Anda di halaman 1dari 39

ANALISIS KUALITATIF KANDUNGAN

MERKURI PADA KRIM PEMUTIH DARI


TOKO KOSMETIK DI KABUPATEN
BOJONEGORO

Oleh:
Mariana Dwi Anggraeni
1120160039
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
• Kosmetik telah menjadi bagian kehidupan manusia
sejak zaman dahulu. Kosmetik berasal dari kata
Yunani “kosmein” artinya berhias. Kosmetik
digunakan secara luas baik untuk kecantikan
maupun untuk kesehatan. Masyarakat di zaman
Mesir Kuno sudah memanfaatkan merkuri pada
abad ke 18. Dunia kedokteran memakai merkuri
sebagai obat sifilis, tapi sekarang semua bahan obat
dokter yang mengandung merkuri sudah
ditinggalkan karena merkuri adalah logam berat
yang berbahaya bagi kesehatan (BPOM, 2009).
• Saat ini beberapa kosmetik terutama terutama krim
pemutih wajah ditemukan mengandung logam berat.
Logam berat yang terkandung dalam kosmetik
umumnya merupakan zat pengotor (impuritis) pada
bahan dasar pembuatan kosmetik. Kandungan logam
berat dalam kadar yang berlebih dalam kosmetik baik
yang ditambahkan dengan sengaja ataupun tidak
sengaja sangat tidak dibenarkan karena logam berat
tersebut akan kontak dengan kulit secara berulang dan
apabila terabsorbsi, logam berat akan masuk ke dalam
darah dan menyerang organ-organ tubuh sehingga
menimbulkan gangguan kesehatan. Logam berat yang
perlu diwaspadai sering terkandung dalam kosmetik
adalah merkuri (Tresna, 2010).
• Kadar maksimum merkuri dalam kosmetik yang
dapat diterima yaitu 1 μg/g berdasarkan United
States Food and Drug Administration (US FDA).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 445/MENKES/PER/V/1998 tentang
Bahan, Zat Warna, Substratum, Zat Pengawet dan
Tabir Surya pada Kosmetika, raksa dan senyawanya
dilarang digunakan dalam kosmetika kecuali
fenilraksa nitrat dan tiomersal sebagai pengawet
dalam sediaan sekitar mata, maksimum 0,007%
dihitung sebagai Hg. Merkuri termasuk logam berat
berbahaya yang dalam konsentrasi kecil pun dapat
bersifat racun (BPOM, 2009).
• Penggunaan kosmetik yang mengandung
komposisi zat berbahaya terutama pada krim
pemutih wajah perlu diperhatikan. Karena
apabila digunakan dalam jangka waktu panjang
dan berlebihan dikhawatirkan dapat
membahayakan kesehatan. Maka berdasarkan
hal tersebut penulis tertarik untuk menganalisis
kandungan merkuri pada krim pemutih wajah
yang di jual di Toko Kosmetik Kabupaten
Bojonegoro tahun 2018.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada kandungan merkuri pada krim
pemutih dari toko kosmetik di kabupaten
Bojonegoro ?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui keberadaan kandungan
merkuri pada krim pemutih dari toko kosmetik
di kabupaten Bojonegoro .
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi tentang keberadaan
kandungan merkuri kepada masyarakat untuk lebih
berhati-hati dan bijak dalam memilih kosmetik dan
produk kecantikan lainnya, khususnya seperti krim
pemutih wajah.
2. Menjadi bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dan
BPOM agar dilakukan pemantauan kembali produk
kosmetik khususnya krim pemutih wajah yang beredar
di masyarakat.
3. Memberikan pengetahuan tambahan dan pengalaman
dalam menganalisis adanya kandungan merkuri pada
sediaan kosmetik bagi peneliti.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kosmetik
2.1.1 Pengertian Kosmetika
Definisi kosmetik dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 445/MenKes/Permenkes/1998
adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk
digunakan pada bagian luar badan (epidermis,
rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian
luar), gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan,
menambah daya tarik, mengubah penampakan,
melindungi supaya tetap dalam keadaan baik,
memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan
untuk mengobati atau menyembuhkan suatu
penyakit (Tranggono & Latifah, 2007).
• Kosmetika berasal dan kata kosmein (Yunani)
yang berarti berhias. Bahan yang dipakai dalam
usaha untuk mempercantik diri, dahulu diramu
dari bahan-bahan alami yang terdapat di
sekitarnya. Namun, sekarang kosmetik tidak
hanya dan bahan alami tetapi juga bahan buatan
untuk maksud meningkatkan kecantikan
(Wasitaatmadja, 2011).
2.1.2 Penggolongan Kosmetika
• Kosmetika yang beredar di pasaran sekarang ini dibuat
dengan berbagai jenis bahan dasar dan cara pengolahannya.
Menurut bahan yang digunakan dan cara pengolahannya,
kosmetika dapat dibagi menjadi 2 (dua) golongan besar yaitu
kosmetika tradisional dan kosmetika modern (Retno, 2012).
1. Kosmetika Tradisional
Kosmetika tradisional adalah kosmetika alamiah atau
kosmetika asli yang dapat dibuat sendiri langsung dari bahan-
bahan segar atau yang telah dikeringkan, buah-buahaan dan
tanam-tanaman. Cara tradisional ini merupakan kebiasaan
atau tradisi yang diwariskan turun-temurun dan leluhur atau
nenek moyang sejak dulu (Retno, 2012).
2. Kosmetika Modern
Kosmetika modem adalah kosmetik yang diproduksi secara
pabrik (laboratorium), di mana telah dicampur dengan zat-zat
kimia untuk mengawetkan kosmetika tersebut agar tahan
lama, sehingga tidak cepat rusak (Retno, 2012).
• Selain berdasarkan bahan yang digunakan dan cara
pengolahannya, kosmetika juga dapat digolongkan
berdasarkan kegunaannya bagi kulit, yaitu:
1. Kosmetik perawatan kulit (skin care cosmetic)
• Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser), misalnya
sabun, susu pembersih wajah, dan penyegar kulit (fresh ner)
• Kosmetik untuk melernbabkan kulit (mouisturizer), misalnya
mouisterizer cream, night cream.
• Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan
sunscreen foundation, sun block cream/lotion.
• Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit
(peeling), misalnya scrub cream yang berisi butiran-butiran
halus yang berfungsi sebagai pengampelas (abrasiver).
(Retno, 2012).
2. Kosmetik riasan (dekoratfatau make-up)
Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada
kulit sehingga menghasilkan penampilan yang lebih
menarik.Dalam kosmetik riasan, peran zat pewarna dan zat
pewangi sangat besar (Retno, 2012).
2.1.3 Jenis-Jenis Reaksi Negatif oleh Kosmetik
Ada beberapa reaksi negatif yang disebabkan oleh
kosmetik yang tidak aman, baik pada kulit maupun pada
sistem tubuh, antara lain (Tranggono & Latifah, 2007) :
1. Iritasi
• Reaksi langsung timbul pada pemakaian pertama
kosmetik karena salah satu atau lebih bahan yang
dikandungnya bersifat iritan.
2. Alergi
• Reaksi negatif pada kulit muncul setelah kosmetik
dipakai beberapa kali, kadang-kadang setelah bertahun-
tahun, karena kosmetik itu mengandung bahan yang
bersifat alergenik bagi seseorang meskipun mungkin
tidak bagi yang lain.
3. Fotosensitisasi
• Reaksi negatif muncul setelah kulit yang ditempeli kosmetik terkena sinar
matahari karena salah satu atau lebih dari bahan, zat pewarna atau zat
pewangi yang dikandung oleh kosmetik itu bersifat photosensitizer.
4. Jerawat (Acne)
• Beberapa kosmetik pelembab kulit (moisturizer) yang sangat berminyak
dan lengket pada kulit, seperti yang diperuntukkan bagi kulit kering di
iklim dingin, dapat menimbulkan jerawat bila digunakan pada kulit yang
berminyak, terutama di negara-negara tropis seperti Indonesia karena
kosmetik demikian cenderung menyumbat pori-pori kulit bersama kotoran
dan bakteri. Jenis kosmetik demikian disebut kosmetik aknegenik.
5. Intoksikasi
• Keracunan dapat terjadi secara lokal atau sistemik melalui penghirupan
lewat mulut dan hidung, atau lewat penyerapan via kulit, terutama jika
salah satu atau lebih bahan yang dikandung oleh kosmetik itu bersifat
toksik.
6. Penyumbatan Fisik
• Penyumbatan oleh bahan-bahan berminyak dan lengket yang ada di dalam
kosmetik tertentu, seperti pelembab (moisturizer) atau dasar bedak
(foundation) terhadap pori-pori kulit atau pori-pori kecil pada bagian-
bagian tubuh yang lain.
2.1.4 Faktor Reaksi Negatif Kosmetik pada Kulit

• Hebatnya reaksi negatif pada kulit akibat kosmetik


tergantung pada berbagai faktor, antara lain (Nater,
1983 dalam Tranggono & Latifah, 2007) :
1. Lamanya Kontak Kosmetik dengan Kulit
• Kosmetik yang dikenakan pada kulit untuk waktu lama,
misalnya pelembab dan dasar bedak lebih mudah
menimbulkan reaksi negatif daripada yang hanya
sebentar saja dikenakan pada kulit untuk kemudian
segera dihilangkan atau diangkat kembali, misalnya
sabun atau sampo yang cepat dibilas dengan air sampai
bersih.
2. Lokasi Pemakaian
• Kulit daerah sekitar mata, misalnya, lebih sensitif
terhadap kosmetik karena lebih tipis daripada kulit
bagian tubuh lainnya.
3. pH Kosmetik
• Semakin jauh beda antara pH kosmetik dan pH
fisiologis kulit (dapat jauh lebih tinggi atau jauh
lebih rendah), semakin hebat kosmetik itu
menimbulkan reaksi negatif pada kulit. Karena
itu yang terbaik adalah jika pH kosmetik
disamakan dengan pH fisiologis kulit, yaitu
antara 4,5-6,5 (disebut kosmetik dengan pH
Balanced).
4. Kosmetik yang Mengandung Gas
• Menyebabkan konsentrasi bahan aktif di dalam
kosmetik itu lebih tinggi setelah menguap.
2.2 Krim
2.2.1 Definisi Krim
• Krim (cremores) adalah bentuk sediaan
setengah padat berupa emulsi yang mengandung
satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai dan
mengandung air tidak kurang dari 60%
(Syamsuni, 2006).
• Krim juga dapat didefinisikan sebagai cairan
kental atau emulsi setengah padat baik bertipe
air dalam minyak atau minyak dalam air (Ansel,
2008).
2.2.2 Krim Pemutih Kulit

Krim pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau


bahan lainnya dengan khasiat bisa memucatkan noda hitam (coklat)
pada kulit. Tujuan penggunaannya dalam jangka waktu lama agar
dapat menghilangkan atau mengurangi hiperpigmentasi pada kulit.
Tetapi, penggunaan yang terus-menerus justru akan menimbulkan
pigmentasi dengan efek permanen (Wasitaatmadja, 1997).
Mekanisme memutihkan kulit pada krim pemutih adalah
dengan cara mencegah proses pigmentasi kulit. Senyawa-senyawa
yang terdapat dalam krim pemutih dapat memutihkan kulit dengan
salah satu atau beberapa aksi berikut (Wasitaatmadja, 1997):
• Menghancurkan melanosit secara selektif.
• Menghambat pembentukan melanosom dan mengatur struktur
melanosom tersebut.
• Menghambat biosintesis enzim tirosinase.
• Menghambat pembentukan melanin.
• Mengganggu transfer melanosom ke sel-sel keratinosit di
sekelilingnya.
• Dapat mempunyai efek kimia pada melanin atau meningkatkan
proses degradasi melanosom di sel keratinosit.
2.3 Merkuri
2.3.1 Pengertian Umum
Merkuri atau hydrargyrum (bahasa Latin :
hydrargyrum, air perak/perak cairan) adalah unsur
kimia pada tabel sistem periodik dengan simnol Hg dan
nomor atom 80 serta berat atom 200,59 g/mol, titik
beku -39˚C, dan titik didih 356,6˚C. Unsur logam
transisi dengan golongan IIB ini bewarna keperakan dan
berbentuk cair dalam suhu kamar, serta mudah
menguap. Merkuri atau Hg akan memadat pada tekanan
7.640 Atm (Sudarmo, 2014).
Kelimpahan merkuri (Hg) di bumi menempati
urutan ke-67 di antara elemen lainnya pada kerak bumi.
Merkuri jarang didapatkan dalam bentuk bebas di alam,
tetapi berupa bijih cinnabar (HgS). Untuk mendapatkan
Hg dari cinnabar, dilakukan pemanasan bijih cinnabar
di udara sehingga menghasilkan logam Hg (Widowati,
2008).
Dalam keseharian, pemakaian bahan merkuri telah
berkembang sangat luas. Merkuri digunakan dalam
bermacam-macam perindustrian, untuk peralatan-
peralatan elektris, digunakan untuk alat-alat ukur,
dalam dunia pertanian, bahan kosmetika dan keperluan
lainnya. Demikian luasnya pemakaian merkuri,
mengakibatkan semakin mudah pula organisme
mengalami keracunan merkuri (Palar, 2008).
Untuk bahan kosmetik, Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) melarang penggunaan merkuri
meskipun dengan konsentrasi kecil. Beberapa catatan
diketahui bahwa kadar merkuri dalam jaringan sebesar
0,1 – 1 ppm sudah dapat menyebabkan gangguan fungsi
tubuh
2.3.2 Jenis-jenis Merkuri
• Merkuri atau air raksa (Hg) muncul di lingkungan secara
alamiah dan berada dalam beberapa bentuk yang pada
prinsipnya dapat dibagi menjadi 3 bentuk utama yaitu
(Wahyu Widowati, 2008) :
1. Merkuri metal (Hg) merupakan logam berwama putih,
berkilau dan pada suhu kamar berada dalam bentuk
cairan.
2. Senyawa merkuri anorganik, terjadi ketika merkuri
dikombinasikan dengan elemen lain seperti klorin (Cl ),
sulfur atau oksigen. Senyawa-senyawa ini biasa disebut
garam-garam merkuri. Garam-garam merkuri anorganik
termasuk amoniak merkurik klorida dan merkuri iodide
digunakan untuk cream pemutih kulit.
3. Senyawa merkuri organik, terjadi ketika merkuri
bertemu dengan karbon atau organomerkuri. Banyak
jenis organomerkuri, tetapi yang paling populer adalah
metilmerkuri (dikenal dengan monometilmercuri)
2.3.2 Sumber Merkuri
2.3.2.1 Terdapat di Alam
Sebagai hasil tambang, merkuri dijumpai dalam
bentuk mineral HgS. Terdapat sebagai batuan dan
lapisan batuan yang terhampar di Spanyol, Itali dan
bagian Amerika, serta banyak didistribusikan
sebagai batuan, abu dan larutan (Ariens, 1993).
2.3.2.2 Hasil Aktifitas Manusia
Dalam hal ini dapat dicontohkan dari hasil
penambangan emas, dimana penambangan tersebut
mengandung bahan merkuri (Hg) yang masuk ke
aliran sungai sehingga menyebabkan air sungai
tersebut menjadi tercemar dan dapat menimbulkan
penyakit yang membahayakan kesehatan manusia
(Ariens, 1993).
2.3.3 Kegunaan Merkuri Dalam Kehidupan
• Penggunaan merkuri yang terbesar adalah dalam
industri klor-alkali, dimana produksi klorin (Cl2)
dan kaustik soda (NaOH) dengan cara elektrolisis
garam NaCl. Kedua bahan ini sangat banyak
gunanya sehingga diproduksi dalam jumlah tinggi
setiap tahun. Fungsi merkuri dalam proses ini
adalah sebagai katode dari sel elektrolisis
(Kristanto, 2002).
• Pada industri pulp dan kertas banyak digunakan
senyawa FMA (fenil merkuri asetat). Pemakaian
dari senyawa FMA bertujuan untuk mencegah
pembentukan kapur pada pulp dan kertas basah
selama proses penyimpanan. Hal ini menjadi sangat
berbahaya, karena kertas seringkali digunakan
sebagai alat pembungkus makanan (Palar, 2008).
• Beberapa senyawa merkuri anorganik digunakan sebagai
fungisida. Garam anorganik raksa, termasuk merkuri
klorida dan merkuri iodida teramoniasi, telah digunakan
dalam krim pemutih kulit. Merkuri klorida adalah agen
antiseptik atau disinfektan topikal. Dahulu, merkuri
klorida digunakan secara luas dalam produk obat
pencahar, obat cacing, dan serbuk gigi. Sejak saat itu
telah digantikan oleh agen yang lebih aman dan lebih
efektif. Bahan kimia lainnya yang mengandung merkuri
masih digunakan sebagai antibakteri. Produk tersebut
termasuk mercurochrome (mengandung sejumlah kecil
merkuri, 2%), timerosal dan fenilmerkuri nitrat, yang
digunakan dalam jumlah kecil sebagai pengawet dalam
beberapa obat resep dan obat bebas (ATSDR, 1999).
• Timerosal digunakan sebagai pengawet dalam larutan
lensa kontak lunak sedangkan fenilmerkuri nitrat
digunakan sebagai pengawet dalam sediaan tetes mata
(Rowe, Sheskey & Owen, 2006).
2.3.4 Persyaratan Kadar
• United States Food and Drug Administration
(US FDA) pada tahun 1992 menetapkan kadar
maksimum merkuri dalam kosmetik yang dapat
diterima yaitu 1 μg/g (Amponsah, 2010).
• Sedangkan menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.
445/MENKES/PER/V/1998 tentang Bahan, Zat
Warna, Substratum, Zat Pengawet dan Tabir
Surya pada Kosmetika, raksa dan senyawanya
dilarang digunakan dalam kosmetika kecuali
fenilraksa nitrat dan tiomersal sebagai pengawet
dalam sediaan sekitar mata, maksimum 0,007%,
dihitung sebagai Hg (BPOM, 2009).
2.3.5 Toksikologi Merkuri di Lingkungan

• Penggunaan merkuri di dalam industri sering mengakibatkan


pencemaran lingkungan, baik melalui air limbah maupun melalui
sistem ventilasi udara. Merkuri yang terbuang ke sungai, pantai
atau badan air di sekitar industri-industri tersebut dapat
mengkontaminasi ikan dan makhluk air lainnya, termasuk
ganggang dan tumbuhan air. Ikan-ikan dan hewan air tersebut
kemudian dikonsumsi manusia sehingga manusia terpapar merkuri
di dalam tubuhnya. (Kristanto, 2002).
• Pajanan akut terhadap uap merkuri bisa menyebabkan gejala dalam
beberapa jam berupa rasa lemah, menggigil, rasa logam, mual,
muntah, diare, batuk dan sesak napas. Pajanan kronis terhadap uap
merkuri menyebabkan toksisitas yang timbul lambat terutama
gejala neurologis yang disebut sindrom vegetatif astenik.
• Pajanan yang terus-menerus menimbulkan tremor dan perubahan
psikologis misalnya depresi, iritabilitas, rasa malu berlebihan,
insomnia, emosi labil, pelupa, bingung dan gangguan vasomotor
(perspirasi berlebihan dan kemerahan di wajah) keseluruhan gejala
ini disebut eretism (Gunawan, 2009).
2.3.6 Sifat Merkuri
Sifat-sifat kimia dan fisik merkuri membuat logam tersebut banyak
digunakan untuk keperluan kimia dan industri. Beberapa sifat
tersebut di antaranya adalah:
• Merkuri merupakan satu-satunya logam yang berwujud cair pada
suhu kamar (25oC) dan mempunyai titik beku terendah dibanding
logam lain, yaitu -39oC.
• Masih berwujud cair pada suhu 396oC. Pada temperatur 396oC ini
telah terjadi pemuaian secara menyeluruh.
• Merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan
dengan logam lain.
• Merkuri dapat larut dalam asam sulfat atau asam nitrit, tetapi tahan
terhadap basa.
• Mempunyai volatilitas yang tertinggi dari semua logam.
• Ketahanan listrik sangat rendah sehingga merupakan konduktor
terbaik dibanding semua logam lain.
• Banyak logam yang dapat larut di dalam merkuri membentuk
komponen yang disebut dengan amalgam.
• Merkuri dan komponen-komponennya bersifat racun terhadap
semua makhluk hidup (Kristanto, 2002).
2.3.7 Merkuri dalam Produk Pemutih Kulit
 Senyawa merkuri telah digunakan dengan berbagai keberhasilan
dalam mencerahkan pigmen kulit. Ion-ion merkuri diduga
menghambat sintesis melanin, pigmen hitam yang bertanggung
jawab untuk penggelapan kulit (Giunta et al., 1983 dalam
Amponsah, 2010).
 Merkuri yang diaplikasikan pada kulit akan bereaksi dengan sinar
ultraviolet dan tereoksidasi, mengarah ke pigmentasi yang lebih
banyak dan penuaan dini jika produk tersebut semakin banyak yang
digunakan untuk mengatasi munculnya noda gelap (Olumide et al.,
2008).
 Pada orang berkulit hitam, pigmentasi adalah perlindungan alami
kulit dari matahari. Setelah kulit diputihkan, ia kehilangan
pelindung alaminya, sehingga rentan terhadap kerusakan oleh sinar
matahari. Inilah alasan mengapa banyak produk pemutih
mengandung tabir surya atau berisi petunjuk yang menyarankan
orang untuk menggunakan krim pelindung sinar matahari (sun
protection creams) bersama dengan produk tersebut. Dengan
menghambat produksi melanin, kulit lebih rentan terhadap kanker
kulit (Giunta et al., 1983 dalam Amponsah, 2010).
2.3.8 Efek Negatif Penggunaan Kosmetik
Mengandung Merkuri
Pemakaian kosmetik yang mengandung Merkuri
dapat mengakibatkan :
• Dapat memperlambat pertumbuhan janin
• Mengakibatkan keguguran (kematian janin dan
mandul)
• Flek hitam pada kulit akan memucat (seakan pudar)
dan bila pemakaian dihentikan, flek itu dapat akan
timbul lagi dan bertambah parah (melebar).
• Efek rebound yaitu memberikan respon berlawanan
(kulit akan menjadi gelap/kusam saat pemakaian
kosmetik dihentikan).
• Bagi wajah yang tadinya bersih lambat laun akan
timbul flek yang sangat parah (lebar).
• Dapat mengakibatkan kanker kulit (Tresna, 2010).
2.4 Analisis Kualitatif
Metode Digesti Basah atau Destruksi Basah
• Destruksi basah adalah perombakan sampel dengan
asam-asam kuat baik tunggal maupun campuran,
kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat
oksidator. Pelarut-pelarut yang dapat digunakan untuk
destruksi basah antara lain asam nitrat, asam sulfat,
asam perklorat, dan asam klorida. (Raimon, 1993).
• Menurut Sumardi (1981: 507), metode destruksi basah
lebih baik daripada cara kering karena tidak banyak
bahan yang hilang dengan suhu pengabuan yang sangat
tinggi.
• Di samping itu destruksi dengan cara basah biasanya
dilakukan untuk memperbaiki cara kering yang biasanya
memerlukan waktu yang lama. Sifat dan karakteristik
asam pendestruksi yang sering digunakan antara lain:
1. Asam sulfat pekat sering ditambahkan ke dalam sampel
untuk mempercepat terjadinya oksidasi.
2. Campuran asam sulfat pekat dengan kalium sulfat pekat
dapat dipergunakan untuk mempercepat dekomposisi
sampel.
3. Campuran asam sulfat pekat dan asam nitrat pekat
banyak digunakan untuk mempercepat proses destruksi.
Kedua asam ini merupakan oksidator yang kuat.
4. Asam perklorat pekat dapat digunakan untuk bahan
yang sulit mengalami oksidasi, karena perklorat pekat
merupakan oksidator yang sangat kuat.
5. Aqua regia yaitu campuran asam klorida pekat dan
asam nitrat pekat dengan perbandingan volume 3:1
mampu melarutkan logam-logam mulia seperti emas
dan platina yang tidak larut dalam HCl pekat dan HNO3
pekat.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan peneltian menggunakan
desain eksperimental (true eksperimental - post test
only control group design) untuk menganalisis
kandungan merkuri (Hg) pada krim pemutih wajah
yang di jual di toko kosmetik kabupaten bojonegoro.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Universitas
Nahdlatul Ulama Sunan Giri Bojonegoro pada bulan
Oktober 2018.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Krim pemutih wajah yang beredar di toko kosmetik Kabupaten
Bojonegoro sebanyak 15 merek.
3.3.2 Sampel
Sampel yang digunakan diambil dari populasi berdasarkan rumus
kuota sampling sebanyak 5 merek.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Pengumpulan data ini diperoleh dengan cara observasi langsung ke
tempat penjualan produk krim pemutih wajah yaitu di Toko
Kosmetik kabupaten Bojonegoro, kemudian diperiksa di
Laboratorium Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri Bojonegoro
untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan merkuri (Hg) pada
produk krim pemutih wajah tersebut.
Hasil uii dengan metode reaksi warna.
3.4.2 Data Sekunder
Komposisi yang ada disediaan kosmetik

Buku dan Literatur-literatur yang berhubungan dan mendukung


penelitian yang sedang dilakukan.
3.5 Alat dan Bahan Penelitian
3.5.1 Alat :
• Erlenmeyer
• Gelas Kimia
• Labu Ukur
• Corong
• Pipet Volume
• Pipet Tetes
• Batang Pengaduk
• Kertas Saring Whatman No.41
• Alluminiumfoil
• Timbangan Analitik
3.5.2 Bahan :
• Asam Klorida (HCl)
• Asam Nitrat (HNO3)
• NaOH
• KI
• Aquades
• Sampel Krim Pemutih Wajah
3.6 Prosedur Penelitian
3.6.1 Pengambilan Sampel
• Sampel penelitian yang diambil adalah krim
pemutih wajah yang beredar di toko kosmetik
kabupaten bojonegoro. Teknik pengambilan sampel
dilakukan dengan random sampling atau secara
acak diambil sebanyak 5 merek. Selanjutnya
dilakukan pendataan sampel, dan pemerian
meliputi bentuk, warna, dan bau.
3.6.2 Prosedur Uji Kualitatif
1. Pembuatan Larutan KI 0,5 N
• Kalium iodida diambil sebanyak 2 gram, kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL dan
ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL, serta
digojok hingga homogen.
2. Pembuatan Larutan Aqua Regia
• HCl pekat diambil sebanyak 75 mL, kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
ditambahkan dengan HNO3 pekat sebanyak 25 mL
(perbandingan volume 3:1)
3. Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah
• Ditimbang sebanyak 2 g sampel. Tambahkan air
sebanyak 25 mL, setelah itu tambahkan dengan 10 mL
larutan aqua regia, lalu uapkan sampai hampir kering.
Pada sisa penguapan tambahkan aquadest sebanyak 10
mL. Lalu dipanaskan sebentar, didinginkan dan
disaring.
4. Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna
Menggunakan Pereaksi KI
• Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes
larutan Kalium Iodida 0,5 N perlahan melalui
dinding tabung reaksi. Jika sampel positif
mengandung merkuri maka akan terbentuk
endapan merah jingga. Sampel mengandung
merkuri berupa merkurium (II) iodida. Dilakukan
replikasi sebanyak tiga kali.
5. Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna
Menggunakan Pereaksi NaOH
• Sejumlah 2 mL larutan uji dimasukkan kedalam
tabung reaksi ditambahkan 1-2 tetes larutan NaOH,
apabila terbentuk endapan kuning maka sampel
mengandung merkuri berupa merkurium (II)
oksida. Dilakukan replikasi sebanyak tiga kali.
3.7 Defenisi Operasional Penelitian
Adapun definisi operasional dalam penelitian ini
adalah seperti dijelaskan sebagai berikut :

2. Krim pemutih adalah sediaan berbentuk


setengah padat yang mengandung satu atau
lebih bahan kosmetik terlarut dan terdispersi
dalam bahan dasar yang sesuai, berupa emulsi
kental yang mengandung tidak kurang 60% air
ditujukan untuk pemakaian luar.
3. Merkuri (Hg) adalah logam berat berbentuk
cair, berwarna putih perak, serta mudah
menguap pada suhu ruangan.
DAFTAR PUSTAKA
• Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR), 1999.
Toxicological profiles for mercurine. USA: U.S. Departement of
Health and Human Services, Public Health Service, Atlanta,
Georgia.
• Al-Saleh, I. dan Al-Doush, I., 1997. Mercury content in skin
lightening creams and potential hazards to the health of Saudi
women. J Toxicol Environ Hlth, 51:123-130.
• Amponsah, Doreen. 2010. Levels of Mercury and Hydroquinone in
Some Skin- Lightening Creams and Their Potential Risk to the
Health of Consumers in Ghana. Faculty of Physical Science, Kwame
Nkrumah University of Science and Technology.
• Ansel, Howard C., 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.
Jakarta : UI-Press.
• Ariens, E. J., 1993. Toksikologi Umum. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
• Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2009. Kosmetik Mengandung
Bahan Berbahaya dan Zat Warna Yang Dilarang. Public Warning
No. KH.00.01.43.2503, 11 Juni 2009.

Anda mungkin juga menyukai