Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN SOLID


TABLET EKSTRAK KANGKUNG AIR

Nama : RISKI AMALIA


NPM : 1120006441
Kelas / Kelompok :A
Hari/ tgl praktikum :RABU/ 13 OKTOBER 2021

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI


PRODI D III FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PEKALONGAN
PEKALONGAN
2021
TABLET EKSTRAK KANGKUNG AIR

I. TUJUAN
Setelah mengikuti praktiukm mahasiswa dapat membuat tablet dengan
zat aktif dari Ekstrak kangkong air dan pengujian sifat fisiknya.
II. DASAR TEORI
Berbagai pengobatan untuk mencegah dan mengatasi diabetes telah
dikembangkan, termasuk pula penggunaan berbagai macam herbal. Salah satu herbal
yang memiliki aktivitas sebagai antihiperglikemia adalah kangkung air (Ipomoea
aquatica F.) (Malalavidhane et al., 2003). Kangkung merupakan tanaman yang kaya
akan katorenoid dan klorofil. Kandungan kangkung sebagian besar mengandung asam
amino esensial seperti asam aspartat, glisin, alanin dan leusin sesuai dengan pola diet
protein yang direkomedasikan oleh WHO (Shekhar, 2011).
Tablet adalah bentuk sediaan padat yang dibuat secara kempa-cetak berbentuk
rata atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih
dengan atau tanpa zat tambahan (Anief, 2000). Obat tunggal atau campuran beberapa
jenis obat diramu dengan zat tambahan yang cocok, digranulasi, jika perlu digunakan
zat pembasah, kemudian dikempa cetak (Fornas, 1978).
Tablet merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang hampir sebagian
besar bentuk sediaan farmasi terdapat dalam bentuk tablet (hampir 60%). Hal ini
didukung oleh beberapa keunggulan yang dimiliki oleh tablet (Sulaiman,2007), yaitu:
1) Tablet dapat diproduksi dalam skala besar dan dengan kecepatan
produksi yang sangat tinggi sehingga lebih murah
2) Memiliki ketepatan dosis tiap tablet/tiap unit pemakaian
3) Lebih stabil dan tidak mudah ditumbuhi mikroba karena dalam bentuk
kering dengan kadar air yang rendah
4) Dapat dibuat produk untuk berbagai profil pelepasan
5) Tablet bukan produk steril (kecuali implan/hipodermik tablet) sehingga
penanganan selama produksi, distribusi dan pemakaian lebih mudah
6) Mudah dalam pengepakan (blister atau strip) dan transportasi
7) Pasien dapat membawa kemanapun dengan mudah
8) Bau, rasa dan warna yang tidak menyenangkan dapat ditutupi dengan
penyalutan
9) Produk dengan mudah dapat diidentifikasi, dengan memberi tanda/logo
di punch atau dengan printing
10) Tablet tersedia dalam berbagai tipe yaitu: buccal, effervescent,
dispersible dan lain-lain
11) Dapat dengan mudah digunakan sendiri oleh pasien tanpa bantuan
tenaga medis.
12) Dibandingkan dengan kapsul, tablet lebih tamperproof (sulit
dipalsukan).

Selain berbagai keuntungan, tablet juga memiliki berbagai kelemahan, di


antaranya (Sulaiman,2007):
1) Bahan aktif dengan dosis yang besar dan tidak kompresibel sulit dibuat
tablet karena tablet yang dihasilkan akan besar sehingga tidak
acceptable
2) Terdapat kendala dalam memformulasikan zat aktif yang sulit terbasahi
dan tidak larut, serta disolusinya rendah
3) Onsetnya lebih lambat dibandingkan sediaan parenteral, larutan oral,
dan kapsul
4) Jumlah zat aktif dalam bentuk cairan yang dapat dijerat/trap ke dalam
tablet sangat kecil
5) Kesulitan menelan pada anak-anak, orang sakit parah, dan pasien lanjut
usia
6) Pasien yang menjalani radioterapi tidak dapat menelan tablet
Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk
sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan
tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja (Ditjen POM,
1995).
Tablet biasanya berisi beberapa atau paling banyak terdiri atas zat aktif,
pengisi, pengikat, pewarna, penghancur, pemberi rasa dan pelicin (Anonim, 1995).
a) Bahan pengisi (diluent atau filler) Bahan pengisi ditambahkan dengan tujuan untuk
memperbesar volume dan berat tablet. Bahan pengisi yang umum digunakan adalah
laktosa, pati, dekstrosa, dikalsium fosfat dan mikrokristal selulosa (Avicel). Bahan
pengisi dipilih yang dapat meningkatkan fluiditas dan kompresibilitas yang baik
(Sheth dkk, 1980).
b) Bahan pengikat (binder) Bahan pengikat membantu perlekatan partikel dalam
formulasi, memungkinkan granul dibuat dan dijaga keterpaduan hasil akhir tabletnya
(Ansel, 1989). Bahan pembantu ini bertanggung jawab terhadap kekompakan dan
daya tahan tablet. Oleh karena itu bahan pengikat menjamin penyatuan beberapa
partikel serbuk dalam sebuah butir granulat. Demikian pula kekompakan tablet dapat
dipengaruhi, baik oleh tekanan pencetakan maupun bahan pengikat. Bahan pengikat
dalam jumlah yang memadai ditambahkan ke dalam bahan yang akan ditabletasi
melalui bahan pelarut atau larutan bahan perekat yang digunakan pada saat granulasi
(Voigt, 1984). Bahan pengikat yang umum digunakan adalah gom akasia, gelatin,
sukrosa, PVP (povidon), metil selulosa, karboksimetil selulosa dan pasta pati
terhidrolisa.
c) Bahan penghancur (disintegrant) Bahan penghancur ditambahkan untuk memudahkan
pecahnya atau hancurnya tablet ketika kontak dengan cairan saluran pencernaan.
Bahan penghancur akan menarik air dalam tablet, mengembang dan menyebabkan
tabletnya pecah menjadi bagian-bagian kecil, sehingga memungkinkan larutnya obat
dari obat dan tercapainya bioavabilitas yang diharapkan (Banker dan Anderson,
1986). Bahan penghancur meliputi tepung jagung dan kentang, turunan amilum seperti
karboksimetil selulosa, resin, resin penukar ion dan bahanbahan lain yang membesar
atau mengembang dengan adanya lembab dan 6 mempunyai efek memecahkan atau
menghancurkan tablet setelah masuk dalam saluran pencernaan (Ansel, 1989).
d) Bahan pelicin (lubricant) Digunakan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi
diantara dinding die dan tepi tablet selama proses penabletan berlangsung. Banyak
bahan dapat dikempa dan mempunyai hasil baik tanpa penambahan bahan pelicin
tetapi untuk bahan higroskopik perlu dilakukan penambahan bahan pelicin karena
kadang terjadi masalah. Hal ini tergantung dari tingkat kekeringan bahan. Proses
granulasi yang terlalu basah akan diperoleh hasil tablet yang terlalu ramping karena
banyak bahan yang lengket dalam mesin. Bahan pelicin biasanya digunakan dalam
jumlah kecil antara 0,5- 1% tetapi mungkin kurang dari 0,1% dan lebih dari 5%.
Contoh umum bahan pelicin antara lain petrolatum cair, talk, magnesium stearat dan
stearan dan asam stearat, kalsium stearat, likopodium (untuk tablet yang berwarna).
Bahan pelicin ditambahkan setelah terbentuk granul. Bahan pelicin bekerja paling
efektif jika terletak di luar granul (Ansel,1989).
Tablet dicetak dari serbuk kering, kristal atau granulat, umumnya dengan
penambahan bahan pembantu, pada mesin yang sesuai, dengan menggunakan tekanan
tinggi. Tablet dapat memiliki bentuk silinder, kubus, batang, atau cakram, serta bentuk
seperti telur atau peluru. Garis tengah tablet pada umumnya 5-17 mm, sedangkan
bobot tablet 0,1-1 g (Voigt, 1995).
Metode Pembuatan Tablet
Tablet dibuat dengan 3 cara umum, yaitu granulasi basah, granulasi kering
(mesin rol atau mesin slag) dan kempa langsung. Tujuan granulasi basah dan kering
adalah untuk meningkatkan aliran campuran dan atau kemampuan kempa (Ditjen
POM, 1995). Langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan tablet dengan
metode ini dapat dibagi sebagai berikut: menimbang dan mencampur bahan-
bahan, pembuatan granulasi basah, pengayakan granul basah, pengeringan,
pengayakan granul kering, pencampuran bahan pelicin dan bahan penghancur,
pembuatan tablet dengan kompresi (Ansel, 1989).
Granulasi basah merupakan suatu proses perubahan dari bentuk serbuk halus
menjadi granul dengan bantuan larutan bahan pengikat yang sesuai. Pada metode
granulasi basah ini bahan pengikat yang ditambahkan harus mempunyai jumlah yang
relatif cukup, karena kekurangan atau kelebihan sedikit saja bahan pengikat akan
menyebabkan granul yang tidak sesuai dengan yang diinginkan dan akan
mempengaruhi hasil akhir tablet (Robert dkk, 1990).
Keuntungan metode granulasi basah:
1) Meningkatkan kohesifitas dan kompaktibilitas serbuk sehingga diharapkan
tablet yang dibuat dengan mengempa sejumlah granul pada tekanan
kompresi tertentu akan menjadi massa yang kompak, mempunyai
penampilan, cukup keras dan tidak rapuh.
2) Untuk obat dengan sifat kompaktibilitas rendah, dalam takaran tinggi
dibuat dengan metode ini tidak perlu bahan penolong yang menyebabkan
bobot tablet lebih besar.
3) Sistem granulasi basah mencegah terjadinya segregasi komponen penyusun
tablet yang homogen selama proses pencampuran.
4) Untuk yang hidrofob maka granulasi basah dapat memperbaiki kecepatan
pelarutan kecepatan obat dengan memilih bahan pengikat yang cocok
(Bandelin, 1989).
Kelemahan granulasi basah yaitu tidak memungkinkan untuk dikerjakan pada
obat-obat yang sensitif terhadap kelembaban dan panas serta disolusi obat lebih
lambat. Pada metode ini memerlukan peralatan dan penanganan khusus serta tenaga
yang cukup besar (Bandelin, 1989).
III. FORMULASI
R/ Ekstrak 72 mg
Amilum 75 mg
Avicel PH 101 338 mg
Amilum Manihot 75 mg
Mg Stearat 10 mg
PVP K30 5 mg
Total 500 mg

IV. ALAT DAN BAHAN


Alat Bahan
Timbangan Ekstrak Kangkung Air
Mortir Avicel PH 101
Stamper PVP K30
Cawan porselen Amilum Manihot
Water Bath Aquadest
Ayakan no 16 dan no18 Mg Stearat
Oven Dapar fosfat pH 5,8
Batang pengaduk
Piring petri 6 pasang
Disolution tester
Ayakan bertingkat
Corong kaca
Statif dan klem
Stopwatch
Gelas Ukur
Mesin pencetak tablet
Hardness tester
Disintegration tester
V. Friability Tester CARA KERJA

a. Kertas saring Pembuatan


Tablet

Ditimbang bahan yang dibutuhkan dalam formula


Pembuatan granul dilakukan dengan mencampurkan Ekstrak kental
kangkung air dengan pengisi avicel PH 101, campuran diayak dg no 16
Campuran tersebut kemudian dikeringkan dalam almari pengering dengan
suhu 60°C, setelah kering di ayak lagi dg ayakan no 18

Ditambahkan amilum Manihot dan mg stearate dicampurkan homogen

Diuji sifat fisik granul kering yang diperoleh meliputi kandungan lembab,
sudut diam, dan kecepatan alir granul

Setelah diuji sifat fisiknya kemudian dikempa dengan mesin kempa tablet,
bobot masing – masing tablet sebesar 500 mg

Dilakukan pengujian sifat fisikokimia tablet Ekstrak kangkung yang dibuat

b. Pengujian Sifat Fisikokimia Tablet

Organoleptis Pengujian dengan penginderaan meliputi bentuk, warna,


aroma, dan rasa

Keseragaman bobot Ditimbang 20 tablet, kemudian ditimbang satu


persatu. Hitung bobot rata-rata dan cari harga
Coefisien of Variation
SD
C= X 100 %
x
c. Kekerasan

Diatur skala hardness tester pada posisi nol

Diletakkan satu tablet di tengah dan tegak lurus pada hardness tester

Putarlah alat pelan-pelan sampai tablet pecah

Bacalah skala yang dicapai pada saat tablet pecah atau hancur

Dibandingkan dengan nilai kekerasan tablet yang baik pada literatur

d. Kerapuhan

20 tablet dibebasdebukan dengan penghisap debu

Kemudian ditimbang keduapuluh tablet dengan seksama

Dimasukkan ke dalam alat uji, alat dijalankan selama 4 menit


atau 100 kali putaran

Tablet dikeluarkan dari alat, dibebas debukan lagi baru kemudian

ditimbang dengan seksama

Hitung kerapuhan tablet dan bandingkan dengan nilai yang ada


pada literatur
kerapuhan ¿] x 100
e. Uji waktu hancur
Masukkan 6 tablet ke dalam tabung berbentuk keranjang

Naik-turunkan tabung secara teratur 30 kali setiap menit dalam


medium air dengan suhu 36 - 38°C

Catatlah lama waktu hancur tablet, (tablet dinyatakan hancur


jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas kaca)

Bandingkan dengan nilai kekerasan tablet yang baik pada


literatur

f. Disolusi
Uji disolusi dilakukan dengan membandingkan tablet yang ada
dipasaran dan tablet yang dibuat Disolusi untuk tablet parasetamol.
Masukkan satu tablet parasetamol dalam larutan dapar fosfat pH
5,8 sebagai media disolusi sebanyak 900,0 mL

Putarlah pengaduk dayung dengan kecepatan 50 rpm

Ambillah sampel dari media disolusi sebanyak 5,0 ml pada


waktu 3, 10, 20, dan 30 menit.

Masukkan media disolusi sebanyak 5,0 ml untuk mengganti

volume sampel dengan suhu yang sama yaitu 37°C

Bacalah serapan sampel setelah dilakukan penyaringan dengan


spektrofotometri pada panjang gelombang 243 nm

Anda mungkin juga menyukai