Anda di halaman 1dari 15

JURNAL AWAL PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN NON STERIL


PRAKTIKUM I : TABLET GRANULASI BASAH

Hari, Tanggal Praktikum : Senin, 7 Oktober 2019


Kelompok 1/A2A
Oleh :
1. A.A. Istri Raka Widi Trisna (171200120)
2. Desak Made Dwi Sukmayani (171200122)
3. Dewa Gede Indra Ayusta (171200123)
4. Gede Hary Putra Astawan (171200124)
5. I Dewa Gede Ari Sastrawan (171200125)
6. I Gusti Komang Ayu Putri Maseni (171200126)
Asisten Dosen :
Ni Nyoman Divta Candra Oktaviani
Dosen Pengampu :
I Gusti Ngurah Agung Windra Wartana Putra S.Farm., M.Sc.,Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI
2019/2020
PRAKTIKUM I
TABLET GRANULASI BASAH

I. TUJUAN
Untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan tentang pembuatan tablet.

II. DASAR TEORI


Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan
tablet kempa. (Depkes RI, 1994).

Tablet yang berbentuk kapsul umumnya disebut kaplet. Bolus adalah tablet besar
yang digunakan untuk obat hewan besar. Bentuk tablet umumnya berbentuk cakram
pipih/gepeng, bundar, segitiga, lonjong, dan sebagainya. Bentuk khusus ini dimaksudkan
untuk menghindari, mencegah atau mempersulit pemalsuan dan agar mudah dikenal
orang. Warna tablet umumnya putih. Tablet yang berwarna kemungkinan karena zat
aktifnya memang berwarna, tetapi ada juga tablet yang sengaja diberi warna agar tampak
lebih menarik, mencegah pemalsuan, dan untuk membedakan tablet yang satu dengan
tablet lainnya (Syamsuni, 2006).

Menurut Anief (1994), zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai:
a. Zat pengisi
Zat pengisi digunakan untuk memperbesar volume tablet. Zat-zat yang digunakan
seperti: Amilum Manihot, Kalsium Fosfat, Kalsium Karbonat, dan zat lain yang cocok.
b. Zat pengikat
Zat pengikat digunakan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat. Zat-zat yang
digunakan seperti: Musilago 10-20% b /v, larutan Metilcellulosum 5% b /v.
c. Zat penghancur
Zat penghancur digunakan agar tablet dapat hancur dalam saluran pencernaan. Zat-zat
yang digunakan seperti: Amilum Manihot kering, Gelatin, Natrium Alginat.
d. Zat pelican
Zat pelicin digunakan untuk mencegah agar tablet tidak melekat pada cetakan. Zat-zat
yang digunakan seperti: Talkum 5% b /b, Magnesium stearat, Natrium Benzoat.
Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat dan zat-zat lain kecuali pelicin dibuat
granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak mengisi cetakan tablet dengan baik
maka dibuat granul agar mudah mengalir mengisi cetakan serta menjaga agar tablet tidak
retak (Anief, 1994). Ada tiga metode pembuatan tablet, yaitu:
a. Metode granulasi basah
Masing-masing zat berkhasiat, zat pengisi, dan zat penghancur dihaluskan terlebih
dahulu dalam mesin penghalus. Seluruh serbuk dicampur bersama-sama dalam alat
pencampur, lalu dibasahi dengan larutan bahan pengikat. Setelah itu massa lembab
diayak menjadi granul menggunakan ayakan 6 atau 8 mesh, dan dikeringkan dalam
lemari pengering pada suhu 50o -60o C. Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh
granul dengan ukuran yang diperlukan (biasanya digunakan ayakan 12-20 mesh).
Tambahkan bahan pelicin (lubrikan) kemudian dicetak menjadi tablet dengan mesin
tablet (Ansel, 1989).
b. Metode Granulasi Kering (slugging)
Dilakukan dengan mencampurkan zat berkhasiat, zat pengisi, dan zat penghancur, serta
jika perlu ditambahkan zat pengikat dan zat pelicin hingga menjadi massa serbuk yang
homogen, lalu dikempa cetak pada tekanan yang tinggi, sehingga menjadi tablet besar
(slug) yang tidak berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul
dengan ukuran partikel yang diinginkan. Setelah itu dicetak sesuai ukuran tablet yang
diinginkan (Syamsuni, 2006).
c. Kempa langsung
Masing-masing zat aktif, zat pengisi, zat pengikat, zat penghancur, dan zat pelicin
dihaluskan terlebih dahulu dalam mesin penghalus. Seluruh serbuk dicampur bersama-
sama dalam alat pencampur. Campuran serbuk yang telah homogen dikempa dalam
mesin tablet menjadi tablet jadi (Siregar, 2008).

Menurut Syamsuni (2006), penggolongan tablet dapat dibedakan berdasarkan


atas:
1. Berdasarkan metode pembuatannya, dikenal dua jenis tablet, yaitu tablet cetak dan
tablet kempa.
a. Tablet cetak dibuat dari bahan obat dan bahan pengisi yang umunya mengandung
laktosa dan serbuk sukrosa dalam berbagai perbandingan. Massa serbuk dibasahi
dengan etanol persentase tinggi. Kadar etanol tergantung pada kelarutan zat aktif dan
bahan pengisi dalam sistem pelarut, serta derajat kekerasan tablet yang diinginkan.
Massa serbuk yang lembab ditekan dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan.
Kemudian dikeluarkan dan dibiarkan kering.
b. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul
menggunakan cetakan baja.
2. Berdasarkan cara pemakaiannya, tablet dapat dibagi menjadi:
a. Tablet biasa / tablet telan dibuat tanpa penyalut, digunakan per oral dengan cara
ditelan, pecah dilambung.
b. Tablet kunyah (chewable tablet) bentuknya seperti tablet biasa, cara pemakaiannya
dikunyah dulu dalam mulut kemudian ditelan, umumnya tidak pahit.
c. Tablet isap (lozenges, trochisi, pastiles) adalah sediaan padat yang mengandung satu
atau lebih bahan obat, umunya dengan bahan dasar beraroma dan manis, yang
membuat tablet melarut atau hancur perlahanlahan dalam mulut.
d. Tablet larut (effervescent tablet) adalah tablet yang sebelum digunakan dilarutkan
terlebih dahulu dalam air dan akan menghasilkan buih. Tablet ini selain mengandung
zat aktif juga mengandung asam (asam sitrat, asam tartrat) dan Na2CO3.
e. Tablet implant (pelet) adalah tablet kecil, bulat atau oval putih, steril, dan berisi
hormon steroid, dimasukkan ke bawah kulit dengan cara merobek kulit sedikit,
kemudian tablet dimasukkan, kemudian dijahit kembali.
f. Tablet hipodermik adalah tablet kempa, dibuat dari bahan yang mudah larut atau larut
sempurna dalam air. Tablet ini umumnya digunakan untuk membuat sediaan injeksi
hipodemik segar dengan melarutkan tablet dalam air steril untuk injeksi.
g. Tablet bukal adalah tablet yang diletakkan antara pipi dan gusi.
h. Tablet sublingual adalah tablet yang diletakkan di bawah lidah.
i. Tablet vagina (ovula) adalah tablet sisipan yang didesain untuk terdisolusi dan
pelepasan lambat zat aktif dalam rongga vagina. Tablet ini berbentuk telur atau
berbentuk (buah) pir untuk memudahkan penahanan dalam vagina, untuk melepaskan
zat antibakteri, antiseptik, atau zat astringen guna mengobati infeksi vagina atau
mungkin melepaskan steroid untuk absorpsi sistemik.

Menurut Lachman, dkk., (1994), tablet memiliki kelebihan dibandingkan dengan


sediaan padat lainnya, diantaranya:
a. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan terbaik dari
semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang
paling rendah.
b. Tablet merupakan bentuk sediaan yang ongkos pembuatannya paling rendah.
c. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling kompak.
d. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah dan murah untuk dikemas
serta dikirim.
e. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah.
f. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di tenggorokan,
terutama bila bersalut yang kemungkinan pecah / hancurnya tablet tidak segera terjadi.

Adapun beberapa uji kualitas dalam tablet sebagai berikut :


A. Evaluasi Mutu Granul
Hitung bobot yang hilang “loose weight” dari pembuatan granul (bobot bahan awal-
bobot bahan kering).
B. Evaluasi Tablet
1. Keseragaman Ukuran Tablet
Diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1∕3 tebal tablet (Anief,
1994).
2. Kekerasan
Uji kekerasan tablet didefinisikan sebagai uji kekuatan tablet yang mencerminkan
kekuatan tablet secara keseluruhan, yang diukur dengan memberi tekanan terhadap
diameter tablet. Kekuatan tablet diberi skaladalam kilogram. Terdapat sejumlah alat
yang dapat digunakan untuk mengukur kekerasan tablet diantaranya Monsanto
tester, Pfizer tester, dan Strong cobb hardness tester. Pada umumnya dikatakan
tablet yang baik mempunyai kekerasan antara 4-10 kg (Sulaiman, 2007).
3. Kerapuhan ( friability)
Uji friabilitas digunakan untuk mengukur ketahanan permukaan tablet terhadap
gesekan sewaktu pengemasan dan pengiriman. Prinsip pengukuran dilaukan dengan
menetapkan bobot yang hilang dari sejumlah tablet selama diputar dalam friabilator
selama waktu tertentu. Alat diputar dengan kecepatan 25 rpm dan waktu 4 menit.
Jadi ada 100 putaran. Bobot yang hilang tidak boleh lebih dari 100 %.
4. Waktu hancur
Suatu sediaan tablet yang diberikan peroral, agar dapat diabsorbsimaka tablet
tersebut harus terlarut (terdisolusi) atau terdispersi dalam bentuk molekular. Tahap
pertama untuk tablet agar dapat terdisolusi segeraadalah tablet harus hancur
(Sulaiman, 2007). Tablet yang akan diuji (sebanyak 6 tablet) dimasukkan dalam tiap
tube,ditutup dengan penutup dan dinaik-turunkan ke ranjang tersebut dalammedium
air dengan suhu 37oC. Dalam monografi yang lain disebutkan mediumnya
merupakan simulasi larutan gastrik (gastric fluid). Waktu hancur dihitung
berdasarkan tablet yang paling terakhir hancur.Pernyaratan waktu hancur untuk
tablet tidak bersalut adalah kurang dari 15menit, untuk tablet salut gula dan salut
nonenterik kurang dari 30 menit. Sementara untuk tablet salut enterik tidak boleh
hancur dalam waktu 60 menit dalam medium asam, dan harus segera hancur dalam
medium basa (Sulaiman, 2007).
5. Keseragaman bobot merupakan salah satu tolak ukur untuk memastikan bahwa
tablet mengandung sejumlah obat yang tepat
 Menurut FI edisi III untuk tablet yang tidak bersalut adalah menimbang 20 tablet
dan dihitung bobot rata-ratanya, kemudian tablet ditimbang satu per satu lalu
dibandingkan dengan bobot rata-rata tablet
 Tablet memenuhi syarat apabila tidak lebih dari 2 tablet yang masing-masing
obatnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari kolom A dan tidak
satupun tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar
dari kolom B.

Penyimpangan bobot rata-rata dalam %


Bobot rata-rata
A B

25 mg atau kurang 15% 30%

26 mg sampai dengan 150


10% 20%
mg
151 mg sampai dengan
7,5% 15%
300 mg

Lebih dari 300 mg 5% 10%

III. ALAT DAN BAHAN


3.1 Alat
1. Beaker glass 250 ml, 500 ml
2. Batang pengaduk
3. Gelas ukur 100 ml
4. Ayakan No 6-12 mesh
5. Ayakan No 14-20
6. Mangkok plastic besar
7. Nampan aluminium
8. Timbangan
9. Hot plate
10. Oven
11. Kaos tangan karet
3.2 Bahan
1. Paracetamol 5 gram
2. Amylum oryzae 3 gram
3. Laktosa 2 gram
4. Gelatin 2 gram
5. Aquadest 20 ml

IV. PEMERIAN BAHAN


4.1 Paracetamol
Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%
C₈H₉NO₂, dihitung terhadap zat anhidrat (Menkes RI, 2014).
Pemerian : Serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit.
Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida
N; mudah larut dalam etanol.
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya. Simpan
dalam suhu ruang, hindarkan dari kelembapan dan panas
(Menkes RI, 2014).
Khasiat dan penggunaan : Analgetikum; antipiretikum (Menkes RI, 1979).
4.2 Amylum Oryzae
Pati Beras adalah pati yang diperoleh dari biji Oryza sativa L.
Pemerian : Serbuk sangat halus; putih; tidak berbau; tidak berasa.
Kelarutan :Keasaman-kebasaan; Batas jasadrenik; Susut pengeringan;
Penyimpanan; Khasiat dan penggunaan memenuhi syarat
yang tertera pada Amylum Manihot (Menkes RI, 1979).
4.3 Laktosa
Pemerian : Serbuk hablur; putih; tidak berbau; rasa agak manis.
Kelarutan : Larut dalam 6 bagian air, larut dalam 1 bagian air
mendidih; sukar larut dalam etanol (95%) P; praktis tidak
larut dalam kloroform P dan dalam eter P.
Khasiat dan penggunaan : Zat tambahan (Menkes RI, 1979).
4.4 Gelatin
Gelatin adalah protein yang diperoleh dari bahan kolagen.
Pemerian : Lembaran, kepingan, serbuk atau butiran; tidak berwarna
atau kekuningan pucat; bau dan rasa lemah.
Kelarutan : Jika direndam dalam air mengembang dan menjadi lunak,
rangsur-angsur menyerap air 5 sampai 10 kali bobotnya;
larut dalam air panas dan jika didinginkan terbentuk
gudir; praktis tidak larut dalam etanol (95%) P, dalam
kloroform P dan dalam eter P; larut dalam campuran
gliserol P dan air, jika dipanaskan lebih mudah larut; larut
dalam asam asetat P.

V. CARA KERJA
5.1 Cara pembuatan solution gelatin

Timbang gelatin sebanyak 2 gram.

Larutkan dalam aquadest sampai 20


ml.

Panaskan di atas hot plate hingga


warna jernih.
5.2 Pembuatan Granul

Campurkan amylum dan laktosa


hingga homogen.

Ayak dengan ayakan.

Timbang paracetamol 5 gram


kemudian campur dengan hasil
ayakkan amylum oryzae dan laktosa.

Tambahkan solution gelatin sedikit


demi sedikit sampai terbentuk massa
granul yang baik. Catat volume
solution gelatin yang digunakan.
Ayak massa granul dengan ayakkan
No. 6-12 mesh.

Letakkan granul basah diatas nampan


aluminium yang telah dilapisi
dengan kertas perkamen dan oven
pada suhu 600C. Balik granul apabila
telah setengah kering. Catat waktu
yang diperlukan sampai granul
kering.

Setelah kering keluarkan granul dari


oven, ayak dengan menggunakan
ayakkan no. 14-20 mesh.

Timbang hasil granul kering dan


lakukan uji kualitas mutu granul.

Lakukan pencetakkan tablet dari


hasil penggranulan yang sebelumnya.

Jadikan granul menjadi 10 tablet.

Lakukan uji kualitas.

VI. PERHITUNGAN BAHAN


5.1 Bahan
1. Paracetamol = 10 x 5 gram = 50 gram
2. Amylum Oryzae = 10 x 3 gram = 30 gram
3. Laktosa = 10 x 2 gram = 20 gram
4. Gelatin = 10 x 2 gram = 20 gram
5. Aquadest = 10 x 2 gram = 20 gram
VII. DATA PENGAMATAN
Tablet
1. Uji Keseragaman Bobot

No. Berat
1. 603 mg Bobot Keseluruhan 20 tablet
2. 2. 605 mg Uji Ukuran Tablet
= 11,495 gr
3. 607 mg 20
No.
4. Panjang
605 mg Lebar
= 0,575 gr Tinggi
1.
5. 1,6 mg
603 cm 0,6=cm
575 mg 0,5 cm
2.
6. 1,6 cm
606 mg 0,6 cm 0,5 cm
3.
7. 1,6 mg
593 cm 0,6 cm 0,5 cm
4.
8. 1,6 mg
606 cm 0,6 cm 0,5 cm
5.
9. 1,6 cm
607 mg 0,6 cm 0,5 cm
6.
10. 1,6 mg
601 cm 0,6 cm 0,5 cm
7.
11. 1,6 cm
539 mg 0,6 cm 0,5 cm
8.
12. 1,6 mg
577 cm 0,6 cm 0,5 cm
9.
13. 1,6 cm
538 mg 0,6 cm 0,5 cm
10.
14. 1,6 mg
578 cm 0,6 cm 0,5 cm
11.
15. 1,9 cm
555 mg 0,7 cm 0,3 cm
12.
16. 1,9 cm
535 mg 0,7 cm 0,3 cm
13.
17. 1,9 mg
555 cm 0,7 cm 0,3 cm
14.
18. 1,9 cm
523 mg 0,7 cm 0,3 cm
15.
19. 1,9 mg
533 cm 0,7 cm 0,3 cm
16.
20. 1,9 mg
557 cm 0,7 cm 0,3 cm
17. 1,9 cm 0,7 cm 0,3 cm
18. 1,9 cm 0,7 cm 0,3 cm
19. 1,9 cm 0,7 cm 0,3 cm
20. 1,9 cm 0,7 cm 0,3 cm

3. Uji Kerapuhan
Friability = W1 - W2 = 100%
W1
= 11,495gr – 11,477gr x 100%
11,495 gr
= 0,018gr
11,596gr
= 0,156%
4. Uji Kekerasan

No. Kekerasan
1. 17,97
2. 15,41
3. 19,52
4. 19,66
5. 18,61
6. 12,91
7. 7,66
8. 20,90
9. 7,41
10. 11,33
11. 9,01
12. 14,16
13. 11,20
14. 21,44
15. 11,46
16. 21,27
17. 8,42
18. 12,25
19. 11.27
20. 20,40

Granul

1. Uji Waktu Alir


Waktu = 4 detik
Diameter = 12 cm
Tinggi = 4 cm

2. Uji Sudut Diam


Tan Q = 4/6
= 0,67 cm x 45o
= 30,15o

VIII. PEMBAHASAN
Pada praktikum teknologi sediaan non steril yang berjudul tablet granulasi basah. Tujuan
praktikum ini memberikan pengetahuan dan keterampilan tentang pembuatan tablet. Pada
pembuatan tablet paracetamol ini menggunakan metode granulasi basah. Prinsip metode
granulasi basah yaitu zat berkhasiat, zat pengisi dan zat penghancur dicampur baik-baik, lalu
dibasahi dengan larutan bahan pengikat, bila perlu ditambah bahan pewarna. Setelah itu diayak
menjadi granul, dan dikeringkan dalam almari pengering pada suhu 40°C-50°C. Setelah kering
diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan
pelicin dan dicetak menjadi tablet dengan mesin tablet (Anief, 1994). Adapun formula bahan
yang digunakan yaitu Paracetamol sebagai zat aktif, Amylum Oryzae sebagai zat pengisi,
Laktosa sebagai zat pelicin/lubricant, Gelatin sebagai zat pengikat dan Aquadest untuk pelarut
dari gelatin.
Praktikum pembuatan tablet Paracetamol ini praktikan hanya membuat granul lengkap
dengan evaluasi granulnya tetapi praktikan menguji tablet Paracetamol generik yang beredar di
pasaran berjumlah 20 tablet. Tujuan pembuatan granul yaitu mencegah segregasi, memperbaiki
aliran serbuk, meningkatkan porositas, meningkatkan kompresibilitas serbuk, dan menghindari
terbentuk material keras dari serbuk terutama pada serbuk yang higroskopis (Hadisoewignyo dan
Fudholi, 2013). Diperoleh bentuk granul yang bulat, kering dan kecil. Lalu dilanjutkan evaluasi
granul yang pertama waktu alir. Waktu alir menggunakan metode corong kerucut. Waktu alir
dengan granul 50 gram yang diperoleh dengan waktu 4 detik. Sifat aliran serbuk sangat penting
untuk pembuatan tablet yang efisien. Aliran serbuk atau granul yang baik untuk dikempa sangat
penting untuk memastikan pencampuran yang efisien dan keseragaman bobot yang dapat
diterima untuk tablet kempa. Bila sifat alir serbuk diukur dengan metode corong dan waktu alir
kurang dari 1 detik dengan berat serbuk 10 gram maka dianggap baik (Siregar dan Wikarsa,
2010). Kesimpulan dari waktu alir granul yang praktikan peroleh sesuai dengan literatur karena
praktikan menguji 50 gram granul yang berarti granul waktu alir seharusnya <5 detik. Evaluasi
selanjutnya yaitu evaluasi sudut diam. Diameter granul diperoleh 12 cm dan tinggi 4 cm. Sudut
diam yang diperoleh 30,150. Metode sudut diam digunakan sebagai metode tidak langsung untuk
mengukur mampu alir serbuk karena hubungannya dengan kohesi antarpartikel. Sudut diam
adalah sudut permukaan bebas dari tumpukan serbuk dengan bidang horizontal. Nilai sudut diam
berkisar 25-45 derajat, dengan nilai rendah menunjukkan karakteristik yang lebih baik (Siregar
dan Wikarsa, 2010). Kesimpulan sudut diam yang praktikan peroleh termasuk kedalam rentang
normalnya 25-45 derajat.
Evaluasi tablet Paracetamol yang beredar dipasaran. Evaluasi yang pertama yaitu uji
keseragaman bobot. Sebanyak 20 tablet diuji keseragam bobot tabletnya. Menurut FI edisi III
untuk tablet yang tidak bersalut adalah menimbang 20 tablet dan dihitung bobot rata-ratanya,
kemudian tablet ditimbang satu per satu lalu dibandingkan dengan bobot rata-rata tablet. Tablet
memenuhi syarat apabila tidak lebih dari 2 tablet yang masing-masing obatnya menyimpang dari
bobot rata-ratanya lebih besar dari kolom A dan tidak satupun tablet yang bobotnya menyimpang
dari bobot rata-ratanya lebih besar dari kolom B. Bobot 20 tablet yang diperoleh 11,495 gram
dengan rata-rata tablet 0,575 gram. Diperoleh 6 tablet yang menyimpang dikolom A dan tidak
satupun menyimpang di kolom B karena dari 20 tablet yang digunakan 8 tablet menggunakan
pabrik yang berbeda sehingga bentuk dan bobot tabletnya berbeda dengan tablet lainnya.
Evaluasi kedua yaitu uji ukuran tablet. Ketebalan tablet harus terkontrol sampai
perbedaan kurang lebih 5 % dari nilai standar. Tiap perbedaan ketebalan tablet pada lot tertentu
atau antar lot tidak boleh sampai terlihat dengan mata telanjang agar dapat diterima oleh
konsumen (Lachman dkk., 1994). Dari tablet yang praktikan gunakan memiliki 10 tablet yang
sama sedangkan 10 lainnya menggunakan tablet yang berbeda. Dari masing-masing 10
kelompok tablet tersebut memiliki perbedaan kurang dari 5% memenuhi persyaratan tetapi jika
dibandingkan kelompok 1 dengan kelompok 2 terdapat selisih perbedaan sekitar 15,7%
karenakan perbedaan dari pabrik serta ukuran yang berbeda.
Evaluasi ketiga yaitu uji kerapuhan. Prinsip pengukuran dilaukan dengan menetapkan
bobot yang hilang dari sejumlah tablet selama diputar dalam friabilator selama waktu tertentu.
Alat diputar dengan kecepatan 25 rpm dan waktu 4 menit. Jadi ada 100 putaran. Bobot yang
hilang tidak boleh lebih dari 100 %. Uji kerapuhan yang diperoleh dari praktikum yaitu 0,156%.
Evaluasi keempat yaitu uji kekerasan. Pada umumnya tablet yang keras memiliki waktu
hancur yang lama (lebih sukar hancur) dan disolusi yang rendah, namun tidak selamanya
demikian. Pada umumnya tablet yang baik dinyatakan mempunyai kekerasan antara 4-10 kg.
Namun hal ini tidak mutlak, artinya kekerasan tablet dapat lebih kecil dari 4 atau lebih tinggi dari
10 kg. Kekerasan tablet kurang dari 4 kg masih dapat diterima dengan syarat kerapuhannya tidak
melebihi batas yang diterapkan. Tetapi biasanya tablet yang tidak keras akan memiliki kerapuhan
yang tinggi dan lebih sulit penanganannya pada saat pengemasan, dan transportasi. Kekerasan
tablet lebih besar dari 10 kg masih dapat diterima, jika masih memenuhi persyaratan waktu
hancur/disintegrasi dan disolusi yang dipersyaratkan (Syamsia, 2017). Jadi kekerasan tablet tidak
mutlak karena berpengaruh dari waktu hancur dan uji disolusinya.
IX. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari praktikum tablet granulasi basah sebagai berikut:
a. Praktikan dapat mengetahui cara pembuatan tablet paracetamol dengan
metode
granulasi basah.
b. Granulasi adalah proses pembuatan ikatan partikel – partikel kecil membentuk
padatan yang lebih besar atau agregat permanen melalui penggumpalan massa,
sehingga dapat dibuat granul yang lebih homogen dari segi kadar, massa jenis,
ukuran , serta bentuk partikel
c. Fungsi granulasi basah adalah untuk memperbaiki sifat aliran dan kompresibilitas
dari massa cetak tablet, memadatkan bahan, menyediakan campuran seragam
yang tidak memisah.
d. Praktikan dapat melakukan evalusi terhadap granul yang berupa waktu alir dan
sudut diam.
e. Praktikan dapat melakukan uji terhadap tablet paracetamol , yang meliputi uji
keseragaman bobot, keseragaman ukuran , waktu hancur ,uji kekarasan , uji
kerapuhan dan uji disolusi.
DAFTAR PUSTAKA

Anshel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta: UI Press. Hal.
510–515.
Anief, M. (1994). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 62, 113, 125-
126, 132.
Depkes RI. 1994. Farmakope Indonesia Ed IV. Depkes RI. Jakarta.
Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: EGC.
Sulaiman, T.N.S., 2007, Teknologi & Formulasi Sediaan Tablet, Pustaka Laboratorium Teknologi
Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 56 – 59, 198 –
215.
Siregar, Charles J.P. (2008). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet : Dasar – Dasar Praktis. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai