Fenomena Distribusi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengetahuan tentang koefisien partisi atau koefisien distribusi sangat penting
diketahui oleh seorang farmasis. Prinsip dari koefisien ini sangat banyak berhubungan
dengan ilmu farmasetik, termasuk disini adalah pengawetan system minyak-air, kerja
obat di tempat yang tidak spesifik, absorbsi dan distribusi obat ke seluruh tubuh
(Martin, dkk., 1993).
Pengaruh distribusi telah disebut pengaruh obat artinya membawa bahan
obat terarah kepada tempat kerja yang diinginkan dari segi terapeutik kita
mengharapkan distribusi dapat diatur artinya konsentrasi obat pada tempat kerja lebih
besar dari pada konsentrasi di tempat lain pada organisme, walaupun demikian
kemungkinan untuk mempengaruhi pada distribusi dalam bentuk hal kecil, pada
kemoterapi tumor ganas sebagian dicoba melalui penyuntikan atau infus sitostatika ke
dalam arteri memasok tumor untuk memperoleh kerja yang terarah (Ernest, 1999).
Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus memiliki daya
larut dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-senyawa yang relatif tidak
dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan absorpsi yang tidak sempurna, atau tidak
menentu sehingga menghasilkan respon terapeutik yang minimum. Untuk
menghasilkan respons farmakologi, suatu molekul obat harus melewati membran
biologis. Koefisien partisi minyak/air merupakan ukuran sifat lipofilik suatu molekul,
Fenomena Distribusi
ini merupakan rujukan untuk sifat fase hidrofilik atau lipofilik. Koefisien partisi harus
dipertimbangkan dalam pengembangan bahan obat menjadi bentuk obat. Koefisien
partisi menggambarkan rasio pendistribusian obat ke dalam pelarut sistem dua fase,
yaitu pelarut organik dan air (Ansel, 2008). Oleh karena itu, dilakukanlah percobaan
ini untuk mengetahui bagaimana koefisien partisi atau koefisien distribusi suatu zat
atau bahan obat dalam dua pelarut yang tidak saling campur.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari percobaan ini adalah bagaimana cara menentukan
koefisien partisi asam borat dan asam benzoat dalam pelarut air serta dalam pelarut
minyak kelapa yang tidak saling bercampur?
C. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan koefisien partisi asam
borat dan asam benzoat dalam pelarut air serta dalam pelarut minyak kelapa yang
tidak saling bercampur.
D. Manfaat
Manfaat dari percobaan ini adalah agar praktikan mampu menentukan
koefisien partisi asam borat dan asam benzoat dalam pelarut air serta dalam pelarut
minyak kelapa yang tidak saling bercampur.
Fenomena Distribusi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Koefisien
distribusi
atau
koefisien
partisi
(partition
coefficient),
didefinisikan sebagai perbandingan antara fraksi berat solute dalam fase ekstrak,
dibagi dengan fraksi berat solute dalam fase rafinat, pada keadaan kesetim-bangan.
Koefisien distribusi dapat juga dinyatakan dalam fraksi mol (Kasmiyatun, 2010).
Ketika suatu senyawa (atau zat terlarut) ditambahkan ke dalam campuran
pelarut yang saling tidak bercampur, zat terlarut tersebut mendistribusikan dirinya
sendiri di antara kedua pelarut berdasarkan afinitasnya pada masing-masing fase.
Senyawa polar (misalnya gula, asam amino, atau obat-obatan terion) akan cenderung
menyukai fase berair atau fase polar, sedangkan senyawa-senyawa nonpolar
(misalnya obat-obat yang tidak terion), akan menyukai fase organic atau fase
nonpolar. Senyawa yang ditambahkan mendistribusikan dirinta sendiri diantara kedua
pelarut yang tidak bercampur berdasarkan hukum partisi, yang menyatakan bahwa
senyawa tertentu pada suhu tertentu, akan memisahkan dirinya sendiri di antara dua
pelarut yang tidak saling bercampur pada perbandingan konsentrasi yang tetap.
Perbandingan yang tetap ini dikenal dengan koefisien partisi (Cairns, 2009).
Koefisien partisi merupakan suatu informasi penting karena dapat digunakan
untuk memperkirakan proses absoprsi, distribusi, dan eliminasi obat di dalam tubuh.
Pengetahuan tentang nilai P dapat digunakan untuk memperkirakan onset kerja oabt
atau durasi kerja obat, atau untuk mengetahui apakah obat akan bekerja secara aktif.
Fenomena Distribusi
Jika zat terlarut merupakan asam lemah atau basa lemah (dan terdapat obat dalam
jumlah yang besar), proses ionisasi untuk membentuk garam akan sangat
memengaruhi profil kelarutan obat. Garam yang terion penuh akan jauh lebih mudah
terlarut di dalam air dibandingkan dengan asam atau basa yang tidak terion, sehingga
perbandingan di atas akan bervariasi berngantung pada pH pengukuran (Cairns,
2009).
Jika kelebihan cairan atau zat pelarut ditambahkan ke dalma campuran dari
dua cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusi diri diantara kedua fase
sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan ke dalam pelarut
tidak tercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan, maka zat
tersebut tetap berdistribusi di antara kedua lapisan dengan perbandingan konsentrasi
tertentu. Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat lipofilik atau
hidrofobik dari molekul obat. Lewatnya obat melalui membran lemak dan interaksi
dengan makro molekul pada reseptor kadang-kadang berhubungan baik dengan
koefisien partisi oktanol/air dari obat (Martin, dkk., 1993).
Pada analisis titrimetri atau volumetrik, untuk mengetahui
saat reaksi sempurna dapat dipergunakan suatu zat yang disebut
indikator. Indikator umumnya adalah senyawa yang berwarna,
dimana senyawa tersebut akan berubah warnanya dengan adanya
perubahan pH. Indikator dapat menanggapi munculnya kelebihan
titran dengan adanya perubahan warna. Indikator berubah warna
Fenomena Distribusi
Fenomena Distribusi
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
A. Waktu dan Tempat
Percobaan ini dilakukan pada hari Rabu, tanggal 09 Januari 2016,
Laboratorium Farmasi Fisika II, Fakultas Farmasi, Universitas Halu Oleo Kendari,
Sulawesi Tenggara.
B. Alat dan Bahan
1.
Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
2.
Batang pengaduk
Botol semprot
Buret 25 ml
Corong pisah
Erlenmeyer 250 mL
Gelas kimia 250 mL dan 500 mL
Gelas ukur 50 mL
Pipet tetes
Sendok tanduk
Statif dan klem
Timbangan analitik
Bahan
Fenomena Distribusi
Aquadest
Asam borat
Asam benzoat
Aluminium foil
Indikator fenolftalein
Minyak kelapa,
NaOH 1%
Kertas perkamen
merah muda
Dicatat volume titrasi yang digunakan
Dihitung koefisien partisinya
Dilakukan prosedur di atas untuk sampel asam benzoat
Fenomena Distribusi
Hasil pengamatan . . . ?
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1. Table hasil pengamatan
Perlakuan
Larutan fase air hasil
Hasil
KD
1
sebanyak 6 ml.
Fenomena Distribusi
ml minyak kelapa + 3 ml
sebanyak 4 ml.
2. Perhitungan
A. Menentukan koefisien distribusi asam borat
Diketahui
= 6 ml
= 3
= 25 ml
massa
1000
Mr
volume
10
Fenomena Distribusi
M awal=
0,1 g
g
61,83
mol
1000
100 ml
M awal=0,016 M
Maka :
N = Mawal valensi
= (0,016 M) 3
= 0,048 N
2. Menentukan konsentrasi asam borat dalam fase air dan fase minyak
N1 V1
= N2 V2
0,1 N 6 ml = N 25 ml
N2 = 0,024 N (konsentrasi asam borat dalam air)
Maka :
Nminyak
= N Nair
= 0,048 N 0,024 N
= 0,024 N
3. Menentukan nilai koefisien partisi asam borat
[asamborat dalam air]
Kp =
[ asamborat dalam minyak ]
Kp
Kp
0,024 N
0,024 N
1
= 4 ml
= 1
= 25 ml
11
Fenomena Distribusi
M awal =
massa
1000
Mr
volume
0,1 g
122,12
g
mol
1000
100 ml
M awal =0,008 M
Maka :
N = Mawal valensi
= (0,008 M) 1
= 0,008 N
2. Menentukan konsentrasi asam benzoat dalam fase air dan fase minyak
N1 V1
= N2 V2
0,1 N 4 ml = N 25 ml
N2 = 0,016 N (konsentrasi asam borat dalam air)
Maka :
Nminyak
= N Nair
= 0,008 N 0,016 N
= - 0,016 N
3. Menentukan koefisien partisi asam benzoat
[asamborat dalam air]
Kp =
[ asamborat dalam minyak ]
Kp
0,016 N
0,008 N
12
Fenomena Distribusi
Kp
-2
C6H5COO- + H+
C6H5COOH
0,000081
= 0,000081 M
1
n = M. V
= 0,000081 . 25
= 0,002025 mol
Mol Akhir
N1 V1 = N2 V2
N1 . 25 = 0,1 . 6
0,7
N1 = 25
= 0,024 N
N
M=
Fenomena Distribusi
M=
13
0,028
= 0,024 M
1
n = M.V
=0,024 . 6
= 0, 144 mol
Mol total
Mol yang berpindah = mol awal- mol akhir
= 0,002025 0,144
= - 0,141975 mol
Koefisien distribusi
Mol yang berpindah
KD =
Mol yang tetap
=
0,141975
0,144
= - 0,9859
B. Pembahasan
14
Fenomena Distribusi
distribusi yang dalam hal ini untuk mengetahui bagaimana koefisien partisi suatu
senyawa yang berada dalam dua pelarut yang berbeda jenis dan tidak saling
bercampur. Koefisien partisi penting untuk diketahui karena Dalam pengembangan
bahan obat menjadi bentuk obat koefisien partisi harus dipertimbangkan terlebih
dahulu, dimana P hanya tergantung pada konsentrasi obat saja, dan apabila molekulmolekul obat berkecenderungan menyatu dalam larutan maka untuk obat yang
terionisasi dapat dikatakan memiliki tingkat ionisasi yang sama/seimbang.
Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus memiliki
daya larut dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-senyawa yang relatif
tidak dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan absorpsi yang tidak sempurna, atau
tidak menentu sehingga menghasilkan respon terapeutik yang minimum. Untuk
menghasilkan respons farmakologi, suatu molekul obat harus melewati membran
biologis. Koefisien partisi minyak/air merupakan ukuran sifat lipofilik suatu molekul,
ini merupakan rujukan untuk sifat fase hidrofilik atau lipofilik. Koefisien partisi harus
dipertimbangkan dalam pengembangan bahan obat menjadi bentuk obat. Koefisien
partisi menggambarkan rasio pendistribusian obat ke dalam pelarut sistem dua fase,
yaitu pelarut organik dan air.
Fenomena Distribusi
15
Praktikum kali ini menggunakan dua macam sampel, yaitu asam borat dan
asam benzoat, edangkan unutk jenis pelarutnya menggunakan akuades dan minyak
kelapa. Pelarut yang digunakan adalah air dan minyak kelapa, dimana kedua pelarut
ini tak dapat larut satu sama lain tetapi sampel dapat larut dalam kedua sampel
tersebut. Hal ini disebabkan karena air merupakan pelarut polar sedangkan minyak
kelapa merupakan pelarut non polar. Hal ini disebabkan karena pada minyak terdapat
karbon sehingga menyebabkan bentuk streokimianya simetris sehingga tidak
memiliki momen dipol. Momen dipol menentukan suatu zat itu bersifat polar atau
kurang polar.
Perlakuan dimana asam borat dan asam benzoat ditambahkan minyak kelapa
lalu dimasukkan ke dalam corong pisah kemudian dilakukan pengocokan. Hal ini
dilakukan agar zat dapat mengadakan keseimbangan antara yang larut dalam air dan
yang larut dalam minyak kelapa. Pada percobaan ini dilakukan pengocokan yang kuat
dan agak lama agar gugus polar dan non (kurang) polar dari asam borat maupun dari
asam benzoat dapat bereaksi dengan fase air minyak sehingga dapat dilihat pada
pelarut mana kelarutannya paling besar. Gugus benzen dari asam benzoat merupakan
gugus karbon yang memiliki momen dipol yang kecil sehingga konsentrasi
dielektiknya juga kecil dan gugus ini akan bereaksi dengan minyak. Air memiliki
momen dipol dan konstanta dielektriknya yang besar sehingga bersifat polar jadi
mudah menarik gugus polar dari asam benzoat. Setelah dikocok, campuran dibiarkan
beberapa saat. Hal ini bertujuan agar pemisahan antara kedua pelarut tersebut bisa
sempurna. Setelah itu lapisan air yang berada di bawah diambil / ditampung dalam
Suci Rahmawati Putri
O1A1 14 055
16
Fenomena Distribusi
gelas ukur, sedangkan lapisan minyaknya dibuang. Ini dikarenakan lapisan air dari
pengocokanlah yang akan dititrasi. Bila lapisan minyak yang dititrasi maka akan
terjadi reaksi saponifikasi (penyabunan).
Metode titrasi yang digunakan adalah alkalimetri yang dilakukan
berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang dititrasi dengan titran basa
akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga dapat diperoleh titik akhir
titrasi dengan melihat perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda
akibat penambahan indikator basa yaitu p.p sebelum dititrasi di mana trayek pH dari
p.p adalah 8,3-10,0.
Mekanisme perubahan warna yang terjadi pada titrasi alkalimetri yang
digunakan adalah pada larutan titer yang bersifat asam yang telah ditambahkan
indikator p.p dititrasi dengan titran yang bersifat basa, dimana akan terjadi reaksi
antara sampel asam yaitu asam borat atau asam benzoat dengan titran basa yaitu
NaOH membentuk larutan garam. Hal ini akan terus terjadi hingga larutan asam tepat
telah habis bereaksi dengan NaOH dan disebut titik ekuivalen. Pada titik ekuivalen
ini, belum terjadi perubahan warna tetapi kelebihan satu tetes saja larutan NaOH akan
menyebabkan terjadinya perubahan warna dari bening menjadi merah muda yang
berasal dari reaksi antara kelebihan titran basa dengan indikator p.p.
Koefisien distribusi suatu senyawa dalam dua larutan yang tidak
bercampur harus sama dengan dengan 1. Artinya bahwa senyawa tersebut
terdistribusi secara merata pada dua fase yaitu fase minyak dan fase air. Jika nilai
Fenomena Distribusi
17
koefisien distribusi kecil dari 1 maka senyawa tersebut cenderung untuk terdistribusi
dalam fase air dari pada fase minyaknya.
Dalam percobaan ini terjadi suatu keadaan dimana sampel yang digunakan
yaitu asam borat dan asam benzoat mempunyai kecenderungan untuk menuju ke
salah satu fase yaitu fasa air. Dimana kita ketahui bersama bahwa air merupakan
pelarut yang polar dan pelarut yang ideal untuk senyawa-senyawa tertentu (kecuali
yang tidak dapat larut dalam pelarut air tapi larut dalam pelarut organik lainnya). Dari
hasil percobaan yang dilakukan, diperoleh hasil perhitungan koefisien partisi untuk
asam borat adalah 0,31 dan asam benzoat adalah 0,19.
Aplikasi koefisien distribusi dalam bidang farmasi yaitu untuk menentukan
pengawet yang akan digunakan dalam sediaan dan untuk menentukan absorbsi dan
distribusi suatu bahan obat dalam tubuh. Pengawet yang baik dalam sediaan emulsi,
misalnya, harus dapat larut dalam air dan dalam minyak, sebab jika pengawet hanya
larut air maka fase minyak akan ditumbuhi oleh mikroorganisme sehingga tidak
menghasilkan suatu sediaan yang baik. Untuk menentukan absorbsi obat, misalnya
dalam pembuatan salep untuk menentukan bahan salep yang bekerja pada lapisan
kulit tertentu sehingga menghasilkan efek yang diinginkan.
18
Fenomena Distribusi
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini yaitu koefisien partisi asam borat dalam
pelarut air serta dalam pelarut minyak kelapa yang tidak saling bercampur adalah 1
dan koefisien partisi asam benzoat dalam pelarut air serta dalam pelarut minyak
kelapa yang tidak saling bercampur adalah -2.
B. Saran
Saran dari percobaan ini adalah para praktikan diharapkan lebih berhati-hati
dan teliti saat melakukan percobaan sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih
tepat dan akurat.
19
Fenomena Distribusi
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard C., 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI-Press, Jakarta.
Cairns, D., 2009, Intisari Kimia Farmasi, Edisi Kedua, EGC, Jakarta
Ernest. 1999. Dinamika Obat. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Kasmiyatun, M., 2010, Ekstraksi Asam, Sitrat dan Asam Oksalat : Pengaruh
Konsentrasi Solut terhadap Koefisien Distribusi, Seminar Rekayasa Kimia
dan Proses.
Suirta, I.W., 2010, Sintesis Senyawa orto-Fenilazo-2-Naftol sebagai
Indikator dalam Titrasi, Jurnal Kimia, Vol. 4 (1).
Warni, S.A., 2013. Analisis Boraks pada Bakso Daging C dan D yang Dijual di
Daerah Lakarsantri Surabaya menggunakan Spektrofotometri, Jurnal Ilmiah
MahasiswaU Universitas Surabaya, Vol. 2 (2).
Wati, W.I., Any G., 2012, Penetapan Kadar Asam Benzoat dalam
Beberapa
Merk
Dagang
Minuman
Ringan
Secara
Spektrofotometri Ultraviolet, Jurnal Ilmiah Kefarmasian, Vol.
2 (2).
Martin, A., James S., Arthur C., 1993, Farmasi Fisik : Dasar-Dasar Farmasi Fisik
dalam Ilmu Farmasetik, UI-Press, Jakarta.