Anda di halaman 1dari 5

Pembahasan per oral

Pada praktikum kali ini akan mempraktekkan bagaimana cara pemberian obat yang benar
terhadap hewan percobaan. Cara pemberian obat ini banyak macamnya mulai dari cara
pemberian oral, dan ada juga pemberian obat lewat suntikan seperti Intravena, intramuskular,
subkutan, intraperitonial dan lain lain. Akan tetapi yang dilakukan sekarang adalah dengan cara
pemberian obat secara oral, karena cara pemberian obat ini adalah cara yang banyak dan biasa
dilakukan pada hewan percobaan.
Pertama tama kita siapkan terlebih dahulu hewan yang akan diberikan obatnya yaitu
mencit. Cara memegang mencit yang baik adalah letakkan mencit di kawat atau permukaan yg
kasar tujuannya agar mencit bisa mencengkram bagian kawat kemudian pegang ekornya
menggunakan tangan kiri, kemudian tarik sebagian kulit punggung dari mencit lalu balikkan
badannya sehingga wajahnya menghadap ke kita. Kemudian hal hal yg harus di perhatikan bila
ingin memegang hewan - hewan percobaan ini adalah harus menggunakan sarung tangan dan
masker. Tujuan menggunakan sarung tangan adalah untuk mengurangi kontaminasi langsung
dengan tikus / mencitnya. Karena ditakutkan adanya bakteri pada tubuh hewan tersebut,
kemudian untuk menjaga agar bila tikus / mencitnya menggigit tidak langsung terkena kulit
tangan kita, akan tetapi terkena sarung tangannya lebih dahulu.
Setelah itu kita siapkan alat suntik yang jarumnya diganti dengan sonde. Kemudian
dipasanglah sonde oralnya. Sonde yang akan digunakan harus steril, maka di bilas terlebih
dahulu dengan alkohol agar tidak ada kuman, bakteri ataupun kotoran lain. Lalu di keringkan
dengan menggunakan tisu. Sehingga sonde yang sterilpun telah siap digunakan.
Adapun hal yang sangat perlu diperhatikan pada saat mengisi alat sondenya. Pastikan
pada bagian ujung sonde tidak ada gelembung udara, jika ada udara keluarkan udaranya dengan
cara menekan pistonnya ke arah atas. Mengapa tidak boleh ada gelembung udara? Hal ini
dikarenakan apabila terdapat gelembung udara, maka akan menyebabkan emboli atau
penyumbatan sirkulasi darah oleh gelembung udara yang berbahaya bagi hewan percobaan.
Karena ini baru tahap percobaan pemasukan larutan lewat oral terhadap hewan
percobaan, maka larutan yang akan di uji bukanlah larutan yang mengandung zat aktif seperti
obat, melainkan aquadestillata (air). Lalu siapkan sonde oralnya untuk di isi dengan
aquadestillata. Kemudian masukkan alat sonde ke dalam rongga mulut mencit dan diselipkan ke
dekat langit langit mulutnya hingga menemukan lubang tertentu lalu diluncurkan agar masuk
ke esofagus dan dikeluarkanlah larutan dari alat sondenya.
Sebaiknya sebelum praktikum harus dipelajari terlebih dahulu bagian bagian tubuh dari
mencit agar pada saat memasukkan sonde oral ke dalam mulut mencit tepat masuk kedalam
saluran yang menuju esofagus, bukan saluran tenggorokan yang menuju paru paru. Mencit
yang sudah berhasil dimasukkan larutan dengan menggunakan sonde oral di beri tanda.
Setelah melakukan praktikum tersebut, praktikan wajib membersihkan tangan dengan
antibakteri (hand sanitizer) atau langsung mencuci tangan dengan sabun. Agar kuman atau
bakteri yang ada pada mencit dan tikus tidak masuk ke dalam tubuh.
Jika praktikan terkena gigitan dari hewan tersebut, maka harus cepat cepat di bersihkan
dengan sabun dan bila perlu langsung di beri alkohol pada bagian yang terluka. Hal ini karena
alkohol dapat menghentikan proses pendarahan yang berlangsung.

VIII. Kesimpulan
Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa perlunya mempelajari topografi hewan
percobaan yang akan digunakan agar pemberian obat yang dilakukan tidak salah sasaran dan
menuju daerah yang tepat. Praktikum kali ini hewan yang dicoba adalah mencit dengan cara
pemberian dari sonde oral yang berisi aquadest. Perlu ketelitian yang tinggi, karena jika salah
maka akan mengenai paru paru hewan percobaan dan akan menyebabkan kematian.

IX. Daftar Pustaka


Anonim. 2011. Mencit. http://www.wikipedia. /ensiklopedia/mencit/html. Diakses pada
tanggal 20 November 2011
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
Katzung, Bertram G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
Tim pengajar. 2011. Praktikum perkembangan Hewan pemberian Obat pada hewan Uji.
Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM.
12

12
cepat setelah intravena. Namun suntikan i.p. tidak dilakukan pada manusia karena bahaya
injeksi dan adhesi terlalu besar (Setiawati, A. dan F.D. Suyatna, 1995). Kedua, pemberian obat
dilakukan dengan cara intravena yaitu dengan menyuntikkan obat pada daerah ekor (terdapat
vena lateralis yang mudah dilihat dan dapat membuat obat langsung masuk kepembuluh darah).
Keuntungannya obat cepat masuk dan bioavailabilitas 100%, sedangkan kerugiannya
perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi ditempat injeksi, resiko terjadi kadar obat yang
tinggi kalau diberikan terlalu cepat. Ketiga, yaitu dengan cara subkutan (cara injeksi obat melalui
tengkuk hewan uji tepatnya injeksi dilakukan dibawah kulit). Keuntungannya obat dapat
diberikan dalam kondisi sadar atau tidak sadar, sedangkan kerugiannya dalam pemberian obat
perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi lokal ditempat injeksi. Keempat dengan cara
intraperitoneal (injeksi yang dilakukan pada rongga perut). Cara ini jarang digunakan karena
rentan menyebabkan infeksi. Keuntungan adalah obat yang disuntikkan dalam rongga peritonium
akan diabsorpsi cepat, sehingga reaksi obat akan cepat terlihat. kelima atau yang terakhir adalah
dengan cara intramuscular yaitu dengan menyuntikkan obat pada daerah yang berotot seperti
paha atau lengan atas. Keuntungan pemberian obat dengan cara ini, absorpsi berlangsung dengan
cepat, dapat diberikan pada pasien sadar atau tidak sadar, sedangkan kerugiannya
dalam pemberiannya perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi ditempat injeksi. Pada
percobaan ini, kelompok kami menggunakan lima ekor mencit. Masing-masing mencit diberikan
rute pemberian obat berbeda-beda. Banyaknya volume obat yang akan diinjeksi utuk mencit
tergantung dengan berat badan mencit dengan menggunakan rumus VAO. Data yang dihasilkan
untuk volume injeksi mencit berdasarkan berat badan Berdasarkan hasil pengamatan yang kami
lakukan pemberian obat secara intaperitoneal, ketika disuntikan diazepam mencit terlihat
langsung terlihat tenang. Setelah 2 menit mencit terlihat sangat peka terhadap diazepam, yaitu

13
mencit terlihat tidur, tidak tegak walaupun di beri rangasangan nyeri. Setelah menit ke 6 mencit
terlihat tenang (tidur) tetapi tegak kalau diberi rangsangan nyeri (mencit memberikan efek yang
sesuai dengan dugaan). Kemudian, pada menit ke-lebih dari 13 mencit mulai kembali aktif
dikarenakan efek dari obat diazepam telah habis. Berdasarkan hasil pengamatan pada kelompok
kami, pemberian obat secara subkutan, ketika disuntikan diazepam mencit sangat resisten (tidak
menimbulkan efek). Setelah 5 menit mencit memberikan efek resisten (tidak tidur tapi
mengalami ataksia), setelah menit ke-11 mencit menimbulkan efek sesuai dengan dugaan (tidur
tetapi tegak kalau diberi rangsangan nyeri). Kemudian pada menit ke-26 sampai menit ke-38
mencit terlihat lebih tenang dikarenakan efek dari obat diazepam masih ada. Setelah menit ke-39,
mencit mulai kembali aktif dikarenakan efek dari obat diazepam telah habis. pada rute
pemberian obat secara subkutan umumnya absorpsi terjadi secara lambat dan konstant sehingga
efeknya bertahan lama. Oleh karena itu waktu yang dihasilkan ketika menimbulkan efek relatif
lebih lama dibandingkan dengan intraperitoneal, karena obat diabsorsi secara lambat dan konstan
sehingga efeknya dapat bertahan lama sampai 34 menit sampai efek obatnya habis. Berdasarkan
hasil pengamatan pada kelompok kami, pemberian obat secara subkutan, ketika disuntikan
diazepam mencit sangat resisten (tidak menimbulkan efek). Setelah 5 menit mencit memberikan
efek resisten (tidak tidur tapi mengalami ataksia), setelah menit ke-8 mencit menimbulkan efek
sesuai dengan dugaan (tidur tetapi tegak kalau diberi rangsangan nyeri). Pada menit ke-27,
mencit mulai kembali aktif dikarenakan efek dari obat diazepam telah habis. Sedangkan pada
pemberian obat dengan cara intravena, yang menurut literatur reaksi obatnya akan berlangsung
dengan cepat. Tapi pada saat praktikum kami tidak mendapatkan hasil dikarenakan kegagalan
dalam penyuntikan, pada saat penyuntikan, jarum suntik yang digunakan kemungkinan kurang
tajam sedangkan ekor dari mencit sangatlah keras sehingga kemungkinan obat yang disuntikan
tidak masuk kedalam pembuluh vena pada ekor mencit. Pada pemberian obat secara oral
memberikan efek aktif kembali lebih cepat dari pada pemberian obat rute lain. Hal tersebut juga
menyimpang dari

14
literatur yang seharusnya pada pemberian obat secara oral memberikan efek aktif kembali lebih
lama dibanding pemberian obat rute lain. Kemungkinan hal ini disebabkan obat tidak masuk
seluruhnya kedalam tubuh mencit yang menyebabkan berkurangnya dosis sehingga berpengaruh
terhadap efek obatnya Pada percobaan yang kami lakukan, banyak terjadi kesalahan-kesalahan
sehingga efek yang dihasilkan tidak sesuai dengan literatur. Hal ini dikarenakan cara
penyuntikan yang salah dan pengambilan volume injeksi obat yang tidak sesuai. Selain itu,
disebabkan juga karena kami disini belum begitu mahir dalam melakukan penyuntikan sehingga
efek yang dihasilkan tidak sesuai

VI. KESIMPULAN
Rute pemberian per oral adalah dengan cara jarum sonde dimasukkan ke dalam mulut,
kemudian perlahan-lahan diluncurkan melalui langit-langit ke arah belakang sampai esophagus
kemudian masuk ke dalam lambung
Rute pemberian secara sub cutan adalah rute pemberian obat melalui bawah kulit
Intra muscular ( i.m ) adalah penyuntikan yang dilakukan ke dalam jaringan otot,
Intra peritoneal adalah pemberian obat dilakukan dengan cara menyuntikkan pada daerah
abdomen sampai agak menepi dari garis tengah dengan volume 0,5 ml.
rute pemberian yang cukup efektif adalah intra peritoneal (i.p.) karena memberikan hasil kedua
paling cepat setelah intravena. Namun suntikan i.p. tidak dilakukan pada manusia karena bahaya
injeksi dan adhesi terlalu besar.
Onset dari yang terpendek adalah intraperitonial, intra muscular, subcutan , dan per oral.

VI. DAFTAR PUSTAKA


Anief, M., 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Anonim, 1995.Farmakope Indonesia edisi IV.Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Anonim. 2008. Farmakologi Jilid I. Jakarta : Pusdiknakes
Anonim.2009.Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta: EGC
Anonim. 2011. Mencit. http://www.wikipedia. /ensiklopedia/mencit/html. Diakses pada tanggal
13 April 2013
Ernst Mutschler, 1986.Dinamika Obat ; Farmakologi dan Toksikologi (terjemahan). Bandung : ITB
Harison.2008.Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:EGC
Katzung, B.G., 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Ratna Ambarwati, Eni. 2009. KDKP Kebidanan Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT. Kawan
Pustaka
Setiawati, A. dan F.D. Suyatna, 1995.Pengantar Farmakologi Dalam Farmakologi dan Terapi, Edisi
IV, Editor: Sulistia G.G, Gaya Baru, Jakarta.
Singagerda, Linda Kirana, 2009. Hewan Uji Dalam Eksperimen Farmakologi. Bandung: ITB press
Siswandono dan Soekardjo, B, 1995, Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga Press.

Anda mungkin juga menyukai