Anda di halaman 1dari 12

1

LAPORAN LABORATORIUM
PRAKTIKUM FORMULASI TABLET
UJI DISOLUSI

Disusun oleh :
Dwi Handayani
1943057001

Dosen Pengampu : Apt. Wan Surya Tri Dharma

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
JAKARTA
2021
2

I.Tujuan:

1. Memahami pencampuran

2. Memahami faktor waktu terhadap pencarnpuran

3. Mencari waktu optimal pencampuran

II. Teori:

Pencampuran adalah suatu usaha terhadap dua komponen atau lebih untuk diproses
sedemikian rupa sehingga masing-masing partikel dan komponen yang satu berikatan
dengan partikel lainnya atau partikel dan bahan yang satu terdispers Secara merata di
antara partikel lain (Cooper dan Gun’s, 1972).

Tujuan dari pencampuran adalah untuk memperoleh campuran yang homogen antar
partikel penyusunnya, Tingkat homogenitas campuran akan sangat menentukan
kualitas tablet, yakni berkenaan dengan keseragaman kadar zat aktifnya. Kualitas
hasil pencampuran dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain (Parrott, 1971,
Cooper dan Gun’s, 1972)

a. Bentuk partikel, berpengaruh pada gerakan partikel pada waktu pencampuran.


Partikel-partikel yang ideal berbentuk bola, karena gerakannya paling mudah
Sedangkan partikel-partikel yang berbentuk jarum dan tidak teratur lebih sukar
bergerak dengan kemungkinan satu sama lain saling berkaitan membentuk agregat.

b. Ukuran dan distribusi partikel, berpengaruh pada proses pencampuran dimana


partikel-partikel besar cenderung memisah dan partikel-partikel kecil dan bergerak ke
bawah, sedangkan partikel kecil akan naik ke atas.

c. Kerapatan jenis komponen campuran, berpengaruh pada proses pencampuran Jika


perbedaan kerapatan antara komponen yang satu dengan yang lainnya besar maka
komponen dengan kerapatan lebih besar cenderung turun ke bawah dan komponen
dengan kerapatan lebìh kecil akan tetap di atas, akibatnya proses pencampuran jadi
lebih lama.

d Kelengketan atau kelicinan. Bahan yang bersifat lengket pada proses pencampuran
partikelnya akan bergerombol satu sama lain dan melekat pada dinding mikser,
sehingga proses pencampuran akan lebih sukar. Untuk mengatasi hal ini sering
ditambahkan bahan yang inert dan kering. Pada bahan yang licin akan mudah
bergerak sehingga dapat membantu proses pencampuran

e. Muatan elektrostatik pada permukaan partikel, yang terjadi akibat adanya benturan-
benturan partikel selama proses pencampuran. Akibat lebih lanjut dan munculnya
muatan elektrostatik ini adalah kecenderungan terjadinya segregasi dalam
pencampuran

f. Kelembaban, berpengaruh terhadap pembentukan agregat partikel dan penempelan


pada mikser. Pada kelembaban tinggi, gaya antar partikelyang dominan adalah gaya
kapiler. Kondisi ini menyebabkan kecenderungan partikel menggumpal dan
3

menempel pada mikser. Sebaliknya pada kelembaban rendah gaya elektrostatik paling
dominan terjadi dan mengakibatkan terbentuknya agregat partikel.

g Penimbangan jumlah partikel mempengaruhi homogenitas pencampuran Jumlah


partikel Yang sama antar komponen merupakan penimbangan yang ideal, karena
Penimbangan seperti ini akan menyebabkan partikel lebih mudah homogen

h Lama Pencampuran berpengaruh pada hasil pencampuran. Campuran yang sudah


Homogen bila lama pencampurannya diperpanjang maka justru akan menyebabkan
dehomogenisasi

Tablet adalah bentuk sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau
tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat digolongkan
sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak dibuat dengan cara menekan
massa serbuk lembab dengan tekanan rendah kedalam lubang cetakan. Tablet kempa
dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan
cetakan baja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan
permukaan tergantung pada desain cetakan (Ditjen POM, 1995).
Tablet merupakan suatu sediaan utuh dan praktis diberikan secara oral
dengan dosis yang tepat dan variasi minimal. Tablet merupakan bentuk sediaan oral
dengan biaya produksi paling murah, juga paling ringan dan paling banyak. Tablet
terdiri dari zat aktif dan bahan tambahan. Bahan tambahan dapat dibagi menjadi dua
kelompok besar. Pertama bahan tambahan yang mempengaruhi biofarmasi, stabilitas
fisika dan kimia, termasuk didalamnya penghancuran, zat pewarna, perasa dan
pemanis (Lachman, dkk., 1994).
Tablet pada umumnya disamping zat aktif, juga mengandung zat pengisi, zat
pengikat, zat penghancur dan zat pelican. Untuk tablet tertentu zat pewarna. Zat
perasa dan bahan-bahan lainnya dapat ditambahkan jika diperlukan. Komposisi
umum dari tablet :
1. Zat Berkhasiat/ Zat harus Aktif
Zat berkhasiat atau zat aktif jarang diberikan dalam keadaan murni, tetapi harus
dikombinasikan terlebih dahulu dengan zat-zat yang bukan obat mempunyai fungsi
khusus agar dapat dibentuk menjadi sediaan tablet (Anief, 1996).
2. Zat Pengisi
Zat pengisi adalah suatu zat yang ditambahkan ke dalam suatu formulasi tablet yang
bertujuan untuk penyesuaian bobot dan ukuran tablet sehingga sesuai dengan
persyaratan, untuk membantu kemudahan dalam pembuatan tablet, dan
4

meningkatkan mutu sediaan tablet. Zat pengisi yang biasa digunakan adalah pati
(amilum), laktosa, manitol, sorbitol dan lain-lain (Siregar dan Wikaras, 2010).
3. Zat Pengikat
Zat pengikat dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dan dapat dibentuk
menjadi granul sehingga dapat dikempa atau dicetak (Anief, 1994). Ada dua
golongan bahan pengikat yaitu bahan gula atau zat polimerik. Bahan polimerik
terdiri atas dua kelas yaitu (1) polimer alam seperti pati, atau gom mencakup akasia,
tragakan dan gelatin. (2) polmer sintetis seperti polivinilpirolidon, metilselulosa,
etilselulosa, dan hidroksipropilselulosa (Siregar dan Wikarsa, 2010).
4. Zat Penghancur Zat penghancur dimaksudkan untuk memudahkan pecahnya tablet
ketika berkontak dengan cairan saluran pencernaan dan mempermudah absorbs.
Disintegram idealnya menyebabkan tablet hancur, tidak saja menjadi granul yang
dikempa, tetapi juga menjadi partikel serbuk yang berasal dari granul (Lachman,
dkk, 1994).

Metode Pembuatan Tablet Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat dan zat-zat lain
kecuali pelican dibuat granul (butiran kasar), karena serbuk halus tidak mengisi
cetakan serta menjaga agar metode pembuatan tablet, yaitu :

1. Metode granulasi basah


Masing-masing zat berkhasiat, zat pengisi, dan zat penghancur dihaluskan terlebih
dahulu dalam mesin penghalus, seluruh serbuk dicampur bersama-sama dalam alat
pencampur, lalu dibasahi dengan larutan bahan pengikat. Setelah itu massa lembab
diayak menjadi granul menggunakan ayakan 6 atau 8 mesh, dan dikeringkan dalam
lemari pengering pada suhu 500 -600 C, setelah kering diayak lagi untuk
memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan (biasanya digunakan ayakan 12-
20 mesh). Tambahkan bahan pelican (lubrikan) kemudian dicetak menjadi tablet
dengan mesin tablet (Ansel, 1989).
2. Metode granulasi kering (slugging)
Dilakukan dengan mencampurkan zat berkhasiat, zat pengisi, dan zat penghancur,
serta jika perlu ditambahkan zat pengikat dan zat pelican hingga menjadi massa
serbuk yang homogeny, lalu dikempa cetak pada tekanan yang tinggi, sehingga
menjadi tablet besar (slung) yang tidak berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak
hingga dioperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan. Setelah itu dicetak
sesuai ukuran tablet yang diinginkan (Ansel, 1989)
5

3. Metode kempa langsung


Masing-masing zat aktif, zat pengisi, zat penghancur, dan zat pelican dihaluskan
terlebih dahulu dalam mesin penghalus. Seluruh serbuk dicampur bersama-sama
dalam alat pencampur. Campuran serbuk yang telah homogeny dikempa dalam
mesin tablet menjadi tablet jadi (Siregar dan Wikarsa 2010). Komposisi tablet pada
umumnya terdiri atas bahan aktif ekspien (ada sejumlah kecil tablet yang dapat
dibuat tanpa eksipien). Untuk dapat menghantarkan obat dalam jumlah (dosis) yang
cukup pada penggunaan klinik, diberikan bentuk sediaan yang dapat diterima pasien.
Eksipien ditambahkan dengan berbagai fungsi dan tujuan spesifik sebagai pengisi,
pengikat, penghancur, pelicir, antilengket, pelinci, pembasah, zat warna, peningkat
rasa, pemanis, penutup rasa (Agoes, 2008).
Disolusi didefinisikan sebagai proses suatu zat padat masuk ke dalam pelarut
menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses zat padat
melarut. Secara singkat, proses ini dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dan
pelarut (Ansel, 1989).
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larut dalam cairan
pada tempat absorbs. Dalam hal ini dimana kelarutan suatu obat tergantung dari
apakah medium asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut
dalam lambung dan dalam usus halus. Proses larutnya suatu obat disebut disolusi
(Anief, 1987).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi V (2014), ada dua metode uji disolusi
yaitu :
a. Metode basket
Alat terdiri atas wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain
yang inert, dilengkapi dengan suatu motor atau alat penggerak. Idak Wadah tercelup
sebagian dalam penangas sehingga dapat mempertahankan suhu tablet atau kapsul
granul atau agreget partikel halus obat dalam larutan obat dalam darah, cairan, dan
dalam jaringan lain dalam wadah 370 ± 0,50 C selama penguji berlangsung. Bagian dari alat
termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan gerakan, goncangan,
atau getaran signifikasi yang melebihi gerakan akibat perputaran alat pengaduk. Wadah
sdisolusi dianjurkan berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160-175 mm,
diameter dalam 98-106 mm, dengan volume sampai 1000 ml. batang logam berada pada
posisi tertentu sehingga sumbuhnya tidak lebih drai 2 mm, berputar dengan halus dan tanpa
goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur mempertahankan kecepatan alat.
6

b. Metode dayung
Sama seperti metode dayung, tetapi pada alat ini digunakan dayung yang terdiri atas
dayung dan batang seperti pengaduk. Batang dari dayung tersebut sumbunya tidak lebih dari
2 mm dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Jarak antara daun dan bagian
dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. Daun dan batang logam
yang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu panyalut inert yang sesuai.
Sediaan dibiarkan tenggelam kedasar wadah sebelum dayung mulai berputar.

Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran serapan cayaha didaerah


ultraviolet (200-400 nm) dan sinar tampak (400-800 nm) oleh suatu senyawa
Universitas Sumatera Utara Absorbansi spektrofotometri UV-Vis adalah istilah yang
digunakan ketika radiasi ultraviolet dan cayaha tampak diabsorbsi oleh molekul yang
diukir. Alatnya disebut UV-Vis spektrofotometer. Spektrofotometer UV-Vis adalah
salah satu dari sekian banyak instumen yang digunakan dalam menganalisa suatu
senyawa kimia. Spektrofotometer umumnya digunakan karena kemampuannya
dalam menganalisa begitu banyak senyawa kimia serta kepraktisannya dalam hal
preparasi sampel apabila dibandingkan dengan beberapa metode analisa (Mulja dan
Suharman, 1995).

I. Alat Dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini meliputi disolution tester,
spektrofotometer UV-Vis, kuvet, pipet tetes, pipet ukur, labu ukur, dan push
ball.
Bahan percobaan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah air dan sampel tablet
parasetamol.
7

II. Cara Kerja


Pembuatan Baku Induk 1000 ppm

Ditimbang baku
Dimasukkan ke dalam
parasetamol sebanyak
labu ukur 100 mL
100 mg

Ditambah dengan Ditambahkan dengan


aquades sampai tanda aquades sebanyak 50
batas, lalu dikocok mL diaduk sampai
sampai homogen larut

Pembuatan Baku Seri 10; 15; 20; 25; dan 30 ppm

Ditambahkan dengan
Dipipet 0,1 mL; 0,15 mL; Dimasukkan masing-
aquades sampai tanda
0,2 mL; 0,25 mL; 0,3 mL masing ke dalam labu
batas, lalu dikocok
dari baku seri 1000 ppm ukur 100 mL
hingga homogen

Pembuatan Kurva Kalibrasi Baku

Dipipet larutan baku Diukur absorbansi


seri 10; 15; 20; 25; baku seri pada
dan 30 ppm ke panjang gelombang
dalam kuvet maksimum
8

Uji disolusi tablet

Bak mantel (tempat labu Isi labu disolusi dengan


disolusi) dimasukkan, diisi media disolusi. Volume
dengan air, atur pada suhu larutan disolusi yaitu 900
37o + 0,5oC mL

Dinyalakan pengaduk Dimasukkan tablet ke


dengan kecepatan 100 dalam keranjang bila suhu
rpm telah mencapai 37oC

Diamnil media disolusi Media disolusi dicukupkan


secukupnya dengan pipet kembali hingga volumenya
volume pada menit ke 5; 900 mL pada tiap
10; dan 15. pengambilan.

Ditentukan kadarnya
Dibandingkan dengan
dengan menggunakan
kurva kalibrasi dan
spektrofotometri UV-Vis
dilakukan dengan
pada panjang gelombang
perhitungan kadar.
(λ) 243 nm.

III. Hasil Pengamatan


Data Hasil Pengamatan
a Hasil absorbansi baku seri dengan berbagai konsentrasi
9

b Hasil
Konsentrasi (ppm) Absorbansi

10 0,540

15 0,822

20 1,152

25 1,355

30 1,831

absorbansi sampel pada menit dan vessel yang berbeda

Absorbansi
Menit Ke-
Vessel Kiri Vessel Tengah Vessel Kanan

10 1,886 1,882 1,86

20 1,882 1,882 1,890

30 1,884 1,886 1,84

4.1. Analisis Data

a Kurva kalibrasi baku parasetamol

Kurva Kalibrasi Baku Parasetamol


2
1.8
1.6 f(x) = 0.0623 x − 0.11
R² = 0.985285038596121
1.4
Absorbansi

1.2
1 Series2
0.8 Linear (Series2)
0.6
0.4
0.2
0
5 10 15 20 25 30 35

Konsentrasi (ppm)
10

b Analisa data

Y = bx + a

Y = 0,0623 x – 0,11

Contoh perhitungan

Menit ke-10 vesel kiri = 1,886

Y = 0,0623 x – 0,11

1,886 = 0,0623 x – 0,11

1,886 + 0,11 = 0,0623 x

1,996 = 0,0623 x

X = 32,0385 mcg/mL

Terdisolusi dalam 900 mL = 900 x 32,0385

= 28834,65 mcg/mL

28834,65 mcg = 288,3465 mg

% terdisolusi = (288,3465: 500) x 100 % = 57,66 %

c. Hasil uji disolusi sampel tablet parasetamol

Kadar (%)
Menit Ke-
Vessel Kiri Vessel Tengah Vessel Kanan

10 57,66 % 57,56 % 57,66 %

20 57,56 % 57,56 % 57,78 %

30 57,61 % 57,66 % 57,61 %

IV. Pembahasan
Parasetamol merupakan derivat p – aminofenol yang mempunyai sifat
analgesik antipiretik. Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus aminobenzen
dan mekanismenya diduga efek sentral. Sifat analgesik parasetamol dapat
menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang.
11

Praktikum uji disolusi tablet parasetamol bertujuan untuk mengetahui


kadar dari parasetamol, serta jumlah zat aktif yang terlarut dalam media air
dengan volume, wakti dan alat tertentu apakah memenuhi persyaratan
disolusi yang tertera pada monografi. Sampel tablet berbentuk tablet tidak
bersalut dengan persyaratan dalam waktu 30 menit harus larut kurang dari 80
% dari etiket. Pengujian disolusi tablet parasetamol dilakukan dengan
pembuatan kurva oleh larutan baku seri. Konsentrasi larutan baku induk 1000
ppm dilarutkan menjadi beberapa larutan baku seri yaitu 10; 15, 20; 25; dan
30 ppm.
Pemilihan interval baku seri menyesuaikan absorbansi yang dapat
diinterpretasikan oleh spektrofotometer. Kurva baku menghasilkan garis
linear regresi y = 0,0623x – 0,11 dengan ketelitian sebesar 98,53%. Garis
linear regresi dari kiri bawah menuju ke kanan atas menunjukkan bahwa
semakin besar konsentrasi larutan baku seri maka semakin besar pula
absorbansi yang dihasilkan.
Perhitungan hasil kadar tablet parasetamol yang dilakukan pada uji
disolusi secara spektrofotometri yang dilakukan terhadap 3 tablet dengan
perlakuan pengambilan cuplikan media disolusi pada menit ke 10; 20; dan 30.
Ditentukan harga Ab (Absorbansi Baku) mendekati harga absorbansi uji.
Hasil kadar tablet parasetamol diperoleh sebesar 57,66; 57,56; 57,61; 57,56;
57,56; 57,66; 57,66; 57,78; dan 57,61 %. Kadar zat aktif yang terlarut
tersebut tidak sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Farmakope
Indonesia Edisi IV, dimana kadar tidak kurang dari Q + 5 % (Q = 80%). Hal
ini menunjukkan bahwa zat aktif tablet parasetamol tidak dapat melarut
dengan baik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kadar tersebut antara lain
tablet yang digunakan, media, spektrofotometer, praktikan. Sampel yang
digunakan yaitu tablet parasetamol yang sudah kadaluarsa, ditinjau dari data
uji kekerasan yang kurang memenuhi persyaratan sehingga diduga tablet
terlalu keras sehingga sulit untuk melarut. Media yang digunakan yaitu air.
Hal ini tidak sesuai dengan monografi yang seharusnya menggunakan media
disolusi dapar fosfat pH 5,8. Spektrofotometer yang digunakan kurang
sensitif terhadap sampel yang diuji dan perlu dikalibrasi kembali. Pada
monografi tertera pengujian spektrofotometri dengan panjang gelombang 243
12

nm, kemampuan spektrofotometer hanya dalam panjang gelombang 250 nm.


Faktor praktikan yang melakukan praktikum dapat mempengaruhi hasil
analisa, diduga praktikan kurang menjaga kebersihan alat sehingga adanya
pengotor dan galat yang mengganggu hasil analisa.
V. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum uji disolusi tablet dapat disimpulkan bahwa
tablet parasetamol tersebut tidak memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia
Edisi Ke Empat, dimana persyaratan kadar uji disolusi tiap unit sediaan
adalah tidak kurang dari Q + 5% (Q = 80%).

Anda mungkin juga menyukai