Anda di halaman 1dari 9

d

i
s
u
s
u
n
Oleh;

Kelompok I
Cut Desrina Rizka
Cut Ismanila Sukma
Darmilah Tusadah
Desi Permata Sari
Desi Yuliastika

1. Tujuan

: Mengenal, menpraktekkan dan membandingkan cara-cara pemberian obat


terhadap kecepatan absorpsi, menggunakan data farmakologi sebagai tolak
ukurnya.

2. Landasan teori :
Farmakologi merupakan sifat dari mekanisme kerja obat pada sistem tubuh termasuk
menentukan toksisitasnya. Jalur pemakaian obat yang meliputi secara oral, rektal, dan parenteral
serta yang lainnya harus ditentukan dan ditetapkan petunjuk tentang dosis-dosis yang dianjurkan
bagi pasien dalam berbagai umur, berat dan status penyakitnya serta teknik penggunaannya atau
petunjuk pemakaiannya.
Bentuk sediaan dan cara pemberian merupakan penentu dalam memaksimalkan proses
absorbsi obat oleh tubuh karena keduanya sangat menentukan efek biologis suatu obat seperti
absorpsi, kecepatan absorpsi dan bioavailabilitas (total obat yang dapat diserap), cepat atau
lambatnya obat mulai bekerja (onset of action), lamanya obat bekerja (duration of action),
intensitas kerja obat, respons farmakologik yang dicapai serta dosis yang tepat untuk memberikan
respons tertentu.
Obat sebaiknya dapat mencapai reseptor kerja yang diinginkan setelah diberikan melalui
rute tertentu yang nyaman dan aman seperti suatu obat yang memungkinan diberikan secara
intravena dan diedarkan di dalam darah langsung dengan harapan dapat menimbulkan efek yang
relatif lebih cepat dan bermanfaat.
Selain pemberian topikal untuk mendapatkan efek lokal pada kulit atau membran mukosa,
penggunaan suatu obat hampir selalu melibatkan transfer obat ke dalam aliran darah. Tetapi,
meskipun tempat kerja obat tersebut berbeda-beda, namun bisa saja terjadi absorpsi ke dalam
aliran darah dan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Absorpsi ke dalam darah
dipengaruhi secara bermakna oleh cara pemberian (Katzung, 1986).
Cara-cara pemberian obat untuk mendapatkan efek terapeutik yang sesuai adalah sebagai
berikut:
Cara/bentuk sediaan parenteral
a.

Intravena (IV) (Tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam vena, onset of
action cepat, efisien, bioavailabilitas 100 %, baik untuk obat yang menyebabkan iritasi kalau
diberikan dengan cara lain, biasanya berupa infus kontinu untuk obat yang waktu-paruhnya
(t1/2) pendek) (Joenoes, 2002).

b. Intramuskular (IM) (Onset of action bervariasi, berupa larutan dalam air yang lebih cepat
diabsorpsi daripada obat berupa larutan dalam minyak, dan juga obat dalam sediaan suspensi,
kemudian memiliki kecepatan penyerapan obat yang sangat tergantung pada besar kecilnya

partikel yang tersuspensi: semakin kecil partikel, semakin cepat proses absorpsi) (Joenoes,
2002).
c.

Subkutan (SC) (Onset of action lebih cepat daripada sediaan suspensi, determinan dari
kecepatan absorpsi ialah total luas permukaan dimana terjadi penyerapan, menyebabkan
konstriksi pembuluh darah lokal sehingga difusi obat tertahan/diperlama, obat dapat
dipercepat

dengan

menambahkan

hyaluronidase,

suatu

enzim

yang

memecah

mukopolisakarida dari matriks jaringan) (Joenoes, 2002).


d. Intratekal (berkemampuan untuk mempercepat efek obat setempat pada selaput otak atau
sumbu serebrospinal, seperti pengobatan infeksi SSP yang akut) (Anonim, 1995).
e.

Intraperitonel (IP) tidak dilakukan pada manusia karena bahaya (Anonim, 1995).
Pemberian obat per oral merupakan pemberian obat paling umum dilakukan karena relatif
mudah dan praktis serta murah. Kerugiannya ialah banyak faktor dapat mempengaruhi
bioavailabilitasnya (faktor obat, faktor penderita, interaksi dalam absorpsi di saluran cerna)
(Ansel, 1989).
Lidokain (Xylocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang digunakan secara luas dengan

pemberian topikal dan suntikan. Tiap ml mengandung : 2 (Dietilamino) N (2,6 dimetilfenil)


asetamida hidroklorida. Obat anestesi lokal sintetis yang pertama adalah derivat ester, yaitu
prokain, diperkenalkan oleh Einhorn pada tahun 1905. Lidokain disintesa sebagai obat anestesi
lokal amida oleh Lofgren pada tahun 1943. Ia menimbulkan hambatan hantaran yang lebih cepat,
lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Lidokain
merupakan aminoetilamid. Tidak seperti prokain, lidokain efektif digunakan secara topikal dan
merupakan obat antidisritmik jantung dengan kemanjuran yang tinggi. Untuk alasan ini, lidokain
merupakan standar pembanding semua obat anestesi lokal yang lain.
Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dapat melewati sawar darah otak. Sekitar
70% (55-95%) lidokain dalam plasma terikat protein, hampir semuanya dengan 1 acid
glycoprotein. Kadar protein ini dapat meningkat pada karsinoma, trauma, infark miokard, merokok
dan uremia, ataupun dapat menurun pada penggunaan pil kontrasepsi. Perubahan kadar protein ini
dapat mengakibatkan perubahan jumlah lidokain yang dibawa ke hepar untuk dimetabolisme,
sehingga akan mempengaruhi toksisitas sistemiknya.
Jalur metabolik utama lidokain di dalam hepar (retikulum endoplasma), mengalami dealkilasi
oleh enzim oksidase fungsi ganda (mixed-function oxidases) membentuk monoetilglisin xilidid
dan glisin xilidid, yang kemudian dapat dimetabolisme lebih lanjut menjadi monoetilglisin dan
xilidid. Kedua metabolit monoetilglisin xilidid maupun glisin xilidid ternyata masih memiliki efek
anestetik lokal. Monoetilglisin xilidid mempunyai kira-kira 80% aktifitas lidokain dalam

melindungi dari disritmia jantung pada percobaan binatang. Metabolit ini mempunyai t1/2
eliminasi panjang yang menerangkan kemanjurannya dalam mengontrol disritmia jantung sesudah
infus lidokain dihentikan. Xilidid hanya mempunyai kira-kira 10% aktifitas anti disritmia jantung
pada lidokain. Pada manusia, 75% dari xilidid akan diekskresi bersama urin dalam bentuk
metabolit akhir 4 hidroksi 2 6 dimetil anilin.
Farmakodinamika dari lidokain adalah untuk menghalangi hantaran system saraf tepi.namun,
lidokain juga mempunyai efek penting pada sistem saraf pusat, ganglia otonom, sambungan saraf
otot dan semua jenis serabut otot.

3. Alat & Bahan


3.1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah :
Spuit injeksi dan jarum 1ml
Jarum berujung tumpul ( untuk per oral)
Sarung tangan
Stop watch
Timbangan
Labu tentukur

3.2.

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikm ini adalah :

3.3.

Lidokain
Larutan kontrol NaCl 0.9%
Alkohol 70%
Hewan uji : Mencit

Posedur kerja
Mencit ditimbang

dan diperhitungkan volume sampel yang akan diberikan

dengan volume 0.18. ml dan 22.17 gram BB (mencit).

Larutan diberikan dengan kadar yang telah sebelumnya dihitung.


Sampel diberikan pada mencit sesuai dengan

(kelompok 1 subkutan ).
dimasukkan sampai di bawah kulit pada tenggkuk mencit dengan jarum
injeksi.

4. DATA HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Perhitungan

Perhitungannya : kelompok mencit subkutan(Lidokain)


Berat badan mencit 22,17 gram

masing-masing kelompok.

Lidokain sebagai anastesi 3-4 mg/kg BB

Pada manusia 70kg


>> 3,5 mg x 70 kg = 245 mg/ 70 kg BB
Konversi ke mencit 20 g BB
>> 0,0026 x 245 mg = 0,637 mg
Sediaan yang tersedia 20 mg/ml @2ml
>> 40 mg/2 ml = 0,637 mg/x
x = 0,03 ml/ 20 g BB (mencit)
Dilakukan pengenceran
Pemberian yang diinginkan 0,1 ml/20 g BB
0,1ml
0,03

= 3x

V1 . N1 = V2. N2
2 ml . 20 mg/ml = 10 ml . N2
N2 = 40 mg/10 ml
40 mg
10 ml

0,637 mg
x

X = 0,16 ml/20 g BB
volume pemberian mencit standar
berat badan mencit standar
20 g
22,17 g

X =

volume pemberian mencit uji


berat badan mencit uji
0,16 ml
x

3,54 ml
20

X = 0,177 ml ~ 0,18 ml

4.2.
Kel

Tabel pengumpulan data hasil percobaan :

Perlakuan

Control

No
Mencit

Berat

Vol.

Waktu

Waktu

Onset

Durasi

(gr)

Penberian

tidur

bangun

(mnt)

(mnt)

(ml)

(jam)

(jam)

0,2

11.13

11.21

38,27

Oral

24,18

0,19

11.14

11.30

10

16

I.p

29,65

0,24

11.15

11.35

15

I.m

28,9

0,04

11.20

11.45

25

I.v

36,80

0,3

11.12

11.16

10

Sc

22,17

0,18

11.16

11.21

11

Onset

= waktu tidur waktu pemberian obat


= 11.05 11.16
= 11 menit

Durasi

= waktu bangun waktu tidur


= 11.21 11.16
= 5 menit

4.3.

Grafik pengumpulan data hasil percobaan :

25
20
15
Onset

10

Durasi
5
0
kontrol(Iv)

4.4.

Oral

IP

IM

IV

SC

PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengenal, mempraktikan, dan


membandingkan cara-cara pemberian obat terhadap kecepatan absorbsi obat. Masingmasing cara pemberian memiliki keuntungan dan manfaat tertentu. Suatu senyawa obat
mungkin efektif jika diberikan dengan cara tertentu namun kurang efektif dengan cara
lain. Perbedaan ini akan berefek pada kecepatan absorbsi yang berpengaruh pada
efektifitas obat.
Pemberian obat pada hewan uji yaitu pertama melalui cara oral, intravena, subkutan,
intraperitoneal, dan intramuscular. Dengan cara oral (pemberian obat melalui mulut
masuk kesaluran intestinal) digunakan jarum injeksi yang berujung tumpul agar tidak
membahayakan bagi hewan uji. Kedua, pemberian obat dilakukan dengan cara intravena
yaitu dengan menyuntikkan obat pada daerah ekor (terdapat vena lateralis yang mudah
dilihat dan dapat membuat obat langsung masuk kepembuluh darah). Ketiga, yaitu
dengan cara subkutan (cara injeksi obat melalui tengkuk hewan uji tepatnya injeksi
dilakukan dibawah kulit). Keempat dengan cara intraperitoneal (injeksi yang dilakukan
pada rongga perut. Cara ini jarang digunakan karena rentan menyebabkan infeksi). Yang
kelima atau yang terkhir adalah dengan cara intramuscular yaitu dengan menyuntikkan
obat pada daerah yang berotot seperti paha atau lengan atas.

Dosis obat yang diberikan yaitu 3,5 mg/kgBB hewan uji. Untuk data kelompok,
volume injeksi untuk control, oral, intraperitoneal, intra muscular, intravena dan subkutan
secara berturut-turut adalah 0,2 ml; 0,19 ml; 0,24 ml; 0,04 ml; 0,3 ml dan 0,18 ml.
Perhitungan volume injeksi yang diberikan berdasarkan berat badan tiap hewan uji
sehingga diperoleh hasil yang berbeda.
Dari hasil pengamatan kelompok-kelompok, diperoleh onset dan durasi yang berbeda.
Onset merupakan waktu mulai timbulnya efek setelah pemberian obat. Durasi adalah
waktu lamanya efek sampai efek obat tersebut hilang. Dari pengamatan kelompok
berdasarkan onsetnya, injeksi dengan cara intramuscular memiliki waktu yang tercepat
dan yang paling lambat adalah Subkutan. Berdasarkan teori cara intravena merupakan
cara pemberian obat yang reaksinya paling cepat dan yang paling lambat adalah cara oral.
Cara intravena yaitu cara pemberian obat langsung masuk kepembuluh darah, sehingga
cara ini tentu saja lebih cepat memberikan efek karena tidak melalui proses absorbsi dulu
untuk masuk kesistem sistemik dari pada cara-cara injeksi yang lain. Sedangkan cara oral
merupakan cara pemberian obat melalui pencernaan sehingga prosesnya berjalan lambat.
Namun seperti kita lihat pada data, terjadi penyimpangan hal ini disebabkan oleh
beberapa factor seperti hewan uji dalam keadaan stress, kesalahan dalam penyuntikan dan
sebagainya.
5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini antara lain :
a.

Efek biologis suatu obat termasuk cepat lambatnya obat mulai bekerja (onsef of action)

dipengaruhi oleh cara pemberiannya.


b. Cara pemberian obat berpengaruh terhadap proses absorpsi suatu obat oleh tubuh.

c.

Dosis obat juga sangat berpengaruh bagi kelangsungan cepat bekerjanya obat tersebut.

Apabila dosis yang diberikan itu kurang maka obat akan lama sekali menimbulkan efek, adapun
dosis terlalu banyak akan cepat berefek atau menimbulkan overdosis yang sangat berbahaya bagi
tubuh.

d. Dari pengamatan kelompok berdasarkan onsetnya, injeksi dengan cara intramuscular

memiliki waktu yang tercepat dan yang paling lambat adalah Subkutan. Namun
Berdasarkan teori cara intravena merupakan cara pemberian obat yang reaksinya paling
cepat dan yang paling lambat adalah cara oral.

5.2.

SARAN

Dalam pelaksanaan praktikum diharapkan praktikan teliti pada saat perhitungan,


pemberian, dan penyuntikan terhadap hewan uji. hal ini bertujuan agar mahasiswa
dapat memahami pengaruh rute pemberian terhadap absorpsi obat.

Anda mungkin juga menyukai