Setelah mengikuti kuliah Biofarmasi ini, Mahasiswa semester IV Jurusan Farmasi FMIPA UNUD dapat menerapkan teori dasar Biofarmasi dalam merancang sediaan farmasi dengan benar. (C3)
BIOFARMASETIKA
I M A Gelgel Wirasuta Rasmaya Niruri Dewa Ayu
Entry Behavior
4. Menjelaskan biofarmasi sediaan yang diberikan melalui oral, rektum, kulit, mata, paru-paru dan parenteral (C2)
1. Menjelaskan pengantar biofarmasi dan farmakokinetika (C2) Farmaseutika Dasar Toksikologi Umum Kimia Fisik Farmasi Anatomi fisiologi manusia
12-2-07
Parameter yang berpengaruh terhadap penyerapan obat Teori pelarutan dan transpor trasmembran Biofarmasi sediaan yang diberikan melalui oral
9-4-07
3 4 5
10
16-4-07
12-3-07
11 12
23-4-07 30-4-07
26-3-07
14
14-5-07
15
21-5-07
16 17
Pokok Bahasan
Pendahuluan
Batasan dan kegunaan biofarmasi dalam farmasi Perjalanan dan nasib obat dalam tubuh sejak dari sediaan sampai tereliminasi dari dalam tubuh Faktor penentu aktivitas terapetik (Fase Biofarmasetik, Fase Farmakokinetik, fase farmakodinamik) teori umum pelepasan liberation, pelarutan disolution, dan difusi/absorpsi absorption (LDA) Faktor fisio-patologik yang mengubah aktivitas obat
I M. A. Gelgel Wirasuta
Bentuk farmaseutik hancur Zat aktif melarut zat aktif tersedia untuk di absorpsi (ketersidaan farmeseutika)
Absorpsi
Biotransformasi
Deposisi
Distribusi Eskresi zat aktif tersedia untuk memberikan efek (ketersidaan biologik)
Efek Farmakologis
Efek Klinis
Efek Toksik
Biofarmasetika
Obat = Zat Aktif + Pembawa Dispersi padatan zat aktif Dispersi molekular zat aktif
Darah
pelepasan (liberasi)
pelarutan (disolusi)
penyerapan (absorpsi)
ilmu yang mempelajari hubungan antara sifat fisikokimia formulasi obat terhadap bioavailabilitas obat bioavailabilitas menyatakan kecepatan dan jumlah obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik Ilmu yang mempelajari masuknya zat aktif obat ke dalam tubuh Science of input (BANNET)
Parameter fase biofarmsetik yang berpengaruh langsung pada kerja obat serta faktor fisiologik yang berperan pada proses disposisi obat (WAGNER)
Bioavailabilitas obat:
mempengaruhi daya terapetik aktivitas klinik, dan aktivitas toksik
Pre-disposisi Obat
Liberasi
Disolusi
Jalur pemberian obat oral, rektal, topikal, atau parenteral Cara pemasukan obat Dosis dan ritme pemberian obat Pengaruh bentuk sediaan obat sifat fisiko-kimia bahan aktif Teknologi pembuatan
Absorpsi
Interaksi Kimia tempat pemasukan obat aliran darah di tempat pemasukan obat mekanika tempat pemasukan obat gerak peristaltik
Fase eksposisi
Terjadi kontak (pejanan/paparan) organisme oleh toksikan, dapat melalui:
kulit saluran pernafasan (inhalasi) saluran cerna (oral) injeksi (penyampaian xenobiotika langsung ke dalam tubuh organisme)
lapisan lemak bimolekul Formulasi - bentuk sediaan - bahan tambahan formulasi - parameter formulasi Sifat fisikokimia zat aktif - bentuk kristal - kelarutan - konstanta disosiasi Sebelum melintasi membran biologik, zat aktif harus terlarut terlebih dahulu di dalam cairan di sekitar membran. (sebelum terserap zat aktif harus terlepas dari sediaan, terdifusi, dan kemudian terdispersi molekular)
Bulatan menggambarkan kelompok kepala lipid (fosfatidilkolin), dan baris zig-zag menunjukkan bagian ekornya. Bulatan hitam, putih, dan berbintil menunjukkan jenis lipid yang berbeda. Benda-benda besar menggabarkan protein, yang sebagian terletak di permukaan, dan sebagian lain di dalam membran. (Disadur dari Siger dan Nicholson (1972)
Fase Biofarmasetik
Liberasi:
dua tahap: pemecahan dan peluruhan dipengaruhi oleh:
keadaan lingkungan biologis dan mekanis pada tempat pemasukan obat (gerak peristaltik usus, dll)
Fase Biofarmasetik
Disolusi:
pelarutan zat aktif secara progresif, yaitu pembentukan dispersi molekuler dalam cairan di tempat obat masuk ke sistem sistemik termasuk pada proses penyarian pada sediaan pembawa minyak (emulasi) sediaan larutan karena faktor tertentu kadang terjadi pengendapan yang kemudian akan melarut lagi
dari tahap liberasi diperolah suatu dispersi halus padatan zat aktif dalam cairan di tempat obat masuk ke dalam tubuh
Fase Biofarmasetik
Absorpsi
masuknya zat aktif kesistem sirkulasi sistemik bergantung pada berbagai parameter, terutama sifat fisiko-kimia zat aktif obat
Penelitian Biofarmasetik
bertujuan mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi profil bioavailabilitas suatu zat aktif dan suatu metabolitnya guna meningkatkan aktivitas farmakologik dan aktivitas terapetik obat Evaluasi dan interpretasi hasil peneltian ini merupakan:
rancangan pengembangan obat drug product design drug-design
Faktor eksogen
Faktor lingkungan, farmasetika
Faktor fisiologik
I. Perbedaan spesies, memberi perbedaan pada
a) Reaksi biotransformasi yang disebabkan oleh perbedaan sistem enzimatik dan jenis reaksi transformasi perubahan Perbedaan karakter air kemih (pH) yang berpengaruh pada jalu ekskresi xenobiotika
Faktor fisiologik
II.
a.
Faktor Individu
Umur: Bayi baru lahir, anak-anak, dewasa, dan manula Jenis kelamin Morfotife (perbedaan ukuran fisik dan volume kompartemen) menyebabkan perbedaan distribusi dan akumulasi obat Kelainan genetik Kehamilan Keadaan Gizi Ritme Biologik
b. c.
b)
d. e. f. g.
Faktor Patologik
Perbedaan disebabkan oleh fungsi organ yang tergangu I.
Faktor Patologik
II.
b.
b.
c.
Gangguan dalam penyerapan di saluran cerna karena adanya perubahan transit, pengeluaran getah lambung, dan keadaan mukosa usus Penurunan absorpsi parenteral akibat penurunan laju aliran darah (perifer dan sentral) Peningkatan eliminasi zat aktif melalui ginjal karena: alkalosis atau asidosis
c. d. e.
Peningkatan penyerapan karena terjadi kerusakan membran pada tempat kontak Kelainan penyakit yang dapat meningkatkan penyerapan obat melalui sawar darah otak pada meningitis terjadi peningkatan kadar zat aktif di cairan sefalo-rakhidien Insufisiensi Hati Insufisiensi Ginjal Gangguan pada sistem endokrin berakibat pada penekanan laju reaksi biotransformasi
Faktor Lingkungan
1.
2.
3. 4. 5.
Makanan dan diit Kekurangan nutrisi dan vitamin akan menghambat fungsi tubuh dan metabolisme Toksikomania Kencaduan alkohol, alkohol berpengahur pada kliren obat di ginjal dan induksi enzim alkohol dehidrogenase Perokok, kabon oksida perpengaruh pada CYP 450 dan akan menurunkan hidroksilasi dari anilin hidrokabon polisiklik yang bersifat induktor Cemaran Udara dan air Faktor meterologi Stress dan kelelahan Berpengaruh pada metabolisme xenobiotika
Darah
pelepasan (liberasi)
pelarutan (disolusi)
penyerapan (absorpsi)
I M. A. GELGEL WIRASUTA
Laju penyerapan zat aktif ke dalam sistem sistemik adalah resultan laju dari sederetan proses: - liberasi, - disolusi, dan - absorpsi Sesuai dengan teori kinetik keseluruhan laju ditentukan oleh laju yang paling lambat dari rangkaian proses
Absorpsi, Disolusi dan laju difusi zat aktif dalam cairan biologi
Hukum Noyes dan Withney
dC = K A (C s C) dt
dC/dt = laju pelarutan A = Luas kontak permukaan senyawa yang tak terlarut Cs = Konsentrasi zat aktif dalam pelarut disekitar zat aktif C = jumlah zat aktif yang terlarut dalam waktu t dalam pelarut yang tersedia K = tetapan laju pelarutan
Absorpsi, Disolusi dan laju difusi zat aktif dalam cairan biologi
Persamaan Nerst dan Bruner, menyatakanpelarutan terjadi dengan perantaran suatu lapisan difusi
dC = K A (C s C) dt
dW D A (C s C ) = dt h
dW D A (C s C ) = dt h
dW/dt =Laju pelarutan W = Berat zat aktif yang terlarut D Koefisien difusi zat aktif yang terlarut dalam pelarut (nilai tergantung pada suhu dan pengadukan) C = Jumlah zat aktif terlarut dalam waktu t dan dalam volum total pelarut Cs = Konsentrasi jenuh zat aktif (membatasi kelarutan dalm cairan disekitar partikel dengan tebal h Ht = teballapisan pelarut
1. Ukuran partikel
Baik persamaan Noyes dan Withney aupun Nerst dan Bruner menyatakan laju kelarutan berbanding langsung dengan luas permukaan efektif dari zat aktif yang kontak Penurunan ukuran partikel zat aktif akan meningkatkan luas permukaan kontak zat aktif dan pelarut
Perubahan sifat kimia (pembentukan garam, ester) Perubahan keadaan fisik (bentuk kristal atau amorf, polimorfisa,solvat dan hidrat) Formulasi dan teknologi (pembentukan eutetik dan larutan padat, pembentukan kompleks, bahan yang dapat mengubah ketetapan dielektrik cairan, bahan pelarut miselar, penyalutan dengan senyawa hidrofil)
1.Ukuran partikel
log
2V S = S o 2,303 RTr
Penurunan ukuran partikel dapat meningkatkan laju absorpsi bila pengecilan ukuran tersebut berpengaruhi proses pelarutan. Pengurangan ukuran partikel berperan tidak hanya pada laju penyerapan tetapi juga pada kecilnya derajat kelarutan suatu senyawa
1.Ukuran partikel
Pertimbangan dalam menurunkan ukuran partikel Kesulitan dalam pembasahan atau terjadi reaglomerasi partikel akibat efek penumpukan
energi yang terjadi selama pengadukan mekanik yang kuat, akibatnya laju pelarutan diperlambat
S So V R T r
= Kelarutan partikel yang dimikronisasi = Kelarutan partikel yang tidak dimikronisasi = Tegangan permukaan = Volume molar = tetapan gas = suhu mutlak = jari-jari partikel
Penggunaan ukuran partikel lebih besar untuk menghambat laju absorpsi Bila ukuran partikel tidak berpengaruh pada jalu absorpsi Peningkatan luar permukaan spesifik dapat meningkatkan keraktifan obat
dW D A (C s C ) = dt h
Berbanding lurus dengan A dan (Cs-C) Terdapat beberapa cara untuk mempengaruhi kelarutan:
a. b. c.
Kimia: perubahan kimia dengan pembentukan garam, ester, kompleks dll, Fisik: perubahan bentuk kristal zat aktif, solven dan hidrat Farmasetik: pebambahan eksipien (bahan penglarut, pembentukan kompleks dll)
2.b.Faktor Fisik
Bentuk kristal dan amorf
Bentuk kristal umumnya lebih sukar larut daripada bentuk amorfnya
Polimorfisa
Bentuk metastabil paling mudah larut, tetapi bentuk ini secara lambat laun akan berubah menuju bentuk yang stabil Contoh Andreson: kloramfenikol bentuk pilomorf A, B, C dan amorf hanya bentuk B dan amorf yang larut air, Polimort Bmetastabil memberi bioavailabilitas 10 kali lebih besar dari bentuk amorfnya
2.b.Faktor Fisik
Solvat dan Hidrat
Selama kristalisasi, molekul air dan molekul pelarut dapat berikatan kuat dengan zat aktifnya menghasilkan solvat, bila pelarut air terbentuk hidrat Umumnya senyawa anhidratnya menunjukkan laju pelarutan yang lebih tinggi dibantingkan bentuk hidratnya Hidrat atau solvat dapat terbentuk pada pembuatan atau penyimpanan obat
2.c.1. Pembentukan Eutetik atau larutan padat Campuran ini dibuat dengan cara meleburkan ke dua campuran tersebut mencampurnya hingga dingin dan memadat diserbukkan Pada keadaan ini zat aktif berada dalam dispersi molekular padat Bila campuran ini dilarutkan maka akan segera melepaskan zat aktif dengan demikian dapat meningkatkan kelarutan
Pembentukan kompleks dapat meningkatkan kelarutan Tetapi kompleks tidak dapat melintasi membran, namun karena ikatan dalam kompleks merupakan ikatan reversible, sehingga kopleks dapat kembali terputus dan terserap oleh membran
2.c.3. Bahan yang dapat mengubah tetapan dielektrik cairan Penambahan senyawa tertentu seperti gliserin, polioksi-etilenglikol, propilenglikol, dll dapat mengubah tetapan dielektrik cairan fisiologik sehingga memudahkan kelarutan
Zat Aktif
Fase Toksokinetik: Absorpsi - Transpor xenobiotika lewat membran sel. ; difusi pasif
rasio
Basa
[HA ] =
[A ]
10
( pKa
pH
Untuk mencari pendekatan harga K yang tepat dengan sistem biologi telah dilakukan berbagai penelitian diperoleh, bahwa harga koefesien partisi zat aktif dalam sistem noktanol/air pH 7 yang paling tepat dengan sistem biologi
rasio =
[BH ] = 10
+
[B ]
( pKa pH )
warfarin (pKa = 4.8) pada pH cairan biologis = pKa, 50% warfarin akan berada dalam bentuk ionnya. Jika pH lingkungan meningkat 5,8, maka hanya sekitar 10% dari warfarin yang berada dalam bentun non-ionnya
Muatan dielektrik
Diantara kedua kutub membran terdapat perbedaan potensial, sehingga sejumlah molekul yang terionkan dapat ditolak atau sebaliknya ditarik melintasi membran dengan gradien listrik
TUGAS
Jelaskan mekanisme bahan pengubah tetapan dielektrik solven dalam meningkatkan kelarutan zat aktif
TEORI DASAR
DALAM MENGERTI PROSES PELARUTAN HARUS TERJADI PROSES TRANSFER ZAT AKTIF BAIK DARI PADATAN KE CAIRAN ATAU DARI CAIRAN KE LAPISAN CAIRAN LAIN BAHAN TERLARUT=LINARUT = SOLUT SOLVEN = PELARUT
PROSES PELARUTAN
1. PERUBAHAN PADAT CAIR
a. b. c. d. PEMBASAHAN PARTIKEL TAHAP PENEMBUSAN TAHAP PELARUTAN PERGANTIAN LAPISAN CAIR DISEKITAR ZAT PADATAN
1.a. PEMBASAHAN
Pembasahan tergantung pada tegangan permukaan cairan Sudut kontak yang terbentuk antara padatan dan cairan tergantung pada:
Gaya tarik relatif antara padatan dan cairan dan diantara molekul-molekul cairan tersebut
2 cos p= r
Penembusan cairan lebih cepat terjadi bila tegangan permukaan kecil dan jari-jari pori besar
Perpindahan linarut ke dalam pelarut dapat dinyatakan dengan perubahan luas permukaan S, dan perbedaan konsentrasi Cs-C, difusi dan jari-jari partikel
Teori ini menyatakan bahwa teori film tidak dapat diterapkan pada aliran tubulen.
Oleh sebab itu USP dalam menguji kelarutan menggunakan metode keranjang berputar yang menghasilkan perputaran laminar danturbulen, tergantung pada laju perputaran dan masa jenis tablet yang dianalisis
2.
2.
a. PRUBAHAN LINARUT DAN PELARUT b. PERUBAHAN SECARA KONVEKSI DAN DIFUSI c. PELARUTAN PADA PERMUKAAN d. PENGATURAN PELARUTAN
Perubahan linarut-pelarut
2.
2.
Pengaturan pelarutan
Pada pelarutan zat aktif yang berada di dalam media porous, spt tablet, terjadi persaingan antara kinetik fisik dan kimia pada batas permukaan antara linarut dan pelarut
Jika sed sangat larut, maka pengaturan difusi mengendalikan pelepasan zat aktif Jika sed sangat sukar larut, maka sebaliknya pengaturan kimia yang akan mengendalikan pelepasan zat aktif
PENERAPAN
Mekanisme pertukaran antara padatan dan cairan serta pengulangannya pada laju pelepasan zat aktif, serta pernyataan matematik dari fenomena yang terukur merupakan dasar yang diperlukan pada pengembangan metode dan peralatan farmasetis untuk merancang formula atau pengawasan mutu sediaan
PENERAPAN
Adalah penting untuk memahami keadaan hidrodinamika yang terkait dengan peristiwa pertukaran yang terjadi antara sediaan dan pelarut.
Membran dapat berupa fase padat, setengah padat / cair, dengan ukuran tertentu, tidak tercampur dengan lingkungan sekitarnya dan umumnya dipisahkan oleh fase cair
Biofarmasetik Sebagai model dalam mempelajari: 1. pendekatan membran biologik pada studi penyerapan 2. kompleks atau interaksi antara zat aktif dan bahan tambahan, 3. proses pelepasan dan pelarutan
Membran Sintetik
1. Membran polimer berpori (membran heterogen) 2. Membran polimer tak berpori (membran homogen) 3. Membran lipida tak berpori
Hanya molekul dengan ukuran sama dengan / lebih kecil dengan pori membran dapat melintas dan tanpa melarut dengan senyawa penyusun membran Laju transpor tergantung pada:
Ukuran pori Sifat molekul Komposisi dan kekentalan larutan di kedua sisi membran
Contoh membran polimer berpori lihat buku hal 215 dan Uji pelepasan invitro hal 216
dt
HKM FICK I
J= dQ D ' A(Cd Cr ) = dt h
Bila Cd & Cr berubah menurut fungsi waktu dan volume larutan (V) disetiap sisi membran
Log (Cd Cr ) = D ' AK t + tetapan 2,3.V .h
J = fluks atau jumlah Q linarut yang melintasi membran setiap satuan waktu t A = luas permukaan efektif membran Cd & Cr = konsentrasi pada permukaan, berturutan dalam kompartemen awam Cd dan dalam reseptor (konsentrasi rendah r) h = tebal membran D = tetapan dialisa atau koefisien permeabilitas
K = kefiesien partisi membran air Dengan merajah data percobaan koefisien (-DAK/2,3Vh) dapat dihitung, tetapan ini secara keseluruhan menggambarkan sifat membran dan zat aktif
Hkm FICK hanya berlaku pada larutan yang sangat encer dan tanpa adanya interaksi zat aktif - pelarut
Pada membran berpori: D = fungsi koefisien difusi linarut dalam air, kerumitan turtuositas, dan luas permukaan pori. Pada sebagian besar membran biologis, biofarmasetis, D tergantung pada konsentrasi zat aktif.
Kekentalan:
Peningkatan konsentrasi akan meningkatkan kekentalan pelarut menghambat difusi
Suhu
Kerumitan turtuositas: menyatkan ketidak teraturan dari ukuran pori, panjang dan bentuk kanal pori yang menyebabkan panjang pori tidak sesuai dengan tebal membran
D = Do.e
Ea RT
Waktu laten
Adalah waktu (periode waktu) yang diperlukan zat aktif yang pertamakali mencapai reseptor (menembus membran). Mencerminkan penahanan zat aktif dalam membran
Buku
BIOFARMASETIK
1.
2.
Shargel, Leon. et all, Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, Fifth edition, Mc.Graw Hill, Singapore, Chapter 13 -14, 2005 AIACHE, J.M.et all: Soeratri, Widji.Farmasetika 2 Biofarmasi ,edisi kedua, Airlangga University Press, Surabaya, 1982 Ansel, Howard C., Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi 4, UI Press, Jakarta, Bab 3, 1989.
Grafik:
konsentrasi plasma setelah pemberian obat dengan dosis sama dengan 3 rute berbeda
Shargel edisi 5 ha 445
JENIS SEDIAAN
SOLID Tablet Bukal Sub Lingual Tablet Tablet salut Tablet lepas lambat Serbuk LIQUID Larutan Suspensi Emulsi
Bentuk sediaan
Durasi
(menit atau jam)
Biofarmasetik
Bukal Sub Lingual Tablet Tablet Salut Serbuk Larutan Suspensi Emulsi Tablet lepas lambat
Diskusi tentang:
Bagaimana perjalanan obat didalam tubuh? Faktor-faktor yang mempengaruhi? Bagaimana proses pelepasan bahan aktif? Evaluasi yang dilakukan untuk sediaan peroral?
ANATOMI - FISIOLOGI
ANATOMI - FISIOLOGI
A. MULUT
ANATOMI BAGIAN-BAGIAN MULUT HISTO PATOFISIOLOGI a. Mukosa - Lidah - Permukaan bagian dalam mulut Mukosa tipis, banyak penyerapan Vaskularisasi bagus: terdapat vena dari daerah mulut yang mengalir ke jantung, selanjutnya ke oragn lain, dan kemudian ke hati b. Air Liur (pH, enzim ptialin)
Bahan aktif akan lepas dari tablet bersaman dengan melarutnya tablet didalam mulut
Dengan permukaan mukosa yang tipis dan vaskularisasi dalam mulut, maka akan memudahkan penyerapan bahan aktif (:jantung organ target hati)
PERTANYAAN
Apakah untuk sediaan bukal / sub lingual akan mengalami efek lintas pertama hepatik?
LAMBUNG
Anatomi Isi pH Volume Gerakan lambung waktu transit waktu pengosongan lambung Tegangan permukaan
FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA WAKTU PENGOSONGAN LAMBUNG Volume Makanan Tekanan Osmotik (hipertonik?) Besar partikel pada cairan lambung pH (acids/ alkali) Micellaneous
FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA WAKTU PENGOSONGAN LAMBUNG Micellaneous - Posisi tidur (kiri / kanan) - Viskositas (kental / encer) - Emosi (depresi atau aggressive /stress emotional state) - Penyakit diabetes, pylorus ulcer, hypotyroid () hypertyroid () - Gastric surgery
ANATOMI - FISIOLOGI
C. USUS HALUS
Anatomi - Duodenum - Jejenum - Ileum Isi - Getah pankreas - Getah Empedu - Sekresi bikarbonat
C. USUS HALUS
pH - Duodenum : bulbe :4-5 bagian menurun: 5 -6 - Jejenum : 6 -7 - Ileum :7-8 Tegangan permukaan
USUS BESAR
Konsistensi masa : viscous Absorbsi terbatas Ada beberapa obat yang mengalami absorbsi disini: Theopylin, Metoprolol Well candidate for an oral sustained released dosage form
Pada beberapa obat perlu diminum dengan segelas penuh air minum
Mengapa Demikian ?
Delayed
Acetaminophen Cephalexin
Increased *
Griseofulvin Metoprolol
A. FAKTOR FISIOLOGIK
Permukaan penyerap Umur Sifat membran biologik Laju Pelewatan dan waktu tinggal di lambung pH Tegangan permukaan Kekentalan Isi Saluran cerna yang dapat mengubah aksi zat aktif
B. PATOLOGI
Gangguan Fungsi Penggetahan - pemarah /depresi - sakit: tukak lambung Gangguan transit - penyempitan pylorus - depresi Gangguan penyerapan
C. CARA PEMBERIAN
Dengan atau tanpa cairan Keadaan Puasa / Saat Makan
pelepasan
:TABLET, SERBUK
Biofarmasi, Edisi 2, Hal 271
Bentuk Sediaan, Karakteristik Bahan Tambahan Sifat Fisika Kimia Bahan obat Rute Pemberian Menentukan proses Disintegrasi, Disolusi, Absorbsi Biovailaibitas obat
Minggu depan
Faktor formulasi (termasuk bahan tambahan) yang berpengaruh pada distegrasi, pelarutan, absorbsi, dll Sediaan lepas terkendali Evaluasi sediaan oral
tugas
SEDIAAN LEPAS TERKENDALI - Apakah itu? Contohnya? - Sebutkan berbagai macam jenis Sediaan Lepas terkendali, berdasarkan kerjanya? - Tujuan dan kelebihan dari sediaan ini? - Bagaimana proses Disintegrasi-DisolusiAbsorbsi secara umum? - Apakah yang menjadi Rate Limiting Stepnya? - Bagaimana Bentuk kurva kadar obat dalam plasma? DIKUMPULKAN : SENIN, 12 MARET 2007
BIOFARMASETIK
Buku
1.
2.
3. 4.
5. 6.
Shargel, Leon. et all, Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, Fifth edition, Mc.Graw Hill, Singapore, Chapter 13 -14, 2005 AIACHE, J.M.et all: Soeratri, Widji.Farmasetika 2 Biofarmasi ,edisi kedua, Airlangga University Press, Surabaya, 1982 Ansel, Howard C., Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi 4, UI Press, Jakarta, Bab 3, 1989. Ansel, Howard C. et all, Pharmaceutical Dosage Form and Drug Delivery System, 7th edition, Lippincott Williams & Wilkins (A Wolters Kluwer Company), MarylandUSA, chapter 8,1999 Ganiswara, Sulistia G., Farmakologi dan terapi, edisi 4, Bagian Farmakologi FKUI,1995 Lachman Leon, et all, Teori dan Praktek Farmasi Industri, edisi 3, UI Press, Bab 14, 1994.
Mempelajari Biofarmasi untuk menghasilkan suatu rancangan yang rasional untuk suatu produk obat tergantung;
Sifat fisika kimia bahan obat Rute pemberian Anatomi Fisologi dari organ yang berhubungan dengan rute pemberian Efek farmakodinamik yang diinginkan (immediate atau prolonged activity) Sifak toksikologik dari obat Keamanan bahan tambahan Efek dari bahan tambahan pada drug delivery
Ka
t max
AUC
/ ///-
Laktosa
Selulosa
obat
Extended Release
Tidak semua obat cocok
Contoh
Ansel, Howard C. et all, Pharmaceutical Dosage Form and Drug Delivery System, 7th edition, Lippincott Williams & Wilkins (A Wolters Kluwer Company), MarylandUSA, chapter 8, page: 236,1999
Extended release Coated Particles Extended Release inert matrix Extended release with microencapsulated Extended release Osmotic
Coated pellet for sustained release Extended release with a core tablet of non erodible matrix Immediately dispersing drug microenkapsulated Controled release osmotic system
EVALUASI, a.l:
Biofarmasetik 2 hal 372 -391
STUDY KASUS 1
Mengapa sebagian obat akan diabsorbsi lebih baik dengan adanya makanan dan sebagian lain akan lebih baik dengan tidak adanya makanan?
STUDY KASUS 2
Sebagai seorang apoteker yang berkerja di apotek, untuk obat yang terganggu penyerapannya dengan adanya makanan , maka apa saran anda pada pasien, supaya absorbsi lebih optimal?
STUDY KASUS 3
Apabila anda bekerja sebagai apoteker di Industri apa yang akan anda lakukan, pada obat yang tidak stabil terhadap asam lambung dan absorbsinya akan lebih baik jika diberikannya tidak bersama makanan?
STUDY KASUS 4
Apakah semua obat per-oral akan mengalami first pass effects?
10
STUDY KASUS 5
Study kasus 5
Faktor biologis apa yang paling mempengaruhi penundaan absorpsi dari obat?
(lihat slide no 27 30)
Efek adanya penyakit dengan absorbsi obat atau Efek penggunaan obat terhadap obat lain
Karena bisa menyebabkan perubahan, a.l: Aliran darah pada saluran cerna Motilitas saluran cerna (parkinson / anticholinergic/ metoclopramide) Waktu pengosongan lambung (HIV) pH lambung yang mempengaruhi kelarutan obat, ionisasi obat, Sekresi empedu/enzym/asam lambung Flora normal usus
MENGAPA PERUBAHAN PERUBAHAN TERSEBUT DIATAS BISA MENGAKIBATKAN PERUBAHAN ABSORBSI OBAT?
11
Literatur:
1. 2.
3.
4.
Rasmaya
5.
Shargel, Leon. et all, Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, Fifth edition, Mc.Graw Hill, Singapore, hal:386 & 444-445, 2005 AIACHE, J.M.et all: Soeratri, Widji.Farmasetika 2 Biofarmasi ,edisi kedua, Airlangga University Press, Surabaya, 1982 Ansel, Howard C., Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi 4, UI Press, Jakarta, hal114-117 & Bab 14, 1989. Ansel, Howard C. et all, Pharmaceutical Dosage Form and Drug Delivery System, 7th edition, Lippincott Williams & Wilkins (A Wolters Kluwer Company), Maryland, USA, p:279282,1999 Lachman Leon, et all, Teori dan Praktek Farmasi Industri, edisi 3, UI Press, Bab 19, 1994.
Rektum
Panjang : 15 20 cm Ketika dalam keadaan kosong, t.a. 2-3 ml cairan rektum Dalam keadaan istirahat, rektum tidak ada motilitas Tidak vili/mikrovili pada mukosa Tapi ada vaskularisasi yang bagus pH 7-8 Suhu normal 37C
VAskularisasi Rektum
Vena haemorrhoidales superior Vena haemorrhoidales medialis dan Vena haemorrhoidales inferior
Vaskularisasi
AIACHE, J.M.et all: Soeratri, Widji.Farmasetika 2 Biofarmasi ,edisi kedua, Airlangga University Press, Surabaya, hal 410, 1982
Karakteristik dosis
Dosis yang diperlukan untuk sediaan suppo bisa lebih besar /lebih kecil dibandingkan dengan sediaan oral . Umumnya satu setengah atau dua kali lebih besar dibanding dengan sediaan oral Hal ini tergantung pada: - Sifat fisika kimia obat - Kemampuan obat dalam menembus barier agar dapat diabsorbsi - Sifat dari pembawa / basis suppo dan kemampuannya untuk melepaskan obat sehingga obat bisa tersedia di cairan rektum untuk dapat diabsorpsi
Faktor fisiologis
Kandungan kolon Jalur Sirkulasi pH
Faktor fisiologis
Kandungan kolon - Absorbsi lebih bagus pada keadaan rektum kosong - Dibanding dengan keadaaan rektum yang digelembungkan oleh feses atau dalam keadaan lain seperti: diare,dan tumor
Faktor fisiologis
Jalur Sirkulasi Obat bisa dan / atau tidak mengalami first pass effect ? Mengapa?
Faktor fisiologis
pH - netral 7-8 - hal ini akan mempengaruhi: pelepasan obat dari basisnya disolusi obat di cairan rektum Absorpsi obat
Faktor yang berkaitan dengan sifat fisika kimia obat dan basisnya
Kelarutan lemak air Ukuran partikel Sifat basis
Faktor yang berkaitan dengan sifat fisika kimia obat dan basisnya
Faktor yang berkaitan dengan sifat fisika kimia obat dan basisnya
Ukuran partikel - Semakin kecil ukuran partikel akan semakin mudah melarut dan lebih besar untuk dapat diabsorbsi ?????
Kelarutan lemak air - koefisien partisi lemak air !!!!! - Apabila suatu obat yang lipofil terdapat pada basis suppo yang lipofil maka apa yang terjadi? - Apabila suatu obat yang lipofil/hidrofil terdapat pada basis suppo yang hidrofil maka apa yang terjadi?
Faktor yang berkaitan dengan sifat fisika kimia obat dan basisnya
Sifat basis - Basis harus mampu mencair, melunak, melarut supaya dapat melepaskan kandungan obatnya - Bagaimana jika terjadi interaksi antara basis dan obat yang menghambat pelapasan obat? - Bagaimana jika basis mengiritasi membran mukosa rektum?
Evaluasi
Lachman Leon, et all, Teori dan Praktek Farmasi Industri, edisi 3, UI Press, Bab 19, 1994.
Study kasus1
Mengapa suppo bisa mengalami first pass hepatic? Dan ada yang tidak?
Study kasus2
Apakah paracetamol dapat diberikan dalam bentuk suppo? Bagaimana peran Koefisien partisi zat aktif dalam fase lemak dan cairan rektum dalam transfer zat aktif dari sediaan ke cairan rektum?
SKS X
1. EPIDERMIS
Lapisan epitel tebal 200 m Terbagi atas 2 bagian : a. Stratum Korneum (lapisan tanduk) b. Stratum germinativum (badan malfigi)
a. Stratum Corneum
Komposisi dalam keadaan kering (75-80% protein, 15-20% lemak dan 15% air) Ketebalan berbeda Tahan terhadap reduktor keratolitik (jembatan disulfida, ikatan kovalen dan serat keratin) Elemen pelidung utama
a. Stratum Corneum
Protein (urea, asam amino, dan asam organik) bersifat higroskospis Lemak (as. Lemak bebas dan ester, fosfolifid dan skulalen) dapat teremulsi dengan air
b. Stratum Germinativum
Tersusun atas sel berbentuk kubus pusat kegiatan metabolik (Pembelahan sel dan sel sub-junction) Elemen spesifik: Protein (tonofibril dan granul keratohialin) Lemak (lembar olland)
Teknik in vitro
Cara Modern: Tanpa membran Reseptor/sink menggunakan kloroform dan isopropil miristat Pelarut bahan obat dipilih alkohol air Faktor yang berpengaruh (kelarutan dalam pembawa dan Kp pembawa dan reseptor)
Teknik In vivo
Teknik histologis menggunakan perunut Analisis jaringan dan cairan tubuh Pembawa respon biologis(sekresi keringat, vasodilatasi, vasokontriksi, pigmentasi) Analisis urin (banyak kelemahan) Teknik in vivo sangat terbatas
Pendahuluan
BIOFARMASETIKA
OBAT YANG DIBERIKAN MELALUI MATA
oleh Dewa Ayu Swastini
Studi Biofarmasetika obat melalui mata : Penyerapan kurang baik - arah air mata, pengenceran - struktur khas kornea Kontak singkat - kapasitas menahan dan menyimpan terbatas
Anatomi Mata
Anatomi Mata
Tiga lapisan (luar ke dalam): 1. Sclera (lap. serabut) Conjunctiva (pengolesan obat) Kornea (penyerapan obat) 2. Choroidea (lap. vasculer) mulucus ciliaris dan proseus ciliaris Iris dan pupil 3. Retina (lap. saraf)
Sistem lakrimal
Segmen anterior (camera anterior & posterior) Segmen posterior Fungsi : 1. menjaga tekanan dalam mata 19 mm Hg 2. menjaga kelicinan mata 3. melindungi kornea dari penguapan (seny sejenis lipida) 4. menetralkan efek sediaan mata
Kornea mata
Kornea mata
Lap epitel bersifat lifofil Lap stroma hidrofil (kolagen) Membran decement Endothelium lapisan monoseluler bersifat lifofil
PENETRASI OKULER
Pemberian melalui jalur sistemik (oral maupun parenteral) - epitel corpus ciliaris - dinding kapiler jaringan sekitar iris Pemberian secara topical - penyerapan lewat kornea - perlintasan melalui konjungiva,
2. pH (pendaparan)
Obat memiliki aktivitas terapeutik tertinggi pada pH yang mengandung molekul yang tak terion Basa lemah terionisasi pada pH > pKa Asam lemah terionisasi pada pH < pKa
2. pH (pendaparan)
The respiratory system is made up of the organs involved in breathing and consists of the: nose pharynx larynx trachea bronchi lungs
The upper respiratory tract includes the: nose nasal cavity ethmoidal air cells frontal sinuses maxillary sinus larynx trachea The lower respiratory tract includes the: lungs bronchi alveoli
Faring (persimpangan antara jalan pernafasan dan makanan) - nasofaring - orofaring - laringofaring Trakea (cincin tulang rawan)dipisahkan oleh karina menjadi dua bronkus (kanan dan kiri) Bronkus tertutup sel epitel yang terdiri atas : lapisan mukosa, silia, cairan pembasah cilia, sel silia, sel basal dan membran
Silia
Fungsi : pertahanan (getah bronkus dan cairan aveolar) pergerakan terjadi dari depan ke belakang perpindahan dari belakang menuju ke depan secara spiral searah jarum jam ( proses clearence)
Getah bronkus
Sumber : kelenjar bronkus (trakea dan bronkus besar) Komposisi : setiap 100 g terdiri atas 94,79% air dan 1,13% kadar abu DNA 0,028%, glusida 0,951%, protein 1%, lpida 0,840% bagian bukan air 5% Jika ditambahkan 2 bag air sulung ke 1 bag dahak terbagi atas 3 fase :
Fase atas (busa) trediri atas surfaktan lipid dan lesitin dipalmitat fase air terdiri atas protein, komponen darah, uraian musin (amilase), enzim (lisosom, protease dan enzim bakteri) Fase berbentuk gel struktur berbentuk serabut(fibril)
DAERAH TRANSISI
Bronkiolus Respiratorius Duktus Alveolari Alveoli Sel penutup tipe I dan tipe II ( surfaktan) Sel epitel lain (makrofag, limfosit, plasma dan mast)
surfaktan
Merupakan lap penyelubung alveoli Komp : dipalmitat, kolesterol, trigliserida dan asam lemak bebas menurunkan tegangan permukaan alveoli Keadaan patologi surfaktan : membran hyalin (utama) emboli, edema paru perokok
AEROSOL
Dispersi butiran cairan yang sangat halus didalam udara dan berdiameter rata- rata 5 m Terdiri atas dua fase :
fase pendispersi (fase penyebar) campuran udara dan gas fase terdispersi (fase yang tersebar) larutan dalam air
AEROSOL
Tipe aerosol : 1. Aerosol monodispersi partikel sangat halus, diameter 1 um, stabil, efek sistemik segera, alat penyemprot klinis 2. Aerosol polidispersi partikel besar dan beragan, kurang stabil, penembusan dan penyerapan pada sal nafas atas, bahan pendorong gas
DI INDONESIA
METERED-DOSE INHALER (MDI) bahan aktif (Obat), propellan CFC bertekanan rendah, pelarut dan/atau surfaktan MDI dengan Spacer atau Holding Chamber mengurangi pengendapan di orofarinks dan meningkatkan penghantaran obat ke paru-paru
INHALER SERBUK KERING HALUS Alat Rotahaler (obat dalam bentuk kapsul) Turbohaler dan Diskhaler (obat dalam blister) LARUTAN PERNAFASAN (NEBULIZER) Rumah sakit/ klinik Tidak perlu keahlian
diskaler
rotahaler
turbohaler
Medicaments for Inhalation Therapy Adrenaline, Ephedrene, Phenylephrine Ephedrine, Epinephrine, Isoprenaline, Turbutaline Prostaglandine, Sabutamol, Methoxyphes amine Cortisone acetate, Hydrocortisone, Dexamethasone Beclomethasone Glucocosticoids Nitric oxide gas Tobramycin Hyperbaric oxygen Insulin powder Amyl nitrite Lidocaine Nitrous oxide gas, Halogenated Hydrocarbons (Halothane, Isoflurane, Enflurane, Sevoflurane, Desflurane) Anthrax vaccine Anti influenza vaccine Diethyl carbamazine, Chloroquine Cromolyn sodium Lung surfactant
Prevention and Control of Burn Shock Control of acute pain crisis Antimicrobials and Antivirals Neurolgical and Metabolic diseases Control of Diabetes mellitus Control of Hydrogen sulphide toxicity Local anaesthesia General anaesthesia
Transit/Penghirupan
1. Ukuran Partikel Penyebaranannya tergantung ukuran partikel Partikel dengan koefisien difusi dan gravitasi rendah dapat menembus bag paru lbh dalam Tergantung juga pada mekanisme difusi udara inspirasi dan ekspresi
Transit/Penghirupan
2. Pernafasan dan Laju aliran udara Perjalanan nafas normal 12-15 daur/menit, volume inspirasi danekspirasi 500 ml laju inspirasi partikel ukuran besar ikut ke daerah transisi laju inspirasi, waktu tinggal partikel, retensi aerosol
Transit/Penghirupan
3. Aliran gas (Laminer atau Turbulen) Aliran laminer (HK Poisseuille) :
Jika ukuran tabung tetap maka laju pengaliran berbading lurus dengan kekentalan
Transit/Penghirupan
Aliran Turbulens Melewati saluran yang berkelok Bilangan Reynols :
Pada respirasi tenang (v=0,33 l/detik) Re<2000 Respirasi sedang atau kuat, Re>2000 Turbulnsi yang kuat memperlambat pengaliran gas, terjadi penimbunan dini partikel pada sal. nafas bag atas
Transit/Penghirupan
4. Kelembapan Paru bagian dalam (kand. air 44g/m3) Aerosol kejenuhannya 34g/m3 Pertumbuhan partikel sebagai fungsi dari kelembaban Perubahan ukuran partikel tergantung kelarutan (> kelarutan, ukuran partikel >)
Transit/Penghirupan
5. Suhu Partikel bergerak suhu ke suhu Gerakan berbanding lurus dengan perubahan suhu dan diameter partikel 6. Tekanan Selama inspirasi tek paru turun 60-100 mmHg dibawah tek atmosfer Pemakaian tek positif pada aerosol perbedaan tek hingga 4-22 mmHg
3. Difusi (gerakan brown) Timbul akibat tumbukan molekul gas dan partikel yang tersuspensi dalam udara Pada bronchiolus terminalis dan alveoli Ukuran partikel sub mikron (0,0020,5 m)
Luas permukaan total sal udara meningkat secara bermakna dari trake sampai BT (1:60)
Penyerapan
1. Hidung Luas penyerapan 80 cm2, penyerapan terkecil dari seluruh sal pernafasan bag atas Zat yang diserap cepat (sulfur anorganik, amoniak) Zat yang diserap lambat (histamin, nikotin, efedrin dll)
2. Mulut Luas permukaan penyerapan mulut dan pharing 75 cm2 Sebagian dapat tertelan (masuk sal cerna) Sebagian terserap melalui bukal Diserap dengan baik (nitrogliserin, tetosteron, alkaloid) Sedikit terserap (barbiturat, protein (insulin) dan heparin)
3. Trakea
Air / normal salin tidak terserap ditrakea Bahan larut lemak tidak terserap (barbital, tiopental, striknin) Aerosol suksinilkolin efek lebih lambay tapi lebih lama dibandingkan dengan iv Penisilin dengan penetesan menghasilkan kadar dalam darah 2x lebih lama dari im
4. Penyerapan di Bronkus
Penelitian sulit (pemisahan daerah yang diteliti sulit dan adanya percabangan) Otot polos bronkus sangat peka thd senyawa iritan (aktivitas lokal) Reseptor pada pembuluh darah (vasokontriksi dan dekongesti mukosa bronkus) Reseptor pada otot bronkus (relaksasi otot bronkus)
5. Penyerapan di Alveoler
Permukaan luas dan penuh kapiler (pertimbangkan efek sistemik) Mekanisme perlintasan tidak dapat ditetapkan dengan pasti
Tahap-tahap Evaluasi
1. Pemilihan tempat aksi (efek yang diinginkan) Aksi setempat/lokal atau Sistemik Tergantung pada sifat zat aktif (stabilitas fisiko-kimia, laju penyerapan, metabolisme dll) diameter ukuran partikel
2. Pembuatan aerosol
Pengujian dengan studi in vitro
Pemilihan bahan dan alat yang sesuai untuk pembuatan sediaan (diameter partikel, higroskopisitas) Sesuai dengan cara pemberian (tergantung tujuan : bukal, nasal, masker wajah dll) Pengujian dengan studi in vitro Jaringan organ terpisah: Sel paru terpisah, hancuran jaringan, cincin trakea, paru terpisah, getah bronkus, surfaktan aveoler dll Model in vitro tiruan Saluran cerna dari bahan plastik, trakea dan bronkus tiruan, labu berpalung
3. Studi in Vivo
Dengan mengunakan hewan penelitian (anjing, kelinci) Dipasangkan pipa khusus ke berbagai tempat saluran nafas untuk mengamati reaksi yang terjadi Dikonversikan ke dosis manusia (hati-hati)
10
BIOFARMASETIKA
LITERATUR
Ansel, Howard C., Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi 4, UI Press, Jakarta, 1989 Shargel, Leon. et all, Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, Fifth edition, Mc.Graw Hill, Singapore, 2005 Turco Salvatore, M.S. Pharm.D, F.A.S.H.P, Sterile Dosage Form: Their Preparation and Clinical Application, 3rd edition, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, USA, 1994 AIACHE, J.M.et all: Soeratri, Widji.Farmasetika 2 Biofarmasi ,edisi kedua, Airlangga University Press, Surabaya, 1982
SEDIAAN PARENTERAL
= Sediaan steril yang dimaksudkan untuk pemberian secara injeksi, infus, atau implan dalam dalam tubuh
KEUNTUNGAN
Memberikan efek yang cepat Tidak melalui First Pass Effect Dapat diberikan apabila penderita dalam keadaan tidak dapat bekerjasama dengan baik, tidak sadar, atau tidak dapat dengan cara pemberian lain (seperti oral) Kadar obat didalam darah yang hasilnya lebih bisa diramalkan Dapat untuk obat yang rusak /tidak diabsobsi dalam sistem saluran cerna contoh: insulin (protein drug)
Shargel, Leon. et all, Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, Fifth edition, Mc.Graw Hill, Singapore,Chapter 13, 2005
JENIS SEDIAAN
KERUGIAN
Apabila sudah masuk ke dalam tubuh susah untuk dikeluarkan terutama apabila terjadi kasus toksisitas Hargal relatif lebih mahal
CAIR Contoh : cairan infus NaCl 0,9% (normal saline) Neurobion injeksi Lidocaine SERBUK Harus direkontitusi terlebih dahulu Contoh : antibiotika Ampicilin TABLET SUSUK
KARAKTERISTIK SEDIAAN
Sterile Bebas dari partikel yang berukuran besar (free from particulate matter) Stabil secara fisika dan kimia dalam kurun periode tertentu
KARAKTERISTIK SEDIAAN
Sterile - bebas dari mikroorganisme a.l. pyrogen /bakteri - efek farmakologis yang ditimbulkan dengan adanya pyrogen, a.l: fever, malasie, headache,
KARAKTERISTIK SEDIAAN
KARAKTERISTIK SEDIAAN
Bebas dari partikel yang berukuran besar (free from particulate matter) - yaitu: partikel yang melayang (mobile), tidak larut dalam sediaan parenteral. - idealnya sediaan parenteral = jernih dan tidak ada partikel yang dapat dilihat dengan mata telanjang
Bebas dari partikel yang berukuran besar (free from particulate matter) - Standar USP Perhitungan partikel dilakukan dengan : electronic liquid-borne particle counter with light- obscuration sensor
Pada sediaan volume kecil (<100ml) Tidak lebih dari 1000 partikel perkontainer dengan (diameter) 10m dan/atau 1000 partikel perkontainer dengan 25m Pada sediaan volume besar Tidak lebih 50 partikel per-mili literdengan 10m dan/atau tidak lebih 5 partikel per-mili liter dengan 25m
KARAKTERISTIK SEDIAAN
Stabil secara fisika dan kimia dalam kurun periode tertentu Hal ini menentukan bahwa sediaan steril akan berada dalam bentuk cair atau serbuk
JENIS RUTE
Intra Vena ( IV drip dan IV bolus) Intra Muskular Sub Kutan Intra Dermal Epidural Intra arterial Intra cardiac dll
Grafik:
ANATOMI
Ansel, Howard C., Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi 4, UI Press, Jakarta, halaman 401, 1989
konsentrasi plasma setelah pemberian obat dengan dosis sama dengan 3 rute berbeda
Shargel edisi 5 ha 445
IV bolus :
Intra vena
Biasanya vena di daerah Antecubital (dibagian depan siku) Vena : besar, di permukaan, dan mudah dilihat Cara memasukkan jarum: Potongan yang miring hadap keatas & ujung tertajam hadap ke vena Dengan teknik aseptis Bahaya: terbentuknya trombus akibat rangsangan jarum pada dinding vena terutama yang cairan mengiritasi Trombus Embolus Emboli Bisa untuk volume besar / kecil Volume tetesan : 2-3 ml/permenit
IV drip :
Intra Muskular
Efek tidak secepat IV tapi biasanya lebih lama? Biasanya Absorbsi larutan >suspensi dan sediaan air > minyak Pada otot rangka Tempat injeksi sebaiknya sejauh mungkin dari saraf utama Biasanya di otot gluteus maksimus (pantat), otot deltoid (lengan atas), Pada bayi di pantat otot belum berkembang dengan baik, sehingga i.m. di otot deltoid (lengan atas), otot midlateral (di paha) Kerusakan akibat i.m.: hematom, emboli, terkelupasnya kulit, kerusakan saraf Volume umumnya 5ml (di gluteal), 2ml (deltoid)
Sub Kutan
Dibawah permukaan kulit Umumnya di jaringan interstitial longgar lengan bawah, paha, atau pantat Volume suntikan jarang lebih besar dari 2 ml Obat yang mengiritasi, larutan suspensi kental sebaiknya tidak dengan s.c.karena dapat menimbulkan sakit, lecet, abses
FAKTOR FISIKOKIMIA
LAJU DISOLUSI KOEFISIEN PARTISI dan KELARUTAN DALAM LEMAK INTERAKSI OBAT (ZAT AKTIF) DAN BAHAN TAMBAHAN LAIN DALAM SEDIAAN
LAJU DISOLUSI
FAKTOR FISIOLOGI
TERUTAMA DALAM ABSORBSI OBAT Aliran darah dari bagian tubuh / area ynag diinjeksikan------- kecepatan absorbsi Pengaruh obat suatu obat yang dapat mempengaruhi obat lain (interaksi obat) contoh: obat yang menyebabkan vasokontriksi / vasodilatas
Gerakan
Tempat injeksi (terutama i.m)
FAKTOR FISIOLOGI
TERUTAMA DALAM ABSORBSI OBAT Tempat injeksi (terutama i.m) tabel: : Konsentrasi puncak cephradine setelah injeksi i.m. dengan berbagai rute Injection site Gluteus Maximus Deltoid Muscle Vastus Lateralis Males 11,1 11,7 9,8 Female 4,3 10,2 9,4
FAKTOR FORMULASI
INTRA VENA IM, SC
EFEK OBAT DENGAN BERBAGAI FORMULASI DARI OBAT DENGAN BENTUK SEDIAAN SUSPENSI
Formulation Variable Solubility in Water Particle Size
Total Amount of Drug in Dose
Effect on Release Rate Increase Increase Decrease Increase Decrease Duration of Absorption Unchanged Decrease Increase Decrease Increase
EVALUASI
Uji Stabilitas Fisika Kimia a.l.: - penampilan fisik seperti : warna, bau, rasa, konsistensi - viskositas, homogenitas - perubahan kandungan zat diuji pada rangkaian kondisi spesifik tertentu dimana suhu, pH, intensitas cahaya, dan konsentrasi obat pada selang waktu tertentu. Uji Mikrobiologi Uji Invivo
Decrease Constant
Turco Salvatore, M.S. Pharm.D, F.A.S.H.P, Sterile Dosage Form: Their Preparation and Clinical Application, 3rd edition, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, USA, P: 106, 1994
TEAM WORK
Studi Ketersediaanhayati
Ketersediaanhayati menunjukkan kinetik dan perbandingan kadar zat aktif yang mencapai sistem sistemik terhadap laju obat yang diberikan
Laju (rate) Intensitas (extent)
I M. A. Gelgel Wirasuta
Alasan utama dilakukan studi bioekivalen adalh karena produk yang dinyatakan ekivalen farmasetik tidak memberi efek terapetik yang sama pada penderita
Kesetaraan
Kesetaraan farmakoklinik
Dua obat dengan molekul berbeda tetapi mempunyai aktivitas intrinsik yang sama dan secara in vivo bekerja pada subtrat molekul aktif yang sama
3
konsentrasi (g/ml)
Kesetaraan kimia
Dua obat umumnya dengan sifat fisiko-kimia yang sama, diberikan dalam dosis yang sama dan bentuk sediaan yang hampir mirip
Kesetaraan farmasetik
Kesetaraan antara dua bentuk sediaan yang sama dengan zat aktif dan dosis lazim yang sama. Kesetaraan ini harus memenuhi FARMAKOFE
180
waktu
240
0 -0,5 0
Obat memiliki kesetaraan kimia ata farmasetik, yang bila diberikan dengan posologi yang sama dan mengacu pada kadar obat dalam darah, menunjukkan kriteria ketersediaanhayati yang sama pada setiap individu
Dalam perencanaan sediaan farmasetik berbagai faktor perlu dipertimbangkan guna mencegah hal yang tidak dinginkan, maka diperlukan EVALUASI KETERSEDIAANHAYATI
EVALUASI BIOAVAILABILITAS
Kendala-kendala
Tinjauan multi displin Pemahaman kinetika dan biometabolisme zat aktif
Pemahaman dalam fase disposisi obat Pemahaman metode analisis dengan kehandalan tinggi Penerapan protokol percobaan yang ketat
Efek
Pendekatan efek yang sama ditentukan oleh Kesetaraan biologik, tetapi tidak cukup untuk menyatakan kesetaraan terapetik karena kesetraan terapetik tergantung pada faktor obat dan penderita
Pemilihan subyek
Subyek
Manusia sehat merupakan subyek ideal yang peka terhadap perubahan minimal salama penelitian Manusia sakit, Hewan:
Untuk percobaan pendahuluan Obat yang memberi efek ketergantungan
Pemilihan subyek
Manusia sehat, sakit, dan juga pada berbagai jenis hewan
2.
3.
DIPERLUKAN KONTROL KESEHATAN TERUTAMA PADA FUNGSI ORGAN SUBYEK Kriteria pemilihan subyek:
Kriteria kelompok (umur, jenis kelamin) yang jelas Pemeriksaan klinik lengkap Subyek harus memiliki catatan pemeriksaan:
Tidak menanggung resiko khusus pada saat penelitian Tidak memberikan keragaman hasil penelitian yang luas
4.
Dosis Ganda
Keuntungan:
Subyek sudah terbiasa dengan kondisi percobaan Cukup data untuk ekstrafolasi fungsi farmakokinetik dengan kesalahan minimal Analitik lebih mudah karena jumlah analit lebih besar dalam tubuh
Spesimen
Darah: spesimen yang paling ideal Urin
Tahapan analis
Data Plasma
tmaks: menggambarkan perkiraam laju absorpsi zat aktif menuju sistem sistemik Bila tmaks menjadi kecil berarati sedikit waktu diperlukan untuk mencapai konsentrasi plasma puncak jalu absorpsi obat tinggi Cpmaks: pentunjuk bahwa obat cukup diabsorpsi secara sistemik untuk memberi suatu perspon terapetik memberi petunjuk kemungkinan adanya kadar toksik obat AUC: mencerminkan jumlah total obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik. AUC tidak selalu berbanding lurus dengan dosis, penyimpangan apabila terjadi kejenuhan eliminasi obat
Data Urin:
Jumlah kumulatif obat yang diekskresi dalam urin (Du) Laju ekskresi obat dalam urin (dDu/dt) Waktu untuk terjadi ekskresi obat maksimum dalam urin (t)
Data Urin
Agar didapat perkiraan yang sahih, maka obat harus diekskresi dalam jumlah yang bermakna di dalam urin dan cuplikan urin harus dikumpulkan secara lengkap Du berhubungan langsung dengan jumlah total obat terabsorpsi Obat tereliminasi sempurna pada titik C, dimana konsentrasi plasma mendekati nol, sehingga diperoleh jumlah maksimum obat diekskresi dalam urin Du , bagian kurva A-B, berkaitan t dengan laju absorpsi obat, sedang titik C dikaitkan dengan waktu total yang diperlukan untuk oabsorpsi dan ekskresi secara sempurna
D o s is
2500 2000 1500 1000 500 0 200 400 600 800 1000
AUC
Dosis
Data Urin
dDu/dt pemahaman grafik laju ekskresi obat akan memberi gambaran tentang kurva kadar obat dalam plasma-waktu Pada grafik laju ekskresi maksimum berada pada titik B, sedangkan laju ekskresi minimum terletak pada titik A dan C.
AUC
Kurva efek farmakologi akut waktu dapat digunakan untuk menentukan biovailabilitas memerlukan adanya kaitan dosis-respons.
Respons klinik
Perubahan respons klinik ditentukan oleh perbedaan farmakokinetik dan farmakodinamik obat antar individu Asumsi: produk dengan bioequivalen diperkirakan mempunyai respons obat yang sama Perbedaan respons klinik pada produk bioeqivalen mungkin disebabkan oleh faktor farmakodinamik (ikatan obat dengan reseptor) Faktor yang berpengaruh pada farmakodinamik:
Umur, toleransi obat, enteraksi obat dan faktor-faktor patopsiologik yang tidak diketahui
Tiga obat dengan dosis yang sama dibuat dengan formulasi berbeda Dari hasil uji bioavailabilitas menunjukkan:
Formula A lebih cepat diabsorpsi dari B, tmaks A < B: AUCA=AUCB