Anda di halaman 1dari 16

Lestyorini Dewi P FA/07169

Fitria Dwi Rachmawati FA/07730


Maliha Kholiqotul Husna FA/07751
Naely Syarifah FA/07806
Febriana Trisnaputri Rahajeng FA/07875
Murojil Hasan FA/07941
Septilina Melati Sirait FA/08880
Andika Purnama Devi FA/08887
Dita Ayulia D S FA/08894
Pengelolaan obat di rumah sakit merupakan salah satu
manajemen rumah sakit yang penting.
Jika pengelolaan tidak efisien akan berdampak negatif
terhadap rumah sakit baik secara medis maupun
ekonomi (Quick et al, 1997).
Pengelolaan obat bertujuan agar obat yang diperlukan
bisa selalu tersedia setiap saat diperlukan dalam
jumlah yang cukup, tepat jenis, tepat waktu, dan mutu
yang terjamin serta digunakan secara rasional
Untuk
SELEKSI
menganalisis
kualitas
PENGGUNAAN pengelolaan obat
PERENCANAAN
OBAT.
perlu indikator dari
tiap tahap
pengelolaan obat.

DISTRIBUSI PENGADAAN

PENYIMPANAN
Merupakan alat ukur kuantitatif yang dapat digunakan
untuk monitoring, evaluasi, dan mengubah atau
meningkatkan mutu pengelolaan obat di farmasi
rumah sakit (Jati, 2010).
Indikator juga digunakan untuk menetapkan prioritas,
pengambilan keputusan, serta untuk pengujian cara
atau metode dalam mencapai sasaran yang ditetapkan.
SELEKSI
merupakan proses kegiatan 1. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medis
dan statistik yang memberikan efek terapi jauh
sejak dari :
lebih baik dibandingkan dengan risiko efek samping
meninjau masalah kesehatan yang ditimbulkan.
di RS
2. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin untuk
menghindari duplikasi dan kesamaan jenis.
identifikasi pemilihan terapi,
bentuk dan dosis 3. Apabila jenis obat dengan indikasi sama dalam
jumlah banyak, maka kita memilih berdasarkan
drug of choice dari penyakit yang prevalensinya
menentukan kriteria pemilihan tinggi.
dengan memprioritaskan
obat esensial 4. Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik
untuk terapi yang lebih baik.

Standarisasi, menjaga, dan 5. Menghindari penggunaan obat kombinasi, kecuali
memperbaharui standar jika obat kombinasi tersebut mempunyai efek yang
obat lebih baik dibanding obat tunggal.

Indikator seleksi obat: kesesuaian item obat yang tersedia dengan DOEN
PERENCANAAN Acuan yang digunakan dalam perencanaan
Merupakan suatu proses kegiatan
dalam pemilihan jenis, jumlah, DOEN, Formularium RS, Standar
dan harga perbekalan farmasi yang Terapi Rumah Sakit (Standard
sesuai dengan kebutuhan dan Treatment Guidelines/STG) dan
anggaran, untuk menghindari kebijakan setempat yang berlaku
kekosongan obat dengan
menggunakan metode yang dapat
dipertanggung jawabkan dan Data catatan medik
dasar-dasar perencanaan yang
telah ditentukan antara lain
metode konsumsi, epidemiologi, Anggaran yang tersedia
serta metode kombinasi konsumsi
dan epidemiologi yang disesuaikan Penetapan prioritas
dengan anggaran yang tersedia
(Anonim, 2004).
Tujuan perencanaan: untuk Pola penyakit
mendapatkan jenis dan jumlah
obat yang sesuai dengan pola Sisa persediaan
penyakit dan kebutuhan
pelayanan, menghindari terjadinya
stock out dan meningkatkan Data pengggunaan periode yang lalu
penggunaan obat secara rasional.
Rencana pengembangan
Beberapa indikator yang digunakan dalam perencanaan
obat adalah (Pudjaningsih, 1996):
1. Persentase Dana
persentase dana yang tersedia pada IFRS dibanding
kebutuhan dana yang sesungguhnya.
Nilai standar persentase dana yang tersedia adalah
100%.
2.Penyimpangan perencanaan
jumlah item obat dalam perencanaan dan jumlah
item obat dalam kenyataan pakai.
Nilai standar batas penyimpangan perencanaan adalah
20-30%.
Pengadaan merupakan proses untuk memperoleh barang.
Menurut Quick et al (1997), pengadaan yang efektif
menjamin ketersediaan obat dalam jenis dan jumlah yang
tepat, harga yang rasional, dan kualitas obat yang terjamin.
Tiga sumber pengadaan barang:
1. Pembelian
2. Sumbangan
3. Pembuatan
Metode pengadaan obat ada empat, yaitu:
1. Open Tender (Tender Terbuka)
2. Restricted Tender (Tender Tertutup)
3. Competitive Negotiation (Negosiasi)
4. Direct Procurement (Pengadaan Langsung)
digolongkan menjadi 3 kategori: rendah (<12), sedang (12-24), tinggi (>24)
Banyaknya obat dengan frekuensi sedang dan tinggi kemampuan IFRS
Frekuensi dalam merespon perubahan kebutuhan obat dan melakukan pembelian obat
pengadaan dalam jumlah sesuai dengan kebutuhan saat itu.
tiap item obat Pengadaan obat yang berulang menunjukkan bahwa yang tersedia di IFRS
setiap tahunnya merupakan obat dengan perputaran cepat (fast moving).
Banyaknya obat yang masuk kedalam jenis slow moving kerugian bagi
rumah sakit.

Kriteria kesalahan faktur: adanya ketidakcocokan jenis obat, jumlah obat dalam
suatu item, atau jenis obat dalam faktur terhadap surat pesanan yang
Frekuensi bersesuaian
kesalahan Penyebab:
faktur Tidak ada stok, atau barang habis di PBF
Stok barang yang tidak sesuai
Reorder atau frekuensi pemesanan terlalu banyak

Frekuensi
tertundanya
Tingginya frekuensi tertundanya pembayaran menunjukkan
pembayaran kurang baiknya manajemen keuangan pihak rumah sakit.
oleh rumah Hal ini dapat mempengaruhi kepercayaan pihak pemasok
sakit terhadap kepada rumah sakit sehingga potensial menyebabkan
waktu yang
disepakati ketidaklancaran suplai obat di kemudian hari.
Penyimpanan merupakan proses kegiatan menempatkan
perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang
memenuhi syarat dan aman, sehingga obat berada dalam
keadaan aman, dan dapat dihindari kemungkinan obat
rusak.
Semakin besar persediaan berarti resiko penyimpanan,
fasilitas yang harus dibangun dan pemeliharaan yang
dibutuhkan menjadi lebih besar.
Penyimpanan yang baik bertujuan untuk
mempertahankan kualitas obat, meningkatkan efisiensi,
mengurangi kerusakan atau kehilangan obat,
mengoptimalkan manajemen persediaan, serta
memberikan informasi kebutuhan obat yang akan datang
(Quick et al, 1997).
1. Persentase kecocokan antara barang dan stok komputer atau kartu stok
Proses pencocokan harus dilakukan pada waktu yang sama untuk menghindari
kekeliruan karena adanya barang yang keluar atau masuk (adanya transaksi).
Apabila tidak dilakukan bersamaan maka kemungkinan ketidakcocokan akan
meningkat.
Ketidakcocokan akan menyebabkan terganggunya perencanaan pembelian barang
dan pelayanan terhadap pasien.
2. Turn Over Ratio (TOR)
TOR = perbandingan Harga Pokok Penjualan (HPP) dalam 1 tahun dengan nilai
rata rata persediaan pada akhir tahun.
TOR digunakan untuk mengetahui berapa kali perputaran modal dalam 1 tahun,
menghitung efisiensi dalam pengelolaan obat.
Apabila TOR rendah, berarti masih banyak stok obat yang belum terjual sehingga
mengakibatkan obat menumpuk dan berpengaruh terhadap keuntungan (Jati,
2010).
3. Sistem penataan gudang.
Sistem penataan gudang bertujuan untuk menilai sistem penataan obat di gudang
Standar sistem penataan obat adalah FIFO (First In First Out) dan FEFO (First
Expired First Out).
4. Persentase nilai obat yang kadaluarsa dan atau rusak
Mencerminkan ketidaktepatan perencanaan dan atau kurang baiknya sistem
distribusi dan atau kurangnya pengamatan mutu dalam penyimpanan obat
dan atau terjadinya perubahan pola penyakit atau pola peresepan oleh dokter.
Persentase nilai obat yang kadaluarsa dan atau rusak masih dapat diterima
jika nilainya dibawah 1%.
5. Persentase stok mati
Stok mati = stok obat yang tidak digunakan selama 3 bulan atau selama 3
bulan tidak terdapat transaksi. Penyebabnya :
Tidak diresepkannya obat oleh dokter karena dokter memilih obat lain.
Perubahan pola penyakit.
Dokter tidak taat terhadap formularium.
Kurang tepatnya perencanaan pengadaan obat.
Kerugian yang ditimbulkan akibat stok mati: perputaran uang yang tidak
lancar, kerusakan obat akibat terlalu lama disimpan sehingga menyebabkan
obat kadaluarsa.
Pengatasan yang dapat dilakukan untuk mengurangi kerugian:
mengembalikan beberapa item obat kepada PBF.
Stok berlebih Stok kosong

Stok berlebih meningkatkan Stok kosong adalah jumlah stok


akhir obat sama dengan nol; stok
pemborosan & kemungkinan obat di gudang mengalami
obat ED atau rusak dalam kekosongan dalam persediaannya
penyimpanan. sehingga bila ada permintaan
tidak bisa terpenuhi.
Untuk mengantisipasi adanya
Faktor-faktor penyebab
obat yang melampaui batas ED: terjadinya stok kosong:
a. Memberlakukan sistem First a. Tidak terdeteksinya obat yang
in First Out (FIFO) dan atau hampir habis.
First Expired First Out b. Hanya ada persediaan yang
(FEFO) kecil untuk obat obat
tertentu (slow moving).
b. Mengembalikan obat kepada c. Barang yang dipesan belum
PBF atau menukar obat yang datang.
hampir tiba waktu d.PBF mengalami kekosongan
kadaluarsanya dengan obat e. Pemesanannya ditunda oleh
baru PBF
Syarat distribusi yang baik :
1. Ketersediaan obat tetap terpelihara
Merupakan proses yang dimulai dari 2. Mutu dan kondisi sediaan obat tetap
permintaan sampai penyerahan ke stabil dalam seluruh proses distribusi
penggunaan perbekalan farmasi di RS 3. Kesalahan obat minimal dan
yaitu pasien dan petugas kesehatan. keamanannya maksimum pada
Tujuan distribusi: untuk menjamin penderita
ketersediaan obat, memelihara mutu 4. Obat yang rusak dan kadaluarsa sangat
obat, menghindari penggunaan yang minimal
tidak bertanggungjawab, menjaga 5. Efisiensi dalam penggunaan sumber
kelangsungan persediaan, terutama personel
memperpendek waktu tunggu,
6. Meminimalkan pencurian, kehilangan,
pengendalian persediaan, dan pemborosan, dan penyalah gunaan obat
memudahkan pencarian dan
7. IFRS mempunyai akses dalam semua
pengawasan.
tahap produksi untuk pengendalian, p
Sistem distribusi obat di rumah sakit emantauan dan penerapan pelayanan
sangat bervariasi tergantung dari farmasi klinik
kebijakan yang diterapkan rumah sakit, 8. Terjadinya interaksi antara dokter-
kondisi serta fasilitas fisik, sumber daya apoteker-perawat-penderita
manusia serta tata ruang rumah sakit
9. Harga terkendali
tersebut. Macam sistem distribusi obat
di RS: sistem floor stock, individual 10. Meningkatnya penggunaan obat yang
prescription, dan unit dose dispensing. rasional
Indikator-indikator distribusi obat, yaitu (Pudjaningsih,
1996) :
1. Rata-rata waktu yang digunakan untuk melayani resep
sampai ke tangan pasien
Bertujuan untuk mengetahui tingkat kecepatan pelayanan
apotek rumah sakit.
2. Persentase obat yang diserahkan
Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan
IFRS menyediakan obat yang diresepkan.
3. Persentase obat yang diberi label dengan benar
Bertujuan untuk mengetahui penguasaan peracik
(dispenser) tentang informasi pokok yang harus ditulis
dalam etiket.
Penggunaan obat adalah proses yang meliputi peresepan oleh dokter, pelayanan obat
oleh farmasi serta penggunaan obat oleh pasien.
Indikator dalam penggunaan obat antara lain sebagai berikut (WHO, 2003) :
1. Jumlah rata rata obat tiap resep
Tujuannya untuk mengukur derajat polifarmasi. Biasanya kombinasi obat dihitung
sebagai 1 obat. Perhitungan dilakukan dengan membagi jumlah total produk obat
yang diresepkan dengan jumlah resep yang disurvei.
2. Persentase obat generik yang diresepkan
Tujuannya untuk mengukur kecenderungan peresepan obat generik
3. Persentase antibiotik yang diresepkan
Digunakan untuk mengukur penggunaan antibiotik secara berlebihan karena
penggunaan antibiotik secara berlebihan merupakan salah satu bentuk
ketidakrasionalan peresepan.
4. Persentase injeksi yang diresepkan
Tujuannya untuk mengukur penggunaan injeksi yang berlebihan.
5. Persentase obat yang diresepkan dari formularium
Tujuannya untuk mengukur derajat kesesuaian praktek dengan kebijakan obat
nasional yang diindikasikan dengan peresepan dari formularium. Tiap rumah sakit
harus mempunyai formularium sehingga dapat dijadikan acuan dalam penulisan
resep serta dibutuhkan suatu prosedur untuk menentukan apakah suatu merk
produk tertentu ekuivalen dengan bentuk generik yang ada pada daftar obat atau
formularium.

Anda mungkin juga menyukai