Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN RESMI

UJI PENGARUH RUTE PEMBERIAN


TERHADAP ABSORBSI OBAT PADA
HEWAN UJI SECARA IN VIVO

Oleh:
Nama : Kadek Ira Suhendri
Nim : 2020E0B004
Kelas : 3A/D3 Farmasi
Kelompok : A2.4
Dosen : apt. Baiq Nurbaety, M.Sc

UNIVERSITAS MUHAMMADYAH MATARAM


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
2021/2022
A. Tujuan
1. Mengenal cara-cara pemberian obat terhadap kecepatan absorbsinya, menggunakan
data farmakologi sebagai tolok ukur
2. Mempraktekkan cara-cara pemberian obat terhadap kecepatan absorbsinya,
menggunakan data farmakologi sebagai tolok ukur
3. membandingkan cara-cara pemberian obat terhadap kecepatan absorbsinya,
menggunakan data farmakologi sebagai tolok ukur

B. Dasar Teori
Absorpsi didefinisikan sebagai masuknya obat dari tempat pemberiannya ke
dalam plasma. Kecuali pemberian IV dan inhalasi, hampir semua obat harus masuk ke
dalam plasma sebelum mencapai tempat kerjanya dan oleh karena itu obat harus
mengalami absorpsi lebih dahulu. Terdapat beberapa cara pemberian obat yaitu: 1.
Sublingual, 2. Per oral, 3. Per rectal 4. Pemakaian pada permukaan epitel (kulit, kornea,
vagina, mukosa hidung). 5. Inhalasi, 6. Suntikan (subkutan intramuskuler, dan intratekal).
Absorbsi sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagai barier absorbsi
adalah membran epitel saluran cema yang seperti halnya semua membran sekepite
saluran cerna, yang seperti halnya semua membran sel ditubuh kita, merupakan lipid
bilayer Dengan demikian, agar dapat melintasi membran sel tersebut, molekul obat harus
memiliki kelarutan lemak (setelah terlebih dulu larut dalam air) (Sulistia Gan Gunawan.,
2007)
Absorpsi obat melalui saluran cerna:
Sublingual. Absorpsi obat langsung melalui rongga mulut kadang-kadang
diperlukan bilamana respons yang cepat sangat diperlukan, terutama bila obat tersebut
tidak stabil pada keadaan Ph lambung atau dimetabolisme oleh hepar dengan cepat.
Per oral. Sebagian besar obat diberikan melalui mulut dan ditelan. Beberapa obat
(misalnya: alcohol dan aspirin) dapat diserap dengan cepat dari lambung, tetapi
kebanyakan obat diabsorpsi sebagian besar melalui usus halus. Absorpsi obat mellui usus
halus, pengukuran yang dilakukan terhadap absorpsi obat baik secara in vivo maupun
secara in vitro, menunjukan bahwa mekanisme dasar absorpsi obat melalui usus halus ini
adalah secara transfer pasif. Di mana kecepatan obat ditentukan oleh derajat ionisasi obat
dan lipid solubilitas dari molekul obat tersebut
Pemberian obat secara rectal dapat dipakai baik untuk mendapatkan efek local
maupun untuk efek sistemik Obat obat yang diabsorpsi melalui rectum masuk ke sirkulasi
sistemik tanpa melalui hepar. Hal ini dapat mengguntungkan bagi obat-obat yang dengan
cepat menjadi inaktif bila melewati hepar (missal: progesterone, tetosteron
alasan lain memberikan obat secara rectal adalah untuk menghindari efek iritasi obat pada
lambung (misalnya: obat anti radang). Cara ini dapat juga digunakan untuk pasien yang
muntah-muntah atau pasien yang tidak bias menelan pil atau tablet. Absorpsi obat
melalui rectum ini sering bersifat irregular dan tidak sempurna, serta banyak juga obat
yang mengiritasi mukosa rectum.
Pemberian obat perkutan. Kebanyakan obat sangat sedikit yang dapat diabsorpsi
melalui kulit utuh, karena kelarutan dalam lemak obat-obat tersebut terlalu rendah.
Dalam praktek klinik pemberian obat pada kulit dilakukan terutama bila diperlukan efek
local pada kulit.Namun absorpsi yang cukup bias juga terjadi dan menyebabkan efek
sistemik.
Pemberian obat secara suntikan intravena. Pemberian obat secara intravena adalah cara
yang paling cepat dan paling pasti. Suatu suntikan tunggal intravena akan memberikan
kadar obat yang sangat tinggi yang pertama-tama akan mencapai paru-paru dan kemudian
ke sirkulasi sistemik. Kadar puncak yang mencapai jaringan tergantung pada kecepatan
suntikan yang harus diberikan secara perlahan-lahan sekali. Obat-obat yang berupa
larutan dalam minyak dapat menggumpalkan darah atau dapat menyebabkan hemolisa
darah, karena itu tidak boleh diberikan secara intravena
Pemberian obat suntikan subkutan. Suntikan subkutan hanya bias dilakukan untuk
obat- obat yang tidak menyebabkan iritasi terhadap jaringan karena akan menyebabkan
rasa sakit hebat bektosis dan pengelupasan kulit Absorpsi melalui subkutan ini dapat pula
bervariasi sesuai dengan yang diinginkan. Pemberian suntikan intramuskuler (M). Obat-
obat yang larut dalam air akan diabsorbsi dengan cepat setelah penyuntikan M.
Umumnya kecepatan absorpsi setelah penyuntikan pada muskulus deloid atau vastus
lateralis adalah lebih cepat dari pada bila disuntikkan pada gluteus maximus. Pemberian
suntikan intra-anterial. Kadang-kadang obat disuntikan ke dalam sebuah arteri untuk
mendapatkan efek yang terlokalisir pada jaringan atau alat tubuh tertentu. Tetapi nilai
terapi cara ini masih belum pasti. Kadang-kadang obat tertentu juga disuntikan intraarteri
untuk keperluan diagnosis. Sutikan intraarteri harus dilakukan oleh orang yang benar-
benar ahli. Pemberian suntikan intratekal. Dengan cara ini oabt langsung disuntikkan ke
dalam ruang subaraknoid spinal. Suntikan intratekal dilakukan karena banyak obat yang
tidak dapat mencapi otak, karena adanya sawar darah otak (Munaf, 1994)
Pemberian suntikan intra-peritonial. Rongga peritoneum mempunyai
permukaan absorpsi yang sangat luas sehingga obat dapat masuk ke sirkulasi sistemik
secara cepat. Cara ini banyak digunakan di laboratorium tetapi jarang digunakan di klinik
karena adanya bahaya infeksi dan perlengketan peritoneu (Munaf, 1994)
C. Cara Percobaan
Percobaan ini terdiri dari 2 bagian:
1. Mahasiswa melihat video tentang jalannya percobaan kemudian
mendiskusikannya.
2. Mahasiswa mengerjakan sendiri percobaan yang sama.
a. Bahan: Pentotal 1% b/v
b. Alat: Spuit injeksi dan jarum(1ml), jarum berujung tumpul (untuk oral),
sarung tangan dan Stopwacth.
c. Hewan Uji: Mencit atau tikus
d. Cara Kerja:
i. Tiap golongan dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing
kelompok mendapat 5 mencit atau tikus.
ii. Berturut-turut tiap kelompok mengerjakan percobaan oral, subkutan,
intra muskular, intra peritoneal, dan intra vena.
iii. Mencit atau tikus ditimbang, dan diperhitungkan volume obat yang
akan diberikan, dengan dosis 80 mg/kg BB
iv. Obat diberikan pada hewan uji dengan pemberian sesuai dengan
masing-msing kelompok.
- Oral, melalui mulut dengan jarum ujung tumpul.
- Subkutan, masukkan sampai dibawah kulit pada tengkuk
hewan uji dengan jarum injeksi.
- Intra muskular, suntikkan ke dalam otot pada daerah gluteus
maximus.
- Intra peritoneal, suntikkan ke dalam rongga perut (hati-hati
jangan sampai masuk ke dalam usus).
- Intra vena, suntikkan ke dalam vena lateralis pada ekor hewan
uji.
e. Pengumpulan Data
Setelah hewan uji mendapat perlakuan, amati dan catat hilangnya
reflek balik badan serta waktu kembalinya reflek balik badan. Hilangnya
reflek balik badan ditandai dengan hilangnya kemampuan hewan uji untuk
membalikkan badannya jika ia ditelentangkan (30 detik). Kembalinya reflek
balik badan ditandai dengan kembalinya kemampuan untuk membalikkan
badan dari keadaan telentang. Onset dihitung mulai waktu obat diberikan
sampai timbul efek yang ditandai dengan hilangnya reflek balik badan dari
hewan uji, sedangkan durasi dihitung dari mulai efek timbul sampai efek
hilang yang ditandai dengan kembalinya reflek balik badan dari hewan uji.
Hitung onset dan durasi waktu tidur obat dari masing-masing kelompok
percobaan, bandingkan hasilnya menggunakan uji statistik dengan program
SPSS.
D. Hasil Percobaan
Table. Hasil Percobaan
Nomor Cara pemberian Waktu
hewan obat Obat yang di berikan Refleks balik badan Onset Durasi
Hilang Kembali
Kembali Paling Paling
Mencit 1 Oral Phenobarbital Hilang setelah 3 lama cepat
jam
Kembali Paling Paling
Mencit 2 Subkutan Phenobarbital Hilang setelah 3 lama lama
jam
Kembali Paling
Mencit 3 Intramuscular Phenobarbital Hilang setelah 3 lama Cepat
jam
Kembali Paling
Mencit 4 Intraperitonial Phenobarbital Hilang setelah 3 lama Cepat
jam
Kembali Paling
Mencit 5 Intravena Phenobarbital Hilang setelah 3 cepat Cepat
jam

E. Pembahasan
Pada praktikum ini kami melakukan uji pengaruh rute pemberian terhadap
absorbsi obat. Absorbsi adalah proses perpindahan obat dari tempat pemberian/aplikasi
menuju ke sirkulasi/peredaran darah yang selanjutnya mencapai target aksi obat. Dalam
hal ini hewan uji yang kami gunakan ialah mencit/tikus putih. Mencit ini memiliki proses
metabolisme yang cepat didalam tubuhnya, sehingga mencit ini sangat cocok sekali
dijadikan sebagai hewan uji.
Hal spesifik yang akan kami amati pada praktikum ini adalah onset dan durasi
obat terhadap hewan uji dengan rute pemberian yang berbeda-beda. Onset yang dimaksud
disini ialah waktu yang diperlukan obat mulai dari proses pemberian obat sampai
tmenimbulkan sirkulasi sistemik dan menimbulkan efek. Sedangkan waktu durasi adalah
waktu yang diperlukan obat mulai memberikan efek sampai hilangnya efek.
Bahan obat yang akan kami berikan pada hewan uji kali ini adalah fenobarbital.
Fenobarbital ini merupakan obat golongan psikotropika yang biasa digunakan untuk
antidepresan yang menekan saraf pusat. Efek yang ditimbulkan obat ini adalah hipnotika,
yang dimana jika menggunakan obat ini maka akan terasa ngantuk bahkan sampai
tertidur.
Selain itu, fenobarbital ini juga memiliki efek yang menenangkan. Hal ini lah
yang banyak disalahgunakan oleh beberapa orang. Alasan penggunaan fenobarbital
dalam praktikum kali ini adalah karena reaksi yang diberikan oleh fenobarbital ini
berlangsung lebih cepat.
Pada praktikum ini kami menggunakan 5 hewan uji yang diberi label/tanda yang
berbeda-beda. Setiap hewan uji ini akan diberikan obat dengan rute yang berbeda. Rute-
rute yang kami gunakan disini adalah pemberian secara oral, subkutan, intraperitonial,
intramuskular dan intravena. Perlu diperhatikan bahwa khusus untuk jarum suntik
perlakuan per oral maka digunakan jarum suntik yang ujungnya tumpul. Sedangkan
untuk perlakuan lainnya, digunakan jarum suntik dengan ujung yang tajam.
Setelah dipersiapkan alat dan bahannya, maka segera dilakukan penyuntikan
terhadap hewan uji sesuai dengan perlakuan masing-masing. Hal yang perlu diperhatikan
sebelumnya adalah kita harus melakukan pendekatan terlebih dahulu terhadap hewan uji.
Hal ini bertujuan agar mencit-mencit tersebut lebih mudah untuk dipegang.
Kondisi stress pada hewan uji dapat membuat dirinya memberontak dan bisa melukai
praktikan. Dalam hal ini juga, cara memegang mencit harus dilakukan dengan benar agar
penginjeksian dapat berjalan lancar dan meminimalisir terjadinya salah penyuntikan.
Rute per oral merupakan rute pemberian jalur eternal melalui gastrointestinal.
Pada cara ini dilakukan dengan bantuan jarums suntik yang ujungnya tumpul. Hal ini
dikarenakan untuk menghindari atau meminimalisir terjadinya infeksi akibat luka yang
disebabkan oleh jarum suntik. Jarum suntik dimasukkan melalui mulut mencit secara
pelan-pelan melalui langit-langit kearah belakang esophagus. Apabila jarum sudah masuk
melalui esophagus maka jika jarum itu didiamkan tanpa ditekan akan masuk sendiri
sampai hampir seluruh jarum masuk dalam mulut mencit. Setelah jarum benar-benar
masuk esophagus mencit, kemudian cairan dimasukkan sampai larutan dalam jarum
suntik habis.
Injeksi subkutan, Jarum yang digunakan adalah jarum dengan ujung runcing.
Penyuntikan dilakukan di bawah kulit. Penyuntikkan harus dilakukan hati-hati, karena
dikhawatirkan justru menembus daging mencit. Pemberian secara intra muscular adalah
injeksi obat yang dilakukan pada gluteus maximus (otot paha) dari mencit dengan
menggunakan spuit berujung runcing. Sebelum menginjeksi obat, posisi hewan harus
terlentang dan kaki agak ditarik keluar agar paha bagian luar terlihat, lalu bagian paha
mencit terlebih dahulu diraba untuk menemukan otot paha mencit yang ditunjukkan
dengan adanya tonjolan melintang dan terasa sedikit kenyal.
Pemberian secara intra peritoneal adalah injeksi obat yang dilakukan pada rongga
perut mencit dengan sudut kontak agak miring terhadap permukaan perut dari mencit
dengan menggunakan spuit berujung runcing. Sebelum menginjeksi obat, posisi hewan
juga harus terlentang, kemudian bagian perut yang diinjeksi adalah bagian yang berada
pada tengah garis yang sejajar jika ditarik dari ujung kepala hingga bagian bawah perut
mencit. Jarum yang dimasukkan tidak boleh terlalu dalam agar tidak menembus organ
usus dan dapat berakibat pada kebocoran usus hingga berujung kematian.
Rute yang terakhir yaitu intravena. Dalam hal ini jarum suntik yang digunakan
adalah jarum yang berujung runcing serta penyuntikannya dilakukan melalui ekor
mencit/hewan uji. Pada hal ini, hewan uji diletakkan pada alat khusus agar
mempermudah penyuntikan.
Hasil yang kami proleh pada praktikum kali ini adalah dari pengamatan
berdasarkan onsetnya, rute intravena memiliki waktu tercepat dan rute oral merupakan
yang terlambat. Hal ini berarti bahwa pemberian obat dengan rute intravena akan lebih
cepat bereaksi dan sebaliknya pada rute oral. Efek terapi obat yang lama yang diberikan
pada rute oral ini disebabkan karna pada rute ini obat akan melalui organ pencernaan
terlebih dahulu. Berbeda dengan intravena yang obatnya langsung menuju pembuluh
darah. Untuk durasinya, hasil praktikum kali ini menunjukkan bahwa durasi yang paling
cepat adalah intravena dan yang paling lambat adalah rute oral.
F. kesimpulan
a. Absorbsi adalah proses perpindahan obat dari tempat pemberian/aplikasi menuju ke
sirkulasi/peredaran darah yang selanjutnya mencapai target aksi obat.
b. Onset ialah waktu yang diperlukan obat mulai dari proses pemberian obat sampai
tmenimbulkan sirkulasi sistemik dan menimbulkan efek.
c. Durasi adalah waktu yang diperlukan obat mulai memberikan efek sampai
hilangnya efek.
d. Fenobarbital ini merupakan obat golongan psikotropika yang biasa digunakan untuk
antidepresan yang menekan saraf pusat.
e. Rute yang umum digunakan dalam pemberian obat yaitu oral, subkutan,
intraperitonial, intramuskular dan intravena.
f. Pengamatan berdasarkan onset, rute intravena memiliki waktu tercepat dan rute oral
merupakan yang terlambat.
g. Untuk pengamatan berdasarkan durasinya, durasi yang paling cepat adalah
intravena dan yang paling lambat adalah rute oral.
DAFTAR PUSTAKA

Munaf, S. (1994). CatatanKuliah Farmakologi. ECG: Penerbit Buku Kedokteran.


Sulistia Gan Gunawan., d. (2007). FARMAKOLOGI DAN TERAPI Edisi 5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI.
LAMPIRAN

Oral Subkutan

Intramuscular Intaperitonial

Intravena

Anda mungkin juga menyukai