Disusun Oleh:
Kelompok 6
1. Siti Mariyah 170106045
2. Sri Handayani 170706046
3. Tias Kurniawati 170106047
4. Widya Dwi A 170106048
5. Yunita Rahmawati N 170106050
6. Zachra Noval D 170106051
2020
UJI BIOEKUIVALENSI OBAT
I. TUJUAN
1.1 Menentukan status bioekivalensi dari suatu produk obat yang diuji.
1.2 Merancang penelitian uji bioavailabilitas dan bioekivalensi suatu produk obat.
T Kadar AUC
ln
AUC (Jam) (µg/ml) ln
Injeksi
intravena
0 0
1,365 0,5 5,46 1,697449 0,424362
Diketahui dosis emulsi oral (uji) sebanyak 2 sendok teh (10 mL) dengan
keterangan 50 mg/mL. Jadi dosis yang akan digunakan sebanyak 500 mg.
Sedangkan dosis injeksi intravena (standar) debanyak 2 mL.dengan
keterangan 100 mg/mL. Jadi dosis yang digunakan sebanyak 200 mg. Maka
dihasilkan bioavailabilitas relatifnya adalah sebagai berikut:
Time 0,5
[0,725] 200 mg
F = x x 100 %
[1,365] 500 mg
= 0,531 x 0,4 x 100% = 21,24 %
Time 1
[2,3225] 200 mg
F = x x 100 %
[2,5575] 500 mg
= 0,908 x 0,4 x 100% = 36,32 %
Time 1,5
[3,76] 200 mg
F = x x 100 %
[2,235] 500 mg
= 1,68 x 0,4 x 100% = 67,2%
Time 2
[4,6525] 200 mg
F = x x 100 %
[1,955] 500 mg
= 2,37 x 0,4 x 100% = 94,8 %
Time 3
[8,77] 200 mg
F = x x 100 %
[3,225] 500 mg
= 2,71 x 0,4 x 100% = 108,4 %
Time 4
[6,665] 200 mg
F = x x 100 %
[2,48] 500 mg
= 2,6875 x 0,4 x 100% = 107,5 %
Time 6
[9,09] 200 mg
F = x x 100 %
[3,47] 500 mg
= 2,61 x 0,4 x 100% = 104,4 %
Time 8
[5,4] 200 mg
F = x x 100 %
[2,12] 500 mg
= 2,54 x 0,4 x 100% = 101,6 %
∑ F 1-8 =
21,24 %+ 36,32% +67,2 %+ 94,8 %+108,4 % +107,5 %+104,4 %+101,6 %
8
641,46 %
= = 80,18%
8
2. Nyatakan status bioekivalensi dari ketiga sediaan tablet uji (A, B, C)
terhadap sediaan standar (STD) dengan data sebagai berikut:
AUC (µg/ml.jam)
Sukarelawan
Tablet A Tablet B Tablet C Tablet STD
1 14.25 19.25 9.75 15.95
2 20.35 20.15 10.75 19.15
3 19.15 17.65 14.75 19.45
4 13.35 20.45 13.25 18.55
5 13.65 17.45 10.55 17.35
6 18.05 17.55 8.45 16.65
7 12.55 17.35 14.65 18.05
8 15.95 17.05 11.55 17.65
Kapsul A
14,25 200 mg
1. F = x x 100 % = 35,7 %
15,95 500 mg
20,35 200 mg
2. F = x x 100 % = 42,5 %
19,15 500 mg
19,15 200 mg
3. F = x x 100 % = 39,3 %
19,45 500 mg
13,35 200 mg
4. F = x x 100 % = 28,7 %
18,55 500 mg
13,65 200 mg
5. F = x x 100 % = 31,4 %
17,35 500 mg
18,05 200 mg
6. F = x x 100 % = 43,3 %
16,65 500 mg
12,55 200 mg
7. F = x x 100 % = 27,8 %
18,05 500 mg
15,95 200 mg
8. F = x x 100 % = 36,1%
17,65 500 mg
∑F1-8 =
35,7 %+ 42,5 %+39,3 % +28,7 %+ 31,4 %+ 43,3 %+ 27,8 %+36,1 %
8
284,8 %
= = 35,6%
8
Kapsul B
19,25 200 mg
1. F = x x 100 % = 48,2 %
15,95 500 mg
20,15 200 mg
2. F = x x 100 % = 42,0 %
19,15 500 mg
17,65 200 mg
3. F = x x 100 % = 36,3 %
19,45 500 mg
20,45 200 mg
4. F = x x 100 % = 44,0 %
18,55 500 mg
17,45 200 mg
5. F = x x 100 % = 40,2 %
17,35 500 mg
17,55 200 mg
6. F = x x 100 % = 42,1 %
16,65 500 mg
17,35 200 mg
7. F = x x 100 % = 38,4 %
18,05 500 mg
17,05 200 mg
8. F = x x 100 % = 38,6 %
17,65 500 mg
∑F1-8 =
48,2 %+ 42 %+36,3 % +44 %+ 40,2% +42,1 % +38,4 % +38,6 %
8
329,8 %
= = 41,2%
8
Kapsul C
9,75 200 mg
1. F = x x 100 % = 24.4 %
15,95 500 mg
10,75 200 mg
2. F = x x 100 % = 22,4 %
19,15 500 mg
14,75 200 mg
3. F = x x 100 % = 30,3 %
19,45 500 mg
13,25 200 mg
4. F = x x 100 % = 28,5 %
18,55 500 mg
10,55 200 mg
5. F = x x 100 % = 24,3 %
17,35 500 mg
8,45 200 mg
6. F = x x 100 % = 20,3 %
16,65 500 mg
14,65 200 mg
7. F = x x 100 % = 32,4 %
18,05 500 mg
11,55 200 mg
8. F = x x 100 % = 26,0 %
17,65 500 mg
∑F1-8 =
24,4 %+ 22,4 %+ 30,3 %+28,5 %+ 24,3 %+20,3 % +32,4 % +26 %
8
208,6 %
= = 26,1%
8
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan studi uji bioavailabilitas dan bioekivalensi.
Bioavailabilitas menyatakan jumlah obat dalam persen terhadap dosis, yang
mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh atau aktif. Gambaran
kecepatan obat yang terabsorbsi pada tempat obat bekerja dilihat dari tinggi
atau rendahnya bioavailabilitas obat. Obat yang terabsorbsi sempurna
dinyatakan memiliki bioavailabilitas yang tinggi. Bioavailabilitas adalah
kecepatan dan jumlah zat aktif yang terkandung dalam suatu sediaan yang
lepas dan mencapai sirkulasi sistemik. Bioavailabilitas merupakan suatu istilah
yang menyatakan jumlah/proporsi (exetent) obat yang diabsorpsi dan
kecepatan (rate) yang diabsorpsi itu terjadi. Extent biasanya dinyatakan dalam
F. Hal ini biasanya diukur dari perkembangan kadar obat (zat aktif) atau
metabolit aktifnya dalam darah dan eksresinya dalam urin terhadap waktu.
Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa suatu
obat yang akan beredar di pasar telah melewati serangkaian pengujian antara
lain untuk membuktikan bahwa obat tersebut memiliki khasiat seperti yang di
harapkan, aman digunakan dan tidak menimbulkan efek negatif yang tidak
diinginkan dengan proses produksi yang telah distandarisasi. Biasanya uji
bioekivalensi ini dilakukan untuk pada obat generik agar dapat dipastikan
apabila obat tersebut beredar di masyarakat memenuhi syarat bioekivalen.
Artinya, ketika seseorang mengkonsumsi suatu obat, baik yang berupa produk
orisinil maupun generiknya, maka pasien akan mendapat efek yang sama.
Studi bioekivalensi obat ini penting dilakukan karena pada kenyataannya, obat
tidak hanya terdiri dari zat berkhasiat saja, melainkan ditambahkan dengan
bahan-bahan lain, selain itu adnya perbedaan dalam proses pembuatan juga
akan mempengaruhi suatu obat sehingga pengujian ini harus dilakukan untuk
mengetahui apakah obat yang di buat memiliki khasiat yang sama dengan obat
standarnya.
Bioavailabilitas atau ketersediaan hayati yaitu jumlah dan kecepatan zat
aktif obat tersebut mencapai sirkulasi sistemik, jumlah obat diukur dari kadar
dalam darah atau urin dengan parameter farmakokinetik area under curve
(AUC) yaitu luas di bawah kurva obat terhadap waktu. Bioavailabilitas obat
dapat dinilai dengan menggunakan data darah maupun data urin, tergantung
pada tujuan studi, metode penetapan kadar obat maupun sifat produk obat
yang akan diuji. Istilah bioekuivalensi berhubungan dengan istilah
bioavailabilitas, yaitu suatu respon terapetik yang ditetapkan dari suatu produk
obat terhadap produk obat lainnya. Dua produk obat dikatakan bioekuivalensi
jika keduanya diberikan dengan dosis molar yang sama menghasilkan efek
terapetik yang sama.
Pengujian ini dilakukan dengan adanya objek percobaan yaitu manusia
(sukarelawan) diberikan obat uji dan obat standar dalam waktu yang tidak
bersamaan. Kemudian sampel darahnya di ambil dan di ukur. Selanjutnya,
hasil pengukuran dari kedua sampel yaitu obat uji dan obat standanya di
bandingkan. Apabila hasilnya sama maka obat uji tersebut dapat dinyatakan
bioekivalen dengan obat orisinilnya dan tentunya akan memberikan efek yang
sama saat digunakan.
Pada pengujian pertama dilakukan perhitungan BA absolut (F) suatu
sediaan obat berupa suspense oral (uji) konsentrasi zat aktif 50 mg/mL,
dibandingkan dengan intravena (standar) konsentrasi zat aktif 100 mg/mL
dmn dosis yang diberikan untuk suspense oral adalah 2 sendok teh sedangkan
dosis intravena adalah 2 mL. Pertama dilakukan perhitungan AUC pada
sediaan emulsi oral dan injeksi intravena. Selanjutnya dilakukan perhitungan
ln. dari data yang telah diperoleh dapat diketahui bioavailabilitas relatif
dengan melakukan perhitungan:
[ AUC uji ] dosis STD
Bioavaibilitas Relatif (Frel) = X x 100 %
[ AUCSTD ] dosisuji
Dan didapatkan BA obat yang diujikan adalah 80,18% hasil ini masih
cukup baik karena ketersediaan dalam darah masih tinggi. Persyaratan yang
ditentukan untuk bioavailabilitas relatif sesuai literatur yaitu Frel dapat lebih
dari 100%.
Pengujian selanjutnya dilakukan uji bioekivalensi terhadap 3 kapsul uji
yang dibandingkan dengan standarnya, uji ini dilakukan untuk memastikan
obat yang di ujikan memiliki efek yang sama dengan obat standarnya.
Pengujian ini dilakukan terhadap 8 orang sukarelawan yang di berikan obat uji
dan obat standar pada waktu yang tidak bersamaan kemudian di ambil sampel
nya dan di ukur kadarnya. Analisis dilakukan dengan perhitungan AUC obat
uji dan obat standar dari setiap sukarelawan, kemudian di hitung nilai F nya, F
menyatakan nilai kadar obat yang diabsorpsi dengan melakukan perhitungan:
[ AUC uji] dosis iv
Bioavaibilitas absolut (FABS) = X x 100 %
[ AUCiv ] dosis uji
Nilai FABS yang baik suatu obat adalah berada pada rentang 0-100% ,
didapatkan nilai FABS rata-rata untuk kapsul A adalah 35,6%, kapsul B adalah
41,2% , kapsul C adalah 26,1%. Maka dapat disimpulkan bawa ketiga kapsul
ini memenuhi kriteria FABS yang baik karena hasil ketiganya menunjukan
rentang 0-100%.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan hayati suatu obat
atau diantaranya adalah:
a. Faktor Pengelola Obat
Pengelolaan persediaan merupakan suatu aktivitas
mempertahankan jumlah persediaan pada tingkat yang dikehendaki.
Pengelolaan persediaan yang baik merupakan salah satu faktor
keberhasilan suatu perusahaan untuk melayani kebutuhan konsumen
dalam menghasilkan suatu produk layanan yang berkualitas dan tepat
waktu. Permasalahan tidak tepatnya waktu kedatangan barang yang telah
dijadwalkan dapat membuat suatu kepanikan apabila stok persediaan
habis, sebaliknya kelebihan persediaan menimbulkan biaya tambahan
seperti biaya keamanan, biaya gudang, resiko penyusutan yang kerap kali
kurang diperhatikan pihak manajemen (Dwiningsih, 2007).
Adapun siklus manajemen obat sebagai berikut:
1. Selection (seleksi)
Selection merupakan proses di mana menetapkan jenis sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
kebutuhan sesuai dengan yang ada di e-catalog. Tujuan utama proses
seleksi adalah untuk menghindari obat yang tidak memiliki nilai
terapetik, mengurangi jumlah dan jenis obat serta meningkatkan
efisiensi obat yang tersedia (Quick et all, 2012).
2. Procurement (Perencanaan dan Pengadaan)
Procurement merupakan proses yang terdiri dari perencanaan dan
pengadaan perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan
anggaran dari rumah sakit. Perencanaan digunakan untuk
menentukan jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan
pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat
jumlah, tepat waktu dan efisien (Armen dan Azwar, 2013).
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan harus menjamin
ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang
terjangkau dan sesuai standar mutu. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai antara lain:
VII. KESIMPULAN
VII.1 Nilai Fabs rata-rata untuk kapsul A adalah 35,6%, kapsul B adalah
41,2% dan kapsul C adalah 26,1%. Ketiga kapsul ini memenuhi kriteria
Fabs yang baik karena hasil dari ketiganya menunjukan rentang 0-100%.
BA sediaan obat yang diujikan dengan standar didapatkan hasil yang
cukup baik karena ketersediaan dalam darah masih tinggi yaitu 80,18%.
VII.2 Uji bioavaibilitas dan bioekivalensi dapat dirancang untuk
memastikan suatu obat memiliki kualitas yang baik dan memiliki efek
yang sama sesuai dengan obat standarnya bila diberikan pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Permenkes RI. 2014. Tentang Petunjuk Teknis Sistem Indonesia Case Base Goups
(INA-CBGs), Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27
tahun 2014. Menteri Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.
Prawitasari, D. 2001. Pengaruh Ketersediaan Obat terhadap Pola Penggunaan
Obat pada Lima Penyakit di Puskesmas Kota Palangkaraya. Universitas
Gajah Mada: Yogyakarta.
Shargel, L. dan B.C. Andrew. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan.
Airlangga University Press: Surabaya.
Stoklosa MJ, Ansel HC, 1991. Pharmaceutical Calcutations 9th. Lea & Febiger:
London.
Quick JD. Hume, M.L, Raukin J.R., Laing, RO., O’Conner RW. 1997. Managing
Drug Supply the Selection, Procurement, Distribution, and Use of
Pharmaceutical. Second edition. Revised and Expaded. Kumarian Press:
West Hartford.
Quick, JD. Hume, M.L, Raukin J.R., Laing, RO., O’Connor, R.W. 2012.
Managing Drug Supply, 2nd, Revised and Expanded. Kumarin Press: West
Hartford.