Anda di halaman 1dari 4

Beberapa upaya modifikasi untuk meningkatkan kelarutan obat, yaitu modifikasi ukuran

partikel, kristalinitas, modifikasi permukaan, dan teknologi preparasi partikel.


1. Ukuran Partikel
Untuk mendapatkan aktivitas farmakologi, molekul harus menunjukkan kelarutan dalam cairan
intestinal agar dapat melalui tahap pelarutan sehingga siap diabsorpsi. Uji disolusi merupakan
uji yang sangat sensitif dan merupakan alat untuk memprediksi bioavaibilitas obat secara in
vivo (Lakshmi dan Badarinath, 2013). Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat cepat maka
laju obat yang terabsorpsi terutama akan tergantung pada kesanggupannya menembus pembatas
membran. Jika laju disolusi untuk suatu partikel obat lambat maka proses disolusinya sendiri
akan merupakan tahap yang menentukan laju dalam proses absorpsi (Sinko, 2011).
Persamaan Noyes dan Withney merupakan suatu persamaan yang menunjukkan hubungan
bahwa zat aktif segera terlarut dalam lapisan pelarut yang sangat tipis di sekitar zat aktif hingga
diperoleh suatu larutan yang jenuh (Aiache dan Devissaquet, 1993). Persamaan Noyes dan
Withney dimuat dalam Persamaan 1.
.............(1)

Keterangan:
= laju pelarutan

A = luas kontak permukaan senyawa


yang tidak terlarut
Cs = konsentrasi zat aktif dalam pelarut di
sekitar zat aktif yang relatif sama
dengan konsentrasi jenuh atau
“kelarutan” zat aktif dalam cairan
yang merendamnya
C = jumlah zat aktif yang larut dalam
waktu t dalam pelarut yang tersedia
K = tetapan laju pelarutan

Persamaan Noyes dan Withney menunjukkan bahwa laju pelarutan berbanding lurus dengan
luas permukaan zat aktif yang kontak dengan pelarut. Bila luas permukaan zat aktif
ditingkatkan maka proses penyerapan akan meningkat. Dengan demikian, agar kelarutan dan
disolusi menjadi lebih baik maka luas permukaan zat aktif perlu ditingkatkan (mengurangi
ukuran partikel zat aktif) (Aiache dan Devissaquet, 1993).
Sifat fisikokimia zat aktif seperti bentuk fisika berupa ukuran partikel memerankan peran
penting dalam disolusi. Pengurangan ukuran partikel zat aktif dapat
meningkatkan luas permukaan kontak zat aktif dan media disolusi sehingga berpengaruh
terhadap laju penyerapan suatu zat aktif (Aiache dan Devissaquet, 1993).

2. Penstabil (Stabilizer)
Salah satu cara meningkatkan kelarutan dan laju disolusi adalah modifikasi permukaan.
Modifikasi permukaan ini terdiri dari penggunaan penstabil (stabilizer) dan penggunaan gugus
pada stabilizer sebagai peningkat kelarutan dalam air.
Semakin kecil ukuran partikel semakin luas permukaan zat aktif yang kontak dengan cairan
gastrointestinal sehingga proses absorpsi akan meningkat. Namun demikian, semakin kecil
ukuran suatu partikel dikhawatirkan terjadi masalah dalam hal stabilitas, seperti terjadi
aglomerasi dan agregasi. Oleh karena itu, dalam usaha menurunkan ukuran partikel perlu
ditambahkan stabilizer. Gugus fungsi pada stabilizer memiliki fungsi lain yaitu dapat juga
digunakan untuk membantu meningkatkan zat aktif yang sukar larut air, seperti polimer dan
surfaktan (Liu, 2013.).
Stabilizer secara spontan diadsorpsi dan melapisi permukaan partikel yang terbentuk dengan
tujuan: (a) untuk menurunkan energi bebas sistem dan tegangan permukaan partikel, (b)
membentuk lapisan hidrofilik sekeliling partikel hidrofobik untuk membentuk penolakan antara
partikel (stabilisasi sterik),
(c) jika stabilizer memiliki gugus terionkan maka muatan permukaan partikel akan meningkat
sehingga meningkatkan energi penolakan (stabilisasi elektrostatik), (d) mengkombinasi
stabilisasi sterik dan elektrostatik. Stabilizer meliputi polimer, surfaktan, dan kombinasi
keduanya. Pemilihan tipe stabilizer dan konsentrasinya merupakan hal yang penting untuk
penurunan ukuran partikel dan stabilisasi formulasi. Setiap komponen obat memiliki stabilizer
optimal masing-masing (Liu,2013).
3. Kristalinitas
Sifat fisikokimia zat aktif seperti bentuk fisika berupa amorf atau polimorf memerankan peran
penting juga dalam kelarutan dan disolusi (Aiache dan Devissaquet, 1993). Semakin banyaknya
obat yang sukar larut air mendorong untuk mengembangkan berbagai metode untuk
memperbaiki karakteristik tersebut. Salah satu metode yang digunakan adalah proses
pembentukan partikel amorf. Partikel berbentuk amorf dibandingkan bentuk kristal dapat
memperbaiki sifat fisik seperti kelarutan dan laju disolusi dengan tetap mempertahankan
struktur dan sifat farmakologinya. Bentuk amorf membantu peningkatan kelarutan karena
energi dalam yang besar dan stabilitas termodinamik yang rendah serta luas permukaannya
yang lebih besar dibandingkan bentuk kristal (Wlodarski, et al., 2014).
Beberapa penelitian mengenai pengaruh bentuk partikel terhadap kelarutan dan laju disolusi
tercantum dalam tabel 3.
Teknologi Preparasi Partikel dengan Teknik Spray Drying
Teknologi partikel melibatkan beberapa pendekatan proses penurunan ukuran partikel dan
perubahan kristalinitas dalam usahanya memperbaiki kelarutan dan laju disolusi obat (Khadka,
et al., 2014.). Salah satu teknologi tersebut adalah teknik spray drying.
Sifat fisikokimia partikel hasil spray drying dipengaruhi pemilihan pelarut, viskositas larutan,
konsentrasi zat terlarut
dalam larutan, laju alir, dan tegangan permukaan (Patel, et al., 2014.). Sifat fisikokimia produk
spray drying, seperti ukuran partikel, bentuk amorf, bisa dikontrol dengan menyesuaikan
komposisi larutan Umumnya partikel berbentuk amorf dihasilkan ketika zat dapat terlarut
dalam pelarut sebelum dilakukan spray drying (Harjunen, 2004.).
Tahapan teknik spray drying adalah sebagai berikut:
Atomisasi
Larutan pecah menjadi droplet yang sangat kecil. Proses atomisasi ini menggunakan atomizer.
Atomizer yang digunakan biasanya rotary atomizer, pressure nozzle, two fluid nozzle, atau
ultrasonic atomizer (Aundhia, et al., 2011; Nandiyanto dan Okuyama, 2011).
Pengeringan
Droplet dengan cepat mengalami evaporasi kemudian partikel padat terbentuk dan ditampung
dalam wadah. Proses evaporasi pelarut bisa menggunakan aliran gas panas, tungku pemanas
atau reaktor, atau pengering difusi (Aundhia, et al., 2011; Nandiyanto dan Okuyama, 2011).
Temperatur udara inlet semakin tinggi untuk pengeringan sehingga proses evaporasi pelarut
akan semakin cepat, tapi temperatur tinggi memungkinkan terjadinya kerusakan secara fisik
maupun kimia pada bahan tidak tahan panas (Patel et al, 2009).

Recovery
Partikel yang telah diperoleh dalam wadah pengeringan kemudian dikeringkan kembali dan
ditampung dalam wadah (Aundhia, et al., 2011). Temperatur udara outlet adalah parameter
kritis yang mempengaruhi morfologi produk seperti ukuran partikel, kekasaran permukaan,
kerapatan jenis, kelengketan partikel, residu pelarut atau kelembaban, dan lain-lain. Setelah
proses spray drying, pengeringan kedua terhadap produk diperlukan untuk menghilangkan
residu pelarut karena keberadaan pelarut dapat menyebabkan kekenyalan pada produk dan
dapat menyebabkan pertumbuhan kristal (Patel, et al., 2014).
Beberapa penelitian mengenai teknik spray drying yang digunakan untuk meningkatkan
kelarutan dan laju disolusi tercantum dalam tabel 4.

Anda mungkin juga menyukai