Anda di halaman 1dari 13

PRAKTIKUM I

TABLET GRANULASI BASAH

I. Tujuan Praktikum
Untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan tentang pembuatan tablet.
II. Dasar Teori
Tablet adalah sediaan bertakaran, padat, umumnya berbentuk silindris datar
dengan permukaan datar ganda atau cembung ganda. Pada permukaannya dapat
diterakan identitas, takaran, identitas dengantanda yang cocok dan cekungan atau
tanda cekungan silang untuk memudahkan pematahannya. Pada suatu tablet dalam
pengertian yang sesusai dengan definisi diatas, dapat dibuat lapisan obat
berikutnya yang dikempadengan bantuan peralatan khusus (tablet berlapis banyak,
tablet mantel) (Voigt, 1995).
Tablet adalah bentuk sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat digolongkan sebagai
tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa
serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Tablet kempa
dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan
cetakan baja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan
permukaan tergantung pada desain cetakan (Ditjen POM, 1995).
Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan
tablet kempa (DepKes RI, 1995).
1) Tablet cetak
Dibuat dari bahan obat dan bahan pengisi, umumnya mengandung laktosa dan
serbuk sukrosa salam berbagai perbandingan. Massa dibasahi dengan Etanol
prosentasi tinggi kadar Etanol tergantung dengan kelarutan zat aktif dan bahan
pengisi dalam pelarut, serta kekerasan tablet yang diinginkan. Pembuatan
dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah pada
lubang cetakan. Kemudian dikeluarkan dan dibiarkan kering.
2) Tablet kempa
Tablet kempa didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat yang dibuat dengan
cara pengempaan dari sebuah formula dengan memberikan tekanan tinggi
(tekanan di bawah beberapa ratus kg/cm2) pada serbuk/granul menggunakan
pons/cetakan baja. Umumnya tablet kempa mengandung zat aktif, bahan
pengisi, bahan pengikat, desintegran, dan lubrikan, tetapi dapat juga
mengandung bahan pewarna, bahan pengaroma, dan bahan pemanis. Tablet
biasanya mempunyai ketebalan kurang dari ½ diameternya. Tablet kempa
ganda, tablet kempa yang dibuat dengan lebih dari satu kali siklus tekanan
Beberapa unit proses (proses satuan) terlibat dalam pembuatan tablet,
seperti penurunan ukuran partikel, pencampuran, granulasi, pengeringan,
pengempaan, dan penyalutan (tetapi tidak selalu). Berbagai faktor yang terkait
dengan proses ini dapat mempengaruhi keseragaman kandungan, ketersediaan
hayati, atau stabilitas sediaan diantaranya adalah:
 Penurunan ukuran partikel
 Pencampuran
 Granulasi
 Pengempaan tablet
 Penyalutan (Kurniawan, 2009)
Untuk pembuatan tablet diperlukan zat tambahan berupa:
1. Zat pengisi dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet.
2. Zat pengikat dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat
merekat
3. Zat penghancur, agar tablet dapat hancur dalam perut.
4. Zat pelicin, agar tablet tidak lekat pada cetakan.
Dalam pembuatan tablet, zat berkasiat, zat-zat lain kecuali pelican dibuat
granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak dapat mengisi cetakan tablet
dengan baik dan mudah mengalir mengisi cetakan serta menjaga agar tablet tidak
retak (Anief, 2012)
Cara membuat granul
1. Granulasi kering. Campuran serbuk dimampatkan dalam potongan besar
kemudian dihancurkan atau diperkecil ukuranya menjadi granul. bahan utama
dan bahan tambahan harus mempunyai sifat kohesif, metode ini digunakan
untuk bahan yang tidak dapat dibuat melalui granulsi basah karena terdegradasi
dalam lembab atau peningkatan suhu yang digunakan untuk pengeringan granul
dalam metode granulasi basah.
2. Granulasi basah biasanya digunakan untuk tablet kempa. Serbuk yang dibasahi
atau massa lembab diayak menjadi granul, kemudian dikeringkan. Perekatan
granulasi dengan pengayakan kering ditambahkan lubrikan dan pemcampuran
hingga pembentukan tablet dengan kempa (Ansel, 2013)
3. Kempa langsung
Masing-masing zat aktif, zat pengisi, zat pengikat, zat penghancur, dan zat
pelicin dihaluskan terlebih dahulu dalam mesin penghalus. Seluruh serbuk
dicampur bersama-sama dalam alat pencampur. Campuran serbuk yang telah
homogen dikempa dalam mesin tablet menjadi tablet jadi (Siregar, 2008).

Keuntungan Sediaan Tablet


Sediaan tablet merupakan sediaan yang paling banyak digunakan untuk
pengobatan memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut:
1. Tablet merupakan bentuk sediaan utuh dan menawarkan kemampuan terbaik
dibanding semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta
variabilitas kandungan yang paling rendah.
2. Tablet merupakan sediaan yang biaya pembuatannya paling rendah.
3. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan sehingga mudah
dibawa.
4. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah dan murah untuk
dikemas dan dikirim.
5. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah,
tidak memerlukan pekerjaan tambahan bila menggunakan permukaan
pencetak yang bermonogram atau berhiasan timbul.
6. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di
tenggorokan, terutama tablet salut yang memungkinkan pecah/ hancurnya
tablet tidak segera terjadi.
7. Tablet bisa dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus, seperti
pelepasan di usus atau produk lepas lambat.
8. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah untuk diproduksi
secara besar-besaran.
9. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran
kimia, mekanik, dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik.
10. Bau, rasa, dan warna yang tidak menyenangkan dapat ditutupi dengan
penyalutan.
Kerugian Sediaan Tablet
Kerugian sediaan tablet jauh lebih sedikit dibanding keuntungannya.
Kerugian sediaan tablet antara lain:
1. Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak, tergantung
pada keadaan amorfnya, flokulasinya, atau rendahnya berat jenis.
2. Obat yang sukar dibasakan, lambat melarut, dosisnya tinggi, absorpsi
optimumnya tinggi melalui saluran cerna atau setiap kombinasi dari sifat
diatas, akan sukar atau tidak mungkin diformulasi dan dipabrikasi dalam
bentuk tablet yang masih menghasilkan bioavailabilitas obat cukup.
3. Obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan, atau
obat yang peka terhadap oksigen atau kelembaban udara perlu pengapsulan
atau penyelubungan dulu sebelum dikempa (bila mungkin) atau memerlukan
penyalutan dulu. Pada keadaan ini kapsul dapat merupakan jalan keluar yang
terbaik dan lebih murah.
4. Kesulitan menelan pada anak-anak, orang sakit parah, dan pasien lanjut usia.
Macam-macam kerusakan pada pembuatan tablet
1. Binding
Akibat massa yang akan dicetak melekat pada dinding ruang cetakan.
2. Sticking/picking
Perlekatan yang terjadi pada punch atas dan bawah akkibat permukaan punch
tidak licin, ada lemak pada pencetak, zat pelicin kurang, atau massa basah
3. Whiskering
Terjadi karena pencetak tidak pas dengan ruang cetakan atau terjadi pelelehan
zat aktif saat pencetakan pada tekanan tinggi. Akibatnya, pada penyimpanan
dalam botol, sisi-sisi yang berlebih akan lepas dan menghasilkan bubuk
4. Capping
Membelahnya tablet di bagian atas. Splitting: lepasnya lapisan tipis dari
permukaan tablet terutama pada bagian tengah.
5. Mottling
Terjadi karena zat warna tersebar tidak merata pada permukaan tablet
6. Crumblin
Tablet menjadi retak dan rapuh akibat kurang tekanan pada pencetakan tablet
dan zat pengikatnya kurang (Syamsuni,2007)
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV dan sumber-sumber lainnya, tablet harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Keseragaman bobot dan keseragaman kandungan


Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot jika zat aktif merupakan
bagian terbesar dari tablet dan cukup mewakili keseragaman kandungan.
Keseragaman bobot bukan merupakan indikasi yang cukup dari keseragaman
kandungan jika zat aktif merupakan bagian terkecil dari tablet atau jika tablet
bersalut gula. Oleh karena itu, umumnya farmakope mensyaratkan tablet
bersalut dan tablet mengandung zat aktif 50 mg atau kurang dan bobot zat aktif
lebih kecil dari 50 % bobot sediaan, harus memenuhi syarat uji keseragaman
kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tiap tablet (Syamsuni, 2007)
2. Uji kekerasan
Kekerasan tablet dan ketebalannya berhubungan dengan isi die dan gaya
kompresi yang diberikan. Bila tekanan ditambahkan, maka kekerasan tablet
meningkat sedangkan ketebalan tablet berkurang. Selain itu metode granulasi
juga menentukan kekerasan tablet Umumnya kekuatan tablet berkisar 4 - 8 kg,
bobot tersebut dianggap sebagai batas minimum untuk menghasilkan tablet
yang memuaskan. Alat yang digunakan untuk uji ini adalah hardness tester, alat
ini diharapkan dapat mengukur berat yang diperlukan untuk memecahkan tablet
(Lachman, 1994)
3. Uji keregasan
Cara lain untuk menentukan kekuatan tablet ialah dengan mengukur
keregasannya. Gesekan dan goncangan merupakan penyebab tablet menjadi
hancur. Untuk menguji keregasan tablet digunakan alat Roche friabilator.
Sebelum tablet dimasukkan ke alat friabilator, tablet ditimbang terlebih dahulu.
Kemudian tablet dimasukkan ke dalam alat, lalu alat dioperasikan selama empat
menit atau 100 kali putaran. Tablet ditimbang kembali dan dibandingkan
dengan berat mula-mula. Selisih berat dihitung sebagai keregasan tablet.
Persyaratan keregasan harus lebih kecil dari 0,8% (Ansel, 1989).
4. Waktu hancuR
Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberikan peroral, kecuali tablet
yang harus dikunyah sebelum ditelan. Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan
kesesuaian batas waktu hancur yang ditetapkan pada masing-masing
monografi. Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan
aktifnya terlarut sempurna. Pada pengujian waktu hancur, tablet dinyatakan
hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas kasa, kecuali fragmen
yang berasal dari zat penyalut. Kecuali dinyatakan lain, waktu yang diperlukan
untuk menghancurkan keenam tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak
bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut (Syamsuni, 2007).
5. Disolusi
Disolusi adalah suatu proses perpindahan molekul obat dari bentuk padat
ke dalam larutan suatu media. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui
banyaknya zat aktif yang terlarut dan memberikan efek terapi di dalam tubuh.
Kecepatan absorbsi obat tergantung pada pemberian yang dikehendaki dan juga
harus dipertimbangkan frekuensi pemberian obat (Syamsuni, 2007).
6. Penetapan kadar zat aktif
Penetapan kadar zat aktif bertujuan untuk mengetahui apakah kadar zat
aktif yang terkandung didalam suatu sediaan sesuai dengan yang tertera pada
etiket dan memenuhi syarat seperti yang tertera pada masing-masing
monografi. Bila zat aktif obat tidak memenuhi syarat maka obat tersebut tidak
akan memberikan efek terapi dan juga tidak layak untuk dikonsumsi
(Syamsuni, 2007)
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
1. Beaker glass 250 ml, 500 ml
2. Batang pengaduk
3. Gelas ukur 100 ml
4. Ayakan No 6-12 mesh
5. Ayakan No 14-20
6. Mangkok plastic besar
7. Nampan aluminium
8. Timbangan
9. Hot plate
10. Oven
11. Kaos tangan karet
3.2 Bahan
1. Paracetamol 5 gram
2. Amylum oryzae 3 gram
3. Laktosa 2 gram
4. Gelatin 2 gram
5. Aquadest 20 ml

IV. PEMERIAN BAHAN


 Paracetamol
Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
101,0% C₈H₉NO₂, dihitung terhadap zat anhidrat (Menkes RI, 2014).
Pemerian : Serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit
pahit.
Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium
hidroksida N; mudah larut dalam etanol.
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus
cahaya. Simpan dalam suhu ruang, hindarkan
dari kelembapan dan panas (Menkes RI, 2014).
Khasiat dan penggunaan : Analgetikum; antipiretikum (Depkes RI, 1979).
 Amylum Oryzae
Pati Beras adalah pati yang diperoleh dari biji Oryza sativa L.
Pemerian : Serbuk sangat halus; putih; tidak berbau; tidak
berasa.
Kelarutan :Keasaman-kebasaan; Batas jasadrenik; Susut
pengeringan; Penyimpanan; Khasiat dan
penggunaan memenuhi syarat yang tertera
pada Amylum Manihot (Depkes RI, 1979).
 Laktosa
Pemerian : Serbuk hablur; putih; tidak berbau; rasa agak
manis.
Kelarutan : Larut dalam 6 bagian air, larut dalam 1 bagian
air mendidih; sukar larut dalam etanol (95%) P;
praktis tidak larut dalam kloroform P dan
dalam eter P.
Khasiat dan penggunaan : Zat tambahan (Depkes RI, 1979).
 Gelatin
Gelatin adalah protein yang diperoleh dari bahan kolagen.
Pemerian : Lembaran, kepingan, serbuk atau butiran; tidak
berwarna atau kekuningan pucat; bau dan rasa
lemah.
Kelarutan : Jika direndam dalam air mengembang dan
menjadi lunak, rangsur-angsur menyerap air 5
sampai 10 kali bobotnya; larut dalam air panas
dan jika didinginkan terbentuk gudir; praktis
tidak larut dalam etanol (95%) P, dalam
kloroform P dan dalam eter P; larut dalam
campuran gliserol P dan air, jika dipanaskan
lebih mudah larut; larut dalam asam asetat P.
V. CARA KERJA
5.1 Cara pembuatan solution gelatin
Timbang gelatin sebanyak 2 gram.

Larutkan dalam aquadest sampai 20 ml.

Panaskan di atas hot plate hingga warna jernih.

5.2 Pembuatan Granul


Campurkan amylum dan laktosa hingga homogen.

Ayak dengan ayakan.

Timbang paracetamol 5 gram kemudian campur dengan


hasil ayakkan amylum oryzae dan laktosa.

Tambahkan solution gelatin sedikit demi sedikit sampai


terbentuk massa granul yang baik. Catat volume solution
gelatin yang digunakan.

Ayak massa granul dengan ayakkan No. 6-12 mesh.

Letakkan granul basah diatas nampan aluminium yang telah


dilapisi dengan kertas perkamen dan oven pada suhu 600C.
Balik granul apabila telah setengah kering. Catat waktu yang
diperlukan sampai granul kering.
Setelah kering keluarkan granul dari oven, ayak dengan
menggunakan ayakkan no. 14-20 mesh.

Timbang hasil granul kering dan lakukan uji kualitas mutu


granul.

Lakukan pencetakkan tablet dari hasil penggranulan yang


sebelumnya.

Jadikan granul menjadi 10 tablet.

Lakukan uji kualitas.


DAFTAR PUSTAKA

Anief,Moh. 2012. Farmasetika. Yogyakarta. UGM Press

Anshel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta: UI
Press. Hal. 510–515.

Ansel. 2013. Bentuk Sediaan Farmasetis dan Sistem Penghataran Obat. Jakarta.
EGC

Departemen kesehatan RI, 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Jakarta : Badan
Pengawas Obat dan Makanan.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Dirjen POM.(1995). Farmakope Indonesia Edisi IV.Jakarta : Depkes RI.
Kurniawan,dkk. 2009.Teknologi Sediaan Farmasi. Yogyakarta. Graha Ilmu

Lachman, L., & Lieberman, H. A., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi
Kedua, 1091-1098, UI Press, Jakarta.
Siregar, Charles J.P. (2008). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet : Dasar – Dasar
Praktis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Syamsuni, Drs. H. A., Apt.2007. Ilmu Resep. Jakarta: EGC

Voight, Rudolf. 1995. Buku Pelajaran Tekhnologi Farmasi. Yogyakarta. UGM Press.

Anda mungkin juga menyukai