Anda di halaman 1dari 13

Tugas Makalah

KOMUNIKASI DAN KONSELING FARMASI


Komunikasi Pada Pasien AIDS

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK IV
KELAS FARMASI KLINIK DAN KOMUNITAS 2013
ELSA OFTA SARI SYUKUR T

F1F1 13 011

ISNA WAHYUNI

F1F1 13 025

NURFITRI GOMUL

F1F1 13 040

ULAN DWI SHINTA

F1F1 13 075

LETI LISNAWATI D

F1F1 13 095

WA ODE NIA HELMIA

F1F1 13 114

RIFKA HARDIANTI

F1F1 13 136

KENDARI
2016

KOMUNIKASI PADA PASIEN AIDS

A. Pengertian Komunikasi
Komunikasi merupakan suatau hubungan atau kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan masalah hubungan atau dapat diartikan sebagai saling tukarmenukar pendapat serta dapat diartikan hubungan kontak antara manusia baik
individu maupun kelompok. Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi
manusia yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan,
dan meningkatkan kontak dengan orang lain. Komunikasi yang biasa dilakukan
pada lansia bukan hanya sebatas tukar-menukar perilaku, perasaan, pikiran dan
pengalaman dan hubungan intim yang terapeutik.
B. Pengertian Penyakit AIDS
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh
terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina, air susu ibu. Virus tersebut
merusak sistem kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya atau
hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi.
C. Etiologi Penyakit AIDS
Penyebab penyakit HIV/AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus, yaitu
virus yang menyebabkan penurunan daya kekebalan tubuh.HIV termasuk genus
retrovirus dan tergolong ke dalam family lentivirus. Infeksi dari family lentivirus
ini khas ditandai dengan sifat latennya yang lama, masa inkubasi yang lama,
replikasi virus yang persisten dan keterlibatan dari susunan saraf pusat (SSP).
Sedangkan ciri khas untuk jenis retrovirus yaitu : dikelilingi oleh membran lipid,
mempunyai kemampuan variasi genetik yang tinggi, mempunyai cara yang unik
untuk replikasi serta dapat menginfeksi seluruh jenis vertebra.
Perjalanan infeksi HIV ditandai dalam tiga tahap: penyakit primer akut,
penyakit kronis asimtomatis dan penyakit kronis simtomatis.

Infeksi Primer (sindrom retroviral akut)


Setelah terjadi infeksi HIV mula-mula bereplikasi dalam kelenjar limfe
regional. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah virus secara
cepat di dalam plasma, biasanya lebih dari 1 juta copy/l. Tahap ini disertai
dengan penyebaran HIV ke organ limfoid, saluran cerna dan saluran genital.
Setelah mencapai puncak viremia, jumlah virus atau viral load menurun
bersamaan dengan berkembangnya respon imunitas seluler. Puncak viral load
dan perkembangan respon imunitas seluler berhubungan dengan kondisi penyakit
yang simptomatik pada 60 hingga 90% pasien. Penyakit ini muncul dalam kurun
waktu 3 bulan setelah infeksi. Penyakit ini menyerupai glandular fever like
illness dengan ruam, demam, nyeri kepala, malaise dan limfadenopati luas.
Sementara itu tingginya puncak viral load selama infeksi primer tidak
menggambarkan perkembangan penyakit tapi terkait dengan beratnya keluhan
yang menandakan prognosis yang jelek. Fase ini mereda secara spontan dalam 14
hari.
Infeksi HIV Asimptomatis/ dini

Dengan menurunnya penyakit primer, pada kebanyakan pasien diikuti dengan


masa asimtomatis yang lama, namun selama masa tersebut replikasi HIV terus
berlanjut dan terjadi kerusakan sistem imun. Beberapa pasien mengalami
limfadenopati generalisata persisten sejak terjadinya serokonversi (perubahan tes
antibodi HIV yang semula negatif menjadi positif) perubahan akut (dikenal
dengan limfadenopati pada dua lokasi non-contiguous dengan sering melibatkan
rangkaian kelenjar ketiak, servikal, dan inguinal). Komplikasi kelainan kulit
dapat terjadi seperti dermatitis seboroik terutama pada garis rambut atau lipatan
nasolabial, dan munculnya atau memburuknya psoriasis. Kondisi yang
berhubungan dengan aktivasi imunitas, seperti purpura trombositopeni idiopatik,
polimiositis, sindrom Guillain-Barre dan Bells palsy dapat juga muncul pada
stadium ini.
Infeksi Simptomatik/ antara
Komplikasi kelainan kulit, selaput lendir mulut dan gejala konstitusional lebih
sering terjadi pada tahap ini. Meskipun dalam perjalanannya jarang berat atau
serius, komplikasi ini dapat menyulitkan pasien. Penyakit kulit seperti herpes
zoster, folikulitis bakterial, folikulitis eosinofilik, moluskum kontagiosum,
dermatitis seboroik, psoriasis dan ruam yang tidak diketahui sebabnya, sering
dan mungkin resisten terhadap pengobatan standar. Kutil sering muncul baik
pada kulit maupun pada daerah anogenital dan mungkin resisten terhadap terapi.
Sariawan sering juga muncul pada stadium ini. Seperti juga halnya kandidiasis
oral, oral hairy leukoplakia, dan eritema ginggivalis (gusi) linier. Gingivitis
ulesartif nekrotik akut, merupakan komplikasi oral yang sulit diobati. Gejala
konstitusional yang mungkin berkembang seperti demam, berkurangnya berat
badan, kelelahan, nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri kepala. Diare berulang dapat
terjadi dan dapat menjadi masalah. Sinusitis bakterial merupakan manifestasi
yang sering terjadi. Nefropati (kelainan ginjal) HIV dapat juga terjadi pada
stadium ini.
Stadium Lanjut

Penyakit stadium lanjut ditandai oleh suatu penyakit yang berhubungan


dengan penurunan imunitas yang serius. Keadaan tersebut disebut sebagai infeksi
oportunistik.
D. Perkembangan Infeksi AIDS
Kecepatan perkembangan penyakit bervariasi antar individu, berkisar antara 6
bulan hingga lebih 20 tahun. Waktu yang diperlukan untuk berkembang menjadi
AIDS adalah sekitar 10 tahun, bila tanpa terapi antiretroviral. Dalam 5 tahun,
sekitar 30% ODHA dewasa akan berkembang menjadi AIDS kecuali bila diobati
dengan ARV.
Tanda Perkembangan HIV
Jumlah CD4
Kecepatan penurunan CD4 (baik jumlah absolut maupun persentase CD4)
telah terbukti dapat dipakai sebagai petunjuk perkembangan penyakit AIDS.
Jumlah CD4 menurun secara bertahap selama perjalanan penyakit. Kecepatan
penurunannya dari waktu ke waktu rata-rata 100 sel/tahun. Jumlah CD4 lebih
menggambarkan progresifitas AIDS dibandingkan dengan tingkat viral load,
meskipun nilai prediktif dari viral load akan meningkat seiring dengan lama
infeksi.
Viral Load Plasma
Kecepatan peningkatan Viral load (bukan jumlah absolut virus) dapat dipakai
untuk memperkirakan perkembangan infeksi HIV. Viral load meningkat secara
bertahap dari waktu ke waktu. Pada 3 tahun pertama setelah terjadi serokonversi,
viral load berubah seolah hanya pada pasien yang berkembang ke arah AIDS
pada masa tersebut. Setelah masa tersebut, perubahan viral load dapat dideteksi,
baik akselerasinya maupun jumlah absolutnya, baru keduanya dapat dipakai
sebagai petanda progresivitas penyakit.
E. Diagnosis Penyakit AIDS
Diagnosis infeksi HIV biasanya dilakukan secara tidak langsung, yaitu
dengan menunjukkan adanya antibodi spesifik. Berbeda dengan virus lain,
antibodi tersebut tidak mempunyai efek perlindungan. Pemeriksaan secara
langsung juga dapat dilakukan, yaitu antara lain dengan melakukan biakan virus,
antigen virus (p24), asam nukleat virus.

Pemeriksaan adanya antibodi spesifik dapat dilakukan dengan Rapid Test,


Enzime Linked Sorbent Assay (ELISA) dan Western Blot. Sesuai dengan
pedoman nasional, diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan 3 jenis pemeriksaan
Rapid Test yang berbeda atau 2 jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda dan 1
pemeriksaan ELISA.
Setelah mendapat infeksi HIV, biasanya antibodi baru terdeteksi setelah 3
12 minggu, dan masa sebelum terdeteksinya antibodi tersebut dikenal sebagai
periode jendela. Tes penyaring (antibodi) yang digunakan saat ini dapat
mengenal infeksi HIV 6 minggu setelah infeksi primer pada sekitar 80% kasus,
dan setelah 12 minggu pada hampir 100% kasus. Sehingga untuk mendiagnosis
HIV pada periode jendela dapat dilakukan dengan pemeriksaan antigen p24
maupun Polymerase Chain Reaction (PCR).
F. Stadium Klinis HIV/AIDS
WHO telah menetapkan Stadium Klinis HIV/AIDS untuk dewasa maupun
anak yang sedang direvisi. Untuk dewasa maupun anak, stadium klinis
HIV/AIDS masing-masing terdiri dari 4 stadium. Jika dilihat dari gejala yang
terjadi pembagian stadium klinis HIV/AIDS adalah sebagai berikut :

a. Stadium Klinis HIV/AIDS Untuk Dewasa dan Remaja


Stadium klinis HIV/AIDS untuk dewasa dan remaja yaitu:
1. Infeksi primer HIV
- Asimptomatik
- Sindroma retroviral akut
2. Stadium klinis 1
- Asimptomatik
- Limfadenopati meluas persisten
3. Stadium klinis 2
- Berat badan menurun yang sebabnya tidak dapat dijelaskan

Infeksi saluran napas berulang (sinusitis, tonsillitis, bronchitis, otitis

media, faringitis)
- Herpes zoster
- Cheilits angularis
- Ulkus mulut berulang
- Pruritic papular eruption (PPE)
- Dermatitis seboroika
- Infeksi jamur kuku
4. Stadium klinis 3
- Berat badan menurun yang tidak dapat dijelaskan sebabnya (>10%)
- Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan sebabnya lebih dari 1 bulan
- Demam yang tidak diketahui sebabnya (intermiten meupun tetap
-

selama lebih dari 1 bulan)


Kandidiasis oral persisten
Oral hairy leukoplakia
Tuberkolosis (TB) paru
Infeksi bakteri yang berat (empiema, piomiositis, infeksi tulang atau

sendi, meningitis, bakteriemi selain pneumonia)


Stomatitis, gingivitis atau periodontitis ulseratif nekrotikans yang

akut
Anemia

(Hb

<

g/dL),

netropeni

(<500/mm3),

dan/atau

trombositopeni kronis (<50.000/mm3) yang tidak dapat diterangkan


penyebabnya
5. Stadium klinis 4
- HIV wasting syndrome (berat badan berkurang >10% dari BB
semula, disertai salah satu dari diare kronik tanpa penyebab yang
jelas (>1 bulan) atau kelemahan kronik dan demam berkepanjangan

tanpa penyebab yang jelas).


Pneumonia pneumocystis
Pneumonia bakteri berat yang berulang
Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, anorektal atau genital lebih
dari sebulan atau viseral dimanapun)
Kandidiasis esofagus (atau di trakea, bronkus atau paru)
Tuberkulosis ekstra paru
Sarkoma Kaposi

Infeksi Cytomegalovirus (retinistis atau infeksi organ lain)


Toksoplasmosis susunan saraf pusat
Ensefalopati HIV
Kriptokokus ekstra paru termasuk meningitis
Infeksi mikobakterium non-tuberkulosis yang luas (diseminata)
Progressive multifocal leucoencephalopathy
Kriptosporidiosis kronis
Isosporiosis kronis
Mikosis diseminata (histoplasmosis, koksidioidomikosis, penisiliosis
ekstra paru)
Septikemi berulang (termasuk salmonella non-tifoid)
Limfoma (otak atau non-Hodgkin sel B)
Karsinoma serviks invasif

Leishmaniasis diseminata atipikal


b. Stadium Klinis HIV/AIDS Untuk Bayi Dan Anak
Stadium Klinis HIV/AIDS untuk bayi dan anak adalah sebagai berikut :
1. Infeksi primer HIV
- Asimptomatik (intra, peri atau post partum)
- Sindroma retroviral akut
2. Stadium Klinis 1
- Asimptomatik
- Limfadenopati meluas persisten
3. Stadium Klinis 2
- Hepatomegali persisten yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
- Pruritic papular eruption (PPE)
- Infeksi virus (wart) yang ekstensif
- Moluscum contagiosum yang ekstensif
- Ulkus mulut berulang
- Pembesaran parotis persisten yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
- Eritema gingiva lineal
- Herpes zoster
- Infeksi saluran napas atas kronis atau berulang (otitis media,
otorrhoe, sinusitis, tonsilitis)
- Infeksi jamur kuku
4. Stadium Klinis 3
- Malnutrisi sedang yang tidak dapat dijelaskan sebabnya dan tidak
respons terhadap terapi standar

Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan sebabnya lebih dari 14

hari
Demam persisten yang tidak diketahui sebabnya (> 37,5oC intermiten

maupun tetap selama lebih dari 1 bulan)


Kandidiasis oral persisten (setelah umur 6 8 minggu)
Oral hairy leukoplakia
Gingivitis atau periodontitis ulseratif nekrotikans yang akut
TB kelenjar
Tuberkulosis (TB) paru
Pneumonia bakteri berulang yang berat
Pneumonitis interstitial limfoid simptomatik
Penyakit paru kronis yang terkait HIV, termasuk bronkiektasis
Anemi (Hb < 8 g/dL), netropeni (< 500/mm3), dan/atau
trombositopeni kronis (< 50.000/mm3) yang tak dapat diterangkan

sebabnya m) Kardiomiopati atau nefropati terkait HIV


5. Stadium Klinis 4
- Gangguan tumbuh kembang yang berat yang tidak dapat dijelaskan
-

sebabnya atau wasting yang tidak respons terhadap terapi standar.


Pneumonia pneumocystis
Infeksi bakteri berat yang berulang (empiema, piomiositis, infeksi

tulang atau sendi, meningitis selain pneumonia)


Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, anorektal atau genital lebih

dari 1 bulan atau viseral dimanapun)


Tuberkulosis ekstra paru
Sarkoma Kaposi
Kandidiasis esofagus (atau di trakea, bronkus atau paru)
Toksoplasmosis susunan saraf pusat (setelah usia 1 bulan)
Ensefalopati HIV
Infeksi Cytomegalovirus (retinitis atau infeksi organ lain) (setelah

usia 1 bulan)
Kriptokokus ekstra paru termasuk meningitis
Mikosis endemik diseminata (histoplasmosis, koksidioidomikosis,

penisiliosis ekstra paru)


Kriptosporidiosis kronis
Isosporiosis kronis
Infeksi mikobakterium non-tuberkulosis yang luas (diseminata)
Fistula rektum yang terkait HIV
Tumor terkait HIV termasuk limfoma otak atau non-Hodgkin sel B

Progressive multifocal leucoencephalopathy

G. Komunikasi pada Pasien AIDS


Dengan meningkatnya prevalensi AIDS serta penyakit AIDS memiliki
karakteristik yang unik, sebagai apoteker harus siap membantu ppasien yang
mengidap AIDS. Pasien yang mengidap AIDS akan berhadapan dengan penyakit
yang berpotensi mengancam nyawa mereka, selain itu mereka juga sering
mendapatkan stigma sosial karena penyakit yang diderita oleh mereka. Oleh
karena itu, kita tidak memperlakukan mereka sebagai diskriminasi dari pasien
yang lain.
Pasien yang mengidap AIDS memiliki kebutuhan khusus yang harus
dipertimbangkan. Sebagai contoh, banyak pasien yang tidak memiliki dukungan
yang memadai karena adanya stigma yang buruk, baik dari keluarga maupun
teman. Sehingga apoteker diminta menjadi bagian dari sistem pendukung pasien
dan pasien membutuhkan dukungan dari sumber yang tepat. Apoteker harus
membantu dalam memecahkan masalah dengan memberi dukungan kepada
pasien meskipun orang lain kurang memberikan dukukangan pada pasien AIDS.
Dan juga dalam bekerja dengan pasien AIDS, apoteker wajib mengevaluasi sikap
mereka terhadap penyakit ini. Karena mereka terkadang memiliki presepsi
tentang pasien AIDS sebagai suatu kelompok dari pada pasien individu yang lain.
Apoteker harus menentukan peran apoteker dalam membantu pasien dan
harus merasa nyama, seperti menjadi anggota keluarga pasien dalam hal ini harus
dekat dengan pasien yang dapat mendukung pasienn dan mengambil peran aktif
dalam menjamin kesehatan pasien. Kuncinya adalah untuk mengidentifikasi
keperluan pasien dan layanan terbaik yang diberikan kepada pasien untuk
memenuhi kebutuhan mereka.
H. Dialog Komunikasi pada Pasien AIDS
Di pagi yang cerah, di Rumah Sakit Umum Kota Kendari, datang seorang
wanita menebus resep di apotek.
Apoteker : Pagi bu ada yang bisa saya bantu (sambil tersenyum)

Pasien

: (pasien memberika resep yang baru dia terima dari dokter kepada
apoteker) saya mau tebus obat bu.

Apoteker

: (melihat resep tersebut, apoteker mengetahui bahwa pasien ini


adalah pasien AIDS. apoteker berencana akan meminta pasien
tersebut untuk melakukan konseling didalam ruangan agar pasien
tersebut merasa nyaman) oh iya bu, tunggu sebentar yah bu saya akan
siapkan obatnya.

Pasien

: oh iya bu ( sambil menunggu, beberapa saat kemudian, datang


apoteker membawakan obat)

Apoteker

: ibu dian.. (apoteker memanggil nama yang tertera pada resep


tersebut)

Pasien

: iya.. (pasien mengambil obat tersebut)

Apoteker

: apa ibu punya waktu sebentar,? Saya ingin menjelaskan obat yang
baru ibu terima, semoga dengan informasi yang ibu berikan dapat
membantu kami dalam menjalankan terapi yang akan ibu jalani.

Pasien

: oh iya, ada kok, kebetulan saya tidak sedang buru-buru..

Apoteker

: (mempersilahkan pasien masuk ke ruangan konseling) silahkan bu,


biar enak kita bicarakan di dalam saja.

Pasien

: oh iya (pasien dan apoteker kemudian masuk ke dalam ruangan)

Apoteker

: baik bu, apakah dokter menjelaskan tentang obat yang baru saja ibu
terima? Atau apakah dokter menjelaskan cara pakainya? Ataukah
dokter menjelaskan harapan setelah ibu mengkonsmsi obat ini?

Pasien

: dokter hanya bilang kalau ini obat AIDS dan harus diminum secara
teratur bu, hanya itu..

Apoteker

: baik bu, yang dikatakan dokter itu benar ini obat AIDS. sebelumnya
apakah ibu punya riwayat alergi tentang obat-obatan.?

Pasien

: tidak ada kok bu (pasien terlihat murung)

Apoteker

: baik bu, bagus kalau ibu tidak ada riwayat alergi karena akan
membantu ibu kedepannya (apoteker berusaha untuk memberikan

semangat pada pasien). Baik bu, obat ini diminum 2x sehari yah bu
sebaiknya diminum tidak bersamaan dengan makan. Kalau misalnya
ibu merasa mual, nyeri perut, sakit kepala ini hanya efek dari obat
yang menandakan kalau obatnya sedang bekerja yah bu.
Pasien

: oh iya bu (sambil senyum), berarti ini diminum 2x sehari yah bu


tidak bersamaan dengan makan.

Apoteker

: iya bu. Ibu juga harus sering sering untuk melakukan pemeriksaan
fisik secara berkala, makan makanan yang bergizi, olahraga yang
teratur dan ibu tidak perlu minder atau mendengar omongan yang
tidak perlu yah bu.? Agar tidak terbebani oleh pikiran agar
pengobatan ibu berjalan lancar yah bu.. kalau ada yang ingin ibu
tanyakan silahkan bu.

Pasien

: oh iya iya bu (sambil tersenyum). Makasih atas pengertiannya bu


dan juga penjelasannya sangat bermanfaat untuk saya.

Apoteker

: kalau ada yang ibu ingin tanyakan silahkan menghubungi saya yah
bu, jangan sungkan untuk bertanya, saya akan sangat senang
membantu ibu agar pengobatan yang ibu jalani berjalan lancar
(sambil memberikan kartu nama berisi no. Telepon)

Pasien

: oh iya bu, makasih banyak (dengan senang hati, ibu tersebut


mengambil kartu nama apoteker)

Apoteker

: sama sama bu, ada yang masih kurang jelas bu?

Pasien

: tidak ada bu, jelas kok.

Apoteker

: baik bu kalau sudah tidak ada, terimakasih atas waktunya bu,


semoga bermanfaat dan semoga lekas sembuh yah bu (sambil
berjabat tangan)

Pasien

: iya bu, sama sama. Terimakasih kembali. (pasien meninggalkan


ruangan )

DAFTAR PUSTAKA
Muchid, A., 2007, Pharmaceutical Care Untuk Penderita AIDS, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta
Sukandar, E, Y., dkk., 2008, Iso Farnakoterapi Jilid 1, PT. ISFI, Jakarta Barat

Anda mungkin juga menyukai