Anda di halaman 1dari 24

BAB I

DISINTEGRATION ORALLY TABLET (ODT)

1.1. Latar Belakang


Rute pemberian secara oral merupakan rute yang paling umum digunakan
hingga 50 – 60% dari keseluruhan bentuk sediaan. Bentuk sediaan padat pada
umumnya lebih disukai karena mudah pemberiannya, dosis yang akurat, dapat
digunakan sendiri tanpa rasa sakit, dan penerimaan pasien yang baik. Bentuk
sediaan padat yang umum adalah tablet dan kapsul. Pada beberapa pasien
terutama golongan pediatri dan geriatri mengalami kesulitan dalam
mengkonsumsi sediaan tablet dan kapsul. Pada kondisi tertentu seperti dalam
kondisi mabuk sering kali merasa tidak nyaman dalam menelan sediaan tablet
biasa. Masalah ini dapat diatasi dengan mengkreasikan bahan yang secara cepat
dapat terdisintegrasi, terdispersi dan terlarut dimana proses tersebut tidak
memerlukan air untuk menelan. Sediaan yang diletakkan di mulut dibiarkan
terlarut atau terdispersi dalam saliva yang kemudian tertelan seperti pada
umumnya (Debjit et al, 2009).
Perkembangan teknologi terkini dalam dunia farmasi telah mendorong para
ilmuan untuk mengembangkan orally disintegrating tablet (ODT). ODT adalah
tablet yang didesain untuk cepat hancur didalam rongga mulut ketika diletakkan
pada lidah dan berkontak dengan saliva tanpa perlu dikunyah atau tanpa bantuan
air minum untuk kemudian dapat melepaskan obat (Fu, et al.,2004). Selama tiga
dekade terakhir, tablet yang disintegrasi secara oral (ODT) mendapat banyak
perhatian sebagai alternatif pengganti bentuk sediaan oral konvensional seperti
tablet dan kapsul. ODT adalah bentuk sediaan padat yang hancur dan larut dalam
mulut (baik di dalam atau di bawah lidah atau di rongga bukal) tanpa air dalam
waktu 60 detik atau kurang. Pusat Pengawasan dan Penelitian Obat-obatan
Amerika Serikat (CDER) mendefinisikan dalam Buku Orange sebuah ODT
sebagai "Bentuk sediaan padat yang mengandung zat-zat obat, yang hancur
dengan cepat, biasanya dalam hitungan detik, bila diletakkan di lidah"
Sediaan ini di desain untuk dapat hancur di rongga mulut ketika diletakkan
di lidah oleh saliva tanpa perlu dikunyah atau dengan bantuan air untuk pelepasan
obat (Fu et al., 2004; Bhowmik et al., 2009), sehingga dapat mempermudah dan
meningkatkan kepatuhan pasien pediatri maupun geriatri dalam penggunaan obat.
ODT juga menawarkan keuntungan pada beberapa kasus seperti pada saat
serangan alergi tiba-tiba, dimana onset obat yang sangat cepat dibutuhkan
(Bhowmik, et al., 2009). Pada ODT sebagian obat dimungkinkan untuk diabsorpsi
di daerah pre-gastrik seperti mulut, faring, dan esofagus ketika air ludah turun ke
lambung (Sharma, et.al., 2005) sehingga ketersediaan hayati obat dapat
meningkat dan akhirnya juga dapat meningkatkan efektifitas terapi. Faktor yang
berperan penting pada ODT adalah pemilihan bahan penghancur untuk
mendapatkan waktu hancur tablet yang singkat dan stabil dalam penyimpanan
(Kucinskaite et al.,2007). Saat ini ODT dibuat dengan superdisintegran seperti
karboksil metil selulosa tertaut silang (Crosscarmellosa), natrium pati glikolat
(Primogel®, Explotap®), krospovidon (Kollidon®, Polyplasdone®) (Velmuragan
dan Vinushitha., 2010).
1.2. Rumusan Masalah
a) Apa yang dimaksud dengan Orally Disintegrating Tablet (ODT) ?
b) Apa saja keuntungan dari pembuatan sediaan ODT ?
c) Bagaimana cara memformulasi sediaan ODT di industri farmasi ?
1.3. Tujuan
a) Untuk mengetahui tentang dengan ODT
b) Untuk mengetahui bagaimana cara pengolahan dan memformulasi
ODT di industri
1.4. Manfaat
Memberikan informasi kepada pembaca tentang Orally Disintegrating
Tablet (ODT) karena masih sedikit masyarakat yang mengetahui tentang
tablet ini dan diharapkan dapat menjadi informasi dan acuan dalam penelitian
bagi peneliti – peneliti yang tertarik dalam melakukan penelitian tentang
ODT ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tablet Secara Umum
a. Definisi
Tablet adalah sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak, dalam
bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua permukaannya rata atau cembung
mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat
tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang,
zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah atau zat lain yang cocok (menurut FI III).
Tablet adalah bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan
bahan tambahan yang sesuai. Tablet biasanya berbeda dalam hal ukuran, bentuk,
berat, kekerasan, ketebalan, disintegrasi, dan disolusi dan di dalam aspek lain
tergantung dari penggunaan yang dimaksudkan dan metode pembuatannya.
Sebagian besar tablet digunakan dalam rute oral. Kebanyakan darinya dibuat
dengan penambahan zat pewarna dan penyalutan dengan tipe yang bervariasi.
Tablet yang lainnya, seperti yang diadministrasi secara sublingual, bukal, atau
lewat vaginal, dibuat dengan memiliki sifat tertentu yang dapat diaplikasikan
pada rute administrasi yang khusus (Ansel, 1989).
b. Komponen Tablet
1. Zat aktif
Zat aktif adalah Zat yang mempunyai efek farmakologi. Kebanyakan zat
aktif tidak dapat dikempa langsung menjadi tablet karena tidak punya daya
ikat yang cukup yang perlu untuk membuat suatu tablet, disamping itu tidak
semua zat aktif mempunyai sifat alir yang baik. Zat aktif dalam pembuatan
tablet dapat dibagi dua :
 Zat aktif yang tidak larut, dimaksudkan untuk memberikan efek local
pada saluran cerna, misalnya adsorben untuk tukak lambung (Norit).
 Zat aktif yang larut, dimaksudkan untuk membarikan efek sistemik
setelah terdisolusi dalam cairan salura cerna kemudian diabsorbsi,
terhadap zat aktif yang harus diperhatikan formulasinya, desain,
bentuk dan manufaktur untuk menghasilkan tablet yang diinginkan.
Sifat kelarutannya merupakan dasar untuk memformulasi dan
mendesain produk yang efektif.
2. Zat tambahan
Bahan tambahan tablet antara lain adalah :
 Zat pengisi (diluent), zat inert secara farmakologi yang dapat ditambahkan
dalam sebuah formulasi tablet untuk memperbesar volume bobot tablet dan
ukuran tablet sesuai dengan yang ditetapkan. Biasanya digunakan
Saccharum lactis, amylum manihot, calcii phospas, calcii carbonas.
 Bahan pengikat (binder), adalah zat inert secara farmakologi yang
ditambahkan kedalam formulasi tablet untuk meningkatkan kohesifitas
antara partikel–partikel serbuk dalam masa tablet yang dimaksudkan agar
tablet tidak pecah atau retak. Biasanya digunakan mucilogo gummi arabici.
3. Bahan penghancur (desintegrator), zat inert secar farmakologi yang
ditambahkan pada massa untuk membantu mempercepat waktu hancur tablet
dalam saluran cerna. Biasanya digunakan amilum manihot, gelatin, agar-agar,
natrium alginat.
4. Bahan pelicin (lubricant), berfungsi sebagai bahan pengatur aliran, dan bahan
pemisah hasil cetakan. Bahan pelicin mengurangi gesekan selama proses
pengempaan tablet. Biasa digunakan talk, magnesium stearat, aluminium
stearat, asam stearat, asam palmitat, dan pati.
5. Bahan Penyalut, untuk maksud dan tujuan tertentu tablet disalut dengan zat
penyalut yang cocok, biasanya berwarna atau tidak.
6. Bahan pemanis dan pewangi ( penambah rasa atau aroma)
Zat inert secara faarmakologi yang ditambahkan kedalam formulasi tablet
dalam jumlah kecil yang bertujuaan memperbaiki rasa atau bau tablet, zat
pemanis biasanya adalah gula buatan yang ditambahkan kedalam formula
tablet effervescent.

Jenis tablet berdasarkan cara penggunaannya:


 Tablet triturate, tablet ini bentuknya kecil dan biasanya silindris, dibuat
dengan cetakan MTT atau dibuat dengan kompresi CTT dan biasanya
sejumlah kecil obat keras di industri tablet ini dibuat secara kompresi
dengan skala kecil dengan cara mencetak karena lebih mudah dan lebih
murah di banding tablet yang dibuat secara kompresi.
 Tablet hipodermik, tablet yang penggunaanya dengan menyuntikkan
kedalam jaringan, cara penggunaannya dengan cara melarutkan tablet
kemudian baru disuntikkan kepada pasien.
 Tablet bukal dan sublingual, yaitu tablet yang disisipkan dibawah lidah
biasanya berbentuk datar.
 Tablet effervesescent, yaitu tablet yang melarut sempurna dalam air,
dibuat dengan menggempa atau mencetak mengandung zat tambahan
berupa campuran asam dan basa yang apabila dicelupkan dalam air akan
mengeluarkan gas karbondioksida.
 Tablet kunyah, yaitu mudah hancur ketika dikunyah biasanya mengandung
mannitol yang berasa dan berwarna khusus.
 Tablet vaginal, tablet yang dimasukkan kedalam vagina untuk pengobatan
lokal.
 Tablet implantasi, yaitu tablet steril yang diberikan atau diletakkan
dibaawah kulit.

c. Metode Pembuatan Tablet


Tablet dibuat dengan 3 cara umum, yaitu granulasi basah, granulasi kering
(mesin rol atau mesin slug) dan kempa langsung.

 Granulasi basah
Zat berkhasiat, pengisi dan penghancur dicampur homogen, lalu dibasahi
dengan larutan pengikat, bila perlu ditambahkan pewarna. Diayak menjadi granul
dan dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40-50°C. Setelah kering
diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan
ditambahkan bahan pelicin dan dicetak dengan mesin pencetak tablet (Anief,
1994).
 Granulasi kering
Disebut juga slugging atau prekompresi. Metode ini digunakan pada obat
yang peka terhadap pemanasan, kelembaban, atau keduanya (Lachman, dkk,
1994). Setelah penimbangan dan pencampuran bahan, serbuk di slagging atau
dikompresi menjadi tablet. Kempaan harus cukup keras agar ketika dipecahkan
tidak menimbulkan banyak serbuk. Tablet kempaan ini dipecahkan dengan tangan
atau alat dan diayak dengan ayakan yang sesuai, lalu ditambahkan pelicin
kemudian dicetak menjadi tablet (Ansel, 1989).
 Kompresi Langsung
Cetak langsung adalah pencetakan bahan obat atau campuran bahan obat,
bahan pembantu tanpa proses pengolahan awal. Cara ini hanya dilakukan untuk
bahan-bahan tertentu saja yang berbentuk kristal/butir-butir granul yang
mempunyai sifat-sifat yang diperlukan untuk membuat tablet yang baik dan
memungkinkan untuk dikompresi langsung (Voigt, 1994). Metode kempa
langsung memberikan beberapa keuntungan diantaranya tahapan produksinya
sangat singkat (hanya pencampuran dan pengempaan), peralatan yang dibutuhkan
tidak banyak, ruangan yang dibutuhkan kecil dan tenaga yang dibutuhkan juga
tidak banyak karena prosesnya singkat (Ansel,1989).
2.2. Oral disintegrating Tablet
a. Defenisi
ODT atau Oral disintegrating Tablet merupakan sediaan tablet yang
mampu hancur segera dalam mulut meskipun hanya ada sedikit cairan dalam
rongga mulut. Orally disintegrating tablet merupakan tablet yang tidak bersalut
ditujukan untuk ditaruh di dalam mulut dimana tablet akan terdispersi dengan
cepat sebelum ditelan. Ketika ODT diletakkan dalam rongga mulut, saliva (air
ludah) akan segera masuk ke dalam pori-pori sehingga menyebabkan tablet
akan segera hancur. Oleh karena itu ODT dikenal juga sebagai quick dissolve,
fast melt, fast dissolving, rapid dissolve. Tablet ODT lebih cepat hancur
sehingga mampu menghantarkan zat aktif untuk lebih cepat diabsorpsi dalam
tubuh, baik dalam mulut maupun dalam lambung.
Orally disintegrating tablet (ODT) merupakan bentuk sediaan padat yang
mengandung substansi zat aktif yang mengalami disintegrasi dengan cepat
dalam waktu beberapa detik ketika diletakkan di atas lidah. ODT diharapkan
cepat terdisintegrasi di mulut ketika kontak dengan air ludah atau saliva dalam
waktu kurang dari 60 detik. Zat aktif kemudian akan melarut atau terdispersi
dengan adanya air ludah, kemudian ditelan oleh pasien, dan obat akan
diabsorpsi seperti umumnya. Sebagian konsentrasi dari obat tersebut sudah
diabsorpsi dimulai dari mulut, faring, dan kerongkongan dalam bentuk saliva
kemudian menuju ke bagian abdomen, sehingga terjadi suatu peningkatan
dalam bioavailabilitasnya. Jumlah air ludah yang sedikit diharapkan cukup
untuk memungkinkan terjadinya disintegrasi tablet. Oleh karena itu, tidak
diperlukan air untuk menelan obat. Hal tersebut akan mempermudah dan
meningkatkan kepatuhan pasien dalam menggunakan obatnya. Selain itu,
sejumlah bagian obat ada juga yang diabsorpsi di daerah pra-gastrik seperti
mulut, faring, dan esofagus ketika air ludah turun ke lambung sehingga
ketersediaan hayati obat akan meningkat dan efektivitas terapi dapat tercapai.
Dikenal oleh FDA sebagai orally disintegrating tablets (ODT), bentuk
sediaan ini disebut juga mouth-dissolving, fast-dissolving, rapid-melt, porous,
orodispersible, quick-dissolving, atau rapidly disintegrating tablets (Kaushik,
et.al., 2004).
b. Karakteristik Ideal ODT
Oleh karena sediaan ODT berbeda dari tablet konvensional umumnya,
sediaan ODT hendaknya memiliki beberapa karakteristik yang ideal yakni:
 Disintegrasi yang cepat. Secara umum, hal ini berarti bahwa disintegrasi
tablet ODT harus terjadi dalam waktu kurang dari 1 menit. Namun
demikian, akan lebih disukai bila disintegrasi terjadi secepat mungkin di
dalam rongga mulut. ODT harus mengalami disintegrasi dengan sedikit
atau tanpa meminum air sama sekali dan dimaksudkan untuk melarut
dengan air ludah pasien sendiri.
 Penutupan rasa (taste-masking) dari senyawa aktif. Hal ini dikarenakan
obat ODT akan melarut atau mengalami disintegrasi di dalam mulut.
Setelah melarut, sediaan diharapkan tidak atau sedikit meninggalkan
residu. Rasa yang enak di mulut kemudian menjadi persoalan yang kritis.
Teknologi penutupan rasa yang ideal hendaknya mampu menghasilkan
mouth-feel yang baik dan tidak memberikan sensasi berpasir (grittiness) di
mulut. Penutupan rasa adalah hal yang sangat penting dalam formulasi
ODT yang bisa diterima. Umumnya formulasi tablet tidak dipengaruhi
oleh penutupan rasa, karena diasumsikan bahwa sediaan tersebut tidak
akan melarut sampai sediaan tersebut melewati rongga mulut. Kebanyakan
suspensi oral, sirup, dan tablet kunyah hanya mengandung flavor dan
pemanis lain untuk menyamarkan rasa pahit obat pada sediaan (Kundu dan
Sahoo, 2008).

 Kekerasan dan porositas tablet yang optimal. Oleh karena ODT dirancang
memiliki waktu disintegrasi/disolusi yang cepat, dibutuhkan zat tambahan
(excipients) dengan derajat keterbasahan (wettability) yang tinggi dan
struktur tablet dengan porositas yang tinggi guna memastikan absorpsi air
yang cepat ke dalam tablet. Kekerasan tablet berbanding terbalik dengan
porositasnya, maka adalah hal penting untuk mendapatkan porositas tablet
dengan absorpsi air yang cepat tanpa mengurangi kekerasan tablet
sehingga tidak mudah rusak selama pengemasan dan pendistribusian
dalam blister atau botol tablet konvensional.
 Sensitifitas yang rendah terhadap kelembapan. ODT seringkali sensitif
terhadap kelembapan, hal ini dikarenakan zat tambahan dengan kelarutan
dalam air yang tinggi banyak digunakan dalam formulasi ODT, sangat
rentan terhadap kelembapan. Untukmengatasi hal ini, diperlukan strategi
pengemasan yang baik untuk melindungi tablet dari berbagai pengaruh
lingkungan (Fu, et.al., 2004).

c. Kelebihan dan Kekurangan Formulasi ODT


Kelebihan sediaan ODT :
1. ODT memiliki semua kelebihan dari bentuk sediaan solid, antara lain
stabilitas yang baik, ketepatan dosis, kemudahan produksi, ukuran
pengemasan yang kecil dan praktis dibawa bepergian.
2. ODT juga memiliki kelebihan dibandingkan formulasi cair, seperti
kemudahan penggunaan obat, tidak ada resiko sesak nafas (tersendak)
akibat obstruksi fisik bentuk solida di tenggorokan , kecepatan absorpsi
dan onset obat yang cepat, serta ketersediaan hayati yang tinggi (Fu,
et.al., 2004).
3. Zat aktif dapat diabsorpsi baik di daerah bukal, faring maupun
tenggorokan selama larutan obat turun ke lambung. Karena absorpsi pra-
gastrik akan menghindarkan zat aktif dari metabolisme lintas pertama di
hati, maka dosis obat juga dapat dikurangi bila sejumlah besar zat aktif
mengalami metabolisme hepatik selama pemberian tablet konvensional
(Fu, et.al., 2004).
4. Diberikan tanpa air kapan pun dan dimana pun (Bhowmik, et al., 2009).
5. Peningkatan bioavailabilitas pada obat-obat yang sukar larut dan
hidrofobik, karena disintegrasi dan disolusi yang cepat dari sediaan ini
(Bhowmik, et al., 2009).
6. Rasa yang enak dimulut sehingga dapat mengurangi persepsi bahwa obat
itu pahit untuk anak-anak dan dengan rasa yang enak tersebut dapat pula
meningkatkan kepatuhan pasien (Bhowmik, et al., 2009).
7. ODT menawarkan kemudahan bagi pasien yang mengalami kesulitan
menelan (dysphagia) terutama pasien pediatri dan geriatri, pada saat
serangan alergi tiba-tiba, saat mabuk perjalanan, serta untuk pasien yang
sedang berlibur dan menempuh perjalanan jauh di mana air minum
mungkin sulit diperoleh (Verma dan Garg, 2001).

Kekurangan Sediaan ODT :

1. ODT memiliki kekurangan dalam hal keterbatasan jumlah obat yang dapat
diformulasi setiap unit dosisnya.
2. Untuk bentuk sediaan ODT yang diformulasi dengan teknik pengeringan
beku atau liofilisasi (freeze drying atau lyophilisation), formulasi dosis
obat secara umum harus kurang dari 400 mg untuk senyawa obat yang
tak larut dan kurang dari 60 mg untuk senyawa obat yang larut air.
3. Terkait sifat bentuk sediaan ODT yang rapuh (fragile), diperlukan
pengemasan khusus yang mana tentu akan menambah biaya produksi
(Ghost, et.al., 2005).
4. Tablet biasanya tidak mempunyai kekuatan mekanik yang cukup. Oleh
karena itu penanganan yang hati-hati sangat dibutuhkan.
5. Tablet mungkin meninggalkan rasa yang tidak enak dimulut jika tidak
diformulasi dengan baik.
Metode cetak langsung dapat digunakan untuk membuat sediaan ODT
dengan cara memilih kombinasi bahan tambahan yang tepat, yang mana dapat
menghasilkan disintegrasi cepat dan daya tahan fisik yang baik. Bahan tambahan
yang dimaksudkan di sini adalah bahan penghancur (disintegrant). Beberapa
peneliti menggunakan bahan effervescent sebagai disintegrant, sementara yang
lain mengkombinasi berbagai disintegrant yang ada (Fu, et.al., 2004).
d. Superdisintegrants
Bahan penghancur atau superdisintegrants merupakan bahan utama dalam
formulasi ODT. Superdisintegrants ditambahkan untuk memudahkan pecahnya
atau hancurnya tablet saat kontak dengan air. Daya mengembang
superdisintegrants sangat tinggi dan cepat sehingga mampu mendesak kearah luar
secara cepat yang akan menyebabkan tablet cepat hancur. Beberapa aksi
superdisintegrants dalam mendistegrasikan tablet, antara lain (Bhowmik, et
al.,2009):
1. Aksi kapiler (Wicking)
Tablet yang merupakan hasil pengempaan dari granul, memiliki poripori
kapiler. Dan pada saat tablet bersinggungan dengan medium air, maka air akan
berpenetrasi masuk ke dalam pori-pori tablet. Akibatnya ikatan antar partikel
menjadi lemah dan pada akhirnya tablet akan pecah (Bhowmik, et al., 2009).
2. Pengembangan (Swelling)
Beberapa bahan penghancur apabila terkena air maka akan mengembang,
akibatnya partikel penyusun tablet akan terdesak dan pecah. Hancurnya tablet
dengan mekanisme ini dipengaruhi oleh struktur pori-pori tablet. Semakin kecil
pori-pori granul yang ada di dalam tablet, maka semakin besar tenaga untuk
menghancurkan tablet (Bhowmik, et al., 2009).
3. Perubahan bentuk (Deformation)
Partikel yang mengalami penekanan pada proses pengempaan akan berubah
bentuknya. Apabila tablet terkena air maka partikel yang membentuk tablet akan
kembali ke bentuk asalnya, maka partikel tablet akan berdesakan sehingga tablet
dapat hancur (Bhowmik, et al., 2009).
4. Perenggangan (Repulsion)
Teori ini menerangkan bahwa partikel tidak mengembang tetapi dengan
adanya air yang masuk melalui jaringan kapiler yang tersusun di dalam tablet
maka partikel akan tolak menolak sehingga akan saling memisahkan diri
kemudian lepas dari susunannya di dalam tablet. Proses ini akan membantu
terjadinya disintegrasi (Bhowmik, et al., 2009).
BAB III
FORMULA ORALLY DISINTEGRATING TABLET (ODT)

3.1 Formula Umum


R/ Zat Aktif
Superdesintegran
Bahan Pengisi
Bahan Pengikat
Bahan Pelicin
3.2 Formula Yang Direncanakan
R/ Natrium Diklofenak 50 mg
Crospovidon 15 mg
Natrium Pati Glikolat 15 mg
Mg Stearat 3 mg
Talk 3 mg
Aspartam 3 mg
Laktosa : Avicel 211 mg
3.3 Farmakologi Zat Aktif Dan Bahan Tambahan
 Natrium Diklofenak
Natrium diklofenak adalah derivat sederhana dari asam fenil asetat yang
menyerupai flurbiprofen dan meklofenamat. Potensinya lebih besar dari
indometasin atau dari naproksen. Obat ini memiliki sifat-sifat antiinflamasi,
analgesik dan antipiretik. Obat ini digunakan untuk efek-efek analgetik dan
antipiretik pada symptom artritis reumatoid.
 Crospovidon
Krospovidon mempunyai nama kimia 1-ethenyl-2-pyrolidinone. Serbuk

putih sampai putih kekuningan, mengalir bebas, praktis tidak berasa, tidak

berbau atau hampir tidak berbau, bersifat higroskopis, praktis tidak larut dalam

air dan dalam sebagian besar pelarut organik. Krospovidon memiliki aktivitas

kapiler yang tinggi dan cepat (Rowe, et al., 2009).


 Avicel (Selulosa mikrokristal)
adalah selulosa yang dimurnikan secara parsial, berwarna putih, tidak berbau,
tidak berasa, serbuk kristal yang terdiri atas partikel-partikel yang menyerap
(Rowe, et al., 2009). Avicel merupakan produk agromerasi dengan distribusikan
partikel yang besar dan menunjukkan sifat alir serta kompatibilitas yang baik.
Ikatan yang terjadi antar partikelnya adalah ikatan hydrogen, ikatan ini sangat
berperan terhadap kekerasan dan kohesifitasnya. Pada tekanan kompresi
partikelnya mengalami deformasiplastis, sehingga dapat menaikkan
kompatibilitas.
Selulosa mikrokristal secara luas digunakan dalam farmasi, terutama
sebagai pengikat/pengisi dalam formulasi tablet dan kapsul yang dapat digunakan
dalam proses granulasi basah dan kempa langsung. Selain digunakan sebagai
pengikat/pengisi, selulosa mikrokristalin juga mempunyai sifat lubrikan dan
disintegran yang dapat berguna dalam pembuatan tablet (Rowe, et al., 2009).
 Lactosa
Berupa serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa agak manis. Kelarutannya
adalah larut dalam 6 bagian air, larut dalam 1 bagian air mrndidih, sukar larut
dalam etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform P dan dalam eter P.
khasiat dan penggunaannya sebagai zat tambahan.
 Natrium pati glikolat
adalah serbuk putih, atau hampir seluruhnya putih, tidak berbau, tidak berasa,
dan sebuk mengalir bebas. Struktur Natrium pati glikolat dapat dilihat pada
Gambar 2.2

Gambar 2.2 Struktur natrium pati glikolat


Natrium pati glikolat banyak digunakan dalam oral farmasetik sebagai
bahan penghancur dalam formulasi kapsul dan tablet dengan kempa langsung atau
granulasi basah. Konsentrasi yang sering digunakan dalam formulasi adalah
antara 2-8% dengan konsentrasi optimum adalah 4 % untuk tablet konvensional
dan lebih dari 10% untuk tablet fast disintegrating. Serbuk sodium starch glycolat
berwarna putih sampai putih kelabu, tidak berbau, tidak berasa, serbuk mudah
mengalir. Kelarutan mudah larut dalam etanol (95%), praktis tidak larut air
(Rowe, et al., 2009).
 Talk
Talkum adalah magnrsium silika dan hidrat alam, kadang-kadang
mengandung sedikit aluminium silikat. Talk berupa serbuk hablur sangat halus,
putih atau kelabu, berkilat, mudah melekat pada kulit dan bebas dari butiran
(Depkes RI, 1979). Talk memiliki 3 keuntungan antara lain dapat berfungsi
sebagai bahan pengatur aliran, bahan pelicin dan bahan pemisah hasil cetakan
(Voight, 1984). talk digunakan sebagai Glidant dan lubrikan pada konsentrasi 1,0-
10% (Kibbe, 2006).
 Aspartam
Aspartam berupa serbuk kristal berwarna putih, hampir tidak berbau dan rasa
manis yang kuat. Rasa manisnya 180-200 kali dari sukrosa.
 Magnesium Stearat
Mengandung tidak kurang dari 6,5% dan tidak lebih dari 8,5% MgO,
dihitung erhadap zat yang telah dikeringkan. Mg stearat berupa serbuk halus,
putih, licin dan mudah melekat pada kulit, bau lemah, khas. Kelarutannya praktis
tidak larut dalam air, dalam etanol (95%) P dan dalam eter P. Khasiat dan
penggunaannya sebagai antasidum, zat tambahan (Depkes RI, 1979).
3.4. Alasan Pemilihan Bahan
 Crospovidon dipilih sebagai bahan desintegran dia juga dapat meningkatkan
kelarutan obat-obat yang kelarutannya buruk.
 Avicel pH 102 dapat digunakan sebagai pengikat/pengisi sediaan tablet yang
dapat digunakan dalam proses granulasi basah dan kempa langsung. Selain
digunakan sebagai pengikat/pengisi, selulosa mikrokristalin juga mempunyai
sifat lubrikan dan disintegran yang dapat berguna dalam pembuatan tablet.
 Natrium pati glikolat dipilih kareana banyak digunakansebagai bahan
penghancur dalam formulasi kapsul dan tablet dengan metoda kempa
langsung atau granulasi basah.
 Magnesium Stearat dipilih sebagai lubrikan atau pelincir pada sediaan tablet.
Bahan ini bersifat hidrofobik dan dapat menghambat proses disolusi obat.
Magnesium stearat akan melapisi granul dengan sifat hidrofobiknya sehingga
efek lubrikannya cukup baik dan granul dapat mengalir dengan baik dari
hopper menuju ruang cetak tablet.
 Talk dipilih sebagai bahan pelicin pada sediaan tablet
3.5 Pembuatan Skala Industri
3.6 Evaluasi
a. Pemeriksaan Sifat Granul
 Uji sifat alir granul

Pengukuran sifat alir dengan metode pengetapan dilakukan dengan mengamati


perubahan volume sebelum pengetapan dan volume sesudah pengetapan yang
dinyatakan dalam indeks pemampatan (%). Serbuk dikatakan memiliki sifat alir
baik jka indeks pemampatannya kurang dari 20%.

Cara :

 Uji daya serap massa granul

Uji daya serap dilakukan dengan serangkaian alat uji daya serap. Granul
sebanyak 100 mg ditempatkan di atas kertas saring yang sudah terjenuhi air.
Berkurangnya bobot air yang ditimbang di atas neraca analitik sebanding dengan
banyaknya air yang diserap granul. Uji ini dilakukan sampai terjadi pengurangan
bobot air yang konstan atau sekitar 15 menit.

b. Pemeriksaan Sifat Fisik ODT

 Uji keseragaman bobot tablet

Uji dilakukan dengan menimbang sejumlah 20 tablet dari masing-masing


formula satu per satu dengan neraca analitik. Rerata dari 20 tablet ditentukan. Untuk
tablet 150 mg, penyimpangan bobot rata-rata tidak boleh ada 2 tablet yang
menyimpang lebih dari 10 % dan tidak boleh ada 1 tablet pun yang menyimpang
lebih dari 20 % dari bobot rata-rata (Departemen Kesehatan, 1979).
 Uji keseragaman kandungan tablet

Sepuluh tablet dari setiap formula diambil, dihancurkan satu persatu, dan
dimasukkan ke dalam Beaker 100,0 mL. Ditambahkan 5,0 mL metanol dan 1,0 mL
NaOH 0,1 N ke dalam Beaker kemudian diencerkan dengan dapar fosfat pH 6,8
hingga mencapai volume 100,0 mL. Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar dengan
metode spektrofotometri uv.

 Uji kekerasan tablet

Alat: Hardness Tester (Copley)

Sebuah tablet diletakkan pada ujung alat dengan posisi vertikal. Uji kekerasan
dilakukan dengan mengambil 6 tablet dari masing-masing formula. Nilai kekerasan
yang diperoleh kemudian diukur reratanya. Kekerasan ODT yang baik adalah 3-5
kg/cm2 .

 Uji kerapuhan tablet

Uji kerapuhan dilakukan dengan mengambil 20 tablet yang dibebas debukan dan
ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot awal, kemudian friabilator
abrassive tester diputar dengan kecepatan 25 rpm selama 4 menit atau sebanyak 100
putaran. Tablet dibebas debukan dan ditimbang kembali sebagai bobot akhir.
Kerapuhan tablet tidak boleh melebihi 1%. (Departemen Kesehatan, 1995).

 Uji waktu disintegrasi tablet

Uji waktu disintegrasi dilakukan dengan cara menempatkan ODT pada cawan
petri berdiameter 5 cm yang sudah berisi air 20 mL. Waktu disintegrasi yang
diperlukan oleh 6 tablet dicatat kemudian dihitung reratanya. Persyaratan waktu
disintegrasi ODT tidak lebih dari 3 menit (Departement of Health, 2009). Sumber lain
menyebutkan bahwa rapid disintegrating tablet setidaknya memiliki waktu hancur
kurang dari 1 menit (Allen dkk., 2011).

 Uji waktu hancur di rongga mulut

Uji ini menggunakan 6 sukarelawan untuk 5 kode formula ODT dan 1 kode
formula kontrol tanpa superdisintegran. Sebelum memulai uji, setiap sukarelawan
diharuskan mencuci mulut terlebih dahulu, lalu diletakkan satu tablet di atas lidah
mereka dan dibiarkan tablet hingga hancur sempurna. Waktu yang dibutuhkan
agar tablet hancur tanpa mengunyah dicatat, setelah itu tablet segera diludahkan.
Titik akhir untuk waktu hancur dimulut adalah waktu dimana tablet yang
diletakkan di lidah menjadi hancur (tablet tidak utuh lagi).
 Uji waktu pembasahan tablet

Uji ini dilakukan dengan cara meletakkan selembar kertas saring yang telah
dilipat dua kali ke dalam cawan petri berdiameter 5 cm. Cawan petri sebelumnya
telah diisi 5,0 mL akuades yang mengandung zat warna strawberry red. Sebuah tablet
kemudian diletakkan di atas kertas saring tersebut secara perlahan. Waktu yang
diperlukan untuk menimbulkan warna merah di seluruh permukaan tablet dihitung
sebagai waktu pembasahan (Jain dan Naruka, 2009).

 Rasio absorpsi air

Penentuan rasio absorpsi air dilakukan dengan menggunakan serangkaian alat uji
daya serap. Berkurangnya bobot air di atas neraca analitik dihitung sebagai bobot air
yang diserap tablet. Rasio absorpsi air dapat dinyatakan sebagai kecepatan
penyerapan air, yaitu banyaknya air yang diserap persatuan waktu, dan kapasitas
penyerapan air, yaitu banyaknya air yang diserap persatuan berat tablet (Bhowmik
dkk., 2009).

 Uji disolusi

Untuk menguji laju disolusi tablet dilakukan dengan menggunakan alat


Dissolution Tester. Medium: 900 ml dapar fosfat pH 6,8. Alat: tipe 2 (metode
dayung) dengan kecepatan putaran: 50 rpm dengan waktu: 30 menit

Cara: Satu tablet dimasukkan ke dalam wadah disolusi yang telah berisi 900 ml
medium disolusi yang bersuhu 37º ± 0,5ºC. Kemudian dayung diputar
dengan kecepatan 50 rpm. Pada interval waktu 1, 4, 7, 10, 13, 16, 19, 22,
25, 28 dan 30 menit larutan dipipet sebanyak 5 ml cuplikan lalu
dimasukkan dalam labu tentukur 25 ml lalu diencerkan dengan dapar
fosfat pH 6,8 sampai garis tanda.

Setiap kali pengambilan cuplikan maka dimasukkan kembali medium


disolusi sebanyak volume cuplikan yang diambil. Pengambilan cuplikan
dilakukan pada posisi yang sama yaitu pertengahan antara permukaan medium
disolusi dan bagian atas dari dayung tidak kurang 1 cm dari dinding wadah
(Departemen Kesehatan, 1995). Larutan cuplikan ini lalu diukur serapannya
dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum
terhadap medium dapar fosfat sebagai blanko.
3.7 IPC (In Process Control

Penimbangan

Pencampuran

IPC Kempa Langsung


- Pemerian
- LOD
Lubrikan / Penambahan pilicin

IPC Karantina produk antara


- Pemerian
- Kadar zat berkhasiat
- LOD IPC
- Pemerian
Pencetakan - Identifikasi
- Friabilitas
IPC - Bobot rata-rata
- Friabilitas - Waktu Hancur
- Bobot rata-rata Karantina produk ruahan - Kekerasan
- Waktu Hancur - Kadar zat berkhasiat
- Kekerasan
- Disolusi
- Disolusi
- Koefisien var
Pengemasan - Keseragaman bobot
- Keseragaman sediaan
Finish Pack
Analysis
Gudang Obat jadi

3.8 Etiket dan Brosur

3.9 Tata Laksana dan Regitrasi Obat


a. Alur Pra-Registrasi
b. Alur Registrasi dan Evaluasi Obat

c. Tahapan Penyerahan Berkas Registrasi


Alur registrasi
1. Setelah keluar HPR/ surat pengantar, lakukan permintaan SPB (Surat
Perintah Bayar) pada loket, lalu ambil SPB
2. Lakukan pembayaran dengan SPB pada BANK, ambil bukti
pembayaranbukti pembayaran, SPB, HPR digunakan untuk permintaan
Instalasi Form
3. Elektronik, lakukan penginstalan, untuk mendapat Form Elektronik.
4. Setelah Form Elektronik didapat, serahkan Form Elektronik dan
BerkasRegistrasi

Lakukan pemeriksaan kelengkapan berkas, lengkap atau tidak ( jika berkas


tidak lengkap harus dikembalikan dan dilengkapi kembali)
1. Jika lengkap lakukan pendataan
2. Lakukan proses evaluasi, masuk keriang konsultasi
3. Keluar hasil evaluasi, jika keluar surat permintaan tambahan
datalakukan,maka data harus dilengkapi terlebih dahulu dan setelah data
lengkapitambahan data diserahkan kembali pada pendataan.
4. Jika hasil evaluasi keluar,berupa Nomor Izin Edar/ Surat Persetujuan atau
Surat Penolakan
5. Akan keluar NIE (Nomor Izin Edar), Surat Persetujuan,atau SuratPenolakan.

d. Dokumen yang diperlukan untuk Registrasi Obat


Dokumen registrasi obat terdiri dari 4 bagian sebagai berikut:
1. Bagian I : Dokumen administratif, informasi produk dan penandaan
A. Dokumen Administratif : Formulir registrasi, pernyataan pendaftar,
sertifikat, hasil pra registrasi, kwitansi atau bukti pembayaran.
B. Informasi Produk (terdiri dari : ringkasan karakteristik produk dan informasi
produk untuk pasien). Informasi produk harus menggunakan bahasa
Indonesia, angka arab dan huruf latin.
- ringkasan karakteristik produk : pemerian obat (bentuk, warna, ukuran dan
tanda-tanda khusus), spesifikasi metoda analisis obat, indikasi, posologi
(cara pemakaian, jumlah pemakaian, frekuensi pemakaian dan lama
pemakaian), rute pemberian obat.
- informasi produk : kemasan, Harga Netto Apotek (HNA) tiap satuan
kemasan. Harga Eceran Tertinggi (HET)
C. Penandaan (etiket/label, strip/blister, ampul/vial, catch cover/amplop dan
bungkus luar).

2. Bagian II : Dokumen Mutu


A. Ringkasan Dokumen Mutu (RDM)
B. Dokumen Mutu : informasi umum zat aktif (proses produksi dan sumber zat
aktif, spesifikasi dan metode pengujian zat aktif, stabilitas), obat jadi
(pemerian dan formula, pengembangan produk, prosedur pengemasan,
spesifikasi dan metode pengujian obat).
C. Daftar Pustaka

3. Bagian III : Dokumen Nonklinik terdiri dari:


A. Tinjauan Studi Nonklinik
B. Ringkasan dan Matriks Studi Nonklinik
C. Laporan Studi Nonklinik (jika perlu)
D. Daftar Pustaka

4. Bagian IV : Dokumen Klinik terdiri dari:


A. Tinjauan Studi Klinik
B. Ringkasan Studi Klinik
C. Matriks Studi Klinik
D. Laporan Studi Klinik
E. Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
Allen, L.V., Popovich, N.G. dan Ansel, H.C. 2011, Ansel’s Dossage Forms and
Drug Delivery Systems, 9th Ed., Lippinkott Williams and Wilkins,
Philadelphia.
Anief, M. (1994). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
hal. 48-49, 108-109.
Ansel, H. C., (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. (A. bahasa
oleh F. Ibrahim, Ed.). Jakarta: Universitas Indonesia.

Bhowmik, D., Chiranjib, B., Krishnakanth, Pankaj and Chandira, R.M. 2009, Fast
Dissolving Tablet: An Overview, Journal Chemical Pharmaceutics. Res, 1:
163-177.

Departemen Kesehatan, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta,


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta,


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Department of Health, 2009, British Pharmacopoiea, The Departement of Health,


London.

Fu, Y., Yang, S., Jeong, S.H., Kimura, S., & Park, K., 2004, Orally Fast
Disintegrating Tablets: Developments, Technologies, Taste-Masking and
Clinical Studies.

Ghost, T.K., Chatterjee, D.J., Pfister, W.R., Jarugula, V.R., Fadiran, E.O., Hunt,
J.P., Lesko, L.J., Tammara, V.K. dan D.B. Hare (2005). Quick Dissolving
Oral Dosage Forms; Scientific and Regulatory Considerations from A
Clinical Pharmacology and Biopharmaceutics Perspective. In: T.K. Ghosh
dan W.R. Pfister (eds). Drug Delivery to the Oral Cavity: Molecules to
Market. Boca Raton; Taylor & Francis Group. Page 334

Jain, C. P. And Naruka, P. S. 2009, Formulation and Evaluation of Fast


Dissolving Tablets of Valsartan, International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences, 1: 219-221.

Kaushik, D., Dureja, H. Dan T.R. Saini. (2004). Orally Disintegrating Tablets :
An Overview of Melt-in-Mouth Tablets Technologies and Techniques.

Kucinskaite, A., Sawicki, Wieslaw, Briedis, Vitalis, Sznitowska, dan Molgorzata.


(2007). Fast Disintegrating Tablet Containing Rhodiola Rosea L, Extract.
Acta Poloniea Pharmaceutica Drugs Research. 64(1): 64-67.
Kundu, S. and Sahoo, P. K. 2008, Recent Trend in The Development of Orally
Disintegration Tablet Technology, Pharma Times, 40 (4): 1-5.

Lachman, L., Liebermann, H.A., dan Kanig, J.I. (1994). Teori dan Praktek
Farmasi Industri II Edisi Ke III. Jakarta: UI Press. Hal. 645, 652-653,
657-660.

Sharma, K., Pfister, W.R dan T.K. Ghosh (2005). Quick-Dispersing Oral Drug
Delivery System. In; T.K. Ghosh dan W.R. Pfister(eds). Drug Delivery to
the Oral Cavity: Molecules to Market. Boca Raton; Taylor & Francis
Group. Pages 262-263.

Velmurugan, S., dan Vinushitha, S. (2010). Oral Disintegrating Tablets: An


Overview. International Journal of Chemical and Pharmaceutical Sciences.
1(2): 2-12.

Verma, R.K. dan S. Garg. (2001). Current Status of Drug Delivery Technologies
and Future Directions. Pharmaceutical Technology On-Line 25(2): 1-14.

Voigt, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Faramasi. Edisi Kelima. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press. Hal. 221-222.

Anda mungkin juga menyukai