Anda di halaman 1dari 11

NILAI PARAF

LAPORAN

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

KOSOLVENSI DAN KELARUTAN

Hari/Tanggal Praktikum : Kamis, 26 November 2020

Kelas : Reguler Pagi A

Minggu Ke- :6

Kelompok :8

Nama : Ivo Maide Fortuna NPM : A 191 022

Nama Asisten : 1. apt. Wahyu Priyo L M.Farm

2. Anita Anggraeni S.Farm

3. Rafian Dizar S.Farm

4. Kenti S.Farm

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI

SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA

YAYASAN HAZANAH

BANDUNG 2020

KOSOLVENSI DAN KELARUTAN


I. Tujuan
I.1 Mahasiswa mampu memahami dan menggambarkan pengaruh
larutan campur terhadap kelarutan suatu zat
I.2 Mahasiswa mengenal beberapa teknik fisika dan kimia dalam
meningkatkan kelarutan
II. Prinsip
II.1 Berdasarkan pengujian dengan prinsp like dissolve like dan
kepolaran dari penambahan pelarut campur atau kosolven
II.2 Berdasarkan pelarutan dengan pengadukan, pemanasan dan
gelombang ultrasonic
III. Teori
III.1 Kosolven

Kosolven adalah pelarut yang ditambahkan dalam suatu system untuk


membantu melarutkan atau meningkatkan stabilitas dari suatu zat, cara ini
disebut kosolvensi. Cara ini cukup potensial dan sederhana dibanding
beberapa cara lain yang digunakan untuk meningkatkan kelarutan dan
stabilitas suatu bahan. Penggunaan kosolven dapat mempengaruhi polaritas
system, yang dapat ditunjukkan dengan pengubahan tetapan dielektriknya.

III.2 Kelarutan

Kelarutan merupakan keadaan suatu zat senyawa baik padat, cair ataupun
gas yang terlarut dalam padatan, cairan atau gas yang akan membentuk larutan
homogen, kelarutan tersebut bergantung pada pelarut yang digunakan serta
suhu dan tekanan (Lachman, 1986)

Kelarutan atau solubility (s) adalah kebanyakan senyawa dalam larutan


satuan garam yang dapat membuat jenuh larutan. Jika volume larutan dm 3
maka kelarutan itu mempunyai satuan molar (m) (Martin,1990)

III.3 Sifat Kelarutan


III.3.1 Sifat Koligatif
Sifat koligatif terutama tergantung pada jumlah partikel dalam larutan.
Sifat koligatif larutan adalah tekanan osmosis, penurunan tekanan uap, penurunan
tekanan titik beku dan kenaikan titik didih. Harga sifat koligatif kira-kira sama
untuk konsentrasi yang setara dari berbagai zat non elektrolit dalam larutan tanpa
mengidahkan jenis atau sifat kimiawi dari konstituen. Dalam menetapkan sifat
koligatif dari larutan zat padat tidak menguap dan tekanan uap diatas larutan
seluruhnya berasal dari pelarut.

III.3.2 Sifat Aditif

Sifat aditif ini bergantung pada andil atom total dalam molekul atau pada
jumlah sifat konstituen dalam larutan. Contoh sifat aditif dari suatu senyawa
adalah berat molekul, yaitu jumlah molekul massa atom konstituen. Massa total
dari larutan adalah jumlah massa masing masing komponen.

III.3.3 Sifat Konstitusi

Sifat konstitusi bergantung pada penyusunan dan untuk jumlah yang lebih
sedikit, pada jenis dan jumlah atom dalam suatu molekul. Sifat ini memberikan
petunjuk terhadap aturan senyawa tunggal dan kelompok molekul dalam system.
Banyak sifat yang sebagian aditif dan sebagian konstitusi. Pembiasan cahaya, sifat
listrik, sifat permukaan, dan antar permukaan serta kelarutan obat setidak-tidaknya
sebagian berupa sifat konstitusif dan sebagian aditif. (Alfred, Martin. 1990)

Besarnya kelarutan suatu senyawa adalah jenuh, misalnya yang


bersangkutan yang larut dalam jumlah pelarut tertentu dan merupakan larutan
yang jenuh yang ada dalam kesetimbangan dengan bentuk padatnya (Ansel,2005)

III.4 Faktor yang mempengaruhi kelarutan


III.4.1 pH

Zat aktif yang sering digunakan dalam dunia pengobatan adalah zat organic yang
bersifat asam lemah, kelarutan asam lemah seperti barbiturate dan sulfonamide
dalam akar akan bertambah dengan naiknya pH karena terbentuknya garam yang
mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa organic seperti alkaloida dan
anastetik pada umumnya sukar larut.
III.4.2 Temperatur

Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung pada temperature, titik
leleh zat padat, dan panas peleburan molar zat tersebut.

III.4.3 Jenis Pelarut

Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar
akan melarutkan lebih baik zat-zat polar ionic, begitu juga sebaliknya.

III.4.4 Konstanta dielektrik

Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut.

III.4.5 Bentuk dan Ukuran Partikel

Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu
zat. Konfigurasi molekul dan bentuk sediaan susunan Kristal juga mempengaruhi.

III.4.6 Penambahan Zat Lain

Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikkan


kelarutan suatu zat. Surfaktan mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk
agregat yang dikenal sebagai misel. Sifat yang penting dari misel ini adalah
kemampuannya untuk menaikkan kelarutan zat yang biasanya sukar larut dalam
air.

IV. Alat dan Bahan


IV.1

IV.2 Alat IV.3 Bahan


1. Sonikator 1. Paracetamol
2. Hot Plate 2. Air panas
3. Gelas kimia 3. Air dingin
4. Batang pengaduk 4. Etanol
5. Gelas 5. Propilen Glikol
6. Sendok 6. Garam
7. Stopwatch
V. Data Pengamatan
V.1 Simulasi 1
Sampel : 10 gram garam
Pelarut : 50 ml air

Sampel Perlakuan Waktu Larut (s)

Gelas 1 Air dingin tanpa


pengadukan Tidak larut

Gelas 2 Air dingin dengan


pengadukan 33,16

Gelas 3 Air panas tanpa


pengadukan Tidak larut

Gelas 4 Air panas dengan


pengadukan 15

V.2 Simulasi 2
1. Diketahui regresi linear analisis sampel X :
Y = 0,0113x – 0,0528
2. Data hasil percobaan pelarut mekanik dan penambahan kosolven :

Percobaan Absorbansi Konsentrasi (ppm)

Pengadukan 0,442 43,79

Sonikasi 0,431 42,81

Pemanasan 0,492 48,21

Pemanasan dan
pengadukan 0,571 55,203

Air 60% : Etanol 60% 0,529 51,49


Air 60 : PG 40% 0,510 49,805

Air 60% : PG 20% :


Etanol 20% 0,586 56,531

3. Hitung data konsentrasi dari percobaan pelarutan mekanik dan


penambahan kosolven dengan rumus regresi linear di atas
a. Pengadukan
Y = 0,0113x – 0,0528
0,442 + 0,0528 = 0,0113x
0,4948 = 0,0113x
X = 43,79 ppm

b. Sonikasi
Y = 0,0113x – 0,0528
0,431 + 0,0528 = 0,0113x
0,4838 = 0,0113x
X = 42,81 ppm

c. Pemanasan
Y = 0,0113x – 0,0528
0,492 + 0,0528 = 0,0113x
0,5448 = 0,0113x
X = 48,21 ppm

d. Pemanasan dan Pengadukan


Y = 0,0113x – 0,0528
0,571 + 0,0528 = 0,0113x
0,6238 = 0,0113x
X = 55,203 ppm

e. Air 60% : Etanol 40%


Y = 0,0113x – 0,0528
0,529 + 0,0528 = 0,0113x
0,5818 = 0,0113x
X = 51,49 ppm

f. Air 60% : PG 20%


Y = 0,0113x – 0,0528
0,510 + 0,0528 = 0,0113x
0,5628 = 0,0113x
X = 49,805 ppm

g. Air 60% : PG 20% : Etanol 20%


Y = 0,0113x – 0,0528
0,586 + 0,0528 = 0,0113x
0,6388 = 0,0113x
X = 56,531 ppm

4. Buatlah grafik perbandingan, evaluasi, bahas dengan jelas mekanisme dan


fenomena apa yang terjadi, kemudian simpulkan data tersebut dan masukkan
kedalam data pengamatan laporan.

Konsentrasi (ppm)
60
50
40
30
20
10
0

Konsentrasi (ppm)
Berdasarkan diagram di atas dapat disimpulkan percobaan yang paling efektif
dalam melarutkan adalah pemanasan dengan pengadukan dan menggunakan
pelarut 60% air, 20% propilen glikol dan 20% etanol.

VI. Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan uji kelarutan yang bertujuan untuk
memahami dan menggambarkan pengaruh larutan campur terhadap kelarutan
suatu zat serta mengenal beberapa teknik fisika dan kimia dalam meningkatkan
kelarutan berdasarkan pengujian dengan prinsip like dissolve like dan kepolaran
dari penambahan pelarut campur atau kosolven dan berdasarkan pelarutan dengan
pengadukan, pemanasan dan gelombang ultrasonik.

Pada pengujian ini dilakukan dua teknik yaitu teknik fisika dan kimia.
Pada teknik fisika, terdapat 4 percobaan yaitu paracetamol dilarutkan dengan
adanya pengadukan. Pengadukan dapat menentukam kelarutan suatu zat terlarut.
Semakin banyak jumlah pengadukan maka zat terlarut umunya menjadi lebih
mudah larut. Semakin besar pengadukan maka semakin banyak zat terlarut. Luas
permukaan sentuhan zat terlarut dapat diperbesar melalui proses pengadukan atau
penggerusan. Dengan adanya pengadukan, tumbukan antar partikel zat terlarut
dengan zat pelarut semakin cepat sehingga akan lebih mudah larut. Pada
pengujian ini, absorbansi yang dihasilkan setelah dilakukan serapan menggunakan
spektrofotometri UV-Vis yaitu 0,442 dengan kadar 43,79 ppm.

Selanjutnya pengujian kedua paracetamol dilarutkan menggunakan alat


sonikator. Sonikasi adalah suatu teknologi yang memanfaatkan gelombang
ultrasonic. Ultrasonic adalah suara atau getaran dengan frekuensi yang terlalu
tinggi untuk bisa didengar oleh manusia, yaitu kira-kira diatas 20 kHz.
Gelombang ultrasonic dapat merambat dalam medium padat, cair dan gas.
Gelombang yang merambat pada permukaan partikel akan memecah dan
membuat celah untuk masuknya pelarut sehingga zat terlarut dapat mudah larut
dengan zat pelarutnya. Pada pengujian dengan sonikasi, absorbansi yang
didapatkan yaitu 0,431 dengan kadar 42,81.
Pengujian selanjutnya paracetamol dilarutkan dengan pemanasan. Ketika
pemanasan dilakukan, partikel pada suhu tinggi bergerak lebih cepat
dibandingkan pada suhu rendah. Akibatnya kontak antara zat terlarut dengan zat
pelarut menjadi lebih efektif. Hal ini menyebabkan zat terlarut menjadi lebih
mudah larut pada suhu tinggi. Kelarutan zat akan bertambah bila suhu dinaikkan,
karena umumnya proses pelarutan bersifat endotermik. Pada pengujian ini
absorbansi yang dihasilkan yaitu 0,492 dengan kadar 48,21 ppm.

Pengujian keempat yaitu paracetamol dilarutkan dengan pemanasan dan


pengadukan. Pada pengujian ini absorbansi yang dihasilkan lebih tinggi dari 3
pengujian sebelumnya yaitu 0,571 dengan kadar 55,203 ppm. Hal ini terjadi
karena ketika terjadi pemanasan, partikel akan bergerak lebih dan pengadukan
mengakibatkan partikel lebih mudah bertumbukan sehingga akan lebih mudah
larut dari pengujian sebelumnya.

Selanjutnya pada pengujian dengan menggunakan teknik kimia, yaitu


dengan penambahan kosolvensi. Kosolvensi adalah pelarut yang membantu
kelarutan. Kosolvensi yang digunakan dalam pengujian ini yaitu propilen glikol
dan etanol. Sampel yang digunakan yaitu paracetamol, dimana sampel ini akan
lebih mudah larut pada pelarut non polar seperti etanol. Pengujian pertama yaitu
pada 100 ml pelarut, paracetamol dilarutkan dengan 60% air dan 40% etanol.
Absorbansi yang dihasilkan yaitu 0,529 dengan kadar 51,49 ppm. Paracetamol
akan larut dalam pelarutnya karena pada pelarutnya terdapat 40% etanol yang
dapat melarutkan paracetamol.

Pengujian kedua yaitu paracetamol dilarutkan dengan 60% air dan 40%
propilen glikol. Propilen glikol ini berfungsi sebagai zat pembasah atau akan
membasahi parasetamol. Zat pembasah ini mengandung gugus hidrofilik dan
lipofilik dengan bagian lipofilik dari molekul menyebabkan aktivitas permukaan
dari molekul tersebut. Zat pembasah ini akan terjadi kontak dengan zat padat dan
menggantikan udara di permukaan zat padat. Bila cairan zat padat menggantikan
kedudukan seluruh udara dari permukaan maka dapat dikatakan cairan membasahi
permukaan dengan sempurna dan terjadi penurunan tegangan permukaan sehingga
zat akan terlarut. Absorbansi yang dihasilkan dari pengujian ini yaitu 0,510
dengan kadar 49,805 ppm.

Pengujian terakhir yaitu paracetamol dilarutkan dengan 60% air, 20%


propilen glikol dan 20% etanol. Absorbansi yang dihasilkan lebih tinggi dari
pengujian sebelumnya yaitu 0,586 dengan kadar 56,531 ppm. Hal ini terjadi
karena pada kandungan pelarut nya terdapat zat pelarut yang dapat melarutkan
sampel yaitu etanol dimana seperti sudah kita ketahui bahwa parasetamol akan
larut dalam etanol dan dengan adanya zat pembasah yaitu propilen glikol yang
akan menurunkan tegangan permukaan sehingga akan lebih mudah larut.

Selanjutnya pada simulasi 2 dilakukan pengujian kelarutan dengan 4


perlakuan. Yaitu pada perlakuan pertama sampel yang digunakan yaitu 10 gram
garam dilarutkan pada 50 ml air dingin tanpa dilakukan pengadukan. Hasil yang
didapat yaitu garam sukar larut dalam air dingin karena tidak adanya factor
pendukung terjadinya kelarutan pada sampel. Perlakuan kedua yaitu garam
dilarutkan dengan adanya pengadukan. Hasil yang didapat yaitu garam lebih
mudah larut dengan waktu larut 33 detik. Semakin cepat pengadukan maka
sampel akan lebih cepat larut karena pengadukan dapat menimbulkan partikel
lebih mudah bertumbukan sehingga sampel lebih mudah untuk larut. Perlakuan
ketiga, yaitu sampel dilarutkan dengan air panas tanpa pengadukan. Hasil yang
didapat yaitu sampel hanya larut sebagian. Hal ini terjadi karena penaikan suhu
meningkatkan gerak partikel akan tetapi membutuhkan waktu yang lama untuk
larut seluruhnya. Pada perlakuan terakhir, sampel dilarutkan dengan air panas dan
dilakukan pengadukan. Hasil yang didapat yaitu sampel lebih mudah larut, dan
waktu yang dibutuhkan lebih cepat dibanding dengan air dingin yaitu 15 detik.
Hal ini terjadi karena penaikan suhu dapat mempercepat gerak partikel dan
dibantu pengadukan sehingga partikel lebih mudah untuk bertumbukan sehingga
lebih cepat untuk larut dibanding 3 perlakuan sebelumnya.

VII. Kesimpulan

Berdasarkan data pengamatan dapat disimpulkan bahwa teknik pelarutan


yang lebih efektif yaitu dengan cara pemanasan dibantu dengan pengadukan dan
dengan dilarutkan menggunakan pelarut yang tepat sesuai dengan prinsip like
dissolve like dan ditambah zat pembasah untuk mengurangi tegangan permukaan.

VIII. Daftar Pustaka

Ansel, H.C. 2005.Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Diterjemahkan oleh


Ibrahim.F. Edisi IV. Jakarta : UI Press

Lachman, L.H. Lieberman dan J.N Kanig. 1989. The Theory and Practice of
Industrial Pharmacy.Edisi ke-3. Amerika Serikat : Lea and Febiger

Martin, Alfred. 1990. Farmasi Fisik. Jakarta : UI Press

IX.Lampiran

Gambar 9.1(kiri) Garam dilarutkan dengan air dingin. Gambar 9.2 (kanan)
Garam dilarutkan pada air dingin dengan pengadukan

Gambar 9.3 (kiri) Garam dilarutkan dengan air panas. Gambar 9.4 (kanan)
Garam dilarutkan pada air panas dengan pengadukan

Anda mungkin juga menyukai