadar keseimbangan numerik
kadar obat dalam fase polar dibagi kadar obat dalam fase non polar.
 Persamaan Henderson-Haselbach yang menunjukkan perkiraan
konsentrasi yang terion pada suatu pH tertentu.
1). Untuk senyawa yang bersifat asam lemah

(H)= ka. asam , maka pH = pka + log (obat bentuk ion)


garam ( obat bentuk molekul)

2). Untuk senyawa yang bersifat basa lemah


pH = pka + log (obat bentuk molekul)
( obat bentuk ion)

(Kim, 2004)
Ada dua macam koefisien partisi.
1. Koefisien partisi sejati atau TPC (True Partition
Coefficient)
Untuk koefisien partisi ini pada percobaan harus memenuhi
syarat kondisi sebagai berikut :
a. Antara kedua pelarut benar-benar tidak dapat campur satu
sama lain.
b. Bahan obatnya (solute) tidak mengalami asosiasi atau
disosiasi.
c. Kadar obatnya relatif kecil (<0,01 M).
d. Kelarutan solute pada masing-masing pelarut kecil.
Jika semua persyaratan tersebut dipenuhi, maka berlaku
persamaan :
TPC = C1/C2
Dengan : C1 = kadar obat dalam fase lipid.
C2 = kadar obat dalam ase air.
2. Koefisien partisi semu atau APC (Apparent Partition
Coefficient)
Apabila persyaratan TPC tidak dapat dipenuhi, maka hasilnya
adalah koefisien partisi semu. Biasanya yang sering digunakan
sebagai fase lipid adalah oktanol,
kloroform, sikloheksan, isopropil miristat. Fase air yang
biasanya digunakan adalah larutan dapar. Pada keadaan ini
berlaku persamaan :
Dengan : (C1⁰-C2ʹ) a / C2ʹ . b
C20 = Kadar obat salam fase air mula-mula.
C2’ = Kadar obat dalam fase air setelah mencapai
kesetimbangan.
a = Volume fase air.
b = Volume fase lipid.
Suhu yang digunakan : 30⁰C , 37⁰C.
(Anonim,2012)

Anda mungkin juga menyukai