Anda di halaman 1dari 22

Pengaruh Pemberian Obat

Secara PerOral Terhadap


Absorbsi Obat Dalam Tubuh
Disusun Oleh:
Aimmatul Khoiriyah
1120160023
Mariana Dwi Anggraeni
1120160039
Tinjauan Pustaka
• Obat merupakan semua zat baik kimiawi,
hewani, maupun nabati yang dalam dosis
sesuai dapat menyembuhkan, meringankan,
atau mencegah penyakit berikut gejalanya.
Beberapa obat dapat menimbulkan efek yang
berbahaya bila tidak tepat pemberiannya. Rute
pemberian obat terutama dipengaruhi oleh
sifat obat, kestabilan obat, tujuan terapi,
kecepatan absorbsi yang diperlukan, kondisi
pasien, keinginan pasien, dan kemungkinan
efek samping. (Nafis, et al, 2013).
• Bentuk sediaan dan cara pemberian
merupakan penentu dalam memaksimalkan
proses absorbsi obat oleh tubuh karena
keduanya sangat menentukan efek biologis
suatu obat seperti absorpsi, kecepatan
absorpsi dan bioavailabilitas (total obat yang
dapat diserap), cepat atau lambatnya obat
mulai bekerja (onset of action), lamanya obat
bekerja (duration of action), intensitas kerja
obat, respons farmakologik yang dicapai serta
dosis yang tepat untuk memberikan respons
tertentu.
• Perjalanan obat dalam tubuh melalui 4 tahap (disebut fase
farmakokinetik), yaitu : Absorbsi, Distribusi, Metabolisme,
dan Ekskresi (Eliminasi). (Anief, 2007).
• Absorbsi
Yaitu pengambilan obat dari permukaan tubuh atau
dari tempat-tempat tertentu dalam organ ke dalam aliran
darah atau sistem pembuluh limfe. Dari aliran darah atau
sistem pembuluh limfe terjadi distribusi obat ke dalam
organisme keseluruhan.
Karena obat baru berkhasiat apabila berhasil mencapai
konsentrasi yang sesuai pada tempat kerjanya, maka suatu
absorbsi yang cukup merupakan syarat untuk suatu efek
terapeutik, sejauh obat tidak digunakan secara intravasal
atau tidak langsung dipakai pada tempat kerjanya.
Dikatakan cukup apabila kadar obat yang telah
diabsorbsi tidak melewati batas KTM, yaitu Kadar Toksik
Minimum, namun masih beraa di dalam batas KEM, yaitu
Kadar Efektif Minimum.
• Rute pemberian obat dibagi 2, yaitu enternal
dan parenteral.(Priyanto, 2008)
A. Jalur Enternal
Jalur enternal berati pemberian obat melalui
saluran gastrointestinal (GI), seperti pemberian obat
melalui sublingual, bukal, rektal, dan oral.
Pemberian obat melalui oral merupakan jalur
pemberian obat yang paling banya digunakan
karena paling murah, paling mudah, dan paling
aman.
Kerugian dari pemberian obat melalui jalur
enternal adalah absorbsinya lambat, tidak dapat
diberikan pada pasien tidak sadar atau tidak dapat
menelan.
B. Jalur Parenteral
Parenteral berarti tidak melalui enteral.
Termasuk jalur parenteral adalah
transdermal (topikal), injeksi,
endotrakeal (pemberian obat ke dalam
trakea menggunakan endotrakeal
tube), dan inhalasi. Pemberian obat
melalui jalur ini dapat menimbulkan
efek sistemik atau lokal.
Jalur Enternal (PerOral)
• Per oral (p.o)
Yaitu pemberian obat yang rutenya melalui saluran
pencernaan dan pemberian melalui mulut.
Cara ini merupakan cara pemberian obat
yang paling umum karena mudah digunakan,
relative aman, murah dan praktis (dapat
dilakukan sendiri tanpa keahlian dan alat
khusus).
Kerugian dari pemberian obat secara
peroral adalah efeknya lama, mengiritasi saluran
pencernaan, absorpsi obat tidak teratur, tidak
100% obat diserap.
• Tidak diserapnya obat secara 100%
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:

– Jumlah makanan dalam lambung


– Kemungkinan obat dirusak oleh reaksi asam lambung
atau enzim gastrointestinal, misalnya insulin yang
harus diberikan secara peroral akan dirusak oleh
enzim proteolitik dari saluran gastrointestinal.
– Pada keadaan pasien muntah-muntah sehingga obat
tidak dapat diabsorpsi.
– Dikehendaki kerja awal yang cepat.
– Ketersediaan hayati yaitu persentase obat yang
diabsorpsi tubuh dari suatu dosis yang diberikan dan
tersedia untuk memberi efek terapeutik.
Tujuan penggunaan obat melalui oral terutama
untuk memperoleh efek sistemik, yaitu obat
masuk melalui pembuluh darah dan beredar ke
seluruh tubuh setelah terjadi absorpsi obat dari
bermacam-macam permukaan sepanjang
saluran gastrointestinal. Tetapi ada obat yang
memberi efek lokal dalam usus atau lambung
karena obat yang tidak larut, misalnya obat
yang digunakan untuk membunuh cacing dan
antasida yang digunakan untuk menetralkan
asam lambung.
Metode Percobaan
a. Alat
• Baskom
• Gelas beker 250 ml
• Labu ukur
• Neraca analitik
• Sarung tangan
• Spuit injeksi dan jarum (1 ml)
• Stopwatch
b. Bahan
• Diazepam 2 mg
• Larutan stok CMC
c. Hewan Uji
• Mencit
Cara Kerja
Siapkan hewan uji sebanyak 2 ekor

Hewan uji ditimbang untuk memperhitungkan volume
diazepam yang akan diberikan

Diazepam diberikan pada hewan uji secara oral

Hewan uji diamati dan dicatat waktu hilangnya reflek badan
serta waktu kembali reflek balik badan

Hewan uji dihitung onset dan durasi waktu tidur Diazepam

Catat hasil
• Sebelum diazepam diberikan pada
hewan uji, perlu:
 dihitung konversi dosis
 dihitung konsentrasi larutan stok obat
 dihitung jumlah obat yang diambil
 dihitung volume diazepam yang akan
diberikan dengan dosisi 10/70 mg/kg BB
Hasil Praktikum
• Data Hasil Percobaan
• Perhitungan
• Diketahui:
Berat mencit 1 : 29.50 gr
Berat mencit 2 : 30 gr
Vomule maksimal : 5 ml
• Dosis Konversi = faktor konversi x Dosis manusia
= 0.018 x 10 mg/ml
= 0,18 mg/ml
• Larutan Stok = ( 2 x dosis konversi ) / V max
= 2 x 0,18 / 5
= 0.072 ml
• Berat tablet yang diambil = (konsentrasi larutan stock
x berat tablet ) / dosis tablet
= 0,072 x 116,4 / 2 mg
= 4,1904 mg

• V Pemberian
Mencit I = (BB mencit/ 100 ) x ( ½ x V max)
= (29,50 / 100) x ( ½ x 5)
= 0,7375 ml

Mencit II = (BB mencit/ 100 ) x ( ½ x V max)


= (30/100) X ( ½ x 5)
= 0,75 ml
PEMBAHASAN
• Praktikum kali ini mempelajari tentang pengaruh
cara pemberian obat terhadap absorpsi obat dalam
tubuh (dalam hal ini pada tubuh hewan uji). Mencit
dipilih sebagai hewan uji karena proses metabolisme
dalam tubuhnya berlangsung cepat sehingga sangat
cocok untuk dijadikan sebagai objek pengamatan.
Serta Memiliki sistem fisiologis yang mirip dengan
manusia.
• Dengan cara oral (pemberian obat melalui mulut
masuk kesaluran intestinal) digunakan jarum injeksi
yang berujung tumpul agar tidak membahayakan
bagi hewan uji.
• Dari hasil pengamatan diperoleh onset dan durasi. Onset
merupakan waktu mulai timbulnya efek setelah
pemberian obat. Durasi adalah waktu lamanya efek
sampai efek obat tersebut hilang.
• berdasarkan onsetnya pemberian obat secara oral
memiliki waktu yang paling lambat . cara oral merupakan
cara pemberian obat melalui pencernaan sehingga
prosesnya berjalan lambat.
• Cara per oral merupakan salah satu cara pemberian obat
melalui mulut. Cara ini merupakan cara pemberian obat
yang paling umum dilakukan karena mudah, aman, dan
murah. Kerugiannya adalah banyak factor yang dapat
mempengaruhi bioavailibilitasnya. Dimana
bioavailibilitasnya adalah jumlah obat dalam persen
terhadap dosis yang mencapai sirkulasi sistemik dalam
bentuk utuh maupun aktif.
• Pada praktikum ini pemberan obat secara oral
dilakukan dengan bantuan jarum suntik yang
ujungnya tumpul. Hal ini dikarenakan untuk
menghindari atau meminimalisir terjadinya infeksi
akibat luka yang disebabkan oleh jarum suntik.
Jarum suntik dimasukkan melalui mulut mencit
secara pelan-pelan melalui langit-langit kearah
belakang esophagus.
• Apabila jarum sudah masuk melalui esophagus maka
jika jarum itu didiamkan tanpa ditekan akan masuk
sendiri sampai hampir seluruh jarum masuk dalam
mulut mencit. Setelah jarum benar-benar masuk
esophagus mencit, kemudian cairan dimasukkan
sampai larutan dalam jarum suntik habis.
• Jika terasa ada hambatan mungkin melukai
saluran nafas. Maka dari itu jarum suntik harus
ditarik dan dimasukkan kembali hingga tak ada
hambatan. Jika jarum tetap dipaksa untuk masuk,
dikhawatirkan akan menyebabkan luka pada
mencit dan dapat mempengaruhi hasil percobaan.
• Berdasarkan percobaan, kondisi mencit sebelum
diinjeksi adalah sehat dan bergerak aktif.
Kemudian dilakukan penginjeksian per oral pada
mencit. Waktu onset dihitung dari saat pemberiaan
obat hingga timbulnya efek pada mencit. Dari
percobaan didapat data waktu onset mencit I dan II
adalah 2 menit 11 detik dan 1 menit 14 detik.
Sedangkan durasinya adalah 4 menit 14 detik dan
8 menit 32 detik.
• Secara teoritis pemberian peroral memiliki onset
paling lama karena obat harus melewati rute yang
panjang dan mengalami berbagai peristiwa
sebelum mencapat tempat aksinya, yaitu sistem
saraf pusat. Obat akan mengalami first pass
metabolism yaitu perubahan obat dalam proses
absorpsi sebelum memasuki sirkulasi sistemik.
• First pass effect ini dapat terjadi di lambung dan
usus berupa perusakan oleh enzim-enzim
pencernaan. Selain itu metabolisme obat di hati
juga dapat mengubah zat aktif menjadi metabolit
yang umumnya lebih tidak aktif.
Daftar Pustaka
• Anief,.2007. Farmasetika,.UGM Press:Yogyakarta.
• Priyanto. 2008. Farmakologi Dasar Edisi II. Leskonfi: Depok
• Nasif,H.,Yuned,M., dan Muchtar,H.(2013).Kajian
Penggunaan Obat Intravena di SMF Penyakit Dalam Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi.Jurnal Sains dan Teknologi
Farmasi(Vol.18 No.1 ISSN 1410-0177). Fakultas Farmasi
Universitas Andalas: Padang
• Dina, P. 2015. Laporan Akhir Praktikum Farmakologi.
https://www.academia.edu. Diakses 25 September 2019

• Pridiyanto. 2013. Laporan Resmi Praktikum Farmakologi


Eksperimental.
• https://www.academia.edu. Diakses 25 September 2019

Anda mungkin juga menyukai