Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TABLET BUKAL DAN SUBLINGUAL

Disusun Oleh :
1. Nanda Nurhaliza 170106032
2. Ramdhan Aresta P 170106037
3. Sintia 170106044
4. Siti Mariyah 170106045
5. Widya Dwi Apriyani 170106048
6. Yunita Rahmawati N 170106050

Kelompok 4B

PROGRAM STUDI FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANDUNG


2019
LATAR BELAKANG

Assalamu’alikum Wr. Wb.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bandung, 30 Desember 2019

Hormat kami

i
DAFTAR ISI

LATAR BELAKANG....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................3
2.1 Tablet..............................................................................................................3
2.2 Tablet Sublingual dan Bukal...........................................................................4
BAB III
ISI..................................................................................................................................6
3.1 Definisi Tablet Sublingual dan Bukal.............................................................6
3.3 Formulasi Tablet Sublingual dan Bukal.........................................................7
3.4 Pembuatan Tablet............................................................................................9
BAB IV
PENUTUP...................................................................................................................13
4.1 Kesimpulan...................................................................................................13
4.2 Saran.............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai
dalam mendiagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencegah penyakit pada
manusia atau hewan (Ansel, 1989). Obat dapat berupa bahan tunggal maupun
campuran (Syamsuni, 2006).
Selama ini obat dalam pelayanan kesehatan selalu disebut sebagai unsur
penunjang, hampir 80% pelayanan kesehatan diintervensi dengan obat. Saat ini
beberapa jenis obat yang lazim digunakan dalam masyarakat seperti pil, tablet,
kapsul, serbuk, sirup, suspensi ataupun emulsi sudah tak lagi menjadi suatu hal baru.
Namun apabila pemakaian obat harus secara oral dalam bentuk kering, maka bentuk
tablet yang paling sering digunakan.
Tablet efektif memberikan kenyamanan dan kemantapan dalam penanganan,
penegnalan dan pemakaian oleh pasien. Dari sudut pandang farmasetika tablet
(sediaan padat)  lebih stabil daripada bentuk cair, sehingga lebih cocok untuk obat –
obat yang kurang stabil (Ansel, 1989).
Jenis-jenis tablet sangat beragam, diantaranya tablet kompresi, tablet salut,
tablet kunyah, dan lain-lain. Ada juga yang dinamakan tablet sublingual dan bukal.
Penggunaan  kedua tablet ini yaitu dengan cara meletakkan tablet di antara gusi dan
pipi (tablet bukal) dan di bawah lidah (tablet sublingual).
 Canggihnya teknologi farmasi mendorong perkembangan formulasi sebuah
tablet oral menjadi tablet bukal. Hal tersebut selain didorong oleh teknologi yang ada,
hal tersebut juga karena didorong adanya beberapa kekurangan penggunaan tablet
secara oral yang lebih umum dikenal dan digunakan  oleh masyarakat. Beberapa
diantaraya adalah rasanya yang pahit, timbulnya beberapa efek sistemik maupun efek
lokal, rusaknya obat karena keasaman lambung, atau rusaknya obat oleh hepar, serta
dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk menimbulkan efek terapeutik dari suatu
sediaan oral. Karena pentingnya penggunaan tablet sublingual dan bukal dalam
pengobatan maka hal inilah yang melatar belakangi pembuatan makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut
1.      Apa itu tablet sublingual dan bukal ?

1
2.      Apa saja contoh tablet sublingual dan bukal ?
3.      Bagaimana formulasi tablet sublingual dan bukal ?
4.      Bagaimana cara pembuatan tablet sublingual dan bukal ?
5.      Apa saja hal-hal yang harus diperhatikan pada saat produksi, distribusi,
penyimpanan tablet sublingual dan bukal ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini antara lain
1.      Untuk mengetahui tentang tablet sublingual dan bukal
2.      Untuk mengetahui contoh tablet sublingualdan bukal
3.      Untuk mengetahui formulasi tablet sublingual dan bukal
4.      Untuk mengetahui cara pembuatan tablet sublingaual dan bukal
5.      Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang harus diperhatikan pada saat
produksi, distribusi, penyimpanan tablet sublingual dan bukal

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tablet
Dalam Farmakope Indonesia Edisi III, tablet adalah sediaan padat kompak,
dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua
permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau
tanpa zat tambahan (Anonim, 1979). Dalam Farmakope Indonesia Edisi IV tablet
adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi
(Anonim, 1995).
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya
dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet - tablet
dapat berbeda - beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan ketebalan, daya
hancurnya, dan dalam aspek lainnya tergantung dari cara pemakaian tablet dan
metode pembuatannya (Ansel, 1989).
Beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk tablet berkualitas baik adalah
sebagai berikut :
1. Kekerasan yang cukup dan tidak rapuh, sehingga kondisinya tetap baik selama
fabrikasi / pengemasan dan pengangkutan hingga sampai pada konsumen.
2. Dapat melepaskan bahan obatnya sampai pada ketersediaan hayatinya.
3. Memenuhi persyaratan keseragaman bobot tablet dan kandungan obatnya.
4. Mempunyai penampilan yang menarik, baik pada bentuk, warna, maupun
rasanya.
Untuk mendapatkan tablet yang baik tersebut, maka bahan yang akan dikempa
menjadi tablet harus memenuhi sifat - sifat sebagai berikut :
a. Mudah mengalir, artinya jumlah bahan yang akan mengalir dalam corong alir ke
dalam ruang cetakan selalu sama setiap saat, dengan demikian bobot tablet tidak
akan memiliki variasi yang besar.
b. Kompaktibel, artinya bahan mudah kompak jika dikempa, sehingga dihasilkan
tablet yang keras.
c. Mudah lepas dari cetakan, hal ini dimaksudkan agar tablet yang dihasilkan
mudah lepas dan tak ada bagian yang melekat pada cetakan, sehingga permukaan
tablet halus dan licin (Sheth, dkk, 1980).
Metode pembuatan tablet ada tiga cara yaitu : metode kempa langsung, granulasi
basah, dan granulasi kering.

3
1. Kempa langsung
Metode kempa langsung yaitu percetakan bahan obat dan bahan
tambahan yang berbentuk serbuk tanpa proses pengolahan awal atau granulasi.
Kempa langsung membangkitkan gaya ikatan di antara partikel sehingga tablet
memiliki kekompakan yang cukup (Voigt, 1984). Pada proses ini diperlukan
serbuk yang mempunyai fluiditas dan kompaktibilitas yang baik (Sheth, dkk,
1980).
2. Granulasi kering
Pada metode ini, granul dibentuk oleh penambahan bahan pengikat kering
kedalam campuran serbuk obat dengan cara memadatkan massa yang jumlahnya
besar dari campuran serbuk, memecahkannya dan menjadikan pecahan – pecahan
menjadi granul, penambahan bahan pelicin dan penghancur kemudian dicetak
menjadi tablet (Ansel, 1989).
3. Granulasi Basah
Metode ini meupakan metode pembuatan yang paling banyak digunakan
dalam memproduksi tablet kompresi. Langkah-langkah yang diperlukan dalam
pembuatan tablet dengan metode ini dapat dibagi sebagai berikut: menimbang
dan mencampur bahan-bahan, pembuatan granulasi basah, pengayakan granul
basah, pengeringan, pengayakan granul kering, pencampuran bahan pelicin dan
bahan penghancur, pembuatan tablet dengan kompresi (Ansel, 1989).

2.2 Tablet Sublingual dan Bukal


Tablet sublingual adalah tablet yang digunakan dengan cara diletakkan di
bawah lidah sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut,
diberikan secara oral, atau jika diperlukan ketersediaan obat yang cepat. Tablet bukal
adalah tablet yang digunakan dengan cara meletakkan tablet diantara pipi dan gusi
sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut (Syamsuni, 2006).
Kedua tablet ini umumnya berbentuk kecil, pipih, dan oval yang dimaksudkan
untuk pemberian pada daerah bukal atau bawah lidah yang melarut atau tererosi
perlahan, oleh karena itu, diformulasi dan dikopresi dengan tekanan yang cukup
untuk menghasilkan tablet yang keras (Rudnic and Schwartz, 1990). Setelah obat
dilepaskan dari tablet, bahan aktif diabsorpsi tanpa melewati saluran gastrointestinal.
Ini rute yang menguntungkan untuk obat yang bisa dihancurkan oleh saluran
gastrointestinal. Pemberiannya hanya terbatas pada gliseril trinitrat dan hormon-
hormon steroid (Parrot, 1980).
Kedua jenis tablet ini dimaksudkan untuk diserap langsung oleh selaput lender
mulut. Obat-obatan yang diberikan dengan cara ini dimaksudkan agar memberikan

4
efek sistemik, dan karena itu harus dapat diserap dengan baik oleh selaput lendir
mulut. Tablet buccal dan sublingual hendaklah diracik dengan bahan pengisi yang
lunak, yang tidak merangsang keluarnya air liur. Ini mengurangi bagian obat yang
tertelan dan lolos dari penyeraapan oleh selaput lender mulut. Di samping itu, kedua
tablet ini hendaklah dirancang untuk tidak pecah, tetapi larut secara lambat, biasanya
dalam jangka waktu 15-30 menit, agar penyerapan berlangsung dengan baik
(Lachman, dkk, 2008).

5
BAB III

ISI

3.1 Definisi Tablet Sublingual dan Bukal


Tablet sublingual merupakan jenis tablet kompresi yang penggunannya 
disisipkan di bawah lidah sedangkan tablet bukal penggunaanya disipkan di antara
pipi dan gusi. Tablet ini umumnya berbentuk datar atau oval, keras, dan mengandung
hormon.
Keuntungan tablet sublingual dan bukal adalah :
1. Cocok untuk jenis obat yang dapat dirusak oleh cairan lambung atau sedikit
sekali diserap oleh saluran pencernaan.
2. Bebas First Pass Metabolism.
3. Proses absorpsinya cepat karena langsung diabsorpsi melalui mukosa mulut,
sehingga diharapkan dapat memberikan efek yang cepat juga.
Adapun kerugian tablet sublingual dan bukal adalah :
1. Hanya sebagian obat yang dapat dibuat menjadi tablet sublingual dan bukal
karena obat yang dapat diabsorpsi melalui mukosa mulut jumlahnya sangat
sedikit.
2. Untuk obat yang mengandung nistrogliserin pengemasan dan penyimpanan
obat memerlukan cara khusus karena bahan ini mudah menguap.
       
3.2 Contoh Tablet Sublingual dan Bukal
Tablet bukal dan sublingual pemberiannya hanya terbatas pada gliseril
trinitrat, nitrogliseril dan hormon - hormon steroid.
1.      Nitrogliserin
Sediaan nitrogliserin sublingual dan bukal dapat mengurangi serangan
anginal pada penderita iskemia jantung. Pemberian 0,3 – 0,4 mg melepaskan rasa
sakit sekitar 75% dalam 3 menit, 15% lainnya lepas dari sakit dalam waktu 5 – 15
menit. Apabila rasa sakit bertahan melebihi 20 – 30 menit setelah penggunaan dua
atau tiga tablet nitrogliserin berarti terjadi gejala koroner akut dan pasien diminta
untuk mencari bantuan darurat (Sukandar, dkk, 2008).
Efek samping mencakup hipotensi postural yang berhubungan dengan gejala
sistem saraf pusat, refleks takikardi, sakit kepala, dan wajah memerah, dan mual
pada waktu tertentu (Sukandar, dkk, 2008).

6
2.      Hormon – Hormon Steroid
a.       Estrogen
Estrogen yang diberikan oral menstimulasi sintesis protein hepatik
dan meningkatkan konsentrasi sirkulasi glogulin terikat hormn seks, yang
dapat menjamin bioavailabilitas androgen dan astrogen. Estradiol
merupakan bentuk kuat dan paling aktif dari estrogen endogen saata
diberikan oral dia termetabolisme dan hanya 10% mencapai sirkulasi
sebagai estradiol bebas. Absorbsi estrogen secara sistemik ppada tablet
lebih rendah dibanding krim vaginal. Penemuan baru menunjukkan
estrogen pada dosis yang lebih rendah efektif dalam mengontrol simptom
pasca menopause dan mengurangi kehilangan masa tulang (Sukandar, dkk,
2008). 
Contoh obat yang beredar di pasaran adalah angeliq, cliane,
climmen, cyclo progynova, diane, dan lain-lain (Anonim, 2010).
b.      Progestogen
Progestogen umumnya diberikan pada wanita yang belum pernah
menjalani histerektomi. Progestin sebaiknya ditambahkan karena estrogen
tunggal berkaitan dengan hiperplasia dan kanker endometrium. Terapi
hormon dosis rendah(estrogen terkonjugaasi ekuin 0,45 mg dan
medroksiprogesteron asetat 1,5 mg/hari menunjukkan kesamaan dalam
peredaran simptom dan pertahanan densitas tulang tanpa peningkatan
hiperplasia endometrium.
Progestogen oral yang paling umum digunakan adalah
medroksiprogesteron asetat misalnya Dilena; Noretisteron asetat, misalnya
Anore, Cliane, Kliogest, Norelut, Primolut N, dan Regumen.

3.3 Formulasi Tablet Sublingual dan Bukal


Tablet bukal mengandung sejumlah bahan aktif yang dikombinasikan dengan
bahan tambahan, dimana bahan tambahan yang penting terdiri atas sorbitol dan
lubrikan. Tablet ini memberikan “drug delivery” yang sangat cepat, dimana level
bahan aktif dalam darah dapat dibandingkan dengan pemberian secara parenteral.
Perlu bagi formulasi bukal untuk kontak dengan mukosa oral untuk waktu
yang cukup agar obat bisa diabsorpsi. Jika formulasinya “falls apart” terlalu cepat,
bahan aktif akan tertelan, sehingga obat yang sampai tidak cukup, tetapi jika
formulasinya tidak “falls apart” dengan cukup cepat maka pasien akan kesulitan,
karena pasien tidak dapat makan atau minum selama menggunakan sediaan bukal.
Formulasi bukal sebaiknya mempunyai ukuran yang kecil untuk menghindari
ketidaknyamanan pasien, dan diinginkan formulasi sebisa mungkin larut dalam saliva

7
sehingga ketidaknyamanan dari partikel berpasir yang tidak larut di mulut dapat
dihindari.
Komposisi tablet bukal untuk pemberian obat mengandung bahan-bahan
penting  kira-kira 1 sampai 20% dari berat bahan terlarut, polimer adesif yang dapat
diterima secara farmasetika,  bahan tambahan tablet yang dapat dikompresi secara
langsung, dan sejumlah bahan obat yang berguna secara terapi. Komposisi tablet
bukal misalnya bisa mengandung kira-kira sampai 10 % (kira-kira 1-10%)
penghancur yang dapat diterima secara farmasetika.
Komposisi tablet bukal untuk pemberian estrogen, mengandung kira-kira 2-
10% bahan adesif polimer, seperti carbomer 934 P; dan penghancur tablet sampai
kira-kira 6%, seperti crospovidon; gula yang dapat dikompresi dan kira-kira 50
mikrogram sampai 2 g estradiol. Formulasi bukal dapat mengandung bahan-bahan
incidental, seperti lubrikan, bahan pewarna dan bahan pengaroma. Bahan adesif
polimer yang dapat diterima secara farmasetikal digunakan untuk memberikan sifat
basah untuk formulasi bukal sehingga sediaannya dapat tetap pada tempatnya selama
pemberian. Sejumlah bahan adesif dalam formulasi kira-kira 1-20%, tetapi lebih
dipilih 2-10%. Penggunaannya yang kurang dari 1% bisa menghasilkan sifat adesif
yang tidak cukup atau formulasi yang “falling apart” yang terlalu cepat, sebaliknya
jika berlebihan menyebabkan formulasi tersebut tinggal lebih lama daripada yang
diinginkan. Bahan adesif akan lengket ketika lembab tetapi tidak ketika kering, untuk
kenyamanan pada saat penanganan. Sejumlah bahan adesif dapat digunakan secara
umum untuk meningkatkan kelarutan dari bahan aktif.
Salah satu kelompok bahan adesif polimer yang ber-BM tinggi dari asam
akrilat dikenal dengan karbomer. Berat molekulnya 450,000 sampai 4,000,000
berguna, terutama dengan BM 3,000,000 (misalnya carbomer 934 P.). Bahan adesif
ini digunakan dalam jumlah kecil untuk memberikan karakteristik adesif yang
diinginkan pada formulasi, yang berguna karena jumlah bahan adesif yang besar
dapat menghalangi disolusi dari bahan aktif. Polimer hidrofilik lain yang bisa
digunakan adalah polimer hidrofilik yang mengandung sebagian (87-89%)
polivinilalkohol terhidrolasi ( BM 10,000 sampai 125,000, lebih dipilih 11,000 to
31,000), polietilen oxida (mBM kira-kira 100,000 sampai 5,000,000, lebih dipilih BM
400,000) dan poliakrilat. Hidroksipropil metilselulosa yang mempunyai BM 13,000
sampai 140,000 dan hidroksipropil selulosa yang mempunyai BM 60,000 sampai
1,000,000 juga merupakan bahan adesif yang berguna. Istilah “soluble” digunakan
sebagai indikasi bahwa bahannya larut dalam air atau saliva.
Selama pemberian sediaan, bahan adesif di tempat itu berbentuk seperti gel
yang perlahan-lahan memisah. Penggunaan sejumlah disintegran yang dapat diterima
secara farmasetikal yang tertelan selama pemberian, menyebabkan lebih banyak
pemaparan formulasi pada saliva, dapat membantu pemisahan dan menyebabkan

8
formulasi memisah secara perlahan-lahan. Jumlah disintegran dalam fprmulasi
sampai 10%, misalnya 3-6%. Meskipun demikian, jmlah disintegran yang berlebihan
bisa memperlambat penghancuran, seperti pada formulasi dari gel yang tidak larut,
dan membantudisolusi dari formulasi. Beberapa formulasi dari tipe ini bisa
menunjukkan disintegrasi yang lebih cepat jika disintegran yang digunakan kurang
dari 3%, misalnya 2,5% atau bahkan 1% atau kurang, terutama jika disintegran tidak
terbasahkan oleh air atau larut sebagian dalam air; seperti disintegran dengan
menghambat pemasukan air ke dalam komposisi tablet yang dapat memperlambat
penghancuran dan disolusinya. Pemilihan jumlah disintegran yang tepat dilakukan
dengan trial dan error. Beberapa formulasi tidak mengandung disintegran sama sekali
atau mengandung persentase disintegran yang sangat kecil, misalnya 0.05% atau
0.1% sampai 0.9%.
Salah satu disintegran adalah bahan crospovidon yang merupakan produk
silang dari polivinil-5- pirolidon. Bahan disintegran lain meliputi Ac-di-sol, asam
alginate dan pati Na-karboksimetil. Formulasinya juga meliputi bahan tambahan
tablet yang larut, yang dapat dikompresi secara langsung seperti gula. Salah satu
bahan tambahan tablet adalah cokristalisasi dari sukrosa 97% dan dekstrin
termodifikasi 3%. Selain itu, juga biasa digunakan laktosa. Bahan lain yang
digunakan meliputi lubrikan, bahan pewarna dan bahan pengaroma. Lubrikan
mungkin tidak larut dalam air, misalnya magnesium stearat atau oleat, jumlahnya
sampai 3%, lebih dipakai 0,3 sampai 1,5%. Meskipun demikian, lubrikan yang dipilih
adalah yang larut dalam air, misalnya Na lauril sulfat, jumlahnya sampai 3%, dipilih
0,3-1,5%. Campuran lubrikan yang larut dan tidak larut dalam air dapat digunakan.
Lubrikan yang larut bisa memperpendek waktu disintegrasi dan disolusi, terutama
untuk bahan obat yang larut dalam air, sedangkan lubrikan yang tidak larut bisa
memperpanjang.
Jumlah bahan aktif akan bervariasi tergantung pada dosis yang diinginkan untuk
pengobatan. Estradiol, ketika digunakan sebagai bahan aktif, jumlahnya kira-kira 50
mikrogram sampai 2 mg. Formulasi dapat disiapkan dengan pencampuran sederhana
dan mengkompresi jumlah campuran yang dinginkan ke dalam bentuk tablet. Sediaan
akhir yang diinginkan mempunyai diameter kira-kira 0.635 cm (kira-kira ¼ inci) dan
ketebalan kira-kira 0.127 cm (kira-kira 0.05 inci), dan penghancuran selama
pemberian kira-kira 2-20 menit, lebih dipilih 4-12 menit

3.4 Pembuatan Tablet


3.4.1 Persyaratan Tablet
Dalam membuat tablet sublingual dan bukal ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu :

9
a.       Sifat dan Kualitas
Ciri – ciri fisik tablet sublingual dan bukal adalah datar atau oval, dan keras.
Bentuk tersebut ditentukan oleh punch dan die yang digunakan untuk mengkompresi
(menekan) tablet. Untuk menghasilkan tablet yang datar, maka punch-nya jangan
terlalu cembung.
 Adapun ketebalan tablet dipengaruhi oleh jumlah obat yang dapat diisikan ke
dalam cetakan dan tekanan yang diberikan pada saat dilakukan kompresi (Ansel,
1989).
b.      Berat Tablet
Berat tablet ditentukan oleh jumlah bahan yang diisikan ke dalam cetakan
yang akan ditekan. Volume bahan (granul) harus disesuaikan dengan beberapa tablet
yang telah lebih dulu dicetak supaya tercapai berat tablet yang diharapkan.
Penyesuaian diperlukan, karena formula tablet tergantung pada berat tablet yang akan
dibuat.
Sebagai contoh, jika tablet harus mengandung 10 mg bahan obat dan bila yang
akan diproduksi 10.000 tablet, maka diperlukan 100 gr dari obat tersebut dalam
formula. Setelah penambahan bahan tambahan, formulanya mungkin meningkat
menjadi 1000 gr. Ini berarti tiap tablet beratnya menjadi 100 mg dengan bahan obat
yang terkandung 10 mg. Jadi, obat yang diisi ke dalam cetakan harus disesuaikan
supaya dapat menampung volume granul yang beratnya 100 mg (Ansel, 1989).
c.       Kekerasan Tablet
Tablet bukal sengaja dibuat keras. Hal ini dimaksudkan agar obat yang
disisipkan di pipi larut perlahan – lahan. Dalam proses kompresi, besarnya tekanan
yang biasa digunakan adalah lebih kecil dari 3000 dan lebih besar dari 40.000 pound.
Jadi, untuk membuat tablet bukal yang keras tekanan yang dibutuhkan juga besar.
Pada saat ini banyak alat yang bisa digunakan sebagai tester pengukur kekerasan
tablet, diantaranya Pfizer tablet hardness tester, HT500 Hardness Tester, dan
Friabilator.
Pfizer tablet hardness tester (Ansel, 1989)
d.      Daya Hancur Tablet
Semua tablet dalam USP harus melalui pengujian daya hancur secara resmi
yang dilaksanakan in vitro dengan alat uji khusus. Alat ini terdiri dari rak keranjang
yang dipasang berisi 6 pipa gelas yang ujungnya terbuka, diikat secara vertikal di atas
latarbelakang dari kawat stainless yang berupa ayakan dengan ukuran mesh nomor
10. Selama waktu pengujian, tablet diletakkan pada pipa terbuka dalam keranjang
tadi, dengan memakai mesin, keranjang diturun-naikkan dalam cairan pencelup
dengan frekuensi 29 – 32 kali turun – naik per menit. Layar kawat dipertahankan
selalu berada di bawah permukaan cairan.

10
Untuk tablet bukal dan sublingual, meggunakan air (cairan pencelup) yang
dijaga pada temperatur 37oC, kecuali bila ditentukan ada cairan lain dalam masing –
masing monogramnya. Tablet bukal harus melebur dalam waktu 4 jam dan tablet
sublingual biasanya 30 menit (Ansel, 1989).
Alat uji daya hancur tablet (Ansel, 1989)
e.       Disolusi Tablet
Dalam USP cara pengujian disolusi tablet dinyatakan dalam masing – masing
monografi obat (Ansel, 1989).

3.4.2 Metode Pembuatan


Sebagian besar tablet kompresi dibuat dengan matode granulasi basah
mengingat caranya yang relatif mudah. Begitu pula dengan tablet sublingual dan
bukal. Langkah-langkah yang diperlukan dlam pembuatan tablet dengan metode ini
dapat dibagi sebagai berikut; (1). Menimbang dan mencampur bahan-bahan, (2)
Pembuatan granulasi basah, (3) Mengayakan adonan lembab menjadipelet atau
granul, (4) Pengeringan, (5) Pengayakan kering, (6) Pencampuran bahan pelincir, (7)
Pembuatan tablet dengan kompresi (Ansel, 1989).
Bahan aktif, pengisi, dan bahan penghancur yang diperlukan dalam formula
tablet ditimbang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan untuk membuat sejumlah
tablet yang akan diproduksi dan dicampur, diaduk baik, biasanya dengan
menggunakan mesin pencampur serbuk atau mikser. Pengisi yang biasa digunakan
adalah laktosa, kaolin, mannitol, dan lain-lain. Bahan penghancur meliputi tepung
jagung dan kentang, turunan amilum, senyawa selullosa, dan lain-lain (Ansel, 1989).
Selanjutnya campuran serbuk diubah menjadi granula yang bebas mangalir ke
dalam cetakan. Hal ini dapat dilakukan dengan menambahkan cairan pengikat ke
dalam campuran serbuk, melewatkan adonan yang lembap melalui ayakan yang
ukurannya seperti yang diinginkan, granul yang dihasilkan melalui penngayakan ini
dikeringkan lalu diayak lagi dengan ukurannya yang lebih kecil.
Selanjutnya dilakukan penyaringan adonan lembap menjadi pelet,
pengeringan granul dalam kabiet pengering, penyaringan kering, lubrikasi, dan
pencetakan tablet (Ansel, 1989).
   
3.4.3 Pengemasan dan Penyimpanan
Pada umumnya tablet sangat baik disimpan dalam wadah yang tertutup rapat
di tempat dengan kelembaban nisbi yang rendah, serta terlindung dari temperatur
tinggi. Tablet khusus yang cenderung hancur bila kena lembab dapat disertai
pengering dalam kemasannya. Tablet yang dirusak oleh cahaya disimpan dalam
wadah yang dapat menahan masuknya cahaya (Ansel, 1989).

11
Untuk tablet sublingual yang mengandung nitrogliserin (Tablet Nitrogliserin)
memiliki peraturan tersendiri dalam pengemasannya, yaitu :
a. Semua tablet nitrogliserin harus dikemas dalam wadah gelas dengan tutup logam
yang sesuai dan dapat diputar.
b. Tiap wadah tidak boleh berisi lebih dari 100 tablet.
c. Tablet nitrogliserin harus disalurkan dalam wadah aslinya dan pada labelnya ada
tanda peringatan “untuk mencegah hilangnya potensi, jagalah tablet ini dalam
wadah aslinya dan segera tutup kembali wadahnya setelah pemakaian”.
d. Semua tablet nitrogliserin harus disimpan dalam ruangan dengan temperatur yang
diatur antara 59o - 86 oF (Ansel, 1989).
Pelaksanaan peraturan ini membantu memelihara keseragaman standar
kandungan tablet nitrogliserin supaya lebih baik dari sebelumnya. Bagaimanapun
juga, nitrogliserin merupakan cairan yang mudah menguap dari wadahnya bila
terbuka dan khususnya apabila wadah tadi tidak tertutup rapat (Ansel, 1989).   

12
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat dismpulkan :
1. Tablet sublingual merupakan jenis tablet kompresi yang penggunannya 
disisipkan di bawah lidah sedangkan tablet bukal penggunaanya disipkan di
antara pipi dan gusi.
2. Contoh tablet sublingual adalah tablet nitrogliserin dan bukal adalah tablet
hormon–hormon steroid.
3. Pembuatan tablet sublingual dan bukal menggunakan metode granulasi basah.
4. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi adalah sifat dan kualitas,
kekerasan tablet, berat tablet, daya hancur tablet, disolusi tablet, dan
pengemasan  serta penyimpanan

4.2 Saran
Melalui makalah ini kami menyarankan agar perlunya peran aktif dari
mahasiswa untuk memahami materi formulasi sediaan padat, mengingat cakupannya
yang sangat luas.

13
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta.

Anonim, 2010, ISO Indonesia, Vol. 45, Ikatan Apoteker Indonesia, Jakarta.

Ansel, H.C, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi IV, UI Press, Jakarta.

Lachman, L., Herbert A.L., Joseph L.K., 2008, Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Edisi III, UI Press, jakarta.

Parrot, E.L., 1980, Solid Dosage Form, In : Sprowl, J.B., editor, Prescription
Pharmacy, 2nd ed, J.B Lippincott Company, Philadelpia.

Rudnic, Edward and Schwartz, J.B., 1990, Oral Solid Dosage Form. In : Gennaro,
A.R. Remington’s Pharmaceutical Science, 18th ed, Mack Publishing
Company, Easton, Pennsylvania.

Sheth, B.B., Bandelin F.J., Shangraw R.F., 1980, Compressed Tablet, In Lachman L.,
Lieberman H.A., Kanig J.L., (editor), Pharmaceutical Dosage Forms, Tablets,
Vol. I, Marcel Dekker Inc, New York.

Sukandar, E.Y., dkk, 2008, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta.

Syamsuni, 2006, Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, Penerbit Buku


Kedokteran EGC, Jakarta.

Voigt, R., 1994, Buku Ajar Teknologi Farmasi, Ed V, diterjemahkan oleh Soendani
Noerno Soewandi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai