Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

PERCOBAAN II
CARA PEMBERIAN OBAT

Dosen Pengampu : apt. Siti Mariam, M. Farm


Tanggal Praktikum : 24 Maret 2022

Disusun Oleh :
Retno Saripati Dewi 19011007
Meidina Tria Kusherawati 19011009
Muhammad Fahmi Azra 19011015
Siti Rahmawati 19011016

LABOLATORIUM STTIF BOGOR


PROGRAM STUDI S1 REGULER FARMASI
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI
BOGOR
2022
I. TUJUAN PRAKTIKUM
a. Mengenal teknik-teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian
b. Menyadari berbagai pengaruh rute obat terhadap efeknya
c. Dapat menyatakan konsekuensi praktis dari pengaruh rute pemberian
obat terhadap efeknya

II. DASAR TEORI


Efek Farmakologi dari suatu obat dapat dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor, antara lain : rute pemberian obat, bentuk sediaan, faktor
biologis (jenis kelamin, usia, berat badan, dll), toleransi atau riwayat
kesehatan, dan spesies. Efek kerja obat untuk mencapai tempat kerja obatnya
juga berbeda-beda tergantung pada rute pemberian obat yang diperngaruhi
oleh karakteristik lingkungan, fisiologis, anatomis, dan biokimia yang berbeda
pada daerah kontak mula obat dan tubuh. Karakteristik yang berbeda ini
karena ada hal-hal yang berbeda seperti : Suplai darah, Struktur anatomi dari
lingkungan kontak antara tubuh dan obat, enzim-enzim dan getah-getah
fisiolgis yang terdapat dilingkungan tersebut.
a. Rute pemberian obat
Obat yang biasanya beredar secara umum adalah obat dengan
pemakaian melalui oral. Selain melalui oral, rute pemberian juga dapat
dilakukan secara intravena, intramuskular, intra peritoneal, intra dermal,
dan subkutan. Onset adalah waktu yang dibutuhkan oleh obat untuk
menimbulkan efek. Onset dihitung mulai saat pemberian obat hingga
munculnya efek pada pasien atau hewan percobaan. Durasi adalah lamanya
obat bekerja didalam tubuh. Durasi dapat diamati mulai saat munculnya
efek hingga hilangnya efek pada pasian atau hewan percobaan. Dalam
percobaan ini akan dilakukan pemberian obat melalui rute :
1) Oral
Rute pemberian oral memberikan efek sistemik dan dilakukan melalui
mulut kemudian masuk saluran intestinal (lambung) dan penyerapan
obat melalui membran mukosa pada lambung dan usus. Cara oral
merupakan cara pemberian obat yang paling umum dilakukan karena
mudah, murah, dan aman. Pemberian per oral akan memberikan onset
paling lambat karena melalui saluran cerna dan perlu melalui proses
metabolisme sehingga lambat diabsorbsi oleh tubuh. Selain itu,
pemberian secara oral membutuhkan dosis yang paling besar diantara
rute pemberiannya. Karena obat perlu melalui metabolisme di hati dan
eliminasi.
2) Intravena
Intravena (IV) dilakukan dengan penyuntikan melalui pembuluh darah
balik (vena), memberikan efek sistematik. Melalui cara intravena ini,
obat tidak mengalami absorpsi. Tetapi langsung masuk pada sirkulasi
sistemik. Karena itulah kadar obat yang dibutuhkan lebih sedikit.
3) Inratraperitonial (IP)
Penyuntikan dilakukan pada rongga perut sebelah kanan bawah, yaitu
di antara kandung kemih dan hati. Cara ini hanya dilakukan untuk
pemberian obat untuk hewan uji, karena memiliki resiko infeksi yang
sangat besar. Intraperitonial akan memberikan efek yang cepat karena
pada daerah tersebut banyak terdapat pembuluh darah. Hewan uji
dipegang pada punggung supaya kulit abdomen menjadi tegang. Pada
saat penyuntikan posisi kepala lebih rendah dari abdomen. Suntikan
jarum membentuk sudut 10o menembus kulit dan otot masuk ke rongga
peritoneal.
4) Intramaskular (IM)
Suntikkan melalui otot, kecepatan dan kelengkapan absorpsinya
dipengaruhi oleh kelarutan obat dalam air. Preparat yang larut dalam
minyak diabsorbsi dengan lambat, sedangkan yang larut dalam air
diabsorbsi dengan cepat. Penyuntikan dilakukan pada otot gluteus
maximus atau bisep femoris. Pemberian obat seperti ini memungkinkan
obat akan dilepaskan secara berkala dalam bentuk depot obat.
Intramuskular memiliki onset lambat karena membutuhkan waktu
untuk diabsorpsi dalam tubuh. Dosis yang dibutuhkan untuk rute
pemberian secara intramuskuler cenderung sangat sedikit.
5) Subkutan (SC)
Pemberian obat melalui bawah kulit, hanya boleh digunakan untuk obat
yang tidak menyebabkan iritasi jaringan. Determinan dari kecepatan
absorpsi ialah total luas permukaan dimana terjadi penyerapan,
menyebabkan konstriksi pembuluh darah lokal sehingga difusi obat
tertahan/diperlama, Penyuntikan dilakukan di bawah kulit dan
menembus dinding kapiler untuk memasuki aliran darah, rute
pemberian ini memberikan efek sistemik. Absorbsi dapat diatur dengan
formulasi obat.
b. Faktor Biologi
Tetapi onset dan durasi dari suatu obat tidak hanya ditentukan dari rute
pemberian. Jenis kelamin, berat badan, usia, dan spesies hewan percobaan
yang digunakan juga berpengaruh pada kedua hal tersebut.Usia hewan
memiliki pengaruh yang nyata terhadap kerja obat. Hewan yang berusia
lebih muda tentu saja membutuhkan dosis yang lebih sedikit dibanding
yang lebih tua. Berat badan juga merupakan suatu faktor yang berhubungan
terhadap kerja obat. Hewan yang bobotnya lebih besar memerlukan dosis
yang lebih banyak daripada dosis rata-rata untuk menghasilkan suatu efek
tertentu. Begitupun sebaliknya. Berdasarkan jenis kelamin, betina lebih
peka terhadap efek obat tertentu daripada jantan.
c. Toleransi
Toleransi adalah penurunan efek farmakologik akibat pemberian
berulang. Berdasarkan mekanisme nya ada dua jenis toleransi, yakni
toleransi farmakokinetik dan toleransi farmakodinamik. Toleransi
farmakokinetik biasanya terjadi karena obat meningkat metabolismenya
sendiri, misalnya barbiturat dan rifampisin. Toleransi farmakodinamik atau
toleransi seluler terjadi karena proses adaptasi sel atau reseptor terhadap
obat yang terus-menerus berada di lingkungannya. Dalam hal ini jumlah
obat yang mencapai reseptor tidak berkurang, tetapi karena sensitivitas
reseptornya berkurang maka responnya berkurang.

III. ALAT DAN BAHAN


a. Alat b. Bahan
1. Jarum Suntik 1 ml 1. Mencit / Tikus
2. Jarum Oral 2. NaCl
3. Kapas 3. Alkohol
4. Phenorbarbital

IV. CARA KERJA


Rute pemberian obat
1) Oral
a. Mencit atau tikus dipegang tengkuknya
b. Jarum oral yang telah dipasang pada alat suntik berisi obat,
diselipkan dekat langit-langit mencit dan diluncurkan ke esophagus.
c. Larutan obat didesek keluar dari alat suntik.

2) Subkutan
a. Kulit daerah tengkuk dicubit
b. Obat disuntikkan ke kulit daerah tengkuk dengan sudut 45 derajat

3) Intravena
a. Tikus atau mencit dilakukan diletakkan di alat khusus atau di kawat
kasa, ekor mencit ditarik sehingga ekor keluar dari kawat
b. Pembuluh vena pada ekor didilatasi dengan cara dihangatkan atau
dengan cara dioleskan dengan pelarut organic seperti aseton atau
eter.
c. Suntikkan obat pada pembuluh darah yang berada diekor
4) Intraperitonial
a. Mencit dipegang sedemikian rupa sehingga posisi abdomen lebih
tinggi dari kaki kepala
b. Larutan obat disuntikkan pada abdomen bawah tikus sebelah garis
midsagital

5) Intramaskular
a. Larutan obat disuntikkan ke dalam sekitar gluteus maximus atau ke
dalam otot paha lain dari kaki belakang
b. Harus selalu dicek apakah jarum tidak masuk ke dalam vena, dengan
menarik kembali piston alat suntik.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


a. Hasil Praktikum
Rute Pemberian Hewan Percobaan Jam Keterangan
09.57 Penyuntikan
10.22 Tidur
Mencit 1 (30 gram 10.30 Bangun (Tenang
10.34 Tidur (lagi
11.30 Bangun (aktif
Oral Total 1 jam 3 menit
10.04 Penyuntikan
10.22 Tenang
Mencit 1 (30 gram
10.26 Tidur
11.30 Bangun
Total 1 jam 26 menit
Subcutan (SC) Mencit 1 (30 gram 9.53 Penyuntikan
10.23 Tenang
10.32 Tidur
10.48 Bangun
10.59 Tidur
11.06 Bangun (Aktif)
Total 1 Jam 12 Menit
9.59 Penyuntikan
10.20 Tenang
Mencit 2 (30 gram
10.31 Tidur
11.02 Bangun (Aktif)
Total 1 Jam 3 Menit
10.00 Penyuntikan
10.18 Tidur
Mencit 1 (25 gram 10.50 Bangun
10.55 Tidur
11.25 Bangun (aktif
Intravena (IV)
Total 1 jam 25 menit
10.10 Penyuntikan
Mencit 2 (30 gram 10.17 Tidur
10.45 Bangun (aktif
Total 35 menit
Intraperitonial (IP) 09.50 Penyuntikan
10.18 Tenang
10.22 Tidur
Mencit 1 (
10.42 Bangun
10.45 Tidur
11.00 Bangun (aktif
Total 1 jam 10 menit
Mencit 2 ( 09.55 Penyuntikan
10.25 Tenang
10.30 Tidur
10.50 Bangun
11.00 Tidur
11.30 Bangun (aktif
Total 1 jam 40 menit
09.40 Penyuntikan
Mencit 1 (30 gram 09.58 Tidur
10.36 Bangun
Total 1 jam 4 menit
Intramaskular (IM)
09.41 Penyuntikan
Mencit 2 (35 gram 10.14 Tidur
11.11 Bangun
Total 1 jam 30 menit

Rata – Rata Lama Kerja Obat Rute Pemberian (Bangun Tidur


Rute Pemberian x Waktu
Peroral 1 jam 14,5 menit
Subcutan 1 jam 7,5 menit
Intravena 1 jam
Intraperitonial 1 jam 25 menit
Intramuscular 1 jam 17 menit

Rata – Rata Awal Kerja Obat Rute Pemberian (Untuk Tidur


Rute Pemberian x Waktu
Peroral 18,5 menit
Subcutan 34,5 menit
Intravena 17,5 menit
Intraperitonial 33,5 menit
Intramuscular 25,5 menit
- PERHITUNGAN
Phenobarbital 200 mg/ 2 mL = 100 mg/ 1 mL
Manusia  Mencit = 0,0028 x 100 mg
= 0,28 mg (Mencit 20 gram
Pengenceran 1
100 gram x
= = 10 mg/mL
1mL 10 mL
Untuk Rute Intramuscular
10 mg 0,28 mg
=
1 mL x
= 0,028 mL (Mencit 20 gram
Pengenceran 2
10 gram x
= = 1 mg/mL
1mL 10 mL
Untuk Rute Peroral, Intravena, Intraperitonial dan Subcutan
1 mg 0,28 mg
=
1mL x
= 0,28 mL (Mencit 20 gram
1) Peroral
30
 Mencit 1 (30 gram = x 0,28 mL = 0,42 mL
20
30
 Mencit 2 (30 gram = x 0,28 mL = 0,42 mL
20
2) Subcutan
30
 Mencit 1 (30 gram = x 0,28 mL = 0,42 mL
20
30
 Mencit 2 (30 gram = x 0,28 mL = 0,42 mL
20
3) Intravena
25
 Mencit 1 (25 gram = x 0,28 mL = 0,35 mL
20
30
 Mencit 2 (30 gram = x 0,28 mL = 0,42 mL
20
4) Intraperitonial
5) Intramuscular
30
 Mencit 1 (30 gram = x 0,028 mL = 0,042 mL
20
35
 Mencit 2 (35 gram = x 0,028 mL = 0,049 mL
20
- KURVA
b. Pembahasan
Pada praktikum kali ini mengenai cara pemberian obat. Dimana
bertujuan untuk mengenal eknik-teknik pemberian obat melalui
berbagai rute pemberian, menyadari pengaruh rute pemberian obat
terhadap efeknya dan dapat menyatakan konsekuensi praktis dari
pengaruh rute pemberian obat terhadap efeknya. Rute pemberian obat
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi lingkungan,
fisiologis, anatomnis dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak
mula obat dan tubuh. Hewan percobaan yang digunakan dalam
percobaan kali ini adalah mencit dengan berbagai berat. Setiap rute
dilakukan dengan menggunakan 2 mencit.
Dalam percobaan ini yang dilakukan adalah pemberian obat
secara oral, intravena, intraperitonial dan subcutan. Phenobarbital
injeksi adalah obat yang akan dimasukkan melalui berbagai rute
tersebut. Phenobarbital tersebut sebelum dimasukkan kedalam mencit
dilakukan pengenceran terlebih dahulu. Pengenceran yang pertama
dilakukan untuk rute pemberian intramuscular didapatkan 0,028 mL
untuk mencit 20 gram. Dan dilanjutkan pengenceran kedua untuk rute
peroral, intavena, intraperitonial dan subcutan didapatkan 0,28 mL
untuk mencit 20 gram.
Rute pemberian peroral dilakukan dengan sendo. Kedua mencit
tersebut dengan berat 30 gram, dimasukkan phenobarbital 0,42 mL
untuk setiap mencit tersebut. Pada mencit 1 total mulai dari
penyuntikan hingga bangun (aktif yaitu 1 jam 3 menit. Sedangkan
pada mencit 2 selama 1 jam 26 menit. Dengan rata-rata 1 jam 14,5
menit.
Rute pemberian subcutan dengan menyuntikan 0,42 mL untuk
masing-masing mencit dengan berat 30 gram. Disuntikan dibawah
kulit dan menembus dinding kapiler untuk memasuki aliran darah, rute
ini memberikan efek sistemik. Pada mencit 1 dengan total 1 jam 12
menit dari awal penyuntikan hingga bangun/ aktif kembali, sedangkan
pada mencit 2 dengan total 1 jam 3 menit dan rata-rata 1 jam 7,5
menit.
Rute pemberian intravena tidak mengalami tahap absorbsi
sehingga kadar obat dalam darah diperoleh lebih cepat, tepat dan dapat
disesuaikan langsung. Pada percobaan ini pada mencit 1 dengan berat
25 gram disuntikkan 0,35 mL cairan injeksi phenobarbital dengan total
waktu yang dibutuhkan dari awal obat masuk hingga bangun adalah 1
jam 25 menit. Sedangkan pada mencit 2 dengan berat 30 gram
dilakukan penyuntikan dengan 0,42 mL injeksi phenobarbital dengan
total waktu 35 menit dan rata-rata waktunya adalah 1 jam.
Rute pemberian intapenitonial, obat diinjeksikan pada rongga
perut tanpa terkena usus atau terkena hati. Didalam rongga perut ini
obat akan langsung diabsorpsi pada sirkulasi portal dan akan di
metabolisme didalam hati sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Pada
mencit 1 total waktu yang diperlukan dari awal penyuntikan hingga
bangun adalah 1 jam 10 menit, sedangkan total waktu yang diperlukan
pada mencit 2 adalah 1 jam 40 menit dan rata-rata waktu untuk rute
intaperitonial adalah 1 jam 25 menit.
Rute pemberian intramuscular disuntikan pada paha posterior.
Pada pemberian rute ini mencit 1 dengan berat 30 gram diberikan
0,042 mL dengan total waktu yang diperlukan dari awal penyuntikan
hingga bangun adalah 1 jam 4 menit, sedangkan pada mencit 2 dengan
berat 35 gram diberikan 0,049 mL cairan injeksi phenobarbital dengan
total waktu 1 jam 30 menit dan rata-rata waktu untuk rute pemberian
intramuscular 1 jam 17 menit.
Berdasarkan dari hasil praktikum yang dilakukan pada mencit
sebagai hewan percobaan didapatkan bahwa urutan awal kerja obat
(tercepat – terlama untuk tidur yaitu Intavena  Peroral 
Intamuscular  Intraperitonial  Subcutan. Sedangkan urutan lama
kerja obat (terlama – tercepat bangun tidur yaitu Intraperitonial 
Intramuscular  Peroral  Subcutan  Intravena.
Sedangkan berdasarkan literatur untuk urutan rute pemberian
obat yaitu 
Urutan Awal Kerja Obat (tercepat – terlama untuk tidur
Intavena  Intamuscular  Subcutan  Intraperitonial  Peroral
Urutan Lama Kerja Obat (terlama – tercepat bangun tidur
Subcutan  Intramuscular  Intraperitonial  Peroral  Intravena
Faktor faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil
percobaan :
1. Faktor Internal
a. Variasi biologic (usia, jenis kelamin)
b. Ras dan sifat genetic
c. Status kesehatan dan nutrisi
d. Bobot tubuh
e. Luas permukaan tubuh
2. Faktor Eksternal
a. Suplai oksigen
b. Pemeliharaan lingkungan fisiologik dan isoosmosis
c. Pemeliharaan keutuhan struktur ketika menyiapkan jaringan
atau organ untuk percobaan
3. Faktor lainnya
a. Keadaan kandang
b. Suasana asing atau baru
c. Pengalaman hewan dalam penerimaan obat
d. Keadaan ruangan tempat hidup (sulu, kelembaban, ventilasi,
cahaya, kehisingan)
e. Penempatan hewan
VI. KESIMPULAN
Praktikum Farmakologi kali ini tentang Rute Pemberian Obat.
Berdasarkan dari hasil praktikum yang dilakukan pada mencit sebagai hewan
percobaan didapatkan bahwa urutan awal kerja obat (tercepat – terlama untuk
tidur yaitu Intavena  Peroral  Intamuscular  Intraperitonial 
Subcutan. Sedangkan urutan lama kerja obat (terlama – tercepat bangun tidur 
yaitu Intraperitonial  Intramuscular  Peroral  Subcutan  Intravena.
Faktor yang paling membuat rute tersebut adalah keadaan lingkungan hewan
percobaan yang bising sehingga membuatnya gelisah dan sulit untuk tidur,
faktor lainnya bisa dari kesalaha penyuntikan atau pemberian rute yang mana
obat tersebut tidak masuk kedalam sasaran dan juga bisa dari obat
phenobarbital yang mana telah kadaluarsa 3 tahun lalu.

VII. DAFTAR PUSTAKA


Andrajati, R. (2010). Penuntun Praktikum Farmakologi. Depok:
Laboratorium Farmakologi dan Farmakokinetik Departemen FMIPA-
UI.
Mariam, S. (2022). Modul Praktikum Farmakologi. Bogor: Sekolah Tinggi
Teknologi Industri dan Farmasi.

Anda mungkin juga menyukai