Anda di halaman 1dari 32

ROBERT TUNGADI

* Sediaan farmasi padat yang dirancang untuk


dimasukkan kedalam rektum dimana massa
supositoria akan melebur, melarut, terdispersi
dan menunjukkan efek lokal atau sistemik.
* Pemberian obat secara rektal dapat
dimanfaatkan untuk tujuan efek lokal dan
sistemik untuk sistem penghantaran obat oral

*
* Meningkatkan stabilitas enzimatik obat karena
obat tdk melewati saluran cerna
* Mencegah efek lintas pertama
* Beban obat lebih besar karena utk sediaan
tunggal kandungan obat dibatasi kurang 1 g
saja sedangkan pemberian supositoria 2,5 g per
dosis
* Penghantaran limfatik, jumlah obat yg
ditransportasi melalui sistem limfatik sesudah
pemberian obat secara rektal

*
* Lingkungan konstan dan statik, rute rektal
menyediakan lingkungan yang lebih konstan utk
obat dan absorpsi obat
* Terutama pasien yang mengalami kesulitan
menelan obat terutama berlaku untuk bayi,
anak-anak dan manusia lanjut usia
* Mencegah terjadinya dosis obat secara
berlebihan karena pada pemberian obat secara
oral pasien dapat menelan obat sekali telan
dalam jumlah berlebihan

*
* Penerimaan dan persetujuan pasien
* Potensial kehilangan obat non spesifik
* Keterbatasan cairan dalm rektum
* Formulasi
* Biaya

Supositoria rektal dimasukkan dengan tangan secara


manual sedangkan supositoria vaginal biasanya
menggunakan aplikator atau alat bantu spt bentuk
tablet

*
* Supositoria rektal basis oleum cacao untuk orang
dewasa kurang dari 2 g, bentuknya mirip pensil
* Supositoria vaginal (ovula) / pessaries basis oleum
cacao berbentuk globular, telur, atau berbentuk
kerucut dengan bobot sekitar 5 g
* Supositoria uretral (bacilla) / bougies, ramping
mirip pensil utk dimasukkan kedalam uretral pria
dan wanita
* Utk laki-laki berdiameter 3 6 mm dgn panjang
sekitar 140 mm sehingga bobotnya berkisar 4 g
* Untuk wanita lebih kurang 70 mm panjangnya dan
bobotnya sekitar 2 g.

*
* Obat dalam pembawa obat dalam cairan
kolon absorpsi melalui mukosa rektal
* Mekanisme :
Obat harus lepas dari basis supositoria dan
didistribusikan oleh cairan disekitarnya menuju lokasi
absorpsi dengan melarutnya dalam cairan
kontak yg luas antara obat dan
dinding lumen dimana tempat absorpsi.
* Jika obat menunjukkan koefisien partisi lipid air
tinggi maka ..
* Obat larut air dan garam tidak larut minyak (lemak)
lebih baik diberikan dalam supositoria berbasis lemak
* Untuk basis supositoria melarut, tipe garam larut air
merupakan satu pilihan untuk absorpsi obat secara
cepat
* Tahap pembatas kecepatan absorpsi obat adalah
koefisien partisi obat terlarut dari basis melebur dan
bukan kecepatan pelarutan obat dalam cairan tubuh
* Menurut penelitian Riegelman dan Crowell :
Faktor yg mempengaruhi pelepasan obat dari supositoria
adalah kecepatan obat berdifusi menuju permukaan
supositoria, ukuran partikel tersuspensi, dan adanya
surfaktan.
* Semakin besar ukuran partikel maka semakin lambat
kecepatan pelarutan dan akibatnya akan menurunkan
kecepatan absorpsi.
* Surfaktan dapat menaikkan atau menurunkan
kecepatan absorpsi obat.
* Contoh : NaI, absorpsi dipercepat dengan adanya
surfaktan dan terjadi penurunan tegangan permukaan
dari pembawa.
* Disamping itu, percepatan absorpsi NaI dapat pula
disebabkan oleh kerja peptisasi mukus dari pembawa
* Pada obat gol fenol, kecepatan absorspi obat menurun
dengan adanya surfaktan, diduga karena terjadi
pembentukan kompleks obat surfaktan
* Begitu obat dilepas dari basis supositoria dan mencapai
lokasi absorpsi pada dinding lumen, obat larut lipid yg
tidak terdisosiasi yang akan diabsorpsi.
* Obat terionisasi sempurna, spt senyawa amonium
kuartener dan turunan asam sulfonat diabsorpsi dengan
buruk.
* Bahan tidak terionisasi yang tidak larut dalam lipid
juga diabsorpsi secara buruk
* Asam-asam lemah dengan pKa dibawah 4,3 dan basa
lemah dengan pKa dibawah 8,5 biasanya segera
diabsorpsi
* Jadi absorpsi obat dapat ditingkatkan dengan
menggunakan larutan dapar atau garam yang konversi
pH daerah anorektal sampai mencapai satu nilai yang
meningkatkan konsentrasi obat tidak terionisasi.
1. Faktor Fisiologi
Rektum manusia panjangnya 15 20 cm,
mengandung 2 3 ml cairan mukosa.
Dalam keadaan istirahat, rektum tidak bergerak,
tidak terdapat villi atau mikrovilli pada mukosa
rektal
Banyak terdapat vaskularisasi didaerah submukosa
dinding rektum dengan pembuluh darah dan limfatik
Faktor fisiologi yang mempengaruhi absorpsi obat
dari rektum adalah kandungna kolonik, rute
sirkulasi dan pH serta kapasitas dapar dari cariran
rektal

*
2. Faktor Fisikokimia obat dan basis supositoria
Meliputi sifat kelarutan obat dalam lipid dan air
Ukuran partikel dari obat terdispersi
Kemampuan melebur, melunak atau melarut pada suhu
tubuh
Kemampuan melepas obat dari basis
Sifat hidrofilik atau hidrofobik zat aktif
* Oleum cacao yg melebur dgn cepat pada suhu
tubuh akan tetapi karena tdk bercampur
dengan cairan tubuh, obat larut lemak
cenderung tetap dalam fasa minyak dan hanya
menunjukkan tendensi kecil untuk memasuki
cairan fisiologi air
* Untuk obat bersifat hidrofilik (larut air) yang
berada dalam basis oleum cacao terjadi
sebaliknya sehingga dihasilkan pelepasan yang
baik

*
* Obat larut lemak (lipofilik) dilepas lebih cepat
atau segera dari basis gliserin gelatin atau
Polietilenglikol (PEG) yang keduanya melarut
secara perlahan-lahan dalam cairan tubuh
* Jika yang akan diobati berupa iritasi atau
inflamasi spt gangguan anorektal maka oleum
cacao merupakan basis yang lebih baik karena
bersifat emolien atau meredakan sebagai
dampak dari kerja penyebaran basis

*
* Kristalinitasnya sudah mencapai keseimbangan
sehingga melebur pada suhu rektal 36oC
* Bersifat non toksik dan non iritasi terhadap jaringan
yang sensitif dan yg mengalami inflamasi
* Bersifat kompatibel dengan zat aktif
* Tidak mempunyai bentuk metastabil
* Pada saat dingin mengkerut secukupnya sehingga
dapat melepaskan diri dari cetakan sehingga tidak
dibutuhkan pelincir / lubrikan untuk melepas dari
cetakan

*
* Tidak menimbulkan sensitivitas
* Memiliki sifat pembasahan dan pengemulsi
* Bilangan air tinggi sehingga persentase cukup tinggi dapat
diinkorporasikan kedalam basis supositoria
* Stabil pada penyimpanan, jadi tidak berubah
* Dapat dimanufkatur dengan cara penuangan kedalam
cetakan baik secara manual maupun mesin pengempaan
* Jika basis merupakan massa lemak maka diperlukan
persyaratan tambahan sbb :
1. Bilangan asam dibawah 0,2
2. Rentang bilangan penyabunan 200 245
3. Bilangan iodium kurang dari 7
4. Jarak antara suhu lebur dgn suhu pemadatan kecil
* Basis berlemak atau minyak
* Basis tercampur atau larut air
* Basis lain-lain, biasanya campuran basis
hidrofilik dan lipofilik
OLEUM CACAO

*
* Bentuk , melebur pada suhu 24oC diperoleh
melalui pendinginan segera oleum cacao yang
melebur menjadi suhu 0oC
* Bentuk terbentuk sebagai hasil kristalisasi oleum
cacao cair dengan pengadukan suhu 18 23oC. Suhu
leburnya berkisar antara 28oC dan 31oC
* Bentuk berubah secara perlahan menjadi bentuk
stabil yang melebur diantara 34oC dan 35oC
* Bentuk melebur pada suhu 18oC diperoleh melalui
penuangan oleum cacao dingin 20oC sebelum oleum
cacao memadat kedalam alat cetakan yang
didinginkan pada suhu beku yang rendah

*
* Pembentukan metastabil dapat dihindari dengan cara
1. Jika masa tidak dilebur sempurna, maka kristal
yang masih ada mencegah pembentukan metastabil
2. Sejumlah kecil kristal stabil ditambahkan pada
oleum cacao yang sedang melebur akan
mempercepat perubahan dari bentuk metastabil
menjadi bentuk stabil. Proses ini dinamakan
seeding
3. Leburan padat yang dijaga pada suhu 23oC dan 32oC
selama beberapa jam atau beberapa hari
menyebabkan perubahan yang lebih cepat dari
bentuk tidak stabil menjadi bentuk stabil
* Gelatin gliserinasi dan polietilenglikol
* Gelatin gliserinasi dapat dipreparasi dengan cara
melarutkan gelatin granular (20%) dalam gliserin
(70%) dan ditambahkan air atau suatu larutan atau
suspensi obat (10%)
* Basis ini sering digunakan untuk preparasi ovula
dimana biasanya dibutuhkan perpanjangan kerja
obat.
* Basis ini melunak secara lambat dan mudah
tercampur dengan cairan fisiologi dibandingkan
oleum cacao

*
* Basis gelatin gliserinasi menunjukkan kecenderungan
mengabsorpsi cairan sebagai hasil sifat higroskopis
gliserin
* Efek dehidrasi dan efek iritasi jaringan pada saat
dilakukan insertasi.
* Air yang terdapat dalam formula basis supositoria akan
meminimalkan hal ini
* Supositoria dapat dibasahi dengan air sebelum diinsertasi
untuk mengurangi tendensi awal basis menarik air dari
membran mukosa dan mengiritasi jaringan
BASIS LAIN
Basis ini merupakan campuran dari massa minyak dan
bahan larut air atau tercampur air
Dapat membentuk emulsi biasanya tipe air dalam minyak
atau basis supositoria yang mampu terdispersi dalam
cairan air. Contohnya polioksil 4.0 stearat
* Apakah supositoria yang akan dikembangkan
ditujukan untuk efek lokal atau sistemik ?
* Lokasi aplikasi apakah rektal, vagina atau
netral
* Apakah efek yang dibutuhkan cepat, lambat,
atau diperlama ?

*
* Obat untuk hemaroid, anestetik lokal dan antiseptik
biasanya tidak diabsorpsi
* Basis yang dipilih untuk obat ini adalah basis yang
tidak diabsorpsi, melebur dengan lambat dan
berbeda dengan basis suppo utk sistemik
* Efek lokal sudah bekerja dalam 30 menit dan
bekerja hingga 4 jam
* Basis harus melepas obat dalam jumlah yang cukup
dalam waktu 30 menit dan melebur secara
sempurna dengan melepas semua obat dalam waktu
4 sampai 6 jam

*
* Jika kelarutan obat lebih baik dalam air, maka
suatu basis berlemak dengan bilangan air
rendah akan lebih disukai
* Sebaliknya jika bahan aktif obat sangat larut
dalam lemak, maka digunakan basis supositoria
tipe air dan jika perlu penambahan surfaktan
untuk meningkatkan kelarutan

*
* Faktor bilangan pengganti
* Faktor bobot jenis
* Metode okupasi volume
1. Penentuan Bilangan Pengganti
f = [100 (E G)] / [(G)(X)] + 1
Dimana :
E = berat dari basis supositoria
G = berat supositoria dengan x% bahan aktif

*
* Preparasi suatu supositoria yang mengandung 100 mg
fenobarbital (f = 0,81) menggunakan oleum cacao
sebagai basis supositoria. Berat supositoria oleum cacao
murni adalah 2 g. 100 mg fenobarbital dalam supositoria
dengan berat 2,0 gram berarti terdapat sekitar 5%
fenobarbital. Berapa berat setiap supositoria ?
* 0,81 = [100 (2 G)]
+1
[(G)(5)]
* = 2,019 gram
METODE PENENTUAN BOBOT JENIS (DF)
DF = B / A C + B, dimana
A = bobot rata2 supositoria kosong
B = berat obat pada setiap supositoria
C = bobot rata2 supp yang mengandung obat
* Preparasi 12 supositoria asetaminofen yang
mengandung 300 mg obat dengan oleum cacao. Berat
rata2 dari supositoria yang mengandung obat adalah 1,8
gram
DF = 0,3 / 2 1,8 + 0,3
= 0,6
Nilai penggantian basis = 0,3 g / 0,6 = 0,5
2,0 0,5 = 1,5 gram
Oleum cacao yang diperlukan = 12 x 1,5 g = 18 g
Berat Kandungan asetaminofen = 12 x 0,3 g = 3,6 g
1. Tentukan berat purata percetakan supositoria menggunakan basis
supp yg diteliti
2. Timbang basis secukupnya untuk 10 supp
3. Bagi bj bahan aktif dengan bj basis supp untuk memperoeh
perbandinga
4. Bagi berat total bahan aktif yang diperlukan untuk jumlah total
supp dengan perbandingan yang diperoleh dari langkah 3. hasil ini
akan memberikan jumlah basis yang digantikan oleh bahan aktif
5. Kurangkan jumlah yang diperoleh pada langkah 4 dari berat total
dari formulasi untuk dapat memperoleh basis yang diperlukan
6. Kalikan berat bahan aktif per supositoria dengan jumlah supp
yang akan dipreparasi untuk memperoleh kuantitas bahan aktif
diperlukan

*
* Preparasi 10 supositoria yang masing2 mengandung 200
mg obat dengan Bj 3,0. BJ basis adalah 0,9 dan berat
supositoria kosong adalah 2,0 g. dengan penentuan
metode volume yang diokupasi diperoleh kuantitas bahan
aktif yang diperlukan
1. Berat rata2 percetakan adalah 2 g
2. Kuantitas yang diperlukan utk 10 supp adalah 2,0 x 10 =
20 g
3. Perbandingan BJ = 3,0 / 0,9 = 3,3
4. Jumlah basis supp diganti oleh bahan aktif obat = 2,0 /
3,3 = 0,6 g
5. Berat basis diperlukan adalah 20 g 0,6 g = 19,4 g
6. Kuantitas bahan aktif yang diperlukan adalah 0,2 g x 10
=2g
Jadi berat basis supositoria yang diperlukan adalah 19,4 g
dan berat bahan aktifnya adalah 2 g.
* Pencetakan dari suatu leburan
* Pengempaan
* Penggulungan serta pembentukan secara
manual

*
* Tahap penuangan pada cetakan meliputi :
1. Peleburan basis supositoria
2. Inkorporasi obat kedalam leburan
3. Penuangan leburan kedalam cetakan
4. Pendinginan leburan dan pembekuan menjadi
supositoria
5. Pelepasan supositoria yang sudah terbentuk
dari cetakan

*
1. Uji rentang lebur
2. Waktu pelunakan atau pencairan massa supp
3. Uji kegetasan (breaking)
4. Uji disolusi
5. Penyimpanan

Anda mungkin juga menyukai