PENDAHULUAN
intradermal. Apabila injeksi diberikan melalui rute intramuscular, seluruh obat akan
berada di tempat itu. Dari tempat suntikan itu obat akan masuk ke pembuluh darah di
sekitarnya secara difusi pasif, baru masuk ke dalam sirkulasi. Cara ini sesuai untuk
bahan obat , baik yang bersifat lipofilik maupun yang hidrofilik. Kedua bahan obat itu
dapat diterima dalam jaringan otot baik secara fisis maupun secara kimia. Ahkan
bentuk sediaan larutan, suspensi, atau emulsi juga dapat diterima lewat intramskuler,
begitu juga pembawanya bukan hanya air melainkan yang non air juga dapat. Hanya
Istilah parenteral berasal dari kata Yunani Para dan Enteron yang berarti
disamping atau lain dari usus. Sediaan ini diberikan dengan cara menyuntikkan obat
di bawah atau melalui satu atau lebih lapisan kulit atau membran mukosa. Karena
rute ini disekitar daerah pertahanan yang sangat tinggi dari tubuh, yaitu kulit dan
selaput atau membran mukosa, maka kemurniaan yang sangat tinggi dari sediaan
harus diperhatikan. Yang dimaksud dengan kemurnian yang tinggi itu antara lain
harus steril. Obat suntik hingga volume 100 ml disebut sediaan parenteral volume
kecil, sedangkan apabila lebih dari itu disebut sediaan parenteral volume besar, yang
partikel yang memberikan reaksi pada pemberian juga diusahakan tidak mengandung
bahan pirogenik. Bebas dari mikroba (steril) dapat dilakukan dengan cara sterilisasi
dengan pemanasan pada wadah akhir, namun harus diingat bahwa ada bahan yang
tidak tahan terhadap pemanasan. Untuk itu dapat dilakukan teknik aseptic.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Parenteral berasal dai kata Yunani, para dan enteron yang berarti di luar
usus halus dan merupakan rute pemberian lain dari rute oral. Istilah parenteral seperti
Sediaan parenteral adalah bentuk sediaan yang digunakan untuk injeksi atau
sediaan untuk infus. Injeksi adalah pemakaian dengan cara menyemprotkan larutan
atau suspensi ke dalam tubuh untuk tujuan terapeutik atau diagnostik. Injeksi dapat
dilakukan langsung ke dalam alairan darah, ke dalam jaringan atau organ. Asal kata
injeksi dai injectio yang berarti memasukan ke dalam, sedangkan infusio berarti
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, suspensi atau emulsi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau selaput lendir. Infus
intravena adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan
sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikan langsung ke dalam vena
dalam volume relatif banyak (Depkes R.I, 1979). Dalam Farmakope Indonesia Ed. IV
(Depkes R.I, 1995), yang dimaksud dengan larutan parenteral volume besar adalah
injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah bertanda lebih dari
100 ml. Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda
dengan baik, tidak sadar, atau tidak dapat dengan cara pemberian lain (seperti
oral)
2. Kerugian
Sediaan parenteral bisa diberikan dalam berbagai rute. Lima rute yang paling
intraartikular (Lukas, 2006). Rute pemberian yang dimaksud mempunyai efek nyata
terhadap formulasi suatu produk parenteral. Volume di mana suatu dosis obat harus
1. Tempat penyuntikan dibagian tubuh yang sedikit lemak dan masuk ke jaringan
di bawah kulit.
isotonisnya dapat menimbulkan rasa nyeri atau nekrosis dan absorpsi zat aktif
tidak optimal
4. Onset (mula kerja) obat berbentuk larutan dalam air lebih cepat daripada
B. Intramuskular (i.m)
sehingga jaringan otot tersebut merupakan rute yang cocok untuk minyak dan
5. Zat aktif bekerja lambat (preparat depo) serta muda terakumulasi. Pemberian
pada tempat injeksi. Dari depo ini, obat dilepaskan pada suatu laju yang
sebagian besar ditentukan oleh karakteristik formula tersebut. Larutan dalam
air lebih cepat diabsorpsi daripada minyak. (Lukas, 2006; Lachman dkk, 1994).
C. Intravena (i.v)
2. Volume relatif lebih besar. Volume kecil (< 5 ml) sebaiknya isotonis dan isohidri,
3. Tidak melalui fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam vena, onset (mula
isotonik dan isohidris, karena sirkulasi dari cairan serebrospinal lambat dan
2. Peritoneal (i.p), yaitu kateter dimasukan dalam perut dengan operasi untuk
memasukan cairan steril dialisis. Larutan harus hipertonis, zat aktif diabsorpsi
dengan cepat dan volume diberikan dalam jumlah besar (1 atau 2 liter) (Lukas,
2006).
(Lukas, 2006)
1. Obat atau larutan atau emulsi yang digunakan untuk injeksi, di tandai dengan
2. Sediaan padat kering atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer atau
bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut
yang sesuai memenuhi persyaratan injeksi, dan dapat dibedakan dari nama
3. Sediaan seperti tertera pada poin 2 tetapi mengandung satu atau lebih dapar,
penegncer atau bahan tambahan lain, dan dapat dibedakan dari nama
disuntikan secara intravena atau ke dalam saluran spinal, dan dapat dibedakan
Steril.
5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan
bahan pembawa yang sesuai dan dapat dibedakan dari nama bentuknya,Steril
dan absorpsi obat disebut biofarmasetika. Respon farmakologis suatu obat, termasuk
cara kerja dan intensitas kerja obat sangat tergantung pada cara pemberiannya
(Lukas, 2006).
Obat masuk ke dalam tubuh dengan cara intravaskular dan ekstravaskular (Lukas,
dan infus). Obat tidak mengalami fase absorpsi. Konsentrasi obat dalam
peredaran sistemik seperti pemberian i.m, s.c, i.c, dan i.p. Syarat untuk
diabsorpsi adalah obat harus dibebaskan dari bentuk sediaannya yang
tergantung dari faktor fisikokimia obat, faktor lingkungan tempat absorpsi dan
teknik pembuatan.
Hubungan antara nasib obat dalam tubuh dengan rute pemberiannya (Lukas,
1. Intravena (i.v)
a. Secara bolus, injeksi diberikan secara langsung dengan kadar tinggi dan
b. Secara intermitant infus, injeksi i.v diberikan melalui infus dengan periode
c. Secara continous infus, injeksi i.v melalui infus dengan waktu pemberian
2. Intramuskular (i.m)
secara i.m.
b. Respon terhadap obat yang diberikan secara i.m tidak secepat i.v tetapi
c. Larutan obat dalam air lebih cepat diabsorpsi daripada bentuk suspensi
3. Subkutan (s.c)
a. Faktor yang mempengaruhi absorpsi secara s.c sama dengan i.m. Namun
karena kecepatan peredaran darah pada s.c dan sirkulasi regional kurang,
diperlambat.
4. Intradermal (i.c)
b. Volume yang diberikan tidak lebih dari 0,2 ml karena volume jaringan kecil
1. Evaluasi Fisika
indikator yang peka terhadap aktivitas ion hidrogen, elektrode kaca dan
perak-perak klorida.
b. Bahan Partikulat dalam Injeksi (Farmakope Indonesia edisi IV, hal. 981-984).
masing bahan dalam adah dengan volume lebih dari 100 ml injeksi volume
besar dosis tunggal, untuk pemberian infus secara intravena batas ini tidak
berlaku untuk ineksi dosis ganda, untuk injeksi volume kecil, dosis tunggal
dengan sumbu terpanjang atau dimensi linier efektif 10 µm atau lebih. Prosedur
lain atau prosedur yang lebih rinci dapat digunakan untuk menetapkan bahan
partikulat jika hasil yang diperoleh sama meyakinkan. Tetapi, jika terjadi
1044).
Pilih satu atau lebih wadah, bila volume 10 ml atau lebih, 3 wadah atau
lebih bila volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml, atau 5 wadah atau lebih
bila volume kurang dari 3 ml atau kurang. Ambil isi tiap wadah dengan alat
suntik hipodermik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang akan
diukur dan dilengkapi dengan arum suntik nomor 21, panang tidak kurang dari
2,5 cm. Keluarkan gelembung udara dari dalam jarum dan alat suntik dan
pindahkan isi dalam alat suntik, tanpa mengosongkan bagian arum, kedalam
gelas ukur kering volume tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang
bukan yang dituang). Cara lain, isi alat suntik dapat dipindahkan kedalam gelas
piala kering yang telah ditara, volume dalam ml diperoleh dari hasil perhitungan
berat dalam g dibagi bobot jenis cairan. Isi dari dua atau tiga wadah 1 ml atau
kering terpisah untuk mengambil isi tiap wadah. Isi wadah 10 ml atau lebih
Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diui satu
per satu atau bila wadah volume 1 ml dan 2 ml, tidak kurang dari jumlah volume
sejumlah dosis tertera. Volume tiap alat suntik yang diambil tidak kurang dari
10 wadah, cuci bagian besar wadah dengan air, keringkan. Timbang satu per
satu dalam keadaan terbuka. Keluarkan isi wadah, cuci wadah dengan air
kemudian dengan etanol (95%)P, keringkan pada suhu 105 o hingga bobot
tetap, dinginkan, timbang satu per satu. Bobot isi wadah tidak boleh
menyimpang lebih dari batas yang tertera pada daftar berikut, kecuali satu
wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.
mm hingga 25 mm, tidak berwarna, transparan dan terbuat dari kaca netral.
Masukkan kedalam dua tabung reaksi masing-masing larutan uji dan suspensi
padanan yang sesuai secukupnya, yang dibuat segar dengan cara seperti
tertera dibawah sehingga volume larutan dalam tabung reaksi terisi setinggi
dibawah cahaya yang terdifusi , tegak lurus ke arah bawah tabung. Difusi
Suspensi padanan
I II III IV
Baku opalesan (ml) 5.0 10.0 30.0 50.0
Air (ml) 95.0 90.0 70.0 50.0
f. Uji Kebocoran (Goeswin Agus, Larutan Parenteral)
Pada pembuatan kecil-kecilan hal ini dapat dilakukan dengan mata tetapi
untuk produksi skala besar hal ini tidak mungkin dikerjakan. Wadah-wadah
kedalam larutan biru metilen 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang bocor maka
di luar dan di dalam wadah tersebut. Cara ini tidak dapat dilakukan untuk
disterilkan terbalik, jika ada kebocoran maka larutan ini akan keluar dari dalam
Umumnya setiap larutan suntik harus jernih dan bebas dari kotoran-kotoran.
Uji ini sangat sulit dipenuhi bila dilakukan pemeriksaan yang sangat teliti
karena hampir tidak ada larutan jernih. Oleh sebab itu untuk uji ini kriterianya
cukup jika dilihat dengan mata biasa saja yaitu menyinari wadah dari samping
dengan latar belakang berwarna hitam dan putih. Latar belakang warna hitam
sterilitas sebagai bagian dari pengawasan mutu dipabrik seperti yang tertera
kemungkinan hasil positif dapat disebabkan oleh teknik aseptik yang salah atau
kontaminasi lingkungan ada waktu pengujian 2 tahap seperti yang tertera pada
bakteri yang mungkin ada dalam atau pada bahan uji. Pengujian dilakukan
air amebosit dalam kepiting ladam kuda, Limulus polyphemus dan dibuat
enceran dari zat uji dengan enceran endotoksin baku dan jumlah endotoksin
tingkat yang dapat yang dapat diterima oleh pasien pada pemberian sediaan
ditoleransi dengan uji kelinci dengan dosis penyuntikan tidak lebih dari 10 mg
per kg bobot badan dalam jangka waktu tidak lebih dari 10 menit. Untuk
monografi.
Komponen penting dalam injeksi yang dikemas dalam wadah dosis ganda
adalah zat atau zat-zat yang dapat mengurangi bahaya cemaran mikroba.
pada etiket. Metode dibawah ini adalah untuk zat-zat yang paling umum
digunakan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada tetapi
tidak lebih dari 20% dari umlah yang tertera pada etiket.
3. Evaluasi Kimia
Rahman, L dan Djide, MN. 2009. Sediaan Farmasi Steril. Lembaga Penerbitan
Shargel, L., Yu, A., and Wu, S., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan,
Edisi kedua, Airlangga University Press, Surabaya
FAKULTAS FARMASI
MAKALAH
BIOFARMASI SEDIAAN PARENTERAL
OLEH :
STAMBUK : 15020140147
KLS : C2
MAKASSAR
2018