Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN FARMAKOLOGI 2

PERCOBAAN I
“PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT”

Oleh :
Kuspuji Rahmatul Nazila
(NIM. 518020023)

PROGRAM STUDI DIII FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
SEMESTER GENAP 2019/2020
PERCOBAAN I

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT

A. Tujuan :

Mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan cara-cara pemberian obat


terhadap kecepatan absorbsinya, menggunakan data farmakologi sebagai tolok ukur.

B. Pendahuluan

Untuk mencapai efek farmakologis seperti yang diharapkan, obat dapat diberikan
dengan berbagai cara. Diantaranya oral, subkutan, intra muskular, intra peritoneal,
rektal, dan intra vena. Masing-masing cara pemberian ini memiliki keuntungan dan
manfaat tertentu. Suatu senyawa atau obat efektif bila diberikan melalui salah satu
pemberian tetapi tidak atau kurang efektif jika diberikan melalui cara lain. Perbedaan ini
salah satunya disebabkan oleh adanya perbedaan dalam hal kecepatan absorbsi dari
berbagai cara pemberian tersebut, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap efek
atau aktivitas farmakologisnya.

Obat adalah bentuk sediaan tertentu dari bahan obat yang digunakan pada
organisme hidup dan dapat menimbulkan respon pada pemakainya. Beberapa obat
menimbulkan efek yang berbahaya bila tidak tepat pemberiannya. Rute pemberian obat
terutama dipengaruhi oleh sifat obat, kestabilan obat, tujuan terapi, kecepatan absorbs
yang diperlukan, kondisi pasien, keinginan pasien, dan kemungkinan efek samping.

Pemakaian obat dikatakan tidak tepat apabila kemungkinan untuk memberikan


manfaat kecil atau tidak ada sama sekali, sedangkan kemungkinan manfaatnya tidak
sebanding dengan kemungkinan efek samping atau biayanya (Nafis, et al, 2013).
Perjalanan obat itu sendiri dalam tubuh melalui 4 tahap (disebut fase farmakokinetik),
yaitu :

a. Absorbsi, yaitu pengambilan obat dari permukaan tubuh atau dari tempat-
tempat tertentu dalam organ kedalam aliran darah atau sistem pembuluh
limfe. Dari aliran darah atau sistem pembuluh limfe terjadi distribusi obat
kedalam organism keseluruhan. Apabila berhasil mencapai konsentrasi yang
sesuai pada tempat kerjanya, maka suatu absorbs yang cukup merupakan
syarat untuk suatu efek terapeutik, sejauh obat tidak digunakan secara
intervasal atau tidak langsung dipakai pada tempat kerjanya. Dikatakan
cukup apabila kadar obat yang telah diabsorbsi tidak melewati batas KTM,
yaitu Kadar Toksik Minimum, namun masih berada di dalam batas KEM,
yaitu Kadar Efektif Minumum.
b. Distribusi, yaitu proses penyebaran zat aktif yang telah masuk ke peredaran
darah ke seluruh tubuh, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
c. Metabolisme dan Ekskresi (Eliminasi), yaitu proses yang dilalui obat agar
dapat keluar dari badan. Dimana pada saat inilah badan berusaha
merubahnya menjadi metabolit yang bersifat hidrofil agar mudah
dikeluarkan melalui sistem ekskresi, missal lewat kulit, anus dan ginjal
Absorbsi sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagian barter absorbsi
adalah membrane epitel saluran cerna, yang seperti halnya semua membran sel ditubuh
kita adalah lipid bilayer. Agar dapat melintasi membran sel tersebut, molekul obat harus
memiliki kelarutan lemak (setelah terlebih dahulu larut dalam air) (Ganiswara, 2008)
Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk ke
dalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan
timbulnya efek yang merugikan. Rute pemberian obat dibagi menjadi 2, yaitu enternal
dan parenteral (Priyanto, 2008).
a. Jalur enternal, berarti pemberian obat melalui saluran gastrointestinal (GI)
seperti pemberian obat melalui sublingual, bukal, rectal dan oral. Pemberian
obat melalui oral merupakan jalur yang pemberian obat yang paling sering
digunakan karena paling murah, paling mudah dan paling aman. Kerugian
pemberian obat melalui enternal adalah absorbsinya lambat, tidak dapat
diberikan pada pasien tidak sadar atau tidak dapat menelan.
b. Jalur parenteral, berarti tidak melalui enternal. Termasuk jalur parenteral
adalah transdermal (topikal), inejksi, endotrakeal (pemberian obat kedalam
trakea menggunakan endotrakeal tube) dan inhalasi. Pemberian obat melalui
jalur ini dapat menimbulkan efek sistemik atau lokal.
C. Cara Kerja
Percobaan ini terdiri dari 2 bagian :
I. Mahasiswa melihat video tentang jalannya percobaan kemudian
mendiskusikannya.
II. Mahasiswa mengerjakan sendiri percobaan yang sama.
a. Bahan : Pentotal 1% b/v
b. Alat : Spuit injeksi dan jarum(1ml), jarum berujung tumpul (untuk
oral), sarung tangan dan Stopwacth.
c. Hewan Uji : Mencit atau tikus
d. Cara Kerja :

Dibagi menjadi 4
kelompok, masing-
masing kelompok
mendapat 5 mencit

Mencit ditimbang,
hitung volume obat
yang diberikan dengan
dosis 80mg/Kg BB

Oral, Subcutan, Intramusk Intra Intravena,


melalui sampai ular, ke Peritoneal, kedalamro
mulut bawah dalam kedalam ngga vena
dengan kulit pada otot rongga lateralis
jarum tengkuk, gluteus perut pada ekor
tumpul jarum maximus (jangan ke hewan uji
injeksi usus)
Pengumpulan Data : Setelah hewan uji mendapat perlakuan, amati dan catat

hilangnya reflek balik badan serta waktu kembalinya reflek balik badan. Hilangnya

reflek balik badan ditandai dengan hilangnya kemampuan hewan uji untuk

membalikkan badannya jika ia ditelentangkan (30 detik). Kembalinya reflek balik badan

ditandai dengan kembalinya kemampuan untuk membalikkan badan dari keadaan

telentang. Onset dihitung mulai waktu obat diberikan sampai timbul efek yang ditandai

dengan hilangnya reflek balik badan dari hewan uji, sedangkan durasi dihitung dari

mulai efek timbul sampai efek hilang yang ditandai dengan kembalinya reflek balik

badan dari hewan uji. Hitung onset dan durasi waktu tidur obat dari masing-masing

kelompok percobaan, bandingkan hasilnya menggunakan uji statistik dengan program

SPSS.

D. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil

No. Rute Pemberian Keterangan

1. Dilakukan dengan jarum suntik yang

ujungnya tumpul atau jarum sonde,

dimasukkan kedalam mulut secara perlahan-


Oral
lahan melalui langit-langit kearah belakang

esophagus. Jika terasa ada hambatan yang

mungkin melukai saluran nafas, maka jarum

ditarik dan dimasukkan kembali hingga tidak

ada hambatan. Berdasarkan hasil praktikum

oral memiliki onset yang paling lambat dan


durasi yang paling singkat.

2. Penyuntikan dilakukan dibawah kulit dengan

terlebih dahulu membersihkan lokasi

penyuntikan dengan kapas alkohol


Subcutan

3. Penyuntikan dilakukan pada otot yang

memiliki banyak pembuluh darah dan saraf,

misalnya otot paha.

Intramuscullar

4. Penyuntikan dibagian perut dimana jarum

disuntikkan dengan kemiringan 30-45 derajat

dengan abdomen agak kegaris tengah.


Intraperitoneal

5. Dilakukan dengan cara memasukkan hewan

uji kedalam holder atau sangkar kemudian

ekornya dibersihkan dengan kapas alcohol


Intravena
(dilatasi vena lateralis). Pastikan vena berada

diatas lalu tusukkan jarum suntik dengan

ukuran yang sesuai sejajar vena kemudian

alirkan secara perlahan-lahan zat yang

terdapat didalam alat suntik.


2. Pembahasan

Pada praktikum ini dilakukan pemberian obat pada mencit dengan rute yang
berbeda-beda yakni rute oral, intramuscullar, intraperitoneal, subcutan dan intravena.
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengenal, mempraktikkan dan
membandingkan pengaruh dari masing-masing rute pemberian terhadap kecepatan onset
dan durasinya. Obat yang digunakan pada praktikum ini adalah obat fenobarbital yang
telah disesuaikan dengan dosis konsepsi yang memiliki efek hipnotik, sedatif dan dapat
menekan sistem saraf pusat (SSP) yang menyebabkan hewan uji kehilangan kesadaran
sehingga onset dan durasi dari masing-masing rute pemberian lebih mudah untuk
diamati. Fenobarbital adalah obat golongan psikotropika yang penggunannya harus
dengan resep dokter. Obat ini memberikan efek sedative (meneangkan) terutama jika
dikonsumsi pada malam hari.
Onset adalah waktu antara pemberian obat hingga timbulnya efek, sedangkan
durasi adalah lama obat menghasilkan suatu efek terapi hingga hilangnya efek terapi.
Onset dan durasi ini sangat tergantung pada rute pemberian dan farmakokinetik obat
(ADME. Fase ini berperan dalam menentukan seberapa besar efek obat dalam tubuh.
Suatu obat mungkin lebih efektif jika diberikan melalui salah satu cara pemberian,
tetapi tidak atau kurang efektif melalui pemberian cara yang lain. Perbedaan ini salah
satunya dapat disebabkan oleh adanya perbedaan kecepatan absorpsi dari berbagai cara
pemberian obat tersebut. Konsekuensinya, efek farmakologi yang ditimbulkan juga
berbeda untuk masing-masing pemberian.
Hal pertama yang dilakukan adalah mempersiapkan alat dan bahan, yang
meliputi :
1. 5 ekor mencit, dimana masing-masing mencit akan diberikan rute pemberian
obat yang berbeda. Mencit dipilih sebagai hewan uji karena memiliki sistem
fisiologis yang mirip dengan manusia dan lebih mudah untuk diamati.
2. Obat fenobarbital yang sudah dibuat sesuai dengan dosis konsepsi
3. Spuit injeksi 5 buah untuk masing-masing rute pemberian.
4. Jarum sonde untuk pemberian oral.
5. Kapas alkohol untuk mensterilkan lokasi penyuntikan.
6. Sarung tangan untuk melindungi tangan dari gigitan mencit dan hal-hal
berbahaya lainnya.
Langkah kedua adalah melakukan penyuntikan terhadap masing-masing
mencit dengan rute pemberian yang berbeda, antara lain ;

1. Oral
Penyuntikan dilakukan dengan jarum suntik yang ujungnya tumpul untuk
menghindari dan meminimalisir terjadinya infeksiluka oleh jarum suntik. Jarum suntik
dimasukkan melalui mulut mencit secara perlahan melalui langit-langit kearah belakang
esophagus. Apabila jarum sudah masuk maka jarum tersebut didiamkan tanpa ditekan
akan masuk sendiri kedalam mulut mencit. Cairan kemudian dimasukkan sampailarutan
dalam jarum suntik habis.
Kondisi mencit sebelum diinjeksikan adalah sehat dan bergerak aktif. Waktu
onset dihitung dari saat pemberian obat hingga timbulnya efek pada mencit yang
ditandai dengan mencit sudah tidak bisa lagi membalikkan dirinya ketika
ditelentangkan. Sedangkan durasinya dihitung dari obat menimbulkan efek hingga
hilangnya efek pada obat tersebut.
Berdasarkan hasil percobaan, setelah diamati kurang lebih selama 3 jam, oral
merupakan rute pemberian obat yang memiliki onset paling lambat dan durasi paling
singkat. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa oral memiliki onset paling
lama karena obat harus melewati rute yang panjang dan mengalami berbagai peristiwa
sebelum mencapai tempat aksinya. Obat terlebih dahulu akan mengalami metabolism
pertama dilambung dan usus berupa perusakan enzim-enzim pencernaan.
- Keuntungan :
1. Relatih aman
2. Praktis, ekonomis
3. Meminimalisir ketidaknyamanan pada pasien dan dengan efek
samping yang kecil.
- Kerugian :
1. Bioavailibilitasnya dipengaruhi oleh banyak faktor
2. Iritasi pada saluran cerna
3. Kerja obat lebih lambat dan efeknya lambat
4. Obat yang terurai oleh cairan lambung/usus tidak bermanfaat
5. Absorpsi secara difusi pasif
2. Subcutan

Penyuntikan dilakukan dibawah kulit yang telah dilatasi dengan kapas alcohol
dengan jarum runcing. Penginjeksian subcutan hanya boleh dilakukan untuk obat yang
tidak menyebabkan iritasi jaringan. Cara ini termasuk cara pemberian parenteral (diluar
saluran pencernaan) sehingga setelah obat disuntikkan kebawah kulit, obat langsung
menuju ke saluran sistemik, Pada pemberian ini obat tidak mengalami metabolism
pertama karena tidak melalui pencernaan.

Berdasarkan hasil percobaan, subcutan merupakan rute pemberian obat yang


memiliki durasi paling panjang. Durasi yang panjang ini sesuai dengan teori dimana
pada umunya absorpsi terjadi secara lambat dan konstan sehingga efeknya akan
bertahan lama.

- Kelebihan : diperlukan latihan sederhana, aborpsi cepat obat larut dalam


air, mencegah kerusakan sekitar saluran cerna.
- Kekurangan : rasa sakit dan kerusakan kulit, tidak dapat dipakai jika
volume besar, bioavailibilitas berpariasi sesuai lokasi, timbul efek agak
lambat.
3. Intramuscular
Injeksi obat dilakukan pada otot paha dari mencit yang telah dilatasi dengan
kapas alkohol menggunaknan spuit berujung runcing. Injeksi dilakukan dengan sudut
kira-kira 45 derajat dari otot sehingga obat masuk dengan sempurna kedalam serabut
otot lurik, sebab absorpsi diharapkan akan berlangsung dengan menembus dinding
pembuluh darah kapiler yang terapat pada dinding bundle otot yang banyak
mengandung lemak.
Secara teori, pemberian obat secara intramuscular memiliki waktu onset tercepat
kedua sebab obat akan langsung terabsorpsi ke sirkulasi sistemik, tidak melewati
metabolism pertama dan dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan.
- Kelebihan : tidak diperlukan keahlian khusus, dapat dipakai untuk
pemberian obat larut dalam minyak, absorpsi obat cepat larut dalam air.
- Kekurangan : rasa sakit, tidak dapat dipakai pada gangguan bekuan
darah, biovailibilitas bervariasi, obat dapat menggumpal pada lokasi
penyuntikan.
4. Intraperitoneal

Injeksi dilakukan pada rongga perut mencit dengan sudut kontak agak miring
terhadap permukaan perut dari menit yang telah dilatasi kapas alkohol dengan spuit
berujung runcing. Jarum yang dimasukkan tidak boleh terlalu dalam agar tidak
menembus organ usus dan dapat berakibat kebocoran usus hingga berujung kematian.
Didalam rongga perut, obat akan diabsorbi dengan cepat karena mesentrium (sebagian
dari selaput perut) banyak pembuluh darah sehingga permukaan absorpsnya lebih luas.

Keuntungan : efek yang ditimbulkan lebih cepat dan teratur, dapat diberikan
pada penderita yang tidak sadar. Kerugian : Tidak dapat dilakukan pada manusia,
kemungkinan infeksi sangat besar.

5. Intravena

Dilakukan dengan cara memasukkan hewan uji ke holder dengan mendilatasi


bagian ekor dan meletakkan vena dibagian atas. Jarum ditusukkan pada bagian vena
yang telah mengalami pelebaran dengan mengalirkan zat yang ada didalam suntuk
secara perlahan.

Berdasarkan hasil percobaan, intravena merupakan rute yang memiliki onset


paling cepat, hal ini disebabkan karena obat langsung menuju pembuluh darah tanpa
mengalami proses metabolism pertama dan proses penguraian pada pencernaan.

Secara teori, onset fenobarbital pada intravena adalah sekitar 15 menit


sedangkan durasinya berlangsung sekitar 6 jam.

- Kelebihan : cepat mencapai konsentrasi, dosis tepat, mudah mentitrasi


dosis.
- Kekurangan : obat yang sudah diberikan tidak dapat ditarik kembali, efek
toksik lebih mudah terjadi, invasive resiko infeksi, memerlukan keahlian
khusus.

Berdasarkan perbandingan hasil percobaan dan teori secara umum, terdapat


ketidaksesuaian hasil pada durasi. Menurut literature, durasi yang paling cepat adalah
pada pemberian obat intraperitoneal dan paling lambat pada pemberian obat peroral.
Ketidaksesuaian tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, dianaranya
:

1. Mekanisme injeksi yang salah/ tempat penyuntikan yang kurang tepat.


2. Pengamatan waktu onset dan durasi yang keliru.
3. Kondisi hewan uji, seperti berat badan, nutrisi, luas dinding usus dan proses
absorpsi pada salurancerna.
4. Faktor teknis yang meliputi ketetapan pada tempat penyuntikan dan banyaknya
volume pemberian luminal hewan uji.

E. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

1. Cara/rute pemberian obat dapat mempengaruhi kecepatan absorpsi yang


kemudian akan berpengaruh terhadap onset dan durasi dari suatu obat.
2. Dari hasil pengamatan onset, didapatkan bahwa intravena merupakan rute
pemberian dengan onset paling cepat karena obat langsung masuk ke
pembuluh darah, sedangkan oral merupakan rute pemberian dengan onset
paling lambat karena harus melewati beberapa proses didalam sistem
pencernaan.
3. Dari hasil pengamatan durasi, subcutan merupakan rute pemberian dengan
durasi paling panjang, sedangkan oral merupakan rute pemberian dengan
durasi paling singkat karena sedikitnya obat yang sampai pada target akibat
adanya penguraian pada pencernaan.
4. Berdasarkan hasil percobaan durasi, terdapat ketidaksesuaian antara hasil
dan teori, dimana didalam teori disebutkan bahwa intraperitoneal memiliki
durasi paling panjang. Ketidaksesuaian ini mungkin disebabkan karena :
a. Kekeliruan praktikan, baik dalam mekanisme penyuntikan atau
pengamatan hasil.
b. Kondisi hewan uji, seperti berat badan, nutrisi dan luas dinding usus.
c. Faktor teknis,seperti banyaknya volume pemberian luminal hewan uji.
DAFTAR PUSTAKA

1. Holck, H.G.O., 1959, Laboratory Guide Pharmacology, Burgess Publishing


Company : Minnesotta 1-3.
2. Levine, R.R., 1978, Pharmacology : Drug Action and Reactions, 2nd Ed., Little
Brown & Company, Boston.
3. Anief, Moh., 1990, Perjalalanan dan Nasib Obat dalam Badan, Gadjah Mada
University Press, D.I Yogyakarta.
4. Ganiswara, Sulistia G (Ed)., 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
5. Tjay, T.H. dan K. Rahardja., 2002. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya, Edisi Kelima, Cetakan Pertama, PT Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai