Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN RESMI

PRAKTEKIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIK


TERAPAN

Penyusun :

Nama :Mirha Paramitha


Nim :17111024150007
Semester : 5

PROGRAM STUDI S1-FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
2019
PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA & FARMAKOKINETIK TERAPAN
PERCOBAAN I
( DIFUSI ASAM NATRIUM SALISILAT KEDALAM AGAR)

I. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan mengetahui proses difusi zat aktif sediaan secara
semikuantitatif.

II. Pendahuluan
Obat di dalam tubuh mengalami proses absorbsi, sehingga obat akan
diserap dan terdistribusi secara merata. Proses absorbsi obat dalam membran
dapat melalui proses difusi, transpor aktif, pinositosis, fagositosis dan persorpsi.
Proses ini dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya sifat fisiko kimia senyawa
obat, jenis dan basis yang digunakan, serta fisiologi membran yang dilewati.
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul
suatu zat yang dibawa oleh gerakan molekular secara acak dan berhubungan
dengan adanya perbedaan konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas,
misalnya suatu membran polimer. Dengan kata lain, difusi adalah proses
perpindahan zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.
Contoh difusi:
a. Difusi gas.
b. Difusi air.
Perbedaan konsentrasi (suatu zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi
tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah) yang ada pada dua larutan disebut
gradien konsentrasi. Difusi akan terus terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas
secara merata atau mencapai keadaan kesetimbangan manakala perpindahan
molekul tetap terjadi, walaupun tidak ada perbedaan konsentrasi.
 JENIS-JENIS DIFUSI
Dalam mengambil zat-zat nutrisi yang penting dan mengeluarkan zat-zat
yang tidak diperlukan, sel melakukan berbagai jenis aktivitas, dan salah satunya
adalah difusi. Berdasarkan energi yang dibutuhkan ada dua jenis difusi yang
dilakukan yaitu difusi biasa dan difusi khusus.
1. Difusi Biasa. Difusi biasa terjadi ketika sel ingin mengambil nutrisi atau molekul
yang hydrophobic atau tidak berpolar/berkutub. Molekul dapat langsung
berdifusi ke dalam membran plasma yang terbuat dari phospholipids. Difusi
seperti ini tidak memerlukan energi atau ATP (Adenosine Tri-Phosphate).
2. Difusi Khusus Difusi khusus terjadi ketika sel ingin mengambil nutrisi atau
molekul yang hydrophilic atau berpolar dan ion. Difusi seperti ini memerlukan
protein khusus yang memberikan jalur kepada partikel-partikel tersebut ataupun
membantu dalam perpindahan partikel.
Hal ini dilakukan karena partikel-partikel tersebut tidak dapat melewati
membran plasma dengan mudah. Protein-protein yang turut campur dalam difusi
khusus ini biasanya berfungsi untuk spesifik partikel. Berdasarkan jenis membran
yang dilalui, difusi dibagi tiga jenis yaitu
1. Difusi molekuler atau permeasi Difusi molekuler adalah difusi yang melalui
media yang tidak berpori, ketika difusi ini bergantung pada disolusi dari molekul
yang menembus dalam keseluruhan membran. Contoh: Transpor teofilin yang
melalui suatu membran polimer meliputi disolusi obat tersebut ke dalam
membran.
2. Difusi yang melalui pori suatu membran yang berisi pelarut, manakala difusi
ini dipengaruhi oleh ukuran relatif molekul yang menembus membran serta
diameter dari pori tersebut. Contoh: Lewatnya molekul-molekul steroid (yang
disubtitusi dengan gugus hidrofilik) melalui kulit manusia yang terdiri dari folikel
rambut, saluran sebum dan pori-pori keringat pada epidermis.
3. Difusi melalui suatu membran dengan susunan anyaman polimer yang
memiliki saluran yang bercabang dan saling bersilangan.
 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI DIFUSI
Ada beberapa faktor yang memengaruhi kecepatan difusi yaitu
1. Ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel, semakin cepat partikel itu akan
bergerak sehingga kecepatan difusi semakin tinggi.
2. Ketebalan membran. Semakin tebal membran, semakin lambat kecepatan difusi.
3. Luas suatu area. Semakin besar luas area, semakin cepat kecepatan difusinya.
4. Jarak. Semakin besar jarak antara dua konsentrasi, semakin lambat kecepatan
difusinya. 5. Suhu. Semakin tinggi suhu, partikel mendapatkan energi untuk
bergerak dengan lebih cepat. Maka, semakin cepat pula kecepatan difusinya.
6. Konsentrasi Obat Semakin besar konsentrasi obat, semakin cepat pula
kecepatan difusinya.
7. Koefisien difusi Semakin besar koefisien difusi, maka besar kecepatan difusinya.
8. Viskositas
9. Koefisien partisi Difusi pasif dipengaruhi oleh koefisien partisi, yaitu semakin
besar koefisien partisi maka semakin cepat difusi obat.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan
setengah padat, berupa emulsi mengandng air tidak kurang dari 60% dan
dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan
setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi
dalam bahan dasar yang sesuai.
Menurut Formularian Nasional, krim adalah sediaan setengah padat,
berupa emulsi kental mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan
untuk pemakaian luar.
Krim adalah sediaan semi solid kental, umumnya berupa emulsi m/a (krim
berair) atau emulsi a/m (krim berminyak). (The Pharmaceutical Codex 1994, hal
134). Secara tradisional, istilah krimdigunakan untuk sediaan setengah padat yang
mempunyai konsentrasi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak
(a/m) atau minyak dalam air (m/a).
Sedangkan Pasta adalah salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat
serbuk. Karena merupakan salep yang tebal, keras dan tidak meleleh pada suhu
badan maka digunakan sebagai salep penutup atau pelindung. (buku farmasetika,
prof. Drs. Moh. Anief, Apt.)
Menurut farmakope Indonesia edisi ke-3 adalah sediaan berupa masa
lembek yang dimaksudkan untuk pemakaian luar. Biasanya dibuat dengan
mencampurkan bahan obat yang berbentuk serbuk dalam jumlah besar denngan
vaselin atau paravin cair atau dengan bahan dasar tidak berlemak yang dibuat
dengan Gliserol, musilago atau sabun. Digunakan sebagai antiseptik, atau
pelindung.
Sedangkan menurut farmakope Indonesia edisi ke-4 adalah sediaan semi
padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang digunakan untuk
pemakaian topical.
III. Alat dan Bahan

No Alat Bahan
1. Beaker glass Agar serbuk tak
bewarna
2. Ose Krim natrium asam
salisilat
3. Kertas saring Pasta natrium asam
salisilat
4. Cawan petri FeCL3
5. Kertas label
6. Bunsen
7. pipet

IV. Prosedur Kerja


V. Pembahasan Prosedur Kerja
Pada praktikum kali ini mengerjakan suatu uji difusi obat dengan
menggunakan media agar, media agar yang digunakan adalah agar-agar swallow
tidak bewarna yang menjadi medianya. Setelah dibuat media agar lalu dituang
kedalam 2 cawan petri dan didiamkan hingga membeku. Setelah itu 2 cawan petri
yang berisi media agar ditetesi 2ml FeCL3 hingga meratai seluruh permukaan.
Alasan terlebih dahulu ditetesi FeCL3 itu dikarenakan agar suatu bahan uji
pada media agar bisa meresap dan menimbulkan warna pada percobaan. Setelah
ditetesi diamkan selama 3 menit. Apabila masih ada FeCL3 dibuang lalu
dikeringkan menggunakan kertas saring. Buat 3 bolongan dimasing-masing
cawan petri menggunakan ose, ose terlebih dahulu dipanaskan agar terhindar dari
kontaminasi bakteri. Setelah sudah dibolongi, 1 cawan petri di olesi dengan salep
asam natrium salisilat 4%, dan 1 cawan petri lainnya diolesi pasta natrium salisilat
4%. Setelah selesai beri penanda pada masing-masing cawan petri, guna untuk
membedakan yang mana salep dan krim agar tidak tertukar. Setelah itu masukan
didalam lemari pendingin selama 30 menit pertama, ukur diameternya. Lalu
dilanjutkan dengan 60 dan 90 menit berikutnya di suhu ruangan. Amati ketajaman
warna dan kedalaman warna pada agar, apakah berbanding lurus dengan jumlah
asam/natrium salisilat yang dilepas dari basisnya.
VI. Hasil

Waktu Pasta As. Salisilat 4% Salep As. Natrium Salisilat 4%


Diameter Identitas Diameter Identitas
warna warna
30 menit 0,1 mm Perubahan 0,5 mm Perubahan
dalam lemari 0,9 mm warna pada 0,7 mm warna pada
pendingin 1 mm pinggiran 1 mm pinggiran
lingkaran lingkaran
menjadi merah menjadi merah
kecoklatan. muda
60 menit suhu 1,3 mm Terjadi 1,1 mm Terjadi
ruang 1,1 mm peningkatan 1 mm peningkatan
1,2 mm kepekatan 1 mm warna merah
warna merah muda menjadi
kecoklatan lebih pekat
90 menit suhu 1,4 mm Peningkatan 1,2 mm Terjadi
ruang 1,2 mm warna lebih 1,2 mm peningkatan
1,2 mm pekat merah 1,3 mm warna merah
kecoklatan kecoklatan
sangat pekat lebih pekat
VII. Pembahasan
Absorbsi per kutan suatu obat pada umumnya disebabkan oleh penetrasi
obat melalui stratum korneum yang terdiri dari kurang lebih 40% protein (pada
umumnya keratin) dan 40% air dengan lemak berupa trigliserida, asam lemak
bebas, kolesterol dan fosfat lemak. Stratum komeum sebagai jaringan keratin akan
berlaku sebagai membran buatan yang semi permeabel, dan molekul obat
mempenetrasi dengan cara difusi pasif, jadi jumlah obat yang pindah
menyebrangi lapisan kulit tergantung pada konsentrasi obat. Bahan-bahan yang
mempunyai sifat larut dalam minyak dan air, merupakan bahan yang baik untuk
difusi melalui stratum korneum seperti juga melalui epidermis dan lapisan-
lapisan kulit. Prinsip absorbsi obat melalui kulit adalah difusi pasif yaitu proses
di mana suatu substansi bergerak dari daerah suatu sistem ke daerah lain dan
terjadi penurunan kadar gradien diikuti bergeraknya molekul.
Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari proses trans-membran bagi
umumnya obat. Tenaga pendorong untuk difusi pasif ini adalah perbedaan
konsentrasi obat pada kedua sisi membran sel. Penetrasi obat ke dalam kulit
dimungkinkan melalui dinding folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar lemak
atau antara sel-sel dari selaput tanduk (Ansel, 1989).
Apabila kulit utuh maka cara utama untuk penetrasi masuk umumnya
melalui lapisan epidermis lebih baik daripada melalui folikel rambut atau kelenjar
keringat.
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami
proses difusi zat aktif sediaan secara semi kuantitatif. Pada uji difusi terhadap
suatu zat tertentu dimana dibuat suatu mekanisme kerja layaknya difusi didalam
membran sel tubuh manusia. Adapun sediaan yang diuji menggunakan bahan
aktif asam salisilat dalam bentuk sediaan salep dan pasta. Kemudian diukur
diameter yang terabsorbsi pada media agar sebagai membrane terhadap waktu,
dimana obat yang terabsorbsi seolah-olah menembus membran sel yang ada
didalam tubuh.
langkah pertama dalam praktikum ini dilakukan Pembuatan Media Difusi
Agar. Cawan petri yang berisi media didinginkan hingga memadat. Kemudian
ditambahkan 2 ml larutan fecl3 ke dalam cawan petri sampai menutupi semua
permukaan agar. Kemudian didiamkan. Sisa larutan FeCL3 dikeringkan dengan
kertas saring. Dilakukan uji pada interval 30 menit, 60 menit, dan 90 menit. Pada
30 menit di masukkan ke dalam kulkas dan pada 60 menit dan 90 menit dibiarkan
pada suhu kamar Setelah itu dilakukan pengukuran diameter hambat berupa
zona bening di sekitar sumur yang menunjukkan penghambatan pertumbuhan
mikroba (Pelczar dan Chan, 1988).
Nilai diameter hambat masing-masing kelompok uji di rata-ratakan,
kemudian hasilnya dibandingkan dengan nilai rata-rata diameter hambat
kelompok control (Hendri Wasito,dkk.2008).
Difusi yang terjadi merupakan difusi pasif yaitu suatu proses perpindahan
masa dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsentrasi
rendah tanpa membutuhkan energi. Membran dalam kajian formulasi dan
biofarmasi merupakan suatu fase padat, setengah padat atau cair dengan ukuran
tertentu, tidak larut atau tidak tercampurkan dengan lingkungan sekitarnya dan
dipisahkan satu dengan lainnya, umumnya oleh fase cair. Dalam biofarmasi,
membran padat digunakan sebagai model pendekatan membran biologis.
Membran padat juga digunakan sebagai model untuk mempelajari kompleks atau
interaksi antara zat aktif dan bahan tambahan serta proses pelepasan dan
pelarutan. Membran difusi tiruan ini berfungsi sebagai sawar yang memisahkan
sediaan dengan cairan disekitarnya. Absorbsi melalui epidermis relatif lebih cepat
karena luas permukaan epidermis 100 sampai 1000 kali lebih besar dari rute
lainnya (Lachman dkk, 1994).
Stratum korneum, epidermis yang utuh, dan dermis merupakan lapisan
penghalang penetrasi obat ke dalam kulit. Penetrasi ke dalam kulit ini dapat
terjadi dengan cara difusi melalui penetrasi transeluler (menyeberangi sel),
penetrasi interseluler (antar sel), penetrasi transappendageal (melalui folikel
rambut, keringat, kelenjar lemak dan perlengkapan pilo sebaseous (Ansel, 1989).
Maka dari itu untuk hasil yang didapatkan dari praktikum kali ini adalah
untuk pasta yang di olesi oleh pasta asam natrium salisilat dalam waktu 30 menit
didalam lemari es didapatkan hasil diameter yang berbeda-beda pada tiap lubang,
yaitu 0,1 mm, 0,9 mm, dan 1mm. Untuk waktu 30 menit disuhu ruang
mendapatkan hasil yaiutu 1,3 mm, 1,1 mm,1,2 mm dan pada waktu 90 menit
dalam waktu ruang hasilnya yaitu 1,4 mm, 1,2 mm, dan 1,2 mm. Untuk hasil
intensitas warna pada setiap penambahan menit warna yang terjadi semakin
pekat hingga sangat pekat menjadi warna merah kecoklatan.
Dan untuk hasil dari salep natrium salisilat 4% didapatkan hasil yang
berbeda beda juga setiap waktu dan lubang yang berbeda. Yaitu pada waktu 30
menit didalam lemari pendingin yaitu 0,5mm, 0,7mm, dan 1 mm. Untuk waktu 60
menitbdisuhu ruang mendapatkan hasil yaitu, 1,1 mm, 1mm, 1mm. Dan untuk
waktu 90 menit disuhu ruang mendapatkan hasil yaitu 1,2 mm, 1,2 mm dan 1,3
mm. Dan untuk intensitas warna, semakin bertambah waktunya semakin pekat
kewarnaan nya, menjadi merah kecoklat coklatan.
Itu juga terjadi karena beberapa faktor yang berpengaruh pada pelepasan
obat dari salep. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari salep pada
dasarnya sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi pada saluran
cerna dengan laju difusi yang sangat tergantung pada sifat fisika-kimia obat
(Idzon dan Lazarus, 1986).
Pelepasan obat dari sediaan salep secara in vitro dapat digambarkan
dengan kecepatan pelarutan obat yang dikandungnya dalam medium tertentu, ini
disebabkan karena kecepatan pelarutan (mass-transfer) merupakan langkah yang
menentukan dalam proses berikutnya. Pada umumnya sediaan obat-obat luar
yang berbentuk salep mengikuti mekanisme difusi pasif. Apabila obat dioleskan
secara topikal obat berdifusi secara pasif keluar dari bahan pembawanya.
Sehingga difusi berjalan terus-menerus dari lokasi pemberian ke epidermis dan
dermal (Gordon, 2002).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan obat tersebut diantaranya
adalah:
1). Faktor fisika-kimia
2). Kelarutan dari bahan obat (avinitas obat) terhadap bahan pembawa
koefisien aktivitas yang rendah dengan kata lain aktivitas termodinamik
dari obat didalam basis salep keadaannya rendah, akibatnya pelepasan
obat didalam basis salep menjadi lebih lambat demikian pula sebaliknya
(Zopf dan Blang, 1974).
3). Waktu difusi
Dari persamaan Higuchi (5), terlihat bahwa semakin cepat waktu difusi
akan semakin besar obat yang dilepaskan, sebaliknya obat yang dilepaskan
akan semakin kecil bila waktu difusinya semakin lambat (Zopf dan Blang,
1974).
4). Jenis basis salep
Setiap basis salep mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan jenis basis
salep yang lain misalnya mengenai pH, polaritas, viskositas, dan
sebagainya. Dengan adanya perbedaan harga koefisien partisi suatu obat
dalam suatu basis berbeda dengan koefisien obat tersebut dalam basis yang
lain, sehingga kecepatan pelepasan obat dari basis yang berbeda akan
berbeda pula.
5). Faktor biologis
Menurut Lachman dkk (1994), absorbsi obat dari basisnya tidak hanya
tergantung pada komposisi dasar salep tetapi juga tergantung pada
beberapa faktor biologis yaitu:
(a). Kondisi kulit
(b). Daerah kulit yang diobati
(c). Keadaan hidrasi pada stratum corneum
(d). Suhu kulit
(e). Ketebalan fase penebal kulit
(f). Perbedaan spesies dan kelembaban kulit
KESIMPULAN

Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian difusi obat secara semi kuantitatif
yang sangat sederhana, yaitu menggunakan difusi pada media agar. Difusi adalah
pergerakan antara suatu partikel yang dipengaruhi oleh partikel membran yang
berhubungan dengan suatu konsentrasi. Dengan adanya praktikum ini kita lebih tau
bagaimana absorbsi suatu salep dan sediaan pasta terabsorbsi didalam membran. Dan
dari hasil yang kami dapatkan bisa disimpulkan bahwa perubahan warna pada masing-
masing cawan petri itu dipengaruhi beberapa faktor antaranya adalah ukuran partikel,
zat terlarut, luas permukaan, suhu, maupun konsentrasi suatu zat tersebut.

SARAN

Diharapkan pada praktikum berikutnya lebih dimatangkan bahan maupun


alatnya, dan selalu menjadi baik dan lebih baik lagi dalam praktikum selanjutnya. Dan
diharapkan bagi mahasiswi/a dengan dosen penanggung jawab selalu berinteraksi dan
selalu membantu praktikan pabila ada kebingungan pada saat praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Santi Sinala, S.Si., M.Si, Apt dkk, 2016. Modul Bahan Ajar Farmasi Fisika, Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.

Attwood, D. 2008. Physical Pharmacy. London: Pharmaceutical Press.

Ansel , Howard c. 1989. ”Pengantar Sediaan Farmasi”. Edisi keempat .Jakarta: UI Press.

Gennaro, AR. 1990. Remington”s, Pharmaceutical Sciences. Pennsylvania: Mack


Publishing
Company.

Lachman, et al. 1986. The Theory and Practice of Industrial Pharmacy. 3rd Edition.

Martin, A.N. 1993. Physical Pharmacy, Fourt Edition, Lea & Febiger, Philadelphia,
London

Martin, Alfred dkk. 2008. “Dasar-dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetik” Jakarta: UI
Presss

Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim,
Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-271, 607-608, 700, Jakarta, UI Press.

Pelczar, M. J. dan Chan, E. C. S., 1988, Dasar-Dasar Mikrobiologi, diterjemahkan oleh


Hadioetomo, R. S., Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika.

Lachman, L., H.A. Lieberman, dan J.L. Karig. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Edisi ketiga, Terjemahan : S. Suyatmi, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
LAMPIRAN

Penetesan FeCL3 2ml

Pengeringan FeCL3
menggunakan kertas saring

Penandaan untuk pembuatan


lubang (sumuran)

Pembuatan lubang sumuran


Pengolesan salep dan pasta
asam natrium salisilat 4%

Pada saat dimasukan didalam


lemari pendingin selama 30
menit

Hasil dari 30 menit didalam


lemari pendingin

Hasil pada saat 60 menit


disuhu ruang

Hasil pada saat 90 menit


disuhu ruang
LEMBAR ACC
LAPORAN SEMENTARA

Anda mungkin juga menyukai