Anda di halaman 1dari 6

Inhaler adalah sebuah alat yang digunakan untuk memberikan obat ke dalam tubuh melalui

paru-paru. Sistem penghantaran obat juga berpengaruh terhadap banyaknya obat yang dapat
terdeposisi pada teknik terapi inhalasi. Ada 3 tipe penghantaran obat yang ada hingga saat ini,
yakni : Metered Dose Inhaler (MDI), Metered Dose Inhaler (MDI) dengan Spacer, dan Dry
Powder Inhaler (DPI).

2.5.1 Definisi
Terapi inhalasi adalah terapi dengan pemberian obat secara inhalasi (hirupan) langsung
masuk ke dalam saluran pernapasan. Terapi pemberian secara inhalasi pada saat ini makin
berkembang luas dan banyak digunakan pada pengobatan penyakit-penyakit saluran
pernapasan. Berbagai jenis obat seperti antibiotik, mukolitik, anti inflamasi dan bronkodilator
sering digunakan pada terapi inhalasi. Obat asma inhalasi yang memungkinkan penghantaran
obat langsung ke paru-paru, dimana saja dan kapan saja akan memudahkan pasien mengatasi
keluhan sesak napas penderita (Rahajoe, 2008).

2.5.2 Prinsip dasar terapi inhalasi


Prinsip farmakologis terapi inhalasi yang tepat untuk penyakit sistem respiratori adalah obat
dapat mencapai organ target dengan menghasilkan partikel aerosol berukuran opti mal agar
terdeposisi di paru-paru dengan kerja yang cepat, dosis kecil, efek samping yang\minimal
karena konsentrasi obat di dalam darah sedikit atau rendah, mudah digunakan, dan efek
terapeutik segera tercapai yang ditunjukkan dengan adanya perbaikan klinis (Rahajoe, 2008).
Agar mendapatkan manfaat obat yang optimal, obat yang diberikan secara inhalasi harus
dapat mencapai tempat kerjanya di dalam saluran napas. Obat inhalasi diberikan dalam
bentuk aerosol, yakni suspensi dalam bentuk gas (Yunus, 1995).

Terapi inhalasi dibandingkan terapi oral mempunyai dua kelemahan yaitu :


1) Jumlah obat yang mencapai paru-paru sulit dipastikan
2) Inhalasi obat ke dalam saluran napas dapat menjadi masalah koordinasi.
Efektifitas terapi inhalasi tergantung pada jumlah obat yang mencapai.paru-paru untuk
mencapai hasil yang optimal pasien harus dilatih untuk :
1) Ekshalasi sehabis-habisnya.
2) Bibir menutup/melingkari mouthpiece, tidak perlu terlalu rapat.
3) Semprotkan aerosol kurang lebih pada pertengahan inspirasi.
4) Teruskan inhalasi lambat-lambat dan sedalam mungkin.
5) Tahan napas dalam inspirasi penuh selama beberapa detik (bila mungkin 10 detik).

2.7.1 Indikasi
Indikasi adalah kondisi menyebab dilakukannya sebuah terapi, tindakan, atau pemeriksaan
penunjang, contohnya :
· Pasien sesak nafas dan batuk broncho pneumonia
· Ppom (bronchitis, emfisema)
· Asma bronchial
· Rhinitis dan sinusitis
· Paska tracheostomi
· Pilek dengan hidung sesak dan berlendir
· Selaput lendir mengering
· Iritasi kerongkongan, radang selaput lendir
· Saluran pernafasan bagian atas.

Sediaan parenteral merupakan sediaan steril karena sediaan parenteral diinjeksikan ke dalam
badan menembus mekanisme pertahanan tubuh, masuk ke dalam sirkulasi darah / jaringan
tubuh. Dengan demikian, maka sediaan yang diinjeksikan harus betul-betul memenuhi
persyaratan sediaan parenteral. Karakteristik sediaan parenteral selain harus dalam keadaan
steril, juga harus diusahakan bebas dari partikel, bebas dari pirogen atau endotoksin, serta
menjaga stabilitas sediaan.

a. Injeksi Rute Subkutan (hypodermal)


Injeksi di bawah kulit dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak merangsang dan melarut
baik dalam air atau minyak. Efeknya tidak secepat injeksi intramuscular atau intravena.
Mudah dilakukan sendiri, misalnya insulit pada penyakit DM. Tempat yang paling tepat
untuk melakukan injeksi subkutan meliputi area vascular di sekitar bagian luar lengan atas,
abdomen dari batas bawah kosta sampai krist iliakan, dan bagian anterior paha. Tempat yang
paling sering direkomendasikan untuk injeksi heparin ialah abdomen.

b. Injeksi Rute Intrakutan


Biasanya pemberian melalui rute ini untuk uji kulit. Karena keras, obat intradermal
disuntikkan ke dalam dermis. Karena suplai darah lebih sedikit, absorbsi lambat.

a. Injeksi Rute Intramuscular


Rute IM memungkinkan absorbsi obat yang lebih cepat daripada rute SC karena pembuluh
darah lebih banyak terdapat di otot. Bahaya kerusakan jaringan berkurang ketika obat
memasuki otot yang dalam tetapi bila tidak berhati-hati ada resiko menginjeksi otot langsung
ke pembuluh darah. Dengan injeksi di dalam otot yang terlarut berlangsung dalam waktu 10-
30 menit. Guna memperlambat reabsorbsi dengan maksud memperpanjang kerja obat,
seringkali dalam larutan atau suspense dalam minyak, umpamanya suspense dan hormone
kelamin. Tempat injeksi umumnya dipilih pada otot pantat yang tidak banyak memiliki
pembuluh darah atau saraf. Tempat injeksi yang baik untuk IM adalah otot Vastus Lateralis,
otot Ventrogluteal, otot Dorsogluteus, dan otot Deltoid.

b. Injeksi Rute Intravena


Injeksi dalam pembuluh darah menghasilkan efek tercepat dalam waktu 18 detik, yaitu waktu
satu peredaran darah, oabt sudah tersebar ke seluruh jaringan. Tetapi, lama kerja obat
biasanya hanya singkat. Cara ini digunakan untuk mencapai penakaran yang tepat dan dapat
dipercaya, atau efek yang sangat cepat dan kuat. Tidak untuk obat yang tak larut dalam air
atau menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah.
Per oral merupakan pemberian obat melalui mulut yang paling lazim karena penggunaannya
yang sangat praktis, mudah dan aman (Tjay & Rahardja, 2007). Cara pemberian obat per oral
paling banyak dipakai diluar lingkungan rumah sakit, terutama untuk pengobatan sendiri.
Pada penderita penyakit menahun dengan jangka perawatan yang lama seperti obat
antiepileptik, antidiabetik dan lain-lain, pemakaian obat per oral merupakan cara yang mudah
dan nyaman.

Suatu obat yang diminum per oral akan melalui tiga fase: biofarmasetik (disolusi),
farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,
obat berubah menjadi larutan sehingga dapat menembusmembrane biologis. Jika obat
diberikan melalui rute subkutan, intramuscular, atauintravena, maka tidak terjadi fase
farmaseutik. Fase kedua, yaitu farmakokinetik, terdiri dari empat proses (subfase): absorpsi,
distribusi, metabolisme (atau biotransformasi), dan ekskresi. Dalam fase farmakodinamik,
atau fase ketiga, terjadi respons biologis atau fisiologis (Ganiswara, 1995).

Untuk menghasilkan efek farmakologi atau efek terapi, obat harus mencapaitempat aksinya
dalam kosentrasi yang cukup untuk menımbulkan respon. Tercapainya konsentrasi obat
tergantung dari jumlah obat yang diberikan, tergantung pada keadaan dan kecepatan obat
diabsorbsi dari tempat pemberian dan distribusinya oleh aliran darah ke bagian lain dari
badan

I. Keuntungan dan kerugian pemberian obat sediaan oral


1. Keuntungan

 Harga relative lebih murah


 Bisa di kerjakan sendiri boleh pasien
 Tidak menimbulkan rasa nyeri.
 Bila terjadi keracunan, obat masih bias di keluarkan dari tubuh dengan cara reflek
muntah dari faring dan kumbah lambung bila belum melebihi 4 jam, bilamana lebih dari
4 jam tapi belum melebihi 6 jam racun didalam intestenum atau belum mengalammi
absobsi.
2. Kerugian

• Pada aksinya yang lambat sehingga cara ini tidak dapat di pakai pada keadaan gawat
• Obat yang di berikan per oral biasanya membutuhkan waktu 30 sampai dengan 45 menit
sebelum di absorbsi dan efek puncaknya di capai setelah 1 sampai dengan 1 ½ jam.
• Rasa dan bau obat yang tida enak sering mengganggu pasien.
• Cara per oral t1idak dapat di pakai pada pasien yang mengalami mual-mual,muntah, semi
koma, pasien yang akan menjalani pangisapan cairan lambung serta pada pasien yang
mempunyai gangguan menelan

1. Liberasi (Pelepasan)
Apabila seorang penderita menerima obat berarti ia mendapatkan zat aktif yang diformula
dalam bentuk sediaan dan dengan dosis tertentu. Obat pada mulanya merupakan depot zat
aktif yang jika mencapai tempat penyerapan akan segera diserap
Sebagaimana diketahui, tahap pelepasan ini dapat dibagi dalam dua tahap yaitu tahap
pemecahan dan peluruhan misalnya untuk sebuah tablet. Dari talhap pertama ini diperoleh
suatu disperse halus padatan zat aktif dalam cairan ditempat obat masuk ke dalam tubuh

3. Absorpsi (Penyerapan)
Penyerapan zat aktif tergantung pada bagian parameter, terutama sifatfisika-kimia molekul
obat. Absorpsi ini tergantung Juga pada tahap sebelumnyayairu saat zat aktifnya berada
dalam fase biofarmasetika (Shargel & Yu, 2005).

Absorpsi obat melali saluran cerna pada umumnya terjadi secara difusipasif, karena itu
absorpsi mudah terjadi bila obat dalam bentuk nonion danmudah larut dalam lemak. Absorpsi
obat di usus halus selalu jauh lebih cepatdibandingkan di lambung karena permukaan epitel
usus halus jauh lebih luasdibandingkan dengan epitel lambung. Absorpsi secara transport
aktif terjaditerutama di usus halus untuk zat-zat makanan : glukosa dan gula lain, asamamino,
basa purin dan pirimidin, mineral, dan beberapa vitamin
Rute Rektal adalah pemberian obat melalui rektum yang layak untuk obat yang merangsang
atau yang diuraikan oleh asam lambung. Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari
ujung usus besar (setelah kolon sigmoid ) dan berakhir di anus. Bentuk obat sediaan padat
yang di masukan ke dalam rektum itu ialah suppositoria. Faktor yang memengaruhi
pelepasan obat pada sediaan suppo yaitu kelarutan,konsentrasi, koefisien difusi. Ada pula
vena yang berperan untuk penyerapan zat aktif obat yaitu vena rektum superior mengalirkan
rektum atas, vena rektum tengah dan inferior mengalirkan sisa rektum dan kembali vena cava
inferior
Istilah supositoria berawal dari bahasa Latin dan berarti, “menempatkan di bawah”.
Supositoria adalah bentuk sediaan padat obat yang dimaksudkan untuk dimasukkan ke dalam
lubang tubuh. Supositoria dan krim adalah dua cara utama pemberian obat melalui dubur.
Mereka digunakan untuk memberikan obat-obatan yang bekerja secara sistemik dan yang
bekerja secara lokal.

Keuntungan dari supositoria rektal :


1. memberikan sistem pengiriman obat yang diinginkan.
2. Dapat digunakan untuk zat aktif yang memiliki bioavailabilitas buruk secara
pemberian dosis oral.
3. Penyerapan cepat dengan peningkatan cepat dalam tingkat obat plasma dapat dicapai.
4. Formulasi dapat siap disiapkan untuk memberikan karakteristik pelepasan yang
diinginkan (Baviskar, 2013).
Kerugian utama dari supositoria rektal;
1. mereka tidak disukai oleh pasien;
2. mereka tidak nyaman.
3. Penyerapan rektal sebagian besar obat sering tidak menentu dan tidak dapat
diprediksi.
4. Beberapa supositoria "bocor" atau dikeluarkan setelah dimasukkan (Baviskar, 2013).

2.4.1 Absorpsi
Secara rektal supositoria digunakan untuk distribusi sistemik, karena dapat
diserap oleh mukosa dalam rektum. Aksi kerja awal dapat diperoleh secara cepat, karena
obat diabsorpsi melalui mukosa rektal langsung masuk kedalam sirkulasi darah, serta
terhindar dari pengrusakan obat dari enzim didalam saluran gastro-intestinal dan
perubahan obat secara biokimia didalam hepar. Obat yang diabsorpsi melalui rektal
beredar dalam darah tidak melalui hati dahulu hingga tidak mengalami detoksikasi atau
biotransformasi yang mengakibatkan obat terhindar dari tidak aktif.
Penyerapan direktum dapat terjadi dengan tiga cara yaitu:
a. lewat pembuluh darah secara langsung
b. lewat pembuluh getah bening
c. lewat pembuluh darah secara tidak langsung melalui hati.
Penyerapan hanya terjadi pada pembuluh darah secara langsung lewat inferior dan vena
intermedier yang berperan dan membawa zat aktif melalui vena iliaca ke vena cava inferior.

Distribusi merupakan perpindahan obat dari sirkulasi sistemik menuju ke suatu


tempat di dalam tubuh (cairan dan jaringan). Tempat distribusi adalah cairan pada
berbagai jaringan yaitu protein plasma, hati, ginjal, tulang, lemak, barrier darah otak,
barter plasenta. Tempat distribusi tersebut merupakan parameter kualitatif distribusi.
Sedangkan mekanisme distribusi dapat melalui transport konvektif, pinosrtosis atau
difusi pasif.
2.4.4 Ekskresi
Ekskresi merupakan perpindahan obat dari sirkulasi sistemik (darah) menuju ke organ
ekskresi. Obat mengalami ekskresi untuk keperluan detokstfikasi obat tersebut. Apabila obat
tidak diekskresi maka obat akan tertinggal dalam tubuh dan mengakibatkan ketoksikan pada
organisme bersangkutan. Tempat atau jalur ekskresi adalah melalui ginjal (organ utama), hati
atau empedu, paru, kelenjar saliva, kelenjar susu dan kelenjar keringat

Anda mungkin juga menyukai