Anda di halaman 1dari 23

PERCOBAAN V KELARUTAN A. Tujuan 1. 2. 3. 4.

Menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif Menjelaskan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan suatu zat Menjelaskan pengaruh surfaktan terhadap kelarutan suatu zat Menjelaskan konsentrasi misel kritik suatu surfaktan dengan metode kelarutan B. Dasar Teori Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia senyawa obat yang penting dalam meramalkan derajat absorpsi obat dalam saluran cerna. Obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air (poorly soluble drugs) seringkali menunjukkan ketersediaan hayati rendah dan kecepatan disolusi merupakan tahap penentu (rate limiting step) pada proses absorpsi obat (1-3) (Zaini, 2011). Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogeny (Martin, 2009). Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Suatu larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu (Martin, 2009). Suatu larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut. Keadaan lewat jenuh mungkin terjadi apabila inti kecil zat terlarut yang dibutuhkan untuk pembentukan kristal permulaan adalah lebih mudah larut daripada kristal besar (Martin, 2009).

Mengetahui tentang kelarutan penting untuk ahli farmasi, sebab dapat membantu memilih medium pelarut baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetis (di bidang farmasi) dan lebih jauh lagi, dapat bertindak sebagai standar atau uji kemurnian. Pengetahuan yang lebih mendetail mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan itu juga akan memberikan informasi mengenai struktur obat serta gaya antar molekuler obat (Ansel, 1989). Kelarutan suatu zat yang tidak diketahui secara pasti dapat dinyatakan dengan istilah berikut: Istilah Kelarutan Sangat mudah larut Mudah larut Larut Agak sukar larut Sukar larut Sangat sukar larut Praktis tidak larut Bagian Pelarut yang Diperlukan untuk Melarutkan 1 Bagian Zat Kurang dari 1 1 sampai 10 10 sampai 30 30 sampai 100 100 sampai 1.000 1.000 sampai 10.000 Lebih dari 10.000 (Ansel, 1989)

Penggolongan larutan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Mikromolekuler Suatu larutan yang mengandung keseluruhannya mikro unit yang terdiri baik sebagai molekuler atau ion (Ansel, 1989). 2. Miseler Solut terdiri dari agregat (misel) dari solut molekul atau ion. Solut adalah zat terlarut. Misel adalah agregat polimolekuler atau poliionik yang dapat mencapai jarak ukuran partikel koloid (Ansel, 1989). 3. Makromolekuler

99

Sistem dimana solutnya merupakan dispersi molekuler seperti pada larutan mikromolekuler (Ansel, 1989). Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut (Ansel, 1989). 1. Pengaruh Pelarut pada Kelarutan Obat Elektrolit lemah dapat bersifat seperti elektrolit kuat pada seperti nonelektrolit dalam larutan. Apabila larutan berada pada pH di mana obat seluruhnya berbentuk ion, maka larutan tersebut bersifat sebagai larutan elektrolit kuat dan kelarutan bukan merupakan masalah (Martin, 2009). Seringkali zat terlarut lebih larut dalam campuran pelarut daripada dalam satu pelarut saja. Gejala ini dikenal dengan melarut bersama ( cosolvency), dan pelarut yang digunakan dalam kombinasi menaikkan kelarutan zat terlarut disebut cosolvent (Martin, 2009). Kebanyakan garak anorganik lebih dapat larut dalam air daripada dalam larutan-larutan organik. Air mempunyai momen dipol besar dan ditarik ke kation dan anion untuk membentuk ion-ion hidrat. Semuaion tanpa diragukan lagi terhidrasi sampai suatu tingkat dalam larutan-larutan air, dan energy yang dilepaskan oleh interaksi ion-ion dengan pelarut membantu mengatasi gaya tarikmanarik yang cenderung unutk menahan ion-ion dalam kisi-kisi benda padat. Ionion dalam kristal tidak mempunyai gaya yang cukup besar bagi pelarut-pelarut organik, dan untuk itu biasanya lebih kecil daripada di dalam air (Day, 1999). 2. Pengaruh temperatur Kebanyakan garam organik meningkat kelarutannya sejalan dengan peningkatan temperatur. Biasanya merupakan suatu keuntungan untuk melanjutkan proses pengendapan, penyaringan, dan pencucian dengan larutan panas. Partikel-partikel berukuran besar dapat dihasilkan, penyaringan akan lebih cepat, dan kotoran-kotoran terurai lebih jauh (Day, 1999). Apabila temperatur naik, kelarutan gas dalam cairan umumnya turun, disebabkan oleh kcenderungan yang lebih besar untuk gas berekspansi. (Sinko, 2010) 100

3.

Pengaruh pH Ketika suatu molekul obat mengalami ionisasi, profil kelarutan senyawa

tersebut berubah secara dramatis. Asam dan basa bebas, ketika tidak terion, cenderung terlarut dengan baik di dalam pelarut organik non polar, seperti dietil eter, kloroform, atau asetil eter. Pada proses ionisasi, asam asam akan membentuk anion dan basa akan akan membentuk asam konjugasi. Keduanya akan lebih larut di dalam pelarut berair, seperti air atau larutan penyangga. Ini berarti obat-obat yang bersifat asam larut di dalam pelarut organik pada pH rendah (terutama pada saat tidak terion) dan larut dalam pelarut polar pada pH tinggi. Pada obat yang bersifat basa, terjadi sebaliknya, larut di dalam pelarut organik pada pH tinggi (dan basanya tidak terion) dan terlarutkan air pada pH rendah (Cairns, 2008). 4. Pengaruh penambahan surfaktan Surfaktan adalah senyawa organik yang memiliki setidaknya satu gugus hidrofilik dan satu gugus hidrofobik dengan bagian hidrofolik merupakan bagian yang sangat polar, sedangkan bagian hidrofobik merupakan bagian non polar. Surfaktan dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan non-ionik dan surfaktan amfoterik. Surfaktan mampu meningkatkan kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan dan antarmuka suatu cairan, meningkatkan kemampuan pembentukkan emulsi minyak dalam air dan mengubah agregasi partikel terdispersi, yaitu menghambat dan mereduksi flokulasi sehingga kestabilan partikel yang terdispersi meningkat. (Lim, 2012). 5. a. b. Teofilin Nama Latin Struktur Kimia : Theophyllinum :

O H3C O N N CH3

H N N

101

c. d.

Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, pahit, dan mantap di udara Kelarutan : Larut dalam 180 bagian air, lebih mudah larut dalam air panas, larut dalam lebih kurang 120 bagian etanol (95%) P, mudah larut dalam larutan alkali hidroksida, dan dalam ammonia encer P (Depkes RI, 1979). Teofilin digunakan untuk mengatasi obstruksi saluran nafas. Teofilin

menimbulkan efek aditif bila digunakan bersama agonis beta-2 seperti efedrin hidroklorida dosis kecil, sehingga kombinasi kedua obat tersebut dapat pula memperbesar kemungkinan efek samping termasuk hipokalemia. Teofilin dimetabolisme di hati dan waktu paruh eliminasinya telah diketahui menunjukkan variasi yang besar (Hutagol, 2010). 6. a. b. Asam Benzoat Nama Latin Struktur Kimia : Acidum Benzoicum :

OH

c. d.

Pemerian Kelarutan

: Hablur halus dan ringan, tidak berwarna, tidak berbau : Larut dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam lebih

kurang 3 bagian etanol (95%) P, dalam 8 bagian kloroform P, dan dalam 3 bagian eter P (Depkes RI, 1979).

102

C. Alat dan Bahan 1. a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. 2. a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. Alat Batang Pengaduk Buret Corong Gelas Kimia 250 mL Labu Erlenmeyer 250 mL Labu Ukur 100 mL Pipet Tetes Pipet volume 10 ml Pipet Gondok 50 ml Stopwatch Statif dan Klem Megnetik Bar Bahan Alkohol 70 % Alumunium Foil Aquades Asam Benzoat 0,1 N Asam Oksalat 0,1 N Indikator fenolftalein (pp) Kertas Saring NaOH 0,1 N Propilen Glikol (PG) Teofilin Tween 80 0,1%

m. Magnetik Stirer

D. Prosedur Kerja 1. Percobaan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat

103

a.

Dibuatlah campuran pelarut-pelarut seperti yang tertera pada table dibawah ini : Air (% v/v)ml 60 60 60 60 60 60 60 60 60 Alkohol v/v)ml 0 5 10 15 20 25 30 35 40 (% Propilen glikol (% v/v)ml 40 35 30 25 20 15 10 5 0

b. c.

Dilarutkan teofilin sedikit demi sedikit dalam masing-masing campuran pelarut sampai didapat larutan yang jenuh Dikocok larutan dengan batang pengaduk/stirer , jika ada endapan yang larut selama pengocokkan tambahkan lagi teofilin sampai didapat larutan yang jenuh kembali

d. e. 2. a. b. c.

Disaring larutan, ditentukan kadar teofilin yang larut dengan cara dititrasi asam basa Dibuat grafik antara kelarutan teofilin dengan % pelarut yang ditambahkan Percobaan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat Dibuat 50 ml larutan tween 80 dengan konsentrasi : 0; 0,1; 0,5; 1; 5; 10; 50; dan 100 mg/100 ml air, dengan cara pengenceran Ditambahkan asam benzoat sedikit demi sedikit sampai diperoleh larutan yang jernih Dikocok larutan selama 30 menit dengan mixer, kalau ada endapan yang larut selama pengocokkan, ditambahkan lagi asam benzoat sampai didapat larutan yang jenuh kembali

d. e.

Disaring dan ditentukan kadar asam benzoat yang terlarut dalam masingmasing larutan Dibuat grafik antara kelarutan asam benzoat dengan konsentrasi tween 80 yang digunakan 104

f. g.

Dititrasi dengan NaOH 0,1 % Ditentukan konsentrasi misel kritis tween 80

105

E. Hasil Pengamatan 1. a. Tabel Pengamatan Pengaruh pelarut campur kelarutan zat NaOH (mL) RataNo V2 (%v/v) (%v/v) (%v/v) (menit) V1 rata 1 60 0 40 12:26 4,7 4,7 4,7 2 60 5 35 6:23 2,8 2,8 2,8 3 60 10 30 4:30 1,3 1,3 1,3 4 60 15 25 2:57 1,4 1,4 1,4 5 60 20 20 2:01 3,5 8 5,75 6 60 25 15 2:00 6,2 6,2 6,2 7 60 30 10 2:45 12 13,8 12,9 8 60 35 5 2:05 6,4 10,5 8,45 9 60 40 0 2:03 4,2 10,7 7,45 Pengaruh penambahan surfaktan tehadap kelarutan suatu zat Air Alkohol PG Waktu No 1 2 3 4 5 6 7 8 Tween 80 100 mg/100 mL 50 mg/100 mL 10 mg/100 mL 5 mg/100 mL 1 mg/100 mL 0,5 mg/100 mL 0,1 mg/100 mL 0 mg/100 mL Waktu (menit) 2:00 3:00 1:40 3:23 1:27 2:42 3:22 4:19 V1 2,5 3,8 3,9 2,1 2,5 2,7 1,7 1,9 NaOH (mL) RataV2 rata 2,8 2,65 3,8 3,8 3,9 3,9 2,1 2,1 2,5 2,5 2,7 2,7 1,7 1,7 1,9 1,9 Kadar teofilin (N) 0,047 0,028 0,013 0,085 0,057 0,062 0,129 0,084 0,074

b.

Kadar asam benzoate (N) 0,026 0,038 0,039 0,021 0,025 0,027 0,017 0,019

106

2. a.

Perhitungan Standarisasi NaOH N H2C2O4 N1 . V1 0,1 N . 10 mL N2 = = = = N NaOH N2 . V2 N2 . 7,5 mL 0,133 N

b.

Kadar Teofilin NaOH N1 . V1 0,1 N . 4,7 mL N2 NaOH N1 . V1 0,1 N . 2,8 mL N2 NaOH N1 . V1 0,1 N . 1,3 mL N2 NaOH N1 . V1 0,1 N . 8,5 mL N2 NaOH N1 . V1 = = = = = = = = = = = = = = = = = = Teofilin N2 . V2 N2 . 10 mL 0,047 N Teofilin N2 . V2 N2 . 10 mL 0,028 N Teofilin N2 . V2 N2 . 10 mL 0,013 N Teofilin N2 . V2 N2 . 10 mL 0,085 N Teofilin N2 . V2 N2 . 10 mL 107

1) Gelas 1 (Air : Alkohol : PG = 60 : 0 : 40)

2) Gelas 2 (Air : Alkohol : PG = 60 : 5 : 35)

3) Gelas 3 (Air : Alkohol : PG = 60 : 10 : 30)

4) Gelas 4 (Air : Alkohol : PG = 60 : 15 : 25)

5) Gelas 5 (Air : Alkohol : PG = 60 : 20 : 20)

0,1 N . 5,75 mL =

N2 NaOH N1 . V1 0,1 N . 6,2 mL N2 NaOH N1 . V1 N2 NaOH N1 . V1 0,1 N. 8,45 mL N2 9) Gelas 9 NaOH N1 . V1 N2

= = = = = = = = = = = = = = =

0,0575 N Teofilin N2 . V2 N2 . 10 mL 0,062 N Teofilin N2 . V2 N2 . 10 mL 0,0129 N Teofilin N2 . V2 N2 . 10 mL 0,0845 N Teofilin N2 . V2 N2 . 10 mL 0,0745 N

6) Gelas 6 (Air : Alkohol : PG = 60 : 25 : 15)

7) Gelas 7 (Air : Alkohol : PG = 60 : 30 : 10)

0,1 N . 12,9 mL =

8) Gelas 8 (Air : Alkohol : PG = 60 : 35 : 5)

0,1 N . 7,45 mL = c. Kadar asam benzoat

1) Gelas 1 (Tween 80 100 mg/100 mL air) NaOH N1 . V1 0,1 N. 2,65 mL N2 NaOH N1 . V1 0,1 N. 3,8 mL = = = = = = = asam benzoat N2 . V2 N2 . 10 mL 0,0265 N asam benzoat N2 . V2 N2 . 10 mL 108

2) Gelas 2 (Tween 80 50 mg/100 mL air)

N2 NaOH N1 . V1 0,1 N. 3,9 mL N2 NaOH N1 . V1 0,1 N. 2,1 mL N2 NaOH N1 . V1 0,1 N. 2,5 mL N2 NaOH N1 . V1 0,1 N. 2,7 mL N2 NaOH N1 . V1 0,1 N. 1,7 mL N2

= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =

0,038 N asam benzoat N2 . V2 N2 . 10 mL 0,039 N asam benzoat N2 . V2 N2 . 10 mL 0,021 N asam benzoat N2 . V2 N2 . 10 mL 0,025 N asam benzoat N2 . V2 N2 . 10 mL 0,027 N asam benzoat N2 . V2 N2 . 10 mL 0,017 N

3) Gelas 3 (Tween 80 10 mg/100 mL air)

4) Gelas 4 (Tween 80 5 mg/100 mL air)

5) Gelas 5 (Tween 80 1 mg/100 mL air)

6) Gelas 6 (Tween 80 0,5 mg/100 mL air)

7) Gelas 7 (Tween 80 0,1 mg/100 mL air)

8) Gelas 8 (Tween 80 0 mg/100 mL air) NaOH N1 . V1 0,1 N. 1,9 mL = = = asam benzoat N2 . V2 N2 . 10 mL 109

N2 d.

0,019 N

Konstanta dielektrik (Kd) variasi campuran pelarut air, propilenglikol (PG), dan alkohol (nilai konsanta dielektrik (kd) teofilin adalah 40).

1) Campuran 1 Air 60% x 80 PG 40% x 31,5 Jumlah Kd 2) Campuran 2 Air 60 % x 80 PG 35% x 31,5 Alkohol 5% x 24,5 Jumlah Kd 3) Campuran 3 Air 60% x 80 PG 30% x 31,5 Alkohol 10% x 24,5 Jumlah Kd 4) Campuran 4 Air 60% x 80 PG 25% x 31,5 Alkohol 15% x 24,5 Jumlah Kd 5) Campuran 5 Air 60% x 80 PG 20% x 31,5 Alkohol 20% x 24,5 Jumlah Kd 6) Campuran 6 Air 60% x 80 PG 15% x 31,5 = 48 = 4,725 110 = 48 = 6,3 = 4,9 59,2 + = 48 = 7,875 = 3,675 + 59,55 = 48 = 9,45 = 2,45 59,9 + = 48 = 11,025 = 1,225 + 60,25 = 48 = 12,6 60,6 +

Alkohol 25% x 24,5 Jumlah Kd 7) Campuran 7 Air 60% x 80 PG 10% x 31,5 Alkohol 30% x 24,5 Jumlah Kd 8) Campuran 8 Air 60% x 80 PG 5% x 31,5 Alkohol 35% x 24,5 Jumlah Kd 9) Campuran 9 Air 60% x 80 Alkohol 40% x 24,5 Jumlah Kd

= 6,125 + 58,85 = 48 = 3,15 = 7,35 58,5 = 48 = 1,575 = 8,575 + 58,15 = 48 = 9,8 57,8 + +

111

3. a.

Grafik Pengaruh pelarut campur kelarutan zat

b.

Pengaruh penambahan surfaktan

112

F. Pembahasan Kelarutan dalam besaran kuantitatif adalah suatu konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefenisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Larutan dinyatakan dalam satuan mili liter (mL) pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Kelarutan dapat juga dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah pH, temperatur, jenis pelarut, bentuk partikel, ukuran partikel, konstanta dielektrik pelarut, dan adanya tambahan ataupun zat-zat lainnya yang terdapat dalam larutan tersebut, misalnya surfaktan pembentuk kompleks ion sejenis. Selain faktor-faktor tersebut masih terdapat faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi kelarutan suatu bahan obat seperti tekanan, proses salting in dan salting out, penambahan zat-zat pengompleks, dan sifat elektrolit larutan. Percobaan kelarutan ini bertujuan untuk menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif, menjelaskan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan suatu zat, menjelaskan pengaruh surfaktan terhadap kelarutan suatu zat, dan menjelaskan koefisien misel kritis dengan metode kelarutan. Percobaan pertama ialah mengetahui pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan suatu zat. Pelarut yang digunakan terbagi menjadi dua jenis, yaitu pelarut utama dan kosolvent. Kosolvent merupakan pelarut tambahan yang digunakan untuk meningkatkan kelarutan theofilin dalam air. Mekanisme kosolvent dalam meningkatkan kelarutan berhubungan dengan konstanta dielektrik, zat memiliki nilai kepolaran tertentu yang dinyatakan dengan konstanta dielektrik, pengaruhnya dalam kelarutan ialah zat tersebut akan cenderung larut dalam pelarut yang memiliki konstanta dielektrik mendekati atau hampir menyamai konstanta dielektrik dari teofilin. Berdasarkan data Paruts dan Irani peningkatan tiga kali lipat dalam kelarutan teofilin dalam campuran alkohol-air dan campuran dioksan-air dengan elarutan maksimal terjadi pada konstanta dielektrik 40 dalam sistem. Semakin jauh perbedaan konstanta dielektrik solvent dengan solut menyebabkan kelarutan solut menurun. Pelarut utama yang 113

digunakan ialah air suling (bebas dari CO2). Sedangkan kosolven yang digunakan ialah alkohol, dan propilen glikol. Dimana ketiga pelarut tersebut akan dicampur dengan perbandingan yang berbeda-beda. Air suling merupakan air murni yang diperoleh dari penyulingan. Air berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat di bawah tekanan dan temperatur standar. Alkohol merupakan cairan mudah menguap, jernih, dan tidak berwarna. Alkohol mudah menguap walaupun pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 78C dan mudah terbakar, dapat bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua pelarut organik. Alkohol mempunyai rumus umum R-OH. Propilen glikol merupakan cairan kental, jernih, tidak berwarna, memiliki rasa khas, tidak berbau, dan menyerap air pada udara lembab, dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan kloroform tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak. Zat yang dilarutkan ialah teofilin. Teofilin merupakan serbuk hablur, putih yang tidak berbau, rasa pahit, stabil di udara. Teofilin sukar larut dalam air, tetapi lebih larut dalam air panas, mudah larut dalam larutan alkali hidroksida dan dalam ammonium hidroksida, agak sukar larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter. Sebelum penentuan kelarutan teofilin dilakukan, dibuat campuran pelarut air:alkohol:propilen glikol dengan perbandingan pada campuran 1 yaitu 60:40:0, campuran 2 yaitu 60:35:5, campuran 3 yaitu 60:30:10, campuran 4 yaitu 60:25:15, campuran 5 yaitu 60:20:20, campuran 6 yaitu 60:15:25, campuran 7 yaitu 60:10:30, campuran 8 yaitu 60:5:35, dan campuran 9 yaitu 60:0:40. Kemudian kedalam setiap pelarut campuran ditambahkan teofilin dan diaduk dengan menggunakan mixer hingga mecapai larutan jenuh. Titrasi dilakukan untuk mengetahui kadar teofilin yang terlarut dalam setiap pelarut campur dan digunkannya indikator fenoftalein. Larutan jenuh yang diperoleh disaring menggunakan kertas saring, tujuan dari penyaringan ini untuk memisahkan serbuk teofilin yang tidak dapat larut dalam larutan jenuh sehingga hasil yang akan diukur hanyalah dalam bentuk larutan saja. Larutan jenuh teofilin kemudian ditambahkan indikator fenoftalein dan dititrasi dengan NaOH standar hinggaterjadi perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda.Titrasi 114

yang dilakukan adalah titrasi asam basa yaitu titrasi terhadap kelarutan teofilin terhadap larutan yang berasal dari basa dengan menggunakan indikator fenoftalein. Indikator fenoftalein dipilih karena rentang pH yang dimilikinya, yaitu berkisar antara 8-10. Fenoftalein ini berfungsi untuk mempercepat reaksi, selain itu menetapkan atau mengetahui titik akhir titrasi atau titik ekuivalen. Titik ekuivalen titrasi adalah titik di mana larutan titran dan larutan uji telah bereaksi sempurna yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna. Dari hasil percobaan didapat kadar teofilin dari setiap perbandingan ialah pada campuran 1 sebesar 0,047 N, campuran 2 sebesar 0,028 N, campuran 3 sebesar 0,013 N, campuran 4 sebesar 0,085 N, campuran 5 sebesar 0,057 N, campuran 6 sebesar 0,062 N, campuran 7 sebesar 0,129 N, campuran 8 sebesar 0,084 N dan pada campuran 9 sebesar 0,074 N. Dari percobaan menunjukkan bahwa kelarutan tertinggi teofilin berada pada pelarut campuran 8 dengan konstanta dielektrik campuran sebesar 58,5 dan kadar teofilin tertinggi yaitu sebesar 0,129 N. Hasil ini tidak sesuai dengan teori yaitu kelarutan dalam campuran alkohol-air dengan kelarutan maksimal terjadi pada konstanta dielektrik 40. Seharusnya kalarutan tertinggi terjadi pada pelarut campuran 9 dengan konstanta dielektrik campuran sebesar 57,8. Namun, data yang didapat tidak dapat dipastikan benar karena dalam percobaan terjadi beberapa kesalahan yaitu penimbangan bahan co-solvent yang tidak akurat sehingga dapat mempengaruhi konstanta dielektrik pg elarut campuran, titrasi yang tidak benar sehingga dapat mempengaruhi hasil dari kadar teofilin dalam pelarut campuran dan aquades yang bebas dari CO2 telah mengandung CO2 lagi. Aquades bebeas CO2 digunakan karena jika terdapat CO2 dapat mempengaruhi dari nilai kelarutan bahan, sehingga mempengaruhi dalam uji kelarutan teofilin. Telah diketahui bahwa kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi polaritas bahan pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi sehingga dapat melarutkan zat-zat yang bersifat polar. Sedangkan zat-zat non polar sukar larut di dalamnya. Demikian pula sebaliknya zat-zat yang polar sukar larut didalam bahan pelarut non polar. Besarnya konstanta dielektrik dapat diatur dengan menambahkan bahan pelarut lain hingga mendekati konstanta dielektrik 115

zat terlarut agar kelarutannya meningkat. Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan dengan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency sedangkan bahan pelarutdi dalam pelarut campur yang mampu meningkatkan kelarutan zat disebut co-solvent. Etanol dan propilen glikol adalah contoh co-solvent yang umum digunakan dalam bidang farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan eliksir. Percobaan kedua ialah mengetahui penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu bahan. Bahan yang dilarutkan ialah asam benzoat. Asam benzoat larut dalam lebih kurang 350 bagian air, larut dalam lebih kurang 3 bagian etanol (95%), dalam 8 bagian kloroform, dan dalam 3 bagian eter. Surfaktan yang digunakan ialah tween 80 yang telah diencerkan dengan air suling. Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik. Surfaktan dapat menurun tegangan antar muka sehingga memudahkan dalam pembasahan partikel terlarut sehingga proses pelarutan lebih cepat. Semakin banyak surfaktan yang ditambahkan maka semakin tinggi tingkat kelarutan, sebaliknya jika surfaktan yang ditambahkan sedikit kelarutannya pun akan lebih rendah. Obat yang bersifat asam lemah dan basa lemah dapat dilarutkan dengan bantuan kerja penglarutan dari zat aktif permukaan. Sifat dari surfaktan adalah menambah kelarutansenyawa organik dalam sistem berair. Sifat ini tampak hanya pada cairan dan diatas konsentrasi misel kritis. Ini menunjukkan bahwa misel adalah bersangkutan dengan fenomena ini. Berbagai bahan tambahan dalam produk obat juga dapat mempengaruhi kinetika kelarutan obat itu sendiri. Sebelum dilakukan uji kelarutan, terlebih dahulu dibuat larutan tween 80 dengan konsentrasi 0 %, 0,1 %, 0,5 %, 1 %, 5 %, 10%, 50% dan 100%. Kemudian dilarutkan asam benzoat hingga mencapai larutan yang jenuh. Kemudian larutan disaring dan di titrasi untuk menentukan kadar dari asam benzoat dalam setiap larutan. Larutan jenuh yang diperoleh disaring menggunakan kertas saring, tujuan dari penyaringan ini untuk memisahkan asam benzoat yang tidak dapat larut dalam larutan jenuh sehingga hasil yang akan diukur hanyalah dalam bentuk larutan saja. Larutan jenuh asam benzoate kemudian ditambahkan indikator fenoftalein dan dititrasi dengan NaOH standar hingga terjadi perubahan warna 116

larutan dari bening menjadi merah muda. Titrasi yang dilakukan adalah titrasi asam basa yaitu titrasi terhadap kelarutan asam benzoat terhadap larutan yang berasal dari basa dengan menggunakan indikator fenoftalein. Indikator fenoftalein dipilih karena rentang pH yang dimilikinya, yaitu berkisar antara 8-10. Fenoftalein ini berfungsi untuk mempercepat reaksi, selain itu menetapkan atau mengetahui titik akhir titrasi atau titik ekuivalen. Titik ekuivalen titrasi adalah titik di mana larutan titran dan larutan uji telah bereaksi sempurna yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna. Dari hasil titrasi didapat kadar asam benzoat dengan penambahan twen 80 konsentrasi 0% sebesar 0,019 N, penambahan tween 80 dengan konsentrasi 0,1% sebesar 0,017 N konsentrasi, penambahan tween 80 dengan konsentrasi 0,5% sebesar 0,027 N, penambahan tween 80 dengan konsentrasi 1% sebesar 0,0025 N, penambahan tween 80 dengan konsentrasi 5% sebesar 0,021 N, penambahan tween 80 dengan konsentrasi 10% sebesar 0,039 N, penambahan tween 80 dengankonstrasi 50% sebesar 0,038 N dan penambahan tween 80 dengan konsentrasi 100% sebesar 0,026 N, Kelarutan asam benzoat tertinggi terjadi pada penambahan tween 80 dengan konsentrasi 10% dengan kadar asam benzoat yang terlarut yaitu sebesar 0,039 N. Berdasarkan teori kelarutan asam benzoat tertinggi dalam air adalah 2,9 g/L, dan setelah dibandingkan dengan data konsentrasi asam benzoat yang terlarut maka terjadi peningkatan kelarutan asam benzoat, namun seharusnya semakin tinggi konsentrasi surfaktan maka semakin tinggi pula kelarutan. Akan tetapi, pada percobaan ini diperoleh data yang tidak sesuai dengan teori. Seharusnya pada penambahan tween 80 dengan konsentrasi 0,5% menunjukkan grafi kelarutan yang tertinggi, dan ketika tween 80 ditambahkan lagi dengan konsentrasi 1%, 5%, 10%, 50% dan 100% menunjukkan grafik kelarutan yang konstan. Percobaan ini juga menentukan konsentrasi misel kritis (KMK/CMC, Critical Misel Concentration). Misel terbentuk dengan mekanisme dimana gugus hidrofobik akan mengikat fase yang hidrofobik dan gugus hidrofilik akan mengikat fase hidrofilik. Jumlah fase yang lebih sedikit akan termiselisasi dalam fase yang lebih banyak, misalnya fase hidrofilik yang lebih banyak maka fase 117

hidrofobik akan terbungkus gugus hidrofobik surfaktan dan dilindungi oleh fase hidrofilik surfaktan sehingga tidak terbentuk fase yang terpisah ataupun bidang batas melainkan terbentuk suatu sistem larutan yang didalamnya mengandung molekul-molekul koloid. KMK/CMC dalam percobaan ini tidak dapat teramati karena berdasarkan grafik dari kelarutan asam benzoat terhadap penambahan surfaktan (Tween 80) menunjukkan grafik yang tidak konstan, dimana grafik menunjukkan kadar asam benzoat yang meningkat dan menurun. KMK terjadi ketika grafik kelarutan telah konstan dan terjadi sebelum penambahan molekul surfaktan berikutnya, pada saat tertentu akan tercapai keadaan dimana larutan sudah jenuhatauzat terlarut telah tertutupi oleh molekul surfaktan dan adsorpsi surfaktan ke permukaan-antarmuka tidak terjadi lagi. Pada keadaan ini molekulmolekul surfaktan mulai berasosiasi membentuk suatu struktur yang disebut misel. Konsentrasi dimana mulai terbentuk misel disebut konsantrasi misel kritis (KMK).Seharusnya semakin besar konsentrasi twenn 80 pada campuran yang ditambahkan maka semakin meningkat kelarutan dari asam benzoat. Seharus penambahan tween 80 dengan konsentrasi 0% menunjukkan grafik kelarutan yang paling rendah, penambahan tween 80 konsentrasi 0,1% menunjukan grafik kelarutan yang meningkat atau lebih tinggi dari tween 80dengan konsentrasi 0%, pada penambahan tween 80 dengan konsentrasi 0,5% menunjukan dimana titik kelarutan tertinggi, sehingga dengan penambahan tween 80 dengan konsentrasi 1%, 5%, 10%, 50% dan 100% tidak lagi menunjukan peningkatan kelarautan atau grafik kelarutannya konstan. KMK tebentuk diantara penambahan tween 80 dengan konsentrasi 0,5% dan tween 80 dengan konsentrasi 1%. Pada penambahan tween 80 dengan konsentrasi 0,5% grafik kelarutan asam benzoat menunjukan puncak tertinggi, dan ketika ditambahkan lagi dengan tween 80 dengan konsentrasi 1 % maka kelarutannya konstan. KMK terbentuk setelah titik kelarutan tertinggi telah tercapai dan ketika ditambahkan lagi dengan tween 80 dengan konsentrasi yang lebih besar maka grafik kelarutannya akan konstan. Kesalahan tersebut antara lain disebabkan oleh kurang teliti dalam melakukan pengukuran volume bahan-bahan percobaan yang kurang tepat, penggunaan pipet gondok yang kurang hati-hati dan teliti, kesalahan dalam mengamati miniskus 118

untuk menentukan volume NaOH yang digunakan dalam titrasi, alat-alat yang digunakan tidak terjamin bersih, sehingga dimungkinkan adanya kontaminasi dengan zat lain dan temperatur yang tidak sesuai dengan suhu kamar (25C) atau temperaturnya berubah-ubah ketika melakukan pengujian yang dapat mempengaruhi kelarutan.

119

G. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. 2. Kadar teofilin tertinggi didapat pada pelarut campur dengan perbandingan 60 mL air : 30 mL alkohol : 10 mL propilen glikol Kadar asam benzoat terbesar adalah 0,039 M pada tween 80 10%

120

Anda mungkin juga menyukai