JAKARTA
2017
DAFTAR ISI
A. Hasil Praktikum..................................................................................................15
B. Pembahasan ........................................................................................................19
A. Kesimpulan ........................................................................................................31
B. Saran ...................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempacetak,
dalam betuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau
cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat
tambahan (DEPKES RI, 1995).Tablet dapat berbeda-beda dalam ukuran,
bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancurnya dan dalam aspek
lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya.
Kebanyakan obat-obat pemberian secara oral berada dalam bentuk tablet
(Ansel, 1989). Sediaan tablet merupakan sediaan yang paling banyak
diproduksi dan juga banyak mengalami perkembangan dalam
formulasinya. Beberapa keuntungan sediaan tablet adalah sediaan lebih
kompak, dosisnya tepat, mudah pengemasannya dan penggunaannya lebih
praktis dibanding sediaan yang lain (Lachman dkk., 1994).
Isoniazid (piridina-4-karboksilhidrazida) mempunyai berat molekul
137,14 merupakan hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak
berbau dan mempunyai rasa yang agak pahit. Kelarutannya mudah larut
dalam air akan tetapi agak sukar larut di dalam etanol, kloroform dan eter,
yang berkhasiat sebagai anti tuberkulosis. Isoniazid dapat terurai perlahan-
lahan dengan adanya udara dan cahaya sehingga pemilihan bentuk tablet
lebih efesien untuk menghidari kerusakan karena penggunaan berulang
bila dalam bentuk cair (DEPKES RI, 1995)
Selain zat aktif, dalam pembuatan tablet juga diperlukan bahan
tambahan. Bahan tambahan yang digunakan pada pembuatan tablet harus
inert, tidak toksik dan mampu melepaskan obat dalam keadaan relatif
konstan pada jangka waktu tertentu (Soekemi, dkk, 1987). Metode
pembuatan tablet dapat digunakan berbagai cara antara lain cetak
langsung, granulasi kering, dan granulasi basah. Namun dilihat dari sifat
alir isoniazid, metode granulasi basah merupakan metode yang tepat yang
dipilih praktikan dalam praktikum ini. Karena pada granulasi basah, granul
yang dihasilkan lebih steris sehingga tablet yang dihasilkan biasanya lebih
kompak (Soekemi, dkk., 1987).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menyusun dan mengkaji preformulasi bahan aktif ?
2. Bagaimana cara melakukan prosedur pembuatan granul dengan
granulasi basah ?
3. Bagaimana cara menghitung jumlah bahan yang akan digunakan dalam
pembuatan satu batch ?
1
4. Bagaimana cara melakukan evaluasi granul dan menganalisis hasilnya
?
5. Bagaimana cara melakukan evaluasi penampilan tablet ?
6. Bagaimana cara melakukan evaluasi keseragaman ukuran ?
7. Bagaimana cara melakukan evaluasi friabilitas tablet ?
8. Bagaimana cara melakukan evaluasi keseragaman bobot tablet ?
9. Bagaimana cara melakukan evaluasi waktu hancur tablet ?
C. Tujuan
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan:
1. Mampu untuk menyusun dan mengkaji preformulasi bahan aktif.
2. Mampu untuk melakukan prosedur pembuatan granul dengan granulasi
basah.
3. Mampu untuk menghitung jumlah bahan yang akan digunakan dalam
pembuatan satu batch.
4. Mampu untuk melakukan evaluasi granul dan menganalisis hasilnya.
5. Mampu untuk melakukan evaluasi penampilan tablet
6. Mampu untuk melakukan evaluasi keseragaman ukuran
7. Mampu untuk melakukan evaluasi friabilitas tablet
8. Mampu untuk melakukan evaluasi keseragaman bobot tablet
9. Mampu untuk melakukan evaluasi waktu hancur tablet
2
BAB II
DASAR TEORI
3
dinding dalam lubang cetak dengan permukaan sisi tablet. Bahan
pelicin sebaiknya dapat mengurangi dan mencegah penggesekan
stempel bawah pada ruang cetak, jika tidak stempel bawah akan
melekat pada ruang die. Lubrikan mengurangi gesekan selama proses
pengempaan tablet dan juga berguna untuk mencegah masa tablet
melekat pada cetakan (Voigt, 1984).
Pada umumnya lubrikan bersifat hidrofobik, sehingga
cenderung menurunkan kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet. Oleh
karena itu, kadar lubrikan yang berlebihan harus dihindarkan (Anonim,
1995). Adanya lapisan hidrofobik yang menutupi granul atau partikel
akan menyebabkan kesulitan penetrasi air dan waktu hancur tablet
akan semakin lama (Sulaiman, 2007).
d) Bahan Pengikat (Binders)
Bahan pengikat ditambahkan dengan maksud agar tablet tidak
pecah (retak, dapat merekat). Bahan pengikat juga disebut granulator
karena berfungsi merekatkan serbuk sehingga dapat berbentuk granul.
Bahan pengikat merupakan bahan adhesif yang digunakan untuk
mengikat serbuk bersama-sama dalam granulasi dan untuk menolong
dalam pengikatan akhir tablet setelah pengempaan, pengiriman dan
selama penggunaan oleh ahli farmasi dan pasien. Bahan pengikat yang
paling banyak digunakan dalam granulasi basah cenderung berupa
turunan bahan alam seperti pati atau derivat selulosa. Kekompakan
tablet dapat dipengaruhi oleh tekanan pencetakan maupun bahan
pengikat (Voigt, 1984). Banyaknya bahan pengikat yang ditambahkan
secukupnya saja. Bila bahan pengikat yang ditambahkan pada formula
terlalu banyak akan menghasilkan tablet yang keras dan sukar hancur
(Parrot, 1971)
Bahan pengikat memberikan daya adhesi pada massa serbuk
sewaktu granulasi dan pada tablet kempa serta menambahkan daya
kohesi yang telah ada pada bahan pengisi. Zat pengikat dapat
ditambahkan dalam bentuk kering, tetapi lebih efektif jika ditambah
dalam larutan. Bahan pengikat yang umum meliputi gom akasia,
gelatin, sukrosa, povidon, metil selulosa, karboksi metilselulosa dan
pasta pati terhidrolisis. Bahan pengikat kering yang paling efektif
adalah selulosa mikrokristal yang umumnya digunakan dalam
membuat tablet kempa langsung (Anonim, 1995).
4
Granulasi basah digunakan pada bahan aktif tahan terhadap air
atau pelarut dan terhadap panas. Keuntungan dari metode granulasi
basah adalah pada homogenitas campuran, sehingga dapat juga
digunakan untuk obat dengan dosis rendah. Kerugian dari metode
granulasi basah antara lain biaya produksi lebih mahal, banyak
material yang hilang dalam proses, hanya dapat digunakan untuk
material yang tahan panas dan lembab (Sulaiman, 2007).Metode
granulasi basah merupakan metode pembuatan yang terluas digunakan
dalam memproduksi tablet kompresi. Langkah-langkah yang
diperlukan dalm pembuatan tablet dengan metode ini dapat dibagi
sebagai berikut: menimbang dan mencampur bahan-bahan, pembuatan
granulasi basah, pengayakan adonan lembab menjadi pellet atau
granul, pengeringan, pengayakan kering, pencampuran bahan pelican,
pembuatan tablet dengan kompresi (Ansel,1989).
b) Metode Granulasi Kering
Granulasi kering khususnya untuk bahan-bahan yang tidak bisa
diolah dengan granulasi basah, karena kepekaannya terhadap air atau
karena untuk mengeringkannya diperlukan temperature yang
dinaikkan. Cara granulasi kering adalah dengan slugging yaitu dengan
memadatkan massa yang jumlahnya besar dari suatu campuran serbuk
seelah itu memecahkannya menjadi pecahan granul dengan ukuran
yang telah ditentukan (Ansel, 1989).
c) Metode Cetak Langsung
Metode cetak langsung ini digunakan untuk bahan yang
memiliki sifat mudah mengalir sebagaimana juga sifat-sifat kohesifnya
yang memungkinkan untuk langsung dikompresi dalam mesin tablet
tanpa memerlukan granulasi basah atau kering (Ansel, 1989).
Merupakan pencetakan bahan obat dan bahan tambahan yang
berbentuk serbuk antar partikel sehingga tablet memiliki kekompakan
yang cukup (Voigt, 1984). Metode ini menghindari banyak masalah
yang ada pada granulasi basah dan kering, tetapi sifat fisik masing-
masing bahan pengisi merupakan hal kritis dimana perubahan yang
sedikit saja dapat merubah sifat alir dan kompaktibilitas menjadi tidak
sesuai untuk dikempa langsung (Anonim, 1995).
Metode pembuatan tablet secara kempa langsung merupakan
metode yang sangat disenangi, hal ini karena kempa langsung memberi
beberapa keuntungan diantaranya: tahapan produksinya sangat singkat
(hanya pencampuran dan pengempaan), peralatan yang dibutuhkan
tidak banyak, ruangan yang dibutuhkan kecil dan tidak banyak, tenaga
yang dibutuhkan lebih sedikit karena prosesnya singkat maka
stabilitasnya tetap terjaga (dapat meningkatkan stabilitas produk).
(Sulaiman, 2007).
5
2. Pemeriksaan Granul
a) Sifat Alir
Sifat alir dari material yang akan dikempa sangat penting karena
berhubungan dengan keseragaman pengisian ruang cetakan yang akan
mempengaruhi keseragaman bobot tablet dan mempengarugi
keseragaman zat aktif.
1.) Uji Pengetapan
Pengetapan merupakan suatu metode yang didasarkan pada
pengamatan sudut partikel penyusun didalam suatu wadah, sesudah
dan sebelum diberi perlakuan getaran mekanik. Alat yang
digunakan volumenometer. Fluiditas serbuk dapat diketahui
dengan megukur harga T(%).
6
Evaluasi baik atau tidaknya serbuk tersebut mengalir
(Tablet 1).
7
Disintegrasi tablet tidak dapat terjadi jika air tidak masuk ke
dalam tablet. Faktor yang mempengaruhi penetrasi air antara lain
porositas tablet, dimana tergantung kompresi dan kemampuan
peyerapan air dari material yang dipakai. Air dapat berpenetrasi ke
dalam pori-pori tablet karena adanya aksi kapiler (wicking). Daya
serap air tablet sangat tergantung pada kemampuan daya serap air
granul/massa penyusun tablet. Prediksi daya hancur atau daya serap air
dari tablet dapat diperkirakan dengan mengukur atau mengamati daya
serap massa penyusun tablet tersebut (Sulaiman, 2007).
d) Kompresibilitas
Kompresibilitas adalah kemampuan serbuk untuk
berkurang/menurun volumenya setelah diberi tekanan atau perlakuan
lainnya (pressure or stress). Pengujiannya dapat dilakukan dengan
mengukur pengurangan volume atau ketebalan tablet terhadap
sejumlah tertentu serbuk setelah diberi tekanan atau pengetapan
(Sulaiman, 2007). Kompresibilitas digambarkan dengan ketebalan
tablet (Alderborn, 1996).
e) Kompaktibilitas
Kompaktibilitas adalah kemampuan bahan untuk membentuk
massa yang kompak setelah diberi tekanan. Pengujiannya dilakukan
dengan menguji kekerasan tablet hasil pengempaan dengan volumen
dan tekanan tertentu (Sulaiman, 2007).
Pada uji kompaktibilitas digunakan mesin tablet single punch
dengan berbagai tekanan dari yang terendah sampai yang tinggi
dengan mengatur keadaan punch atas turun keruang die.
Kompaktibilitas digambarkan dengan kekerasan tablet yang dihasilkan
(Alderborn, 1996)
3. Tinjauan Bahan
Zat Aktif :
1.) Isoniazid
Mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0%
C6H7N3O, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
8
Rumus Molekul : C6H7N3O
BM : 137,14
Pemerian : Hablur putih atau tidak berwarna atau
serbuk hablur
putih, tidak berbau, perlahan-lahan
dipengaruhi oleh udara dan cahaya.
Kelarutan : Mudah larut dalam air (1:8), agak sukar
larut dalam etanol (1:50), sukar larut dalam
kloroform dan dalam eter.
Khasiat : antituberkulosis
pH : 6,0 - 7,5
Inkompatibilitas : gula, seperti glukosa, sukrosa, dan fruktosa
tidak digunakan pada isoniazid syrup, karena
dapat mengganggu system absorpsi obat.
Penyimpanan : Wadah kedap udara pada suhu 250C,
terlindung dari cahaya.
(FI IV, 1995. hal.472& Martindale 36th, 2009. hal.288)
Zat Tambahan :
1.) Magnesium Stearat
9
mengandung aspirin, beberapa vitamin, dan
alkaloidal salts.
(HOPE 6th, 2009. Hal.404-405)
2.) Amilum Kering
3.) Talcum
Rumus Molekul : Mg3Si4O10(OH)2
Pemerian : Berupa serbuk hablur sangat halus, putih
atau putih kelabu. Berkilat, mudah melekat
pada kulit dan bebas dari butiran debu.
10
Fungsi : anticaking agent; glidant; diluent pada
tablet dan kapsul (5.0–30.0%); lubrikan
pada tablet kapsul (1.0-10.0%)
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam larutan asam
dan alkalis, pelarut organic dan air
Stabilitas : bahan yang stabil dan dapat disterilkan
dengan pemanasan pada suhu 160° C
selama tidak kurang dari 1 jam. Dapat juga
disterilkan dengan penyinaran
menggunakan ethylene oxide atau gamma
irradiation. Disimpan dalam wadah
tertutup baik di tempat yang dingin dan
kering.
Inkompatibilitas :inkompatibel dengan senyawa ammonium
kuartener
(HOPE 6th, 2009. Hal.728-731)
4.) Laktosa
11
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan amino primer,
misal :amfetamin dan asam amino serta
lisinopril.
(HOPE 6th, 2009. Hal.364)
5.) Maltodekstrin
12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Alat Bahan
Baskom Aquadest
Penggaris
Jangka sorong
D. Prosedur Kerja
1. Langkah pertama dibuat mucilago amilum 12%.
2. Setelah pembuatan amilum, mencampurkan laktosa (diluent), isoniazid
(zat aktif), dan sebagian amilum kering (disintegran internal) dalam
wadah besar.
13
3. Setelah semua tercampur, ditambahkan mucilago amilum 12% (binder)
secara perlahan-lahan hingga membentuk massa kalis.
4. Jika sudah diperoleh massa yang kalis, dilanjutkan dengan proses
pengayakan pada mesh no.12.
5. Setelah diayak, granul dikeringkan di oven pada suhu 59oC sampai
bobot konstan.
6. Evaluasi granul :
a. Waktu alir
b. Sudut istirahat
c. Kadar lembab
d. Distribusi ukuran partikel
7. Evaluasi tablet :
a. Evaluasi penampilan tablet
b. Uji keseragaman ukuran
c. Uji friabilitas
d. Uji keseragaman bobot
e. Uji waktu hancur
14
BAB IV
A. Hasil Pengamatan
A.1. Hasil evaluasi semua kelompok
Berat
No. Nomor Ayakan Ayakan Berat %
Kosong (g)
1. 12 338.9 1.1 1.1
2. 14 322.6 0.8 0.8
3. 16 312.1 1.5 1.5
4. 18 305.8 1.9 1.9
5. 20 300.9 14 14
6. Penampung 335.2 80.5 80.5
Massa
BJ Bulk =
V1
77.4
BJ Bulk = 100
𝐵𝐽 𝐵𝑢𝑙𝑘 = 0.774
Massa
BJ Tap = V2
77,4
BJ Tap = 95
BJ Tap = 0,814
𝐵𝐽 𝑇𝑎𝑝−𝐵𝐽 𝐵𝑢𝑙𝑘
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐾𝑜𝑚𝑝𝑟𝑎𝑠𝑖𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = × 100 %
𝐵𝐽 𝑇𝑎𝑝
0.8147 −0.774
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐾𝑜𝑚𝑝𝑟𝑎𝑠𝑖𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = × 100 %
0.8147
0.0407
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐾𝑜𝑚𝑝𝑟𝑎𝑠𝑖𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = × 100 %
0.8147
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐾𝑜𝑚𝑝𝑟𝑎𝑠𝑖𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = 0.049097 × 100 %
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐾𝑜𝑚𝑝𝑟𝑎𝑠𝑖𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = 4.9097 %
16
Permukaan rata
Tablet tetapi tidak licin,
Kelompok Tablet lonjong Putih gading pada cetakan
4C terdapat garis-
garis yang tidak
homogen di dalam
tablet.
17
A.7. Uji keseragaman bobot
No.
Berat tablet (mg) % Deviasi
1. 591,2 ± 0,579283594
2. 599,5 ± 1,991340518
3. 607 ± 3,267295571
4. 592 ± 0,715385466
5. 586,4 ± 0,23732764
6. 601,7 ± 2,365620667
7. 576,9 ± 1,853537373
8. 582 ± 0,985887937
9. 610 ± 3,777677592
10. 585,2 ± 0,441480448
11. 591,7 ± 0,664347264
12. 560,8 ± 4,592587552
13. 582,1 ± 0,968875203
14. 563,9 ± 4,065192797
15. 594,9 ± 1,208754753
16. 597,8 ± 1,70212404
17. 576,4 ± 1,938601043
18. 571,2 ± 2,823263213
19. 580,1 ± 1,309129884
20. 605,1 ± 2,944053624
Berat rata-rata tablet
587,795
(mg)
𝑎−𝑏
𝑓= 𝑥 100%
𝑏
f = friabilitas
11,7545 − 11,1642
= 𝑥 100% a = bobot total tablet
11,1642 sebelum uji
18
A.9. Uji waktu hancur
B. Pembahasan
Pada praktikum ini dibuat tablet dengan zat aktif isoniazid. Metode yang
digunakan untuk pembuatan tablet ini adalah metode granulasi basah. Alasan
digunakan metode ini karena sifat fisikakimia isoniazid yang memiliki sifat alir
yang buruk, tahan panas dan tahan air. Alasan digunakan metode granulasi basah
dibandingkan metode granulasi kering adalah sifat alir isoniazid yang buruk. Pada
praktikum sebelumnya telah diukur sifat alir isoniazid dan didapatkan hasil laju
alir sangat buruk, sehinnga dibuat dengan metode granulasi basah, karena
granulasi basah lebih baik mengikatnya dibandingkan dengan granulasi kering.
Prinsip dari metode granulasi basah adalah membasahi massa tablet dengan
larutan pengikat tertentu sampai mendapat tingkat kebasahan tertentu pula,
kemudian massa basah tersebut digranulasi.
Metode ini membentuk granul dengan cara mengikat serbuk dengan suatu
perekat/pengikat sebagai pengganti pengompakan, teknik ini membutuhkan
larutan, suspensi atau bubur yang mengandung pengikat yang biasanya
ditambahkan ke campuran serbuk atau dapat juga bahan tersebut dimasukan
kering ke dalam campuran serbuk dan cairan dimasukan terpisah. Cairan yang
ditambahkan memiliki peranan yang cukup penting dimana jembatan cair yang
terbentuk di antara partikel dan kekuatan ikatannya akan meningkat sampai titik
optimal bila jumlah cairan yang ditambahkan meningkat dalam jumlah yang
optimal. Gaya tegangan permukaan dan tekanan kapiler paling penting pada awal
pembentukan granul, bila cairan sudah ditambahkan pencampuran dilanjutkan
sampai tercapai dispersi yang merata dan semua bahan pengikat sudah bekerja.
Jika sudah diperoleh massa basah atau lembab maka massa dilewatkan pada
ayakan tujuannya agar terbentuk granul sehingga luas permukaan meningkat dan
proses pengeringan menjadi lebih cepat. Setelah pengeringan, granul lalu diayak
kembali.
Formula yang kami gunakan yaitu isoniazid sebagai zat aktif yang
memiliki aktivitas farmakologi sebagai antituberkulosis. Dalam pembuatan tablet
terdapat fase diam dan fase luar. Fase diam yang digunakan yaitu amilum sebagai
19
pengikat, dan laktosa sebagai pengisi dan diluent. Fase luar yang digunakan yaitu
talkum sebagai glidan, amilum kering sebagai disintegran, dan magnesium stearat
sebagai lubrikan.
Apabila kadar air terlalu besar, dapat terjadi permasalahan dalam proses
selanjutnya, khususnya saat proses kompresi atau tabletasi dan dapat
menyebabkan status mikrobiologi menjadi tidak baik. Namun apabila kadar air
terlalu rendah, kerja pengikatan dapat menjadi kurang baik dan seringkali dapat
menyebabkan tablet menjadi capping . Solusi yang dilakukan jika kadar air
terlalu rendah yaitu dilakukan reworking massa yang akan ditabletasi dengan
penyemprotan menggunakan etanol atau air, kemudian dikeringkan kembali pada
suhu yang rendah hingga diperoleh rentang kadar air yang sesuai.
20
Setelah diperoleh bobot konstan, dilakukan uji evaluasi granul yang
meliputi uji distribusi ukuran partikel, uji waktu alir, dan sudut reposa. Uji
evaluasi granul yang pertama yaitu uji distribusi ukuran partikel. Suatu metode
yang paling sederhana, tetapi relatif lama dari penentuan ukuran partikel adalah
metode analisis ayakan. Di sini penentunya adalah pengukuran geometrik partikel.
Sampel diayak melalui sebuah susunan menurut meningginya lebarnya jala
ayakan penguji yang disusun ke atas. Bahan yang akan diayak dibawa pada
ayakan teratas dengan lebar jala paling besar. Partikel, yang ukurannya lebih kecil
daripada lebar jala yang dijumpai, berjatuhan melewatinya. Mereka membentuk
bahan halus (lolos). Partikel yang tinggal kembali pada ayakan, membentuk bahan
kasar. Setelah suatu waktu ayakan tertentu (pada penimbangan 40-150 g setelah
kira-kira 9 menit) ditentukan melalui penimbangan, persentase mana dari jumlah
yang telah ditimbang ditahan kembali pada setiap ayakan (Martin, 1990). Metode
ayakan dilakukan dengan menyusun ayakan dari nomor mesh yang terkecil (yang
paling atas) sampai pada nomor mesh yang paling besar (yang paling bawah) hal
ini ditujukan agar partikel-partikel yang tidak terayak (residu) yang ukurannya
sesuai dengan nomor ayakan. Jika nomor ayakan besar maka residu yang
diperoleh memiliki ukuran partikel kecil. Dalam pengayakan dibantu dengan alat
vibrator (mesin penggerak), mesin ini digerakkan secara elektrik dan dapat diatur
kecepatannya dan waktunya.
Dalam percobaan ini kecepatan mesin penggerak diatur 500 rpm ditujukan
untuk menghindari pemaksaan partikel besar melewati ayakan akibat tingginya
intensitas penggoyangan atau tertahannya partikel kecil akibat lambatnya
intensitas penggoyangan sehingga dipilih intesitas penggoyangan setengah dari
kecepatan maksimum. Pada bagian paling atas dari susunan ayakan dipasang
penutup dari mesin penggerak bertujuan agar tidak ada pengaruh luar yang
mempengaruhi gerakan mesin, misalnya tekanan udara di atasnya atau yang faktor
yang lainnya, sehingga tidak ada gaya lagi yang bekerja kecuali gaya gravitasi
yang mengarah jatuhnya partikel ke arah bawah.
Dari data yang diperoleh umumnya diperoleh zat sisa yang tertahan
dengan semakin tinggi nomor mesh semakin banyak zat yang tersisa. Hal ini
karena ukuran dalam tiap inci semakin kecil lubangnya. Metode ini merupakan
metode untuk mengetahui tingkat kehalusan dari suatu zat. Dengan melihat
semakin banyak zat yang tertinggal dalam ayakan maka semakin kasar zat
tersebut.
Ukuran granul dapat berkisar dari yang sangat kasar dengan diameter
sekitar 10 mm (1 cm), hingga sangat baik, mendekati dimensi koloid dengan
ukuran diameter kurang dari 1µm. Untuk menampilkan ukuran partikel granul
yang diberikan, United States Pharmacopecia (USP) menggunakan istilah-istilah
deskriptif yaitu sangat kasar, kasar, cukup kasar, halus, dan sangat halus, yang
21
terkait dengan proporsi bubuk yang mampu melewati lubang saringan standar dari
berbagai kehalusan dalam periode tertentu ketika diberikan guncangan, umumnya
dalam saringan shaker mekanis. (Ansel et al., 2011).
Evaluasi granul selanjutnya yaitu sifat alir dan sudut diam dari granul.
Terdapat dua metode untuk menguji sifat alir yang pertama dengan metode corong
22
dan yang kedua yaitu metode sudut istirahat. Prinsip dari metode sudut istirahat
ini yaitu pengukuran sudut yang terbentuk dari lereng tumpukan granul yang
mengalir bebas dari corong terhadap suau bidang datar. Pengujian yang dilakukan
pada praktikum ini yaitu menggunakan prinsip metode sudut istirahat. Sejumlah
granul dimasukkan ke dalam corong dengan dasar lubang tertutup, Diameter
corong yg digunakan : 128 – 132mm dan Diameter tinggi corong : 235 mm
(terhitung dari pangkal mulut corong) waktu pengukuran dilakukan pada saat
dibukanya corong sampai seluruh granul mengalir keluar. Waktu alir dihitung
dengan menimbang masa yang digunakan untuk uji dan kecepatan granul tersebut
mengalir dengan rumus :
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
Laju alir : 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢
Waktu alir adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengalir dari sejumlah
granul melalui lubang corong yang diukur adalah sejumlah zat yang mengalir
dalam suatu tertentu. Semakin baik sifat alirnya maka akan semakin cepat waktu
yang diperlukan untuk mengalirkan sejumlah berat tertentu serbuk atau granul.
(Voight, 1995). Laju alir yang didapatkan dari hasil praktikum dari masing
masing kelompok berturut turut adalah 0.5714 g/s, 8.872 g/s, o.168 g/s, 10.37 g/s,
dan 7.25 g/s. Nilai ini termasuk kedalam rentang sangat buruk, baik, sangat
buruk, sangat baik, dan baik.
Keterangan :
α = sudut diam
h = tinggi kerucut
r = jari-jari rh
23
celah sempit. Alat yang biasa digunakan adalah corong. Semakin kecil sudut diam
maka semakin mudah serbuk tersebut mengalir. Hasil yang didapatkan dari tiap –
tiap kelompok berturut turut adalah 26,5o, 31.3o, 31.7o, 29.19o, dan 32o.. Hasil ini
termasuk kedalam rentang sempurna, bagus, bagus, sempurna, dan bagus. Adapun
nilai sudut reposa menurut literatue adalah sebagai berikut (USP 29)
.Pembuatan granul untuk zat aktif INH ini salah satunya bertujuan untuk
memperbaiki sifat alir INH yang tidak bagus. Pada pengukuran sifat alir
sebelumnya, sebuk INH yang belum ditambahkan dengan eksipien atau belum
dibuat granul diapatkan nilai laju alir yang sangat buruk dan sudut reposa agak
baik. Dengan dibuat granul maka sifat alir dari serbuk dapat diperbaiki. Hal ini
karena dengan ditambahkan perngikat, maka pengikat akan melapisi serbuk dan
menyebabkan serbuk tersebut saling mengikat satu sama lain dan membentuk
suatu aglomerat yang disebut dengan granul. Granul ini memiliki bentuk dan
partikel yang lebih beraturan sehingga memberikan sudut istitahat yang lebih
rendah dan kerapatan curah yang lebih tinggi. Dengan demikian maka sifat alirnya
pun akan semakin baik (Lachman et al, 1989).
Dari hasil pengukuran sudut reposa rentang nilai yang didapatkan tidak
terlalu jauh yaitu bagus. Hasil ini sesuai dengan literatur karena dengan dibuat
granul maka dapat memperbaiki sifat alir. Sedangkan untuk laju alir terdapat
beberapa kelompok yang tidak sesuai dengan teori, didapatkan rentang yang jauh
dari tiap kelompok. Perbedaan ini dapat dibebkan karena perbedaan waktu dan
berat granul yang dipakai untuk pengujian dari tiap kelompok.
24
Selanjutnya dilakukan uji indeks kompresibilitas. Indeks Kompresibilitas
adalah salah satu evaluasi untuk granulasi tablet. Uji ini bertujuan untuk
mengetahui sifat alir pada granul, sehingga kita bisa mendapatkan indeks
kompresibilitas yang bagus. Kompresibilitas adalah kemampuan serbuk untuk
berkurang/menurun volumenya setelah diberi tekanan atau perlakuan lainnya
(pressure or stress). Pengujiannya dapat dilakukan dengan mengukur pengurangan
volume atau ketebalan tablet terhadap sejumlah tertentu serbuk setelah diberi
tekanan atau pengetapan (Sulaiman, 2007). Kompresibilitas digambarkan dengan
ketebalan tablet (Alderborn, 1996).
25
a. Penyusunan ulang dari struktur granul.
Ketika Punch atas mengempa granul maka distribusi granul akan tersusun
ulang diantara punch atas dan punch bawah.
b. Perubahan Bentuk granul dan pembentukan ikatan
Pada tahap ini akan terjadi perubahan bentuk granul karena penekanan,
pada awalnya terjadi deformasi elastis kemudian plastik.
c. Pembentukan ikatan intergranul
Hasil dari penekanan, granul termampatkan dan terjadi ikatan antar granul
sehingga menjadi tablet.
Selanjutnya punch atas akan kembali ketempat aslinya dan punch bawah
akan bergerak keatas membawa tablet sejajar dengan die atau mengeluarkan tablet
yang telah dicetak. Setelah itu hopper akan bergerak untuk mengisi granul ke
dalam die sehingga tablet akan tergeser oleh hopper. Tablet yang telah dihasilkan
di tampung untuk dilakukan evaluasi tablet. Tablet yang kami hasilkan jika
dilihat secara organoleptik, dari warnanya terlihat tidak putih atau berwarna putih
gading, bentuk permukaannya kasar, isi tablet seperti tidak homogen, dan tablet
tidak mengkilap.
Fluiditas / sifat alir serbuk merupakan faktor kritik dalam produksi obat
sediaan padat. Hal ini karena sifat alir serbuk berpengaruh pada peningkatan
reprodusibilitas pengisian ruang kompresi pada pembuatan tablet dan kapsul ,
sehingga menyebabkan keseragaman bobot sediaan lebih baik, demikian pula efek
farmakologinya. Sifat aliran zat aktif maupun bahan tambahan sangat penting
diketahui untuk pembuatan tablet yang baik. Aliran serbuk atau pati yang baik
untuk dikempa sangat penting untuk memastikan pencampuran yang homogen
dan keseragaman bobot yang dapat diterima untuk tablet kempa. Proses pengisian
dies didasarkan atas aliran granul yang kontinyu dan seragam dari hopper. Bila
aliran kurang baik, beberapa dies tidak akan terisi sempurna. Karena aliran yang
kurang baik akan berakibat terbetuknya lubang dari granul di hopper. Jika suatu
zat aktif pada tahap formulasi diidentifikasi memiliki sifat alir yang buruk,
masalah ini dapat diatasi dengan memilih bahan tambahan yang tepat, dalam
26
beberapa hal, serbuk-serbuk zat aktif atau massa tablet perlu dikempa untuk
menyempurnakan sifat alirannya (Anonim, 2005).
27
sama memiliki diameter 1,4 cm dan tebal 0.6 cm. Tablet yang dihasilkan
memenuhi standard tablet yang ditetapkan oleh FI 3 diameter tablet tidak lebih
dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 kali tebalnya tablet. Pada proses
pencetakan, dengan sifat alir yang baik dan ketepatan pencetakan yang sesuai
maka akan menghasilkan bobot dan ukuran yang sama. Karena dari pengujian
granul sifat alir dan kompresibilitas kelompok kami sangat baik, maka tablet yang
dihasilkan berupa tablet yang padat dan sesuai dengan persyaratan tablet.
Uji evaluasi selanjutnya yaitu uji friabilitas atau uji kerapuhan tablet. Uji
kerapuhan tablet (Friabilitas) merupakan uji ketahanan permukaan tablet terhadap
gesekan yang dialami selama pengemasan, pengiriman dan penyimpanan.
Kerapuhan tablet dapat dievaluasidengan menggunakan alat uji kerapuhan
(friability tester). Alat ini terdiri dari drum fleksiglas yang berputar dan bilah yang
melengkung radial yang berfungsi untuk mengambil tablet-tablet membawanya
sampai melewati sumbu, lalu menggulirkan atau meluncurkan tablet jatuh pada
sisi drum. Disini tablet bergulir sampai pada putaran berikutnya diangkut kembali
oleh bilah melengkung tersebut. Percobaan ini mempertimbangkan kerusakan
aliran dan jatuhan. Tablet dikatakan baik apabila kerapuhannya tidak lebih dari
1%(Lachman, dkk, 1994). Prinsipnya adalah menetapkan bobot yang hilang dari
sejumlah tablet selama diputar dalam friabilator selama waktu tertentu. Pada
proses pengukuran kerapuhan, alat diputar selama 15 menit (Andayana, 2009.
Setelah diputar, tablet ditimbang bobotnya dan dihitung berapa bobot yang hilang
dari tablet tersebut. Hal yang harus diperhatikan dalam pengujian friabilitas adalah
jika dalam proses pengukuran friabilitas ada tablet yang pecah atau terbelah, maka
tablet tersebut tidak diikutsertakan dalam perhitungan. Jika hasil pengukuran
meragukan (bobot yang hilang terlalu besar), maka pengujian harus diulang
sebanyak dua kali. Selanjutnya tentukan nilai rata-rata dari ketiga uji yang telah
dilakukan (Andayana, 2009). Semakin besar harga persentase kerapuhan, maka
semakin besar massa tablet yang hilang.
Hasil yang didapat dari pengujian ini adalah 5,28%. Hasil ini tidak
memenuhi persyaratan untuk uji kerapuhan yaitu <1%. Hasil yang tidak
memenuhi syarat ini dapat dipengaruhi oleh bahan tambahan pengikat. Kerapuhan
dapat dipengaruhi oleh kekuatan bahan pengikat yang akan meningkatkan
pengikatan granul sehingga menjadi kuat. Granul yang kuat akan menghasilkan
tablet yang keras. Pada formula ini digunakan bahan amilum sebagai pengikat
dengan konsentrasi 12%. Konsentrasi yang biasa digunakan amilum sebagai
bahan pengikat sebesar 5 -15%. Amilum sebagai bahan pengikat akan
menghasilkan tablet yang rapuh sehingga waktu disintregannya lebih singkat
tetapi sulit dikeringkan. Semakin besar kadar amilum yang digunakan,
kecenderungan partikel untuk melekat satu dengan yang lain semakin besar,
sehingga granul yang dihasilkan lebih kompak, padat, rapat dan porositas turun
yang menyebabkan tablet yang dihasilkan kuat dan tidak rapuh. (Lachman, dkk,
28
1994). Dengan memakai amilum konsentrasi 12% menghasilkan teblet yang
rapuh. Kerapuhan ini bisa diatasi dengan meningkatkan konseentrasi amilum atau
menurunkan konsentrasi disentegran. Selain itu, faktor lain yang bisa
menyebabkan kerapuhan tablet adalah tekanan pada saat penyetakan tablet,
tekanan yang tinggi akan menghasilkan tablet yang lebih keras. Kerapuhan yang
tinggi akan mempengaruhi konsentrasi/kadar zat aktif yang masih terdapat pada
tablet. Tablet dengan konsentrasi zat aktif yang kecil (tablet dengan bobot kecil),
adanya kehilangan massa akibat rapuh akan mempengaruhi kadar zat aktif yang
masih terdapat dalam tablet (Sulaiman, 2007).
Selanjutnya yaitu uji keseragaman bobot. Keseragaman bobot menurut FI
III (1979), Uji keseragaman bobot dilakukan dengan menimbang 20 tablet.
Dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu persatu, tidak boleh lebih
dari dua tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya
lebih besar dari 5% (CV <5%). Dan tidak satu tablet pun yang bobotnya
menyimpang dari 10% bobot rata-ratanya.
29
yang ada di dalam tubuh manusia. Pada uji ini didapatkan 6 tablet hancur dengan
waktu kurang dari 15 menit. Hal ini menunjukkan bahwa tablet memenuhi
persyaratan waktu hancur tablet. Hal ini bisa disebabkan oleh amylum yang
digunakan sebagai bahan pengikat tablet sudah baik, yaitu sebanyak 12 %,
sehingga didapatkan waktu hancur yang baik.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi waktu hancur adalah sifat fisik
granul, kekerasan, porositas tablet dan daya serap granul, dan desintegrant.
Jumlah desintegran yang di pakai dalamsediaan tablet dapat mempengaruhi waktu
hancur. Waktu hancur yang dibutuhkan adalah tablet dapat hancur dalam waktu
kurang dari 15 menit pada suhu 370C. Pada sediaan yang dilakukan oleh kami
didapatkan waktu hancur yang standar karena tablet sudah hancur dalam waktu
kurang dari 15 menit pada suhu 370C. Bila terjadi masalah pada waktu hancur
maka harus di tambah disintegrannya. Adapun dalam praktikum ini di pakai
amilum kering sebagai disintegran sebanyak 5 % dalam rentang normal amilum
kering untuk disentegran 1-20%. Amilum dapat digunakan sebagai disientegran
yang kuat karena amilum akan mengambang bila kontak dengan air dan ikatan
hidrogen pada air akan masuk ke dalam tablet sehingga menyebabkan tablet cepat
hancur. (lachman,lieberman. 1989)
Bentuk padatan kristal dalam bidang farmasi merupakan salah satu bentuk
padatan yang stabil. sifat kristal merupakan kristal yang ideal pada unit
strukturalnya, padatan kristal bisa berbentuk polimorf, solvat atau hidrat.
Sedangkan amorf merupakan bentuk padatan yang kurang stabil dibandingkan
dengan kristal dan memiliki titik lebur yang melebar (luas), faktor ini juga
mempengaruhi kelarutan zat aktif yang dapat dimodifikasi dari bentuk fisik obat
(bentuk kristal, amorf, polimorfisa, solvat dan hidrat). Secara umum amorf lebih
mudah larut dari bentuk kristalnya. Isoniazid berbentuk kristal sehingga dapat
mempengaruhi dari kecepatan disolusinya dimana amorf lebih mudah larut.
30
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
31
DAFTAR PUSTAKA
Agoes G., 2012, Sediaan Farmasi Padat (SFI-6). Penerbit ITB. Bandung.
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim, Edisi IV, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Aulton, M. E., 2003, Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design, Second
Edition, 408, ELBS Fonded by British Goverment.
Elfiyani, Rahmah, dkk. 2014. Perbandingan Penggunaan Asam Sitrat dan Tartrat
Terhadap Sifat Fisik Granul Efferfescent Ekstrak Kering Kulit Buah
Manggis (Garcinia mangostana L.). Jurnal Media Farmasi Vol.11 No.1.
Univerisitas Muhammadiyah Prof.Dr.Hamka Jakarta.
Lachman L., Lieberman H.A., Kanig J.L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri diterjemahkan oleh Suyatni S., Edisi II, UI Press. Jakarta.
Lieberman, H.A., Kaning J.L. (Edisi 1), Teori dan Praktek Farmasi Industri. Vol.
I. Universitas Indonesia, Jakarta, hal.102.
32
Rahmawati, Indah Fortuna, dkk. 2016. Formulasi dan evaluasi granul effervescent
ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen.). Jurnal
Pharmaciana Vol.6 No.2.
Sheth, B.B., Bandelin, F.J., and Shangraw, R.F. 1980. Compressed Tablets, in
Lieberman, H.A, and Lachman L.(Eds), Pharmaceutical Dosage Forms:
Tablets, Vol. I,114-116, 138, 147, 159, Marcell Dekker, Inc, New York.
33