Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat adalah zat aktif berasal dari nabati, kimiawi alam maupun sintesis dalam dosis atau
kadar tertentu dapat dipergunakan untuk preventif (profilaksis), rehabilitasi, terapi, diagnosa
terhadap suatu keadaan penyakit pada manusia ataupun hewan. Namun zat aktif tersebut tidak
dapat dipergunakan begitu saja sebagai obat, terlebih dahulu harus dibuat dalam bentuk sediaan.
Oleh karena itu muncul sediaan pil, tablet, kapsul, sirup, supositoria suspensi, salep dan lain lain
(Admar, 2004). Menurut Widodo (2004) ada empat macam bentuk sediaan :

a. Bentuk padat, terdiri dari : serbuk, tablet, kapsul, pil.


b. Bentuk semipadat, terdiri dari : salep, pasta, krim, gel, lotion, suppositoria.
c. Bentuk cairan, terdiri dari : sirup, injeksi, infus dan obat tetes.
d. Bentuk gas, terdiri dari : aerosol.

Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan
penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat berbeda dalam ukuran,
bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur, dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara
pemakaian tablet dan metode pembuatannya. Kebanyakan tablet digunakan pada pemberian obat
secara oral atau melalui mulut (Ansel, 1989).

Sediaan tablet merupakan sediaan yang paling banyak diproduksi dan juga banyak
mengalami perkembangan dalam formulasinya. Beberapa keuntungan sediaan tablet adalah
sediaan lebih kompak, dosisnya tepat, mudah pengemasannya dan penggunaannya lebih praktis
dibanding sediaan yang lain (Lachman dkk., 1994).

Isoniazid (piridina-4-karboksil-hidrazida) mempunyai berat molekul 137,14 merupakan


hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau dan mempunyai rasa yang agak
pahit, dapat terurai perlahan-lahan dengan adanya udara dan cahaya. Kelarutannya mudah

1
didalam air akan tetapi agak sukar larut di dalam etanol, kloroform dan eter, yang berkhasiat
sebagai anti -tuberkulosis (Ditjen POM, 1995).

Bahan pengikat dalam formulasi tablet adalah untuk mengikat komponenkomponen


tablet untuk dijadikan granul dengan ukuran yang sama dan bentuk yang spheris setelah
dipaksakan melewati ayakan. Dengan adanya bahan pengikat, komponen tablet akan mudah
dibentuk menjadi granul, sehingga akan memudahkan pencetakan. Pemilihan bahan pengikat
bergantung kepada sifat fisika dan kimia dari bahan obat, daya ikat yang diperlukan dan tujuan
pemakaian obatnya (Soekemi, 1987).

Amilum dapat dimanfaatkan sebagai bahan penghancur dalam tablet Isoniazid dengan
profil kecepatan disolusi (Kadhafi, 2000). Untuk itu dalam praktikum ini digunakan amilum
sebagai bahan penghancur dalam tablet isoniazid dengan metode penambahan eksternal-internal
dengan disertai daya serap tablet, untuk mengetahui tablet yang mempunyai sifat fisik yang
memenuhi persyaratan dalam Farmakope Indonesia dan pustaka lain.

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari penulisan laporan ini untuk mengetahui cara pembuatan obat
khususnya tablet Isoniazida dengan menggunakan metode granulasi basah.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tablet

II.1.1 Definisi Tablet

Menurut FI edisi IV, Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau
tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan
tablet kempa.
Tablet adalah sediaan padat kompak yang dibuat dengan cara kempa cetak dalam bentuk
umumnya pipih, permukaanya rata atau cembung, mengandung obat dengan atau tanpa zat
pengisi. Obat tunggal atau campuran beberapa jenis bahan obat diramu dengan zat tambahan
yang cocok, digranulasikan, jika perlu digunakan zat pembasah, kemudian dikempa cetak.
Granulasi dilakukan dengan cara kering atau basah tergantng dari sifat obatnya.(Admar, 2004).
Menurut Anief (1996), zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi,
zat pengikat, zat pelicin dan zat pembasah.tablet digunakan baik untuk tujuan penggunaan lokal
atau sistemik. Pengobatan lokal misalnya :
1. Tablet untuk vagina, berbentuk oval, digunakan sebagai anti infeksi, anti fungi,
penggunaan hormon secara lokal.
2. Lozenges, trochisci digunakan untuk efek lokal dimulut dan tenggorokan umunnya
digunakan sebagai anti infeksi.
Pengobatan untuk mendapatkan efek sistemik, selain tablet biasa yang ditelan masuk perut
terdapat pula yang lain seperti :
1. Tablet bucal, digunakan denagan cara dimasukan diantara pipi dan gusi dalam rongga
mulut, biasanya berisi hormon steroid, absorbsi terjadi melalui mukosa mulut masuk
peredaran darah.
2. Tablet sublingual, digunakan dengan jalan dimasukan dibawah lidah, biasanya berisis
hormon steroid. Absorbsi terjadi melalui mukosa masuk peredaran darah.
3. Tablet implantasi, berupa pellet, oval atau pipih, steril dimasukan implantasi dalam kulit
tubuh.

3
Menurut Admar (2004), jenis jenis tablet terdiri dari :
a. Tablet kempa (compresi)
b. Tablet kunyah (chewable tablet)
c. Tablet salut (coated tablet), terdiri dari :
Tablet salut gula (sugar coated tablet)
Tablet salut tekan (press coated tablet)
Tablet salut film (film coated tablet)
Tablet salut enterik (enteric coated tablet)
d. Tablet berlapis
e. Tablet efferfecent
f. Tablet bukal/sublingual
g. Tablet hisap (troshesci, lozenges, pastiles).

Bentuk bentuk tablet antara lain :


a. Bentuk bulat dan rata (bikonfek)
b. Bentuk cembung (bikonkaf)
c. Bentuk oval (bulat telur)
d. Bentuk trianggle (ssegitiga), segilima dan seterusnya
e. Bentuk kapsul disebut kaplet.

II.1.2 Komponen Tablet


Komponen / formulasi tablet kempa terdiri dari zat aktif, bahan pengisi, bahan pengikat,
desintegran, dan lubrikan dapat juga mengandung bahan pewarna yang diizinkan, bahan
pengaroma dan bahan pemanis.
1. Zat aktif
Harus memenuhi syarat yang ditentukan Farmakope Indonesia.

2. Bahan excipient / bahan tambahan


a. Bahan pengisi (diluent)
Bahan pengisi digunakan untuk memperbesar masa tablet yang mengandung zat aktif
dalam jumlah yang sedikit, sehingga menjadi tablet yang cukup besar agar sesuai dengan

4
berat yang dikehendaki dan dapat dikempa dengan baik. Pada pemilihan bahan pengisi,
dipilih bahan yang dapat memperbaiki sifat ikatan antara partikel penyusun dan sifat alir
dari komponen formulasi serta bahan yang digunakan bersifat netral (Sheth et al, 1980).

b. Bahan pengikat (binder)


Bahan pengikat diperlukan dalam pembuatan tablet dengan maksud untuk meningkatkan
kohesifitas antar partikel serbuk sehingga memberikan kekompakan dan daya tahan
tablet. Penggunaan bahan pengikat yang terlalu banyak atau berlebihan akan
menghasilkan massa yang terlalu basah dan granul yang terlalu keras sehingga tablet
yang dihasilkan mempunyai waktu hancur yang lama, sebaliknya kekurangan bahan
pengikat akan menghasilkan daya rekat yang lemah sehingga tablet akan rapuh dan
terjadi capping (Voigt, 1984).

c. Bahan penghancur/pengembang (desintegran)


Bahan penghancur adalah bahan yang ditambahkan dalam pembuatan tablet dengan
maksud tablet hancur menjadi bagian-bagiannya apabila berada dalam medium air.
Prinsip kerja bahan penghancur adalah melawan daya tarik bahan pengikat dan kekuatan
fisik tablet sebagai akibat dari tekanan mekanik pada proses kompresi. Makin kuat kerja
bahan pengikat, maka perlu bahan penghancur yang lebih efektif. Pada pembuatan tablet
secara granulasi, terdapat tiga cara dalam penambahan bahan penghancur yaitu
penambahan secara internal, eksternal dan kombinasi eksternal-internal. Perbedaan antara
ketiga cara penambahan tersebut terletak pada tiga tahapan penambahannya, yaitu:
1) Internal addition, yaitu bahan penghancur ditambahkan pada proses granulasi,
bertujuan untuk menghancurkan granul menjadi partikel penyusun granul.
2) eksternal addition, yaitu bahan penghancur ditambahkan bersama bahan pelican
pada granul kering yang sudah diayak sebelum penabletan, bertujuan untuk
menghancurkan tablet menjadi granul setelah kontak dengan medium air.
3) kombinasi eksternal-internal, yaitu bahan penghancur ditambahkan pada proses
granulasi dan sebagian lagi ditambahkan pada granul kering sebelum penabletan,
bertujuan agar tablet hancur menjadi granul dan selanjutnya hancur menjadi partikel-
partikel penyusunnya (Aulton, 2002).

5
d. Bahan pelicin (lubrikan/lubricant)
Bahan pelicin memudahkan pengeluaran tablet keluar ruang cetak melalui pengurangan
gesekan antara dinding dalam lubang ruang cetak dengan permukaan sisi tablet. Bahan
pelicin yang umum digunakan adalah kalsium dan magnesium stearat, karena mereka
akan menyebabkan turunnya kekerasan tablet akibat mengecilnya gaya ikatan dengan
terbentuknya lapisan tipis bahan pelicin pada partikel bahan padat. Bahan pelicin dalam
pembuatan tablet dapat berfungsi sebagai :
1) Lubricant, yaitu untuk mengurangi gesekan yang terjadi antara dinding ruang cetak
dengan tepi tablet selama penabletan.
2) Glidant, yaitu memperbaiki sifat alir serbuk atau granul, sehingga lebih mudah
mengalir.
3) Anti adherent, untuk mencegah melekatnya tablet pada die dan pada permukaan
punch (Voigt, 1984).

II.1.3 Pembuatan Tablet


Menurut Ansel (1989), ada tiga metode pembuatan tablet compressi yang berlaku yaitu
metode granulsi basah, metode granulasi kering, dan cetak langsung.
1. Granulasi Basah
Metode granulasi basah merupakan metode terluas yang digunakan pada saat ini, langkah -
langkah yang diperlukan untuk pembuatan metode ini dapat dibagi sebagai berikut :
a. Penimbangan dan pencampuran
Bahan aktif, pengisi dan bahan penghancur yang diperlukan dalam formula tablet
ditimbang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan untuk membuat sejumlah tablet yang
akan di produksi dan dicampur, diaduk baik, biasanya menggunakan mesin pencampur
serbuk atau mikser. Bahan pengisi yang biasa digunakan antara lain : laktosa, kaolin,
mannitol, amilum , gula bubuk dan kalium fosfat.bahan penghancur meliputi tepung
jagung dan kentang, turunan amilum seperti natrium amilumglikolat, senyawa selulosa
seperti karboksimetilselulosa, resin penukar kation dan bahan bahan lain yang membesar
dan mengembang dengan adanya lembab dan mempunyai efek memecah atau
menghancurkan tablet setelah masuk kedalam cairan pencernaan.

6
b. Pembuatan granulasi basah
Agar campuran serbuk mengalir bebas dan merata dari hopper (wadah berbentuk
seperti corongyang menampung obat dan mengatur arusnya menuju mesinpembuat
tablet) kedalam cetakan, mengisinya dengan tepat dan merata, biasanya perlu mengubah
campuran serbuk menjadi granula yang bebas mengalir kedalam cetakan disebut
granulasi. Hal ini dapat dilakukan secara baik denag menambahkan cairan pengikat atau
perekat kedalam campuran serbuk, melewatkan adonan yang lembab melalui ayakan
yang ukurannya seperti yang diinginkan, granul yang dihasilkan memlalui pengayakan
ini dikeringkan, lalu diayak lagi diayak lagi dengan ayakan yang ukuranya lebih kecil
supaya mengurangi ukuran granul berikutnya. Bahan pengikat yang digunakan atara lain :
10 20 % cairan berair yang dibuat dari tepung jagung, 25 50 % larutan glukosa,
molase, macam macam gom alam (seperti akasia), gelatin.

c. Penyaringan adonan lembab menjadi pelet atau granul


Pada umumnya granulasi basah di tekan melalui ayakan no. 6 atau 8. Hal ini yaitu
fluidization disalurkan kedalam fluid bed driers.dibuat granul dengan menekan pada alat
yang dibuat berlubang lubang. Setelah semua bahan berubah menjadi granu, kemudian
ditebarkan diatas selembar kertas yang lebar dalam nampan yang dangkal dan
dikeringkan.

d. Pengeringan granul
Kebanyakan granul dikeringkan dalam kabinet pengering dengan sistem sirkulasi
udara dan pengendakian temperatur. Diantara metode terbaru untuk pengeringan
sekarang ini yaitu fluidization disalurkan kedalam fluid bed driers. Pada metode ini
granul dikeringakan dalam keadaan tertutup dan berputar putar sambil dialirkan udara
yang hangat. Granulasi dapat juga diselesaikan memakai peralatan granulasi dengan
mesin, termasuk dengan lapisan yang dicairkan disemprotkan pada granulator. Pada
proses ini campuran serbuk yang akan dibuat granul, diubah menjadi larutan atau
suspensi dan disemprotkan, dikeringakn dalam fluidized bed untuk menghasilkan granul
yang seragam dan mudah mengalir.

7
e. Penyaringan kering
Setelah dikeringkan, granul dilewatkan melalui ayakan dengan lubang kecil dari
pada yang biasa dipakai untuk pengayakan granulasi asli. Seberapa jauh ukuran granul
dihaluskan, tergantung pada ukuran punch yang akan dipakai dan tablet yang akan
diproduksi. Pengukuran granul diperlukan sehingga rongga cetakan untuk memproduksi
tablet tablet kecil dapat diisi penuh secara cepat oleh granul granul tadi. Kekosongan
atau rongga udara yang disisakan oleh granul besar dalam cetakan kecil, akan
menghasilkan tablet yang akan diproduksi tidak rata.

f. Lubrifikasi atau pelinciran


Setelah pengayakan kering, biasanya bahan pelincir kering ditambahkan kedalam
granul. Sehingga setiap granul dilapisi oleh bahan pelincir, dapat juga dilapisi debu ketika
granul menyebar melalui lubang kecil ayakan atau pencampuran dalam pengadukan
serbuk.diantara pelincir yang digunakan adalah talkum, magnesium stearat, dan kalsium
stearat. Manfaat peincir dalam pembuatan tablet :
- Mempercepat aliran granul kedalam rongga cetakan
- Mencegah melekatnya grnul pada punch dan cetakan
- Selama pengeluaran tablet mengurangi pergesekan antara tablet dan dinding cetakan
ketika tablet dilemparkan dari mesin.
- Memberikan rupa yang bagus pada tablet yang sudah jadi.

g. Pencetakan tablet
Tablet dibuat dengan cara mengempa adonan yang mengandung satu atau
beberapa obat dengan bahan pengisi pada mesin stempel yang disebut pencetak / penekan
(press). Mesin pengempa tablet atau pencetak tablet dirancang dengan komponen
komponen dasar sebagai berikut :
- Hopper untuk menahan atau tempat menyimpan dan memasukan granulat yang akan
dikempa.
- Die yang menetukan ukuran dan bentuk tablet.
- Punch untuk mengempa granulat yang terdapat didalam die

8
- Jalur cam, untuk mengatur gerakan punch. Suatu mekanisme pengisian untuk
mengerakan atau memindahkan granul dari hopper kedalam die.

2. Granulasi Kering
Metode ini khususnya untuk bahan bahan yang tidak dapat diolah dengan granulasi
basah, karena kepekaanya terhadap uap air atau karena untuk mengeringkannya diperlukan
temperatur yang dinaikan. Pada metode granulasi kering, granul dibentuk oleh pelembapan atau
penambahan bahan pengikat kedalam campuran serbuk obat tetapi dengan memadatkan massa
yang jumlahnya besar dari campuran serbuk, dan setelah itu memecahkannya dan menjadikan 9
pecah pecahan kedalam granul yang lebih kecil.setelah penimbangan dan pencampuran bahan
dengan cara yang sama seperti pada metode granulasi basah serbuk di slugged atau dikompresi
menjadi tablet yang lebar dan datar atau pellet dengan garis tengah kira kira 1 inchi. Kempaan
harus cukup keras agar ketika dipecahkan, tidak menimbulkan serbuk berceceran. Tablet
kempaan ini dipecahkan dengan tangan atau alat dan diayak dengan lubang ayakan yang sesuai
dengan yang diinginkan, pelincir ditambahkan sebagaimana biasanya tablet dibuat dengan
dikempa.

3. Kompresi Langsung
Beberapa granul kimia seperti kalium klorida, kalium iodida, ammonium klorida dan
metamanin memiliki sifat mudah mengalir sebagaimana juga sifat sifat kohesifnya yang
memungkinkan untuk langsung dikompresi dalam mesin tablet tanpa memerlukan granulasi
basah atau kering. Dahulukan jumlah obat yang dapat dijadikan tablet tanpa melalui granulasi
lebih dulu sangat sedikit. Pada waktu sekarang ini penggunaan pengencer yang yang dikeringan
denag penyemprotan, meluas kepada formula-formulas tablet tertentu dari pada dengan serbuk
pengisi biasa, kualitas yang diinginkan untuk tablet dengan kompresi langsung dengan produk-
produk lainya sekarang banyak diproduksi dengan cara ini.

II.1.4 Pemeriksaan Sifat Campuran Granul


a. Waktu alir
Waktu alir adalah waktu yang diperlukan sejumlah granul atau serbuk untuk mengalir
pada alat yang dipakai. Mudah tidaknya mengalir dipengaruhi oleh bentuk partikel, sifat

9
permukaan, ukuran partikel, penambahan bahan pelicin dan kelembaban granul. Apabila granul
mempunyai waktu alir yang baik maka pengisian pada ruang kempa akan konstan, sehingga
sediaan yang dihasilkan mempunyai bobot yang seragam (Parrott, 1971).
b. Sudut diam
Sudut diam adalah sudut tetap yang terjadi antara timbunan partikel bentuk kerucut
dengan bidang horizontal. Besar kecilnya sudut diam dipengaruhi oleh bentuk, ukuran dan
kelembaban granul. Granul atau serbuk kualitas farmasi mempunyai sudut diam 25 45, sudut
yang lebih kecil menunjukkan sifat alir yang baik (Wadke dan Jacobson, 1989).

II.1.5 Evaluasi Tablet


Untuk menjaga mutu tablet tetap sama, dilakukan uji-uji sebagai berikut:
a. Uji keseragaman bobot
Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot. Keseragaman bobot ini ditetapkan untuk
menjamin keseragaman bobot tiap tablet yang dibuat. Tablet tablet yang bobotnya
seragam diharapkan akan memiliki kandungan bahan obat yang sama, sehingga akan
mempunyai efek terapi yang sama. Keseragaman bobot dapat ditetapkan sebagai berikut:
ditimbang 20 tablet, lalu dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Kemudian timbang tablet
satu persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata
lebih besar dari yang ditetapkan pada kolom A dan tidak boleh satu tablet pun bobotnya
menyimpang dari bobot ratarata lebih besar dari yang ditetapkan pada kolom B. Jika
perlu gunakan 10 tablet yang lain dan tidak satu tablet yang bobotnya menyimpang lebih
besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan dalam kolom A maupun kolom B (Dirjen
POM, 1995).
b. Uji kekerasan
Ketahanan tablet terhadap goncangan pada waktu pembuatan, pengepakan dan distribusi
bergantung pada kekerasan tablet. Kekerasan dinyatakan dalam satuan kg dari tenaga
yang diperlukan untuk memecahkan tablet. Alat yang digunakan untuk uji ini adalah
hardness tester, alat ini diharapkan dapat mengukur berat yang diperlukan untuk
memecahkan tablet. Persyaratan kekerasan tablet umumnya berkisar 4-8 kg, bobot
tersebut dianggap sebagai batas minimum untuk menghasilkan tablet yang memuaskan
(Soekemi, A. R., 1987).

10
c. Uji keregasan
Kekerasan tablet bukanlah indikator yang mutlak dari kekuatan tablet. Cara lain untuk
menentukan kekuatan tablet ialah dengan mengukur keregasannya. Gesekan dan
goncangan merupakan penyebab tablet menjadi hancur. Untuk menguji keregasan tablet
digunakan alat roche friabilator. Sebelum tablet dimasukkan kedalam alat friabilator,
tablet ditimbang terlebih dahulu. Kemudiann tablet dimasukkan kedalam alat, lalu alat
dioperasikan selama 4 menit atau 100 kali putaran. Tablet ditimbang kembali dan
dibandingkan dengan berat mula-mula. Selisih berat dihitung sebagai keregasan tablet.
Persyaratan keregasan harus lebih kecil dari 0,8% (Ansel, H.C., 1989).
d. Uji waktu hancur
Agar bahan obat dapat secara utuh diserap pada sistem pencernaan, maka tablet harus
hancur dan melepaskan bahan obat kecairan tubuh. Waktu hancur adalah waktu yang
dibutuhkan oleh tablet untuk menjadi partikel-partikel kecil. Tablet biasanya
diformulasikan dengan bahan pengembang yang menyebabkan tablet hancur didalam air
atau cairan lambung (Soekemi, A. R., 1987). Peralatan uji waktu hancur terdiri dari rak
keranjang yang mempunyai enam lubang yang terletak vertikal diatas ayakan mesh
nomor 10. Selama percobaan tablet diletakkan pada tiap lubang keranjang, kemudian
keranjang tersebut bergerak naik turun dalam larutan transparan dengan kecepatan 29-32
putaran permenit. Interval waktu hancur adalah 5 - 30 menit (Ansel, H.C., 1989).
e. Uji penetapan kadar zat berkhasiat
Uji penetapan kadar zat berkhasiat dilakukan untuk mengetahui apakah tablet tersebut
memenuhi syarat sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidak memenuhi syarat
maka obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang baik dan tidak layak dikonsumsi. Uji
penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang sesuai pada masing-
masing monografi antara lain di Farmakope Indonesia (Dirjen POM, 1995).
f. Uji disolusi
Obat yang telah memenuhi persyaratan kekerasan, waktu hancur, keregasan,
keseragaman bobot, dan penetapan kadar, belum dapat menjamin bahwa suatu obat
memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus dilakukanpada setiap produksi tablet.
Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat kedalam larutan pada
suatu medium (Dirjen POM, 1995).

11
II.2 Isoniazida
II.2.1 Definisi
Isoniazid (INH) adalah turunan asam isonicotinic hydrazide, obat bakterisidal pilihan
untuk tuberkulosis. INH terkenal karena kecenderungannya menyebabkan hepatitis dengan
penggunaan kronis. Overdosis akut isoniazid adalah penyebab umum dari obat penginduksi
kejang dan asidosis metabolik. ( Olson,1999 )
Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang sering disingkat dengan INH. Hanya satu
derivatnya yang diketahui, menghambat pembelahan kuman tuberculosis, yakni iproniazid, tetapi
obat ini terlalu toksis untuk manusia. ( Farmakologi dan Terapi UI )
Chemical Structure of Isoniazid

a. Rumus molekul : C6H7N3O


b. Berat molekul : 137,14
c. Pemerian : Hablur putih atau tidak berwarna atau serbuk hablur putih,tidak
berbau, perlahan lahan dipengaruhi oleh udara dan cahaya
d. Titik lebur : 170C - 173C
e. Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol,
sukar larut dalam kloroform dan dalam eter

a. Efek Antibakteri
Isoniazid secara invitro bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid dengan KMH (konsentrasi
hambatan minimum) sekitar 0,025-0,05 g/ml. pemebelahan kuman masih berlangsung 2 sampai
3 kali sebelum dihambat sama sekali. Efek bakterisidnya hanya terlihat pada kuman yamg
sedang tumbuh aktif. Mikroorganisme yang sedang istirahat mulai lagi dengan pembelahan
biasa bila kontaknya dengan obat dihentikan. Di antara mikrobakteria atipik biasanya hanya M.

12
kansasli yang peka terhadap isoniazid, tetapi sensitifitasnya harus selalu diuji secara in vitro
karena kuman ini memerlukan kadar hambat yang lebih tinggi. Pada uji hewan, ternyata aktivitas
isoniazid lebih kuat dibandingkan streptomisin. Isoniazid dapat menembus ke dalam sel dengan
mudah.

b. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja isoniazid belum tentu diketahui, tetapi ada beberapa hipotesis yang
diajukan, di antaranya efek pada lemak, biosintesis asam nukleat dan glikolisis. Ada pendapat
bahwa efek utamanya ialah menghambat asam mikolat (mycolicic acid) yang merupakan unsur
penting dinding dinding sel mikrobacterium. Isoniazid kadar rendah mencegah perpanjangan
rantai asam dan menurunkan jumlah asam lemak yang terekstasi oleh methanol dari
mikrobakterium. Hanya kuman peka yang menyerap kuman peka ke dalam selnya, dan ambilan
ini merupakan proses aktif.

c. Resistensi
Petunjuk yang ada memberikan kesan bahwa mekanisme terjadinya resistensi berhubungan
dengan kegagalan obat mencapai kuman atau kuman tidak menyerap obat. Pengobatan dengan
INH ini juga dapat menyebabkan timbulnya timbulnya strain baru yang resisten. Perubahan sifat
dari sensitive menjadi resisten biasanya terjadi dalam beberapa minggu setelah pengobatan
dimulai. Waktu yang diperlukan untuk timbulnya resistensi berbeda pada kasus yang berlainan.

d. Farmakokinetik
Isoniazid mudah di absorbsi pada pemberian oral mapun parental. Kadar puncak dicapai
dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral. Di hati, isoniazid terutama mengalami asetilasi dan
pada kecepatan metabolism ini dipengaruhi oleh factor genetic yang secara bermakna
mempengaruhi kadar obat dalam plasma dan waktu paruhnya. Asetilator cepat didapatkan pada
orang-orang Eskimo dan Jepang, asetilator lambat terutama pada orang Skandavia, Yahudi dan
Afrika Utara. Asetilasi cepat merupakan fenotip yang dominan heterozigot dan homozigot. Pada
penderita yang tergolong asetilator cepat, kadar isoniazid dalam sirkulasi berkisar antara 30-50%
kadar pada penderita dengan asetilasi lambat. Masa paruhnya pada keseluruhan populasi antara 1
sampai 3 jam. Masa paruh rata-rata pada asetilator cepat hamper 80 menit, sedangkan nilai 3 jam

13
adalah khas untuk asetiltor lambat. Masa paruh obat ini dapat menunjang jika terjadi insufisiensi
hati. Perlu ditekankan bahwa kecepatan asetilasi ini tidak berpengaruh pada efektivitas atau
toksisitas isoniazid bila obat inni diberikan setiap hati. Tetapi, bila penderita tergolong asetilator
cepat dan mendapat isoniazid seminggu sekali maka penyembuhannya mungkin kurang baik.
Isoniazid mudah berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh. Obat terdapat dengan kadar
yang cukup dalam cairan pleura dan cairan asites. Kadar dalam cairan serebrospinal kira-kira
20% kadar dalam cairan plasma. Isoniazid mudah mencapai material kaseosa. Kadar obat ini
pada mulanya lebih tinggi dalam plasma dan obtot daripada dalam jaringan yang terinfeksi,
tetapi kemudian obat tertinggal lama di jatingan yang terinfeksi dalam jumlah yang lebih dari
cukup sebagai bakteriostatik.
Antara 75-90% isoniazid disekresi melalui urin dalam waktu 24 jam dan seluruhnya dalm bentuk
metabolit. Eksresi terutama dlam bentuk asetil isoniazid yang merupakan metabolit hasil proses
asetilasi, dan asam nikotinat yang merupakan metabolit proses hidrolisis. Sejumlah kecil
diekskresi dalam bentuk isonikotinil glisin dan isonikotinil hidrazon dan dalam jumlah yang
kecil sekali berupa N-metil-isoniazid.

e. Efek Nonterapi
Reaksi hipersensitivitas mengakibatkan demam, berbagai kelainan kulit berbentuk morbiliform,
makulopapular dan urtikaria. Reaksi hematologic dapat juga terjadi seperti agranulositosis,
trombositopenia, dan anemia. Vaskulitis yang berhubungan dengan antibodi antinuclear dapat
juga terjadi selama pengobatan, tetapi menghilang bila pemakaian obat dihentikan. Gejala
arthritis seperti sakit sendi juga dapat terjadi. Neuritis perifer paling banyak terjadi dengan dosis
isoniazid 6 mg/kgBB/hari. Bila penderita tidak diberi piridoksin frekuensinya mendekati 2%.
Perubahan neuropatologik yang berhubungan dengan efek samping antara lain menghilangnya
vesikel sinaps, membengkaknya mitokondria dan pecahnya akson terminal. Biasanya juga terjadi
perubahan pada ganglia di daerah lumbai dan sacrum. Pemberian piridoksin sangat bermanfaat
untuk mencegah perubahan tersebut. Pada pemberian isoniazid, eksresi piridoksin meningkat dan
konsentrasinya dalam plasma menurun sehingga member gambaran seperti difisiensi piridoksin.
Isoniazid dapat mencetuskan terjadinya kejang pada pasien dengan riwayat kejang. Neuritis optic
dengan atropi dapat juga terjadi. Gambaran ialah kedut otot, vertigo, ataksia, parestesia, stufor
dan ensefalopati toksis yang dapat berakhir fatal. Kelainan mental dapat juga terjadi selama

14
menggunakan obat ini diantaranya euphoria, kurangnya daya ingat sementara, hilangnya
pengendalian diri dan psikosis. Sedasi yang berlebihan atau inkoordinasi dapat muncul jika
isoniazid diberikan bersama fenitoin karena isoniazid menghambat parahidroksilasi
antikonsulvan tersebut. Efek samping ini hanya terjadi pada penderita asetilator lambat.
Isoniazid dapat menimbulkan ikterus dan kerusakan hati yang fatal akibat terjadinya neksrosis
multilobular. Penggunaan obat ini pada penderita yang menunjukan adanya kelainan fungsi hati
kaan menyebabkan bertambah parahnya kerusakan hati. mekanisme . peranan alcohol juga
dipertanyakan. Umur merupaka factor yang sangat penting untuk memperhitungkan resiko efek
toksik pada hati. Kerusakan isoniazid pada hati jarang terjadi pada penderita yang berumur di
bawah 35 tahun. Makin tinggi umur seseorang makan sering ditemui kelainan ini. Kalianan yang
paling banyak ditemui ialah meningkatnya aktivitas enzim transaminase. Penderita yang
mendapat INH hendaknya selalu diamati dan dinilai kemungkinan adanya gejala-gejala hepatitis,
kalau perlu diperiksa aktivitas enzim serum glutamic-oxal-acetic transminase (SGOT). Hepatitis
karena pemberian isoniazid ini terjadi antara 4-8 minggu setelah pengobatan dimulai. Pemberian
isoniazid pada penderita dengan riwayat penyakit hati harus dilakukan dengan hati-hati.
Efek samping lain yang terjadi adalah mulut terasa kering, rasa tertekan pada ulu hati,
methemoglobinemia, tinnitus dan retensi urin. Bila penderita sebelumnya telah mempunyai
predisposisi defisiensi piridoksin, pemberian INH dapat menimbulkan anemia. Pengobatan
dengan vitamin B6 dosis besar akan menyebabkan gambaran darah normal kembali.
Dosis isoniazid yang berlebih sebagai usaha bunuh diri dapat menyebabkan koma, kejang-
kejang, asidosis metabolic dan hiperglikemia.

f. Status Dalam Pengobatan


Isoniazid masih tetap merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua ti[pe
tuberculosis. Efek nonterapi dapat dicegah dengan pemberian piridoksin dan pengawasan yang
cermat pada penderita. Untuk tujuan terapi, obat ini harus digunakan bersama obat lain, untuk
tujuan pencegahan dapat diberikan tunggal.

15
Bahan Aktif : Isoniazida
No Parameter Data Pustaka
1 Nama Resmi Isoniazidum
2 Nama Lain Isoniazid
3 Rumus molekul C6H7N3O
4 Berat molekul 137,14
5 Pemerian Hablur putih / tidak berwarna / serbuk hablur putih
tidak berbau, perlahan-lahan dipengaruhi oleh udara
dan cahaya
6 Kelarutan Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam
etanol, sukar larut dalam kloroform dan dalam eter
7 Stabilitas Stabilitas stabil, tetapi mungkin (adalah) udara /
peka cahaya. Gampang menyala tidak cocok /
bertentangan dengan kuat mengoksidasi agen,
chloral,aldehid, yodium, garam ferric, hipoklorit
8 Inkompatibilitas Isoniazid tidak cocok dengan choral, aldehid,
yodium, hipoklorit dan garam ferric isoniazidjuga
tidak cocok dengan pembuatan proses oksidasi
isoniazid boleh bereaksi dengan gula dan keton.
Isoniazid dapat bereaksi sebagai cuka lemah / suatu
dasar lemah isoniazid dapat terdekomposisi oleh
reksi redoks
9 Penyimpanan Dalam wadah sejuk, tertutup baik dan di tempat
kering

16
Bahan Pengisi : Avicel pH
No Parameter Data Pustaka
1 Nama resmi Cellulose Microcrystalline
2 Nama Latin Avicel pH
3 Rumus molekul (C6H10O5)n, dimana n ~220
4 Berat molekul ~ 36.000
5 Pemerian Serbuk selulosa berbentuk putih / hablur
putih merupakan serbuk tidak berbau dan
tidak berasa dengan ukuran partikel yang
bervariasi dengan aliran yang baik / serbuk
granul tebal. Kasar, halus
6 Kelarutan Sukar larut dalam larutan NaOH 5% bv
Praktis tidak larut dalam air as encer dan
sebagian besar pelarut organik
7 Stabilitas Avicel stabil, meskipun higroskopis
8 Inkompatibili Tidak menyatu dengan agen pengoksidasi
kuat
9 Penyimpanan Disimpan dalam wadah tertutup baik pada
tempat sejuk dan kering

17
Bahan Pengikat dan Penghancur : Amylum Manihot
No Paremeter Data Pustaka
1 Nama resmi Amylum manihot
2 Nama lain Pati singkong
3 Rumus molekul (C6H10O5)n , dimana n ~ 300 1000
4 Berat molekul 300 1000 tergantung jenis amylum
5 Pemerian Serbuk halus kadang kadang berupa
gumpalan kecil, putih, tidak berbau, tidak
berasa
6 Kelarutan Praktis tidak larut dalam air dingin dan
dalam etanol (95%) P
7 Stabilitas Amylum dalam keadaan kering tidak di
panaskan stabil jika terlindung dari
kelembapan tinggi larutan / pasta amylum
yang dipanaskan tidak stabil secara fisik dan
tidak mudah ditumbuhi mikroorganisme
8 Inkompatibilitas
9 Penyimpanan Harus disimpan dalam wadah kedap udara
pada tempat kering dan sejuk

18
Lubrikan : Magnesium stearat
No Paremeter Data Pustaka
1 Nama resmi Magnesii stearat
2 Nama lain Magnesium stearat
3 Rumus molekul C36H70MgO4
4 Berat molekul 591,29
5 Pemerian Serbuk halus, putih, licin dan mudah
melekat pada kulit, bau lemah khas
6 Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, dalam etanol
(95%) P dan dalam eter P, mudah larut
dalam benzen panas
7 Stabilitas Sangat stabil diudara
8 Inkompatibilitas Inkompatibilitas dengan asam kuat, basa,
garam besi
9 Penyimpanan Disimpan dalam wadah tertutup rapat dan
disimpan dalam tempat sejuk dan kering

19
Bahan Pengawet : Methyl paraben
No Paremeter Data Pustaka
1 Nama resmi Methylis parebenum
2 Nama lain Methyl paraben, nipagin M
3 Rumus molekul C8H8O3
4 Berat moleku 152,15
5 Pemerian Serbuk hablur halus, putih, hampir tidak
berbau, tidak mempunyai rasa kemudian
agak membakar diikuti rasa tebal
6 Kelarutan Larut dalam 500 bagian air, dalam 20
bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian
etanol (95%) P dan dalam 3 bagian aseton
P mudah larut dalam eter p, dan dalam
larutan alkali hidroksida, larut dalam 60
bagian gliserol p panas dan dalam 40
bagian minyak lemak nabati panas jika
didinginkan larutan tetap jernih
7 Stabilitas Stabil pada pH larutan 3-6 (kurang dari
10% terdekomposisi) larutan air pada pH
8 terjadi hidrolisi secara cepat
8 Inkompatibilitas Aktivitas antimikroba methyl paraben
sangat berkurang dengan adanya surfaktan
non-ionik, seperti tween 80. Namun
propylenglycol (10%)telah ditunjukan
untuk mempontensiasi aktivitas
antimikroba dari paraben inkompatibel
dengan bahan lain seperti bentonit, Na-
alginat, minyak esensial, sorbitol dengan
atropin juga bereaksi berbagai gula
methyl paraben berubah warna dengan
adanya besi, dan akan terhidrolisis oleh

20
basa lemah dan asam kuat
9 Penyimpanan Disimpan dalam wadah tertutup baik
sejuk dan kering

21
BAB III
METODOLOGI

III.1 Alat pengujian tablet


Alat alat yang digunakan pada :
a) Uji keseragaman bobot
Alat : Digital analytical balance
b) Uji keseragaman ukuran
Alat : Jangka sorong
c) Uji kekerasan
Alat : Hardness tester
d) Uji waktu hancur
Alat : Desintegration tester
e) Uji keregasan
Alat : Friabilator
f) Uji Organoleptis

Alat alat lainya : beaker glass, baskom plastik, sendok, ayakan, timbangan analitik, oven, gelas
ukur, penggaris, botol timbang dan tutupnya, serbet, mortir.

III.2 Metode pembuatan tablet


Metode yang digunakan pada pembuatan tablet Isoniazid adalah metode granulsi basah.
Formulasi :
a. Bahan Aktif : Isoniazid
b. Pengikat : Pasta Amylum
c. Pengancur : Amylum Manihot
d. Lubrikan : Magnesium Stearat
e. Pengisi : Avicel pH
f. Pengawet : Methyl Paraben

22
Prosedur
Fase dalam :
Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
Timbang semua bahan yang diperlukan
Dibuat bahan pengikat terlebih dahulu
Campurkan bahan pengisi (Avicel pH), sebagian bahan penghancur (Amylum manihot),
bahan pengikat (Pasta Amylum), dan bahan pengawet (Methyl Paraben)
Setelah tercampur semua, kemudian digranulasi
Kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 40-60 C selama 9 jam
Setelah kering granul diayak
Lakukan uji granul

Fase luar :
Campurkan fase dalam dengan sisa bahan penghancur (Amylum manihot), lubrikan (Mg.
stearat), dan zat aktif (Isoniazida)
Kemudian cetak tablet dengan mesin cetak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan.
Setelah menjadi tablet lakukan evaluasi tablet
Kemudiaan masukkan tablet kedalam kemasan, beri etiket dan label

III.3 Pemeriksaan Sifat Fisik Tablet


1. Uji Keseragaman Ukuran
Prosedur :
Diameter dan tebal tablet diukur dengan cara menjepitkan tablet pada alat jangka
sorong.

2. Uji Keseragaman Bobot


Prosedur :
Ambil 20 tablet sebagai sampel
Lalu timbang tablet satu persatu. Penyimpangan bobot tiap tablet terhadap bobot
rata rata tidak boleh melebihi ketentuan yang ditetapkan pada masing masing
monografi (untuk tablet dengan bobot rata rata lebih dari 300 mg, tidak lebih

23
dari dua tablet yang menyimpang terhadap bobot rata rata lebih besar dari 5 %
dan tidak satu tablet pun menyimpang terhadap bobot rata rata lebih besar dari
10 % ).

3. Uji Kekerasan
Prosedur :
Ambil 10 tablet sebagai sampel
Ukur kekerasan tablet satu persatu
Hitung rata rata dan penyimpangan tiap tablet.

4. Uji Keregasan
Prosedur :
Ambil 10 tablet sebagai sampel, bersihkan dari debu
Timbang 10 tablet tersebut
Masukan kedalam wadah pengukur keregasan / friabilator
Jalankan power friabilator 25 putaran per menit sealama 4 menit
Ambil tablet yang sudah dibanting kemudian bersihkan
Timbang kembali tablet yang sudah dibersihkan
Hitung bobot yang hilang
Hitung friabilitas

Rumus : % Keregasan = x 100%

5. Uji Waktu Hancur


Prosedur :
Ambil 6 tablet sebagai sampel
Panaskan suhu air pengatur temperatur 37 0c
Masukan kedalam wadah pengukur waktu hancur satu per satu
Jalankan alat dengan turun naik 30 kali permenit
Sampai semua bagian tablet lolos dari saringan

24
BAB IV
PEMBAHASAN

IV.1 Bahan
Pada praktikum pembuatan tablet isoniazid menggunakan bahan bahan sebagai berikut
a. Bahan aktif : Isoniazid 60%
b. Pengikat : Pasta amylum 5%
c. Penghancur : Amylum manihot 5%
d. Lubrikan : Mg stearat 5%
e. Pengisi : Avicel 24,986%
f. Pengawet : Mathyl paraben 0,015%

Untuk kemudian dibuat tablet dengan metode granulasi basah dengan hasil 500 tablet.
Granulasi basah adalah metode pembuatan tablet dengan pencampuran fase dalam tablet terlebih
dahulu dengan pengikat yang basah, digranulasi lalu dimasukan kedalam oven untuk
dikeringkan, kemudian dicampurkan dengan fase luar tablet. Granulasi basah di gunakan karena
zat aktif dan beberapa zat tambahan pada formula diatas memiliki laju alir yang buruk sehingga
tidak memungkinkan untuk digunakan metode kempa langsung. Pembagian fase luar dan fase
dalam berdasarkan fungsi dan karekteristik setiap zat. Fase dalam biasanya terdiri dari zat aktif,
zat pengisi, dan zat pengikat yang tahan terhadap suhu tinggi dalam waktu lama karena pada
proses pembuatan granulasi basah, pemanasan dalam oven untuk menghilangkan air dilakukan
setelah terbentuk granul. Fase luar adalah zat eksipien yang berfungsi untuk membatu proses
pengempaan tablet, yaitu pelicir dan zat eksipien lain yang tidak tahan pemanasan dalam waktu
lama. Pada formulasi diatas, tablet isoniazid sebagai zat aktif dengan efek farmakologi sebagai
antituberkulosis. Isoniazid dimasukkan kedalam fase luar karena tidak stabil dalam pemanasan
yang lama.
Pasta amilum merupakan zat tambahan fase dalam yang digunakan sebagai pengikat karena
harga ekonomis sehingga mengurangi biaya produksi. Fungsi sebagai pengikat untuk mengikat
zat aktif dan zat pengisi sehingga dapat tercampur dengan homogen. Pengikat yang digunakan
adalah pengikat basah agar dapat menghasilkan daya tarik menarik antar partikel yang kuat

25
Avicel digunakan sebagai pengisi. Pemilihan avisel sebagai pengisi agar sifat ukuran tablet
yang dapat mengalir dengan baik. Konsentrasi avicel sebagai pengisi adalah 5-29%.
Amilum manihot merupakan zat tambahan fase luar digunakan sebagai penghancur yang
berfungsi sebagai disintegrant yang membantu penghancuran tablet sehingga meningkatkan
kelarutan obat dalam cairan tubuh. Amylum manihot digunakan sebagai penghancur dalam dan
penghancur luar. Pilihan amylum manihot sebagai penghancur luar yang umum digunakan. Biasa
digunakan dengan konsentrasi 3% - 15%. Penggunaan amylum sebagai penghancur harus
dikombinasikan dengan bahan lain apabila akan digunakan dalam konsentrasi yang tinggi karena
dapat menyebabkan hasil kompresi tidak baik dan tablet yang dihasilkan memiliki friabilitas dan
capping yang tinggi.
Magnesium stearat adalah zat tambahan fase luar yang berfungsi sebagai pelincir yang
meningkatkan aliran granul sehingga tersebar ke seluruh tempat cetakan pada saat pengempaan
dan agar tidak menyumbat di cetakan. Pemilihan Mg stearat sebagai lubrikan harus
dikombinasikan dengan bahan lain karena mg stearat bersifat baik sebagai lubrikan dan
antiadheren tapi kurang baik sebagai glidan. Mg stearat sebagai lubrikan konsentrasinya 0,5 % -
5% tapi apabila dikombinasikan maka kombinasinya tidak boleh lebih dari 5% karena sifatnya
yang hidrofob. Pada praktikum ini digunakan magnesium stearat 5%.
Methyl paraben digunakan sebagai bahan pengawet. Konsentrasi yang digunakan methyl
paraben untuk pengawet 0,014% - 0,2%.

IV.2 Pembuatan granul


Proses pembuatan tablet isoniazid pada praktikum ini dilakukan dengan metode granulasi
basah. Granulasi basah merupakan salah satu cara pembuatan tablet kompresi yang paling
banyak digunakan. Granulasi merupakan perlakuan awal terhadap serbuk yang sukar untuk
dicetak menjadi massa yang dapat ditablet. Granulasi adalah proses peningkatan ukuran dimana
pertikel-pertikel kecil digabungkan menjadi partikel dengan ukuran lebih besar, membentuk
aglomerat atau granul stabil sehingga lebih mudah mengalir. Proses granulasi dilakukan karena
sebagian besar serbuk tidak dapat dibentuk menjadi tablet secara langsung karena kohesivitasnya
rendah, tidak memiliki sifat lubrikasi dan disintegrasi yang diperlukan dalam proses tablet.
Untuk pembuatan tablet dengan metode granulasi basah, hal yang pertama yang harus
dilakukan adalah menggranulasi fase dalam dari formula di atas. Fase dalam biasanya terdiri dari

26
zat aktif, pengisi, pengikat dan sebagian lubrikan. Pada pembuatan tablet isoniazid bahan aktif
tidak dimasukkan kedalam fase dalam, karena tidak tahan terhadap pemanasan. Fase dalam yang
dimasukan terdiri dari pengisi, penghancur fase dalam, pengikat, pengawet, dan sebagian
lubrikan. Pasta amylum yang digunakan dalam konsentrasi 5 % dengan cara 12,5 gr amilum
ditimbang dan di larut kan dengan 62,5 ml air panas sedikit demi sedikit diaduk hingga terbentuk
mucilago yang bening di atas penangas air. Untuk pemakaian terbaik, konsentrasi maksimum
amilum yang di gunakan sebagai pasta ini biasanya 30%, tablet yang mengandung amilum
dengan konsentrasi tinggi tidak dapat dicetak dikarenakan kompresibilitasnya yang tidak baik.
Selanjutnya, pengisi, penghancur fase dalam, pengikat, dan pengawet di campur hingga
terbentuk suatu campuran yang homogen. Pasta amilum yang telah dibuat sebelumnya
dicampurkan sedikit demi sedikit hingga terbentuk suatu massa yang dapat dikepal. Penambahan
pasta amilum harus dilakukan dengan hati-hati dan secara perlahan, karena apabila pasta amilum
yang digunakan terlalu banyak akan menyulitkan proses granulasi dan pada akhirnya tablet yang
dihasilkan akan sangat keras dan waktu hancurnya akan sangat lama.
Selanjutnya, massa campuran tadi dilewatkan pada mesh no 4 atau ayakan dan diberi
tekanan agar terbentuk suatu granul sehingga luas permukaannya meningkat dan proses
pengeringan berjalan dengan lebih cepat. Granul yang terbentuk selanjutnya dikeringkan dengan
cara dimasukan kedalam oven pada suhu 50oC 60oC selama 18 24 jam. Setelah proses
pengeringan selesai, granul kemudian diayak yang ukurannya lebih kecil, biasanya digunakan
ayakan no 12 agar ukuran granul menjadi lebih homogen.

IV.3 Evaluasi granul


Granul yang diperoleh kemudian ditimbang dan dievaluasi. Evaluasi terhadap granul ini
dilakukan dengan menentukan laju alir, kompresibilitas, dan susut pengeringan atau lost of
drying (LOD). Laju alir granul memegang peranan penting dalam pembuatan tablet. Apabila
granul mudah mengalir, tablet yang dihasilkan mempunyai keseragaman bobot yang baik. Laju
alir ini dapat ditentukan dengan menentukan sudut istirahat dari granul dengan menggunakan
metode corong, sudut istirahat ini merupakan sudut yang dibentuk oleh tumpukan serbuk
terhadap bidang datar setelah serbuk atau granul tersebut mengalir secara bebas melalui suatu
celah sempit dalam hal ini adalah corong.

27
Jadi, sudut istirahat diperoleh dengan memasukan sekitar 50 gr serbuk ke dalam corong yang
ditutup, kemudian tutup tersebut dibuka, dan dihitung waktu alir serta tinggi dan diameter dari
tumpukan granul yang dihasilkan. Dari uji terhadap granul yang dihasilkan, diperoleh sudut henti
granul sebesar 14,28 oC. Nilai ini menunjukkan bahwa granul yang dihasilkan memiliki sifat laju
alir yang baik karena pada umumnya granul dikatakan mengalir baik (free flowing) apabila sudut
diamnya lebih kecil dari 30oC, sehingga granul dapat dicetak menghasilkan tablet yang
homogen.
Evaluasi terhadap granul yang berikutnya adalah penentuan nilai kompresibilitas dari granul
dengan menggunakan alat tap density. Sebanyak 50 gr granul dimasukkan kedalam gelas ukur,
kemudian dicatat volume awalnya. Selanjutnya gelas ukur diketuk sebanyak 100 300 kali dan
kemudian volume akhirnya dicatat. Suatu granul yang baik memiliki nilai % kompresibilitas
dibawah 20%. Dari hasil pengujian dan perhitungan, diperoleh nilai % kompresibilitas dari
granul sebesar 14,55 %. Nilai ini menunjukan bahwa granul memiliki nilai kompresibilitas yang
baik.
Pengujian berikutnya adalah penentuan kadar susut pengeringan atau loss of drying (LOD)
untuk menentukan kadar air yang terkandung dalam granul sebanyak 1 gr granul dimasukan
secara merata timbang kedalam botol timbang. Kemudian suhu diatur pada 105oC, dan kemudian
alat dinyalakan selama 60 menit. Dari hasil pengujian diperoleh kadar air yang terkandung dalam
granul sebesar 6,12%. Nilai ini menunjukan bahwa granul memiliki kadar air yang kurang baik,
karena batas maksimum kadar air untuk granul adalah 2-3%.

IV.4 Pembuatan tablet


Setelah evaluasi granul dilakukan, granul dipersiapkan untuk dicetak. Pertama, granul
dicampurkan dengan fase luar yang terdiri dari amilum manihot 3%, mg stearat 5%, dan
isoniazid 60%. Fase luar dan granul dicampurkan dan diaduk sehingga homogen supaya
distribusi fase luar merata dan homogen. Amilum manihot berfungsi sebagai zat penghancur, mg
stearat digunakan sebagai glidan. Pengikat digunakan untuk mengikat fase luar dan fase dalam
supaya dapat menyatu dan tercampur homogen.
Lubrikan digunakan untuk menghilangkan gesekan / friksi saat pengempaan dan penarikan
kaplet keluar cetakan. Glidan digunakan untuk memperbaiki laju alir hasil campuran fase luar
dengan granul (fase dalam) supaya memudahkan pengaliran granul saat pencetakan tablet.

28
Kemudian, dilakukan pencetakan tablet dengan single punch tablet press dengan cetakan
tablet. Dilakukan beberapa kali pencetakan awal, dimana setiap 1 tablet yang dibuat kemudian
diuji bobot dan kekerasannya. Hal ini dilakukan supaya tablet yang dicetak memenuhi rentang
bobot tablet teoritis yang diizinkan, kekerasan yang tinggi dimana tablet pecah pada tekanan 0,25
N dimana kekerasan tablet yang baik berkisar antara 7 8 N.

IV.5 Evaluasi tablet


Setelah tablet dicetak seluruhnya, dilakukan evaluasi tablet. Pengujian keseragaman bobot
dan ukuran dilakukan untuk melihat keseragaman dosis pada masing-masing tablet. Pada
evaluasi keseragaman bobot, didapatkan bobot rata-rata sebesar 0,365g. berdasarkan FI III, untuk
uji keseragaman bobot pada tablet yang telah dibuat dengan bobot rata rata diatas 300 mg,
dinyatakan bahwa tidak boleh ada lebih dari 2 tablet yang bobotnya menyimpang dari 5% bobot
rata rata (0,026g) dan tidak boleh ada 1 tablet pun yang bobotnya menyimpang dari 10 % bobot
rata rata (0,05215g). Dari data yang di dapat, terdapat beberapa tablet yang menyimpang dari 5%
bobot rata rata dengan penyimpangan bobot sebesar 0,365g, serta tidak ada satupun tablet yang
bobotnya menyimpang dari 10% bobot rata-rata. Dengan demikian, tablet yang dibuat hampir
memenuhi syarat. Dilihat dari bobot yang didapatkan dibandingkan dengan bobot teoritis,
terdapat beberapa tablet yang bobotnya tidak masuk rentang toleransi yang diizinkan. Hal ini
akan mempengaruhi sedikit kadar zat aktif pada masing-masing tablet.Hal ini dikarenakan
kondisi mesin pencetak tablet yang kurang baik dan bentuk granul yang kurang seragam.
1. Pengujian Organoleptis
Bentuk : Bulat
Warna : Putih kekuningan / putih
Rasa : Rasa agak pahit
Bau : Tidak berbau

2. Pengujian Keseragaman ukuran


Diuji dengan menggunakan 10 tablet dan hasil rata rata sama memiliki diameter 1,17
cm dan tebal 0,28 cm.

29
3. Pengujian keseragaman bobot
Keseragaman bobot tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot ini ditetapkan
untuk menjamin keseragaman bobot tiap tablet yang dibuat. Tablet tablet yang bobotnya
seragam diharapkan akan memiliki kandungan bahan obat yang sama, sehingga akan
mempunyai efek terapi yang sama.
Syarat dari keseragaman bobot suatu tablet menurut FI adalah jika ditimbang satu
persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari
bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang yangditetapkan kolom B.
Tablet penyimpanan bobot rata rata
Penyimpanan bobot rata rata dalam %
Bobot rata-rata
A B
25 mg atau kurang 15% 30%
26 mg sampai dengan 150 mg 10% 20%
151 mg sampai dengan 300 mg 7,5% 15%
Lebih dari 300 mg 5% 10%
Dari data yang didapatkan tablet INH ada yang memenuhi syarat pada kolom A (0,35g =
2,78%) dan ada tablet yang tidak memenuhi syarat ( 0,34g= 5,56%) sedangkan pada
kolom B memenuhi syarat (0,39g= 8,3%).

4. Pengujian kekerasan
Pengujian kekerasan di lakukan untuk melihat seberapa kuat tablet sehingga
mempengaruhi pengemasan dan penyimpanannya. Pada pengujian kekerasan, tablet
diletakan dengan posisi panjang vertikal seperti angka 0 karena pada posisi ini tekanan
maksimalnya dapat terukur. Dari hasil yang didapatkan, kekerasan tablet yang didapat
tinggi, menyebabkan tablet pecah pada tekanan diatas 7N, sedangkan tablet yang baik
memiliki tekanan antara > 5N.

5. Pengujian keregasan
Data friabilitas digunakan untuk mengukur ketahanan permukaan tablet terhadap gesekan
yang dialaminya sewaktu pengemasan dan pengiriman. Pada pengujian friabilitas,
digunakan 10 tablet dengan bobot total 3,70g dengan % friabilitas tidak boleh lebih dari

30
1%. Setelah diuji, didapatkan % friabilitas sebesar 21,3%. Hasil ini tidak memenuhi
syarat. Hal ini dikarenakan nilai LOD yang kecil.

6. Pengujian waktu hancur


Pengujian waktu hancur dilakukan untuk melihat seberapa lama tablet akan hancur pada
kondisi yang menyerupai tubuh manusia. Berdasarkan pada FI II waktu hancur yang baik
tidak lebih dari 15 menit. Pada pengujian ini, waktu hancur tablet isoniazid membutuhkan
waktu 3,17 menit yang dapat disimpulkan bahwa pada pengujian waktu hancur tablet
isoniazid memenuhi syarat yang tertera pad FI III.

31
BAB V
KESIMPULAN

1. Pada praktikum pembuatan tablet Isoniazida ini menggunakan metode granulasi basah,
karena zat aktif INH ini mempunyai serbuk hablur yang mudah larut dalam air sehingga
cock untuk metode granulasi basah dan zat aktif ini terurai perlahan lahan oleh udara
dan cahaya.
2. Bahan aktif Isoniazida dimasukkan kedalam fase luar karena bahan aktif Isoniazid tidak
tahan udara dan cahaya.
3. Dalam pembuatan tablet Isoniazida, adanya pembagian fase luar dan fase dalam
berdasarkan fungsi dan karakteristik setiap zat. Fase dalam biasanya terdiri dari zat aktif,
zat pengisi, dan zat pengikat yang tahan terhadap suhu tinggi dalam waktu lama karena
peada proses pembuatan granulasi basah, pemanasan dalam oven untuk menghilangkan
air dilakukan setelah terbentuk granul. Fase luar adalah zat eksipien yang berfungsi
untuk membantu proses pengempaan tablet, yaitu zat pelincir dan zat eksipien lain yang
tidak tahan pemanasan dalam waktu lama.
4. Evaluasi tablet yang digunakan pada percobaan ini adalah :
Uji Keseragaman Bobot
Uji Keseragaman Ukuran
Uji Organoleptis
Uji Waktu Hancur
Uji Keregasan
Uji Kekerasan

32
DAFTAR PUSTAKA

Ditjen POM (1979).Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Halaman 404, 748 dan 755.
Ditjen POM (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV.Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Halaman 4, 108, 649-650, 925, 1000, 1043, 1085 dan 1124.
Buku Martindale
Buku Panduan Praktikum Teknologi Sediaan Solid
Handbook Of Excipient

33

Anda mungkin juga menyukai