Anda di halaman 1dari 86

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

Kontrak Pembelajaran

• Kehadiran mahasiswa minimal 5 kali dari 7 kali


pertemuan (jika tidak masuk harus ada keterangan yang
jelas).
• Tidak ada keterlambatan kehadiran dikelas setelah
dosen masuk meberikan kuliah
• Nilai Akhir
• 45% UTS
• 35% Kuis dan keaktifan pada saat diskusi dikelas
• 20% tugas dan diskusi
DAFTAR PUSTAKA
1. Parenteral Quality Control, Sterility, Pyrogen,
Particulate and Package Integrity.
2. Steril Dosage Farms, Their Prepparation and
Clinical Application
3. Remingtons Pharmaceutical
4. FI ed III, IV
5. USP
• Aulton, M.E. 1994, Pharmaceutics, The Science of Dosage
Forms Design, ELBS., Edinburg
• Banker, G.S. and Rhodes, C.T. 2002, Modern Pharmaceutics, 4th
Ed., Marcel Dekker Inc., New York.
• Gennaro, A.R. 2001, Remington: The Science and Practice of
Pharmacy 20th edition, Lippincott Williams & Wilkins,
Philadelphia
• Lachmann, L., Liebermann, H. dan Kanig, J. 1987, The Theory
and Practice of Indutrial Pharmacy, Lea and Febigher,
Philadelphia
• Lukas, S. 2006, Formulasi Steril edisi revisi, Penerbit Andi,
Yogyakarta
Pendahuluan
• Pengertian steril
sterilisasi adalah proses mematikan jasad renik menggunakan kalor,
radiasi atau zat kimia agar diperoleh kondisi steril misalnya obat suntik
parenteral, alat kedokteran, makanan dalam kaleng
Secara klasik steril diartikan bebas dari jasad renik, bakteri patogen atau
non patogen vegetatif atau non vegetatif
Sterilisasi

• Adalah suatu proses yang digunakan untuk membebaskan bahan atau


sediaan terhadap jasad renik.
• Pernyataan steril merupakan hal yang absolut atau mutlak sehingga
hanya ada dua kemungkinan suatu sediaan dinyatakan steril atau
tidak steril dan tidak ada antara keduanya
• Sediaan farmasi pada proses pembuatan dan penggunaan dapat
terjadi kontaminasi. Hal ini dapat menyebabkan turunnya potensi,
berubahnya rasa maupun bau dan terjadinya reaksi pirogenik,
sehingga akan terjadi infeksi terhadap pengguna.
• Alkes steril juga digunakan untuk orang sakit dimana kondisinya dalam
keadaan lemah, sehingga bila terkontaminasi penyakit bertambah atau
timbulnya penyakit baru.
• Sediaan yang disuntikkan pemakaiannya langsung berhubungan dgn
sirkulasi darah harus steril karena darah media yg baik untuk
mikroorganisme shg cepat berkembang
• Sediaan lainnya yaitu sediaan yang digunakan pada mata, dimana
mata merupakan organ yang sangat sensitif hingga mudah terinfeksi.
Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan maka sediaan obat
steril atau sediaan lain yang berlabelkan steril harus diuji
sterilitasnya.
SEDIAAN PARENTERAL
• Sediaan parenteral adalah bentuk sediaan untuk
injeksi atau sediaan untuk infus.
• Kata parenteral berasal dari Yunani : Para dan
Enteron, Para berarti disamping, dan enteron berarti
usus.Sediaan injeksi telah digunakan untuk pertama
kalinya pada manusia sejak tahun 1660, Meskipun
demikian perkembangan injeksi baru berlangsung
1852, khususnya pada saat diperkenalkannya ampul
gelas oleh Limousin (Perancis) dan Friedlaeder
(Jerman) seorang apoteker
KEUNTUNGAN PEMBERIAN OBAT SECARA
PARENTERAL
• Obat memiliki onset (mula kerja) yang cepat
• Efek obat dapat diramalkan dengan pasti
• Bioavailabilitas sempurna atau hampir sempurna
• Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinalis dapat
dihindarkan
• Obat dapat diberikan kepada penderita yang sakit keras
atau yang sedangdalam keadaan koma
KELEMAHAN PEMBERIAN OBAT SECARA
PARENTERAL
• Rasa nyeri pada saat disuntik, apalagi kalau harus
diberikan berulang kali
• Memberikan efek fisiologis pada penderita yang takut
disuntik
• Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak
mungkin diperbaiki, terutama pemberian secara intra vena
• Obat hanya diberikan kepada penderita dirumah sakit
atau di tempat praktek dokter oleh dokter atau perawat
yang kompeten
PERSYARATAN SEDIAAN PARENTERAL
(1)
• Kerja optimal larutan obat yang diberikan secara parenteral hanya
diperoleh jika persyaratan :
• Sesuai antara kandungan bahan obat yang ada didalam sediaan
dengan pernyataan tertulis pada etiket dan tidak terjadi
pengurangan kualitas selama penyimpanan akibat perusakan obat
secara kimiawi dan lain sebagainya
• Penggunaan wadah yang cocok, sehingga tidak hanya
memungkinkan sediaan tetap steril, tetapi juga mencegah
terjadinya interaksi antara bahan obat tanpa terjadinya interaksi
antara bahan obat dan wadah
(2)

• Tersatukan tanpa terjadi reaksi


• Bebas kuman
• Bebas pirogen
• Isotonis
• Isohidri
• Bebas partikel melayang
CARA PEMBERIAN OBAT PARENTERAL
(1)
1. Subcutan atau dibawah kulit (s.c) yaitu disuntikkan kedalam tubuh
melalui bagian yang sedikit lemaknya dan masuk kedalam jaringan
dibawah kulit ; volume yang diberikan tidak lebih dari 1 ml
a. Larutan sebaiknya isotonis atau isohidri
b. Larutan yang sangat menyimpang isotonisnya dapat
menimbulkan rasa nyeri atau nekrosis dan absorpsi zat aktif tidak
optimal
c. Onset of action obat berupa larutan dalam air lebih cepat daripada
suspensi
d. Zat aktif bekerja lebih lambat dari pada secara iv
Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapis-lapis yang
berfungsi sebagai pembatas terhadap serangan fisika dan
kimia. Fungsi kulit yang lain adalah sebagai thermostat dalam
mempertahankan suhu tubuh, melindungi tubuh dari serangan
mikroorganisme, sinar ultraviolet
Epidermis

Dermis,

Hipodermis
terdiri atas 5 lapisan
 Stratum korneum
(lapisan tanduk),
 Stratum lusidum
(daerah sawar),
 Stratum granulosum
(lapisan keratohialin),
 Stratum spinosum
 stratum basalis (lap
malpighi).
• Terbentuk oleh jaringan elastis & serabut
kolagen.
Merupakan jaringan penyambung dibawah kulit yang

terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel lemak yg

berfungsi sebagai bantalan & cadangan makanan


(2)

e. Absorpsi obat dapat diperlambat dengan penambahan


Adrenalin (cukup 1:100.000-200.0000 menyebabkan
kontriksi pembuluh darah lokal, sehingga difusi obat
tertahan atau diperlambat, contohnya injeksi Lidokain
Adrenalin untuk cabut gigi
f. Sebaliknya, absorpsi obat dapat dipercepat dengan
penambahan hyaluronidase, suatu enzim yang memecah
mukopolisakarida dari matrik jaringan yang menyebabkan
penyebaran dipercepat
g. Pemberian s.c. dalam jumlah besar dikenal dengan
nama Hipodermoklise
(3)
h. Bila ada infeksi, maka bahayanya lebih besar
daripada penyuntikan kedalam pembuluh darah
karena pada pemberian subcutan mikroba menetap
dijaringan dan membentuk abses
Contohnya sediaan s.c.:
• Inj Neutral Insulin (Human Monocomponent) 40 iu/ml
• Inj Fondaparinux Sodium 2,5 mg/0,5 ml prefiled
syringe
(4)

2. Intramuskular (i.m.), disuntikkan kedalam jaringan otot,


umumnya otot pantat dan paha
a. Sediaan dalam bentuk larutan lebih cepat diabsorpsi dari
pada suspensi pembawa air atau minyak
b. Larutan sebaiknya isotonis
c. Onset bervariasi tergantung besar kecilnya partikel
d. Sediaan dapat berupa larutan, emulsi atau suspensi
e. Zat aktif bekerja lambat serta mudah terakumulasi
sehingga dapat menimbulkan keracunan
(5)

f. Volume sediaan umunya 2 ml sampai 20 ml dapat


disuntikkan kedalam otot dada, sedangkan volume yang
lebih kecil disuntikkan kedalam otot lain
Contohnya sediaanya :
• Inj. Penicillin G 3.000.000 unit
• Inj. Serum anti tetanus 10.000 atau 20.000 unit
• Inj. Vitamin B komplek
(6)
3. Intravena (i.v.) yaitu disuntikkan kedalam pembuluh darah
a. Larutan dalam volume kecil (dibawah 5 ml) sebaiknya
isotonis dan isohidri, sedangkan volume besar (infus) Harus
isotonis dan isohidri
b.Tidak ada fase absopsi, obat langsung masuk kedalam vena,
onset of action segera
c. Obat bekerja paling efisien, bioavailibbilitas 100%
d. Obat harus berada dalam larutan air, bila emulsi lemak
partikel minyak tidak boleh lebih besar dari ukuran partikel
eritrosit, sediaan suspensi tidak dianjurkan
e. Sediaan yang diberikan umumnya sediaan sejati
(7)

f. Larutan hipertonis disuntikkan secara lambat, sehingga


sel-sel darah tidak terpengaruh
g. Zat aktif tidak boleh merangsang pembuluh darah,
sehingga hemolisa seperti nitrit, dan nitrobenzol
h. Adanya partikel dapat menyebabkan emboli
i. Pada pemberian dengan volume 10 ml atau lebih sekali
suntik harus bebas pirogen
Contohnya :
• Inj. Sodium Chloride 0,9% 25 ml, 50 ml, 500 ml
(8)

4. Cara pemberian parenteral lainnya


a. Intraspinal, yaitu disuntikkan kedalam sum-sum tulang
belakang
• Larutan harus isotonis dan isohidri
• Bila digunakan sebagai anestesi larutan hipertonis
Contohnya sediaanya:
• Inj. Xylocain 0,5%/ 2 ml (Buvivacaine HCl)
(9)

b. Peritoneal, yaitu kateter dimasukkan kedalam rongga perut


dengan operasi untuk tempat memasukkan cairan steril CAPD
(Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis)
• Larutan harus hipertonis
• Zat aktif diabsorpsi dengan cepat
• Volume diberikan dalam jumlah besar (1 atau 2 liter)
• Infeksi mudah terjadi karena pemakaian yang terus menerus dan
penanganan yang tidak steril
• Biasanya sebagai cuci darah dengan cara CAPD
• Contoh : Infus Dianeal 1,5% atau 2,5% 2 liter
(10)

C. Intraartikular, yaitu disuntikkan kedalam sendi


• Larutan harus isotonis dan isohidri
• Contohnya sediaanya: Inj Kenacort A 10 mg/ml amp 5 ml

d. Intradermal yaitu disuntikkan kedalam kulit


• Larutan sebaiknya isotonis dan isohidri
• Volume yang disuntikan kecil antara 0,1-0,2 ml
• Biasa sebagai diagnostik Mantoux tes atau tes alergi
BIOFARMASETIKA OBAT PARENTERAL

• Biofarmasetika adalah hubungan antara ilmu fisika,kimia


dan biologi yang menyangkut obat, bentuk sediaan obat
dan penyerapannya atau absorpsi obat didalam tubuh.
• Respon farmakologis suatu obat termasuk kerja obat,
sangat tergantung pada cara pemberiannya
• Pengaruh dan interaksi antara formulasi obat dan
teknologi serta pembuatannya dalam berbagai bentuk
sediaan
OBAT MASUK KEDALAM TUBUH
(1)
Obat masuk kedalam tubuh dengan cara intravaskular
atau ekstravaskular :
1. Intravaskular obat langsung masuk kesirkulasi sistemik
dan didistribusikan keseluruh tubuh seperti pemberian
intravena (suntikan atau infus) Pemberian berarti obat
tidak perlu mengalami fase pertama untuk memberikan
efek, yaitu fase absorpsi. Konsentrasi obat dalam darah
atau plasma selanjutnya ditentukan oleh kecepatan
biotranformasi dan kecepatan ekstresi atau eliminasi obat
dari tubuh
(2)

• Cara ekstravaskular ialah obat harus diabsorpsi dahulu


sebelum masuk keperedaran sistemikk seperti pemberian
intramaskular, subcutan, intradermal, dan peritoneal.
Syarat untuk absorpsi ialah obat harus terbebaskan
dahulu dari bentuk sediaanya dan tergantung bukannya
hanya pada faktor fisikokimia obat, tetapi juga faktor
lingkungan bagian tubuh tempat obat diserap atau
diabsorpsi. Teknik pembuatan merupakan penentu untuk
pembebasan obat dari bentuk sediaanya kedalam cairan
tubuh.
INTRA VENA (i.v)

• Obat langsung masuk keperedaran sistemik dan didistribusikan


keseluruh tubuh. Konsentrasi obat dalam darah atau plasma
selanjutnya ditentukan oleh kecepatan biotransformasi dan
kecepatan ektresi atau eliminasi obat dari tubuh. Cara pemberian
intravena sebagai berikut :
• Secara bolus, yaitu injeksi diberikan secara langsung dengan kadar
tinggi dan pada waktu yang pendek
• Secara intramuskular infus, yaitu injeksi intravena diberikan melalui
infus dengan periode waktu pemberian 20 menit sampai 4 jam
dalam sehari
• Secara kontiniu infus, yaitu injeksi intravena melalui infus dengan
waktu pemberian lebih dari 6 jam sampai 24 jam
INTRAMUSKULAR
(i.m)

• Obat yang berbahaya bila diberikan secara intravena,


maka akan akan diberikan secara i.m. Respons terhadap
obat yang diberikan secara i.m. tidak secepat i.v. tetapi
secara kuantitatif hasil absorpsi i.m. baik, bioavailabilitas
obat mencapai 80%-100%. Larutan obat dalam air lebih
cepat diabsorpsi dari pada bentuk suspensi atau larutan
minyak. Molekul kecil langsung diabsorpsi kedalam
kapiler, sedangkan molekul yang besar masuk kesirkulasi
melalui saluran getah bening
EFEK SAMPING PEMBERIAN INTRAMUSKULAR

• Nyeri
• Peningkatan kreatinin phospokinase dalam serum sebagai akibat
dari trauma
• Kadang-kadang kerusakan nervus siantica
• Obat-obat tertentu pada pemberian i.m. tidak terabsorpsi secara
sempurna karena terjadi presipitasi yang menyebabkan redisolusi
sangat lambat atau terjadinya fagositosis dari partikel obat
• Contoh : Inj. Ampiciilin, Phenytoin
• Inj. Chlordiazepoksid, Diazepam, Digoxin
SUBKUTAN (s.c)

• Faktor yang mempengaruhi absorpsi obat yang diberikan i.m


berlaku pula pada s.c. Namun, karena kecepatan peredaran darah
pada s.c. dan sirkulasi regional kurang, maka kecepatan absorpsi
obat kurang. Absorpsi dapat dipercepat dengan memberikan
Hyaluronidase, yaitu suatu enzim yang merusak mukopolisakarida
dan matrik jaringan ikat yang mengakibatkan penyebaran obat
terlarut dan mempercepat absorpsi. Sebaiknya, penyerapan obat
dapat diperlambat dengan penambahan adrenalin (Ephinephrine)
dengan jumlah yang kecil 1:100.000 atau 1:200.000. Absopsi obat
yang diberikan s.c. diperlambat karena terjadi kontriksi pembuluh
darah oleh adrenalin.
INTRADERMAL

• Obat-obat tertentu diberikan secara intradermal dibawah


epidermis, biasanya pada bagian dalam lengan bawah.
Obat yang disuntikan biasanya hanya 0,1 ml dan
seringkali untuk penentuan diagnosis (alergi) atau untuk
imunisasi
FARMAKOKINETIK OBAT PARENTERAL
SISTEM (1)
1. Absorpsi obat parenteral
• Obat yang diberikan secara ekstravaslular mengalami
absorpsi, yaitu yang diberikan secara intramuskalar (i.m)
dan subcutan, sebaliknya obat yang diberikan secara
intravaskular tidak mengalami absorpsi seperti pemberian
secara i.v.
(2)

• Molekul obat diabsorpsi dalam bentuk bebas (tidak terikat atau


teragregasi dengan zat lain) dan utuh dari jaringan kedalam darah
atau peredaran sistemik. Absorpsi obat merupakan langkahh
pertama agar obat memberikan efek terafeutik. Umumnya obat
obat baru memberikan efek terapeutik kalau mencapai kadar
minimal tertentu dalam darah atau plasma. Selama berada dalam
darah dengan kadar diatas minimal , obat akan memberikan efek
farmakologis . Sesudah ekstresi berlanjut dan kadar obat turun
dibawah MEC, efek obat berkurang dan akhirnya habis
DISTRIBUSI OBAT PARENTERAL

• Pada pemberain secara i.v, molekul obat masuk langsung


kedalam peredaran darah. Bila pemberian secara i.m atau
s.c molekul obat bercampur dengan cairan tubuh atau
jaringan, lalu masuk kedalam peredaran darah dan
kemudian didistribusikan kejaringan tempat obat bekerja
dan berinteraksi dengan reseptor-reseptornya Dengan
demikian distribusi merupakan mula kerja obat
METABOLISME OBAT PARENTERAL

• Tujuan utama reaksi biotranformasi ialah mendeaktifasi


dan meningkatkan eliminasi obat. Sebagian besar reaksi
biotransformasi merupakan konversi obat yang relatif
lebih larut dalam lemak menjadi bentuk yang relatif larut
dalam air, sehingga mudah diektresi melalui ginjal
EKSKRESI OBAT PARENTERAL

• Obat yang diabsopsi masuk keperedaran sistemik


setelah pemberian suntikan Obat akan diekskresi dari
tubuh bersama dengan dengan berbagai cairan tubuh.
Ginjal merupakan organ utama untuk mengeliminasi obat
bersama urin
WASSALAM
SEDIAAN INJEKSI
(1)
• Definisi :
• Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi
suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara
parenteral, suntikan dengan cara menembus, atau
merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput
lendir
• Menurut definisi dalam Farmakope, sediaan steril untuk
kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis yang
berbeda yaitu :
(2)

1. Obat, larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi


ditandai dengan nama : Injeksi ….
Contoh : Injeksi Insulin
2. Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tiak
mengandung, dapar, pengencer, atau bahan tambahan
lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan
pelarut yang memenuhi persyaratan injeksi. Kita dapat
membedakannya dari nama bentuknya … steril
Contoh : Ampicillin Sodium steril
(3)

3. Sediaan seperti tertera pada no. 2, tetapi mengandung satu atau


lebih dapar, pengencer, atau bahan tambahan lain dan dapat
dibedakan dari nama bentuknya… untuk injeksi
Contoh : Methicillin Sodium untuk injeksi
4. Sediaan berupa suspenssi serbuk dalam medium cair yang sesuai
dan tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam saluran
spinal. Kita dapat membedakannya dari nama bentuknya
…suspensi steril
Contohnya : Cortison Suspensi steril
(5)

5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk


larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah
penambahan pembawa yang sesuai. Kita dapat membedakannya dari nama
bentuknya … steril untuk suspensi
Contoh : Ampicillin steril untuk suspensi
KLASIFIKASI SEDIAAN INJEKSI

• Sediaan injeksi dibagi dalam klasifikasi sebagai berikut :


1. Larutan sejati dengan pembawa air. Contohnya Injeksi Viramin C.
Formulanya sebagai berikut :
Vitamin C
Natrium Hidrogen Karbonat
Tiourium
Natrium Klorida
Air untuk injeksi
(2)

2. Larutan sejati dengan pembawa campuran, contohnya


Injeksi Phenobarbital
3. Larutan sejati dengan pembawa minyak, Injeksi Vitamin
A
4. Suspensi Steril dengan pembawa air, contohnya Inj.
Calciferol (vitamin D)
5. Suspensi steril dengan pembawa minyak, contohnya
Injeksi Bismuthsubsalisilat
6. Emulsi steril, contohnya Infus Ivelip 20%
7. Serbuk kering dilarutkan dengan air
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PEMBUATAN OBAT SUNTIK (1)
• Pelarut dan pembawa air untuk obat suntik
• Pelarut yang paling sering digunakan dalam obat suntik
secara besaran adalah air untuk injeksi atau disebut WFI
(Water for Injection) API, (aqua pro Injeksi). Persyaratan
WFI /API menurut standar standar BP(2001 ) tidak boleh
mengandung antara lain :
• Total karbonorganik tidak boleh lebih dari 0,5 mg perliter.
Kemudian, bila 25 ml air untuk injeksi ditambahkan
kalsiumhidroksida LP, maka selama 5 menit harus tetap
jernih
• Bebas pirogen
• pH 5,0-7,0.
(2)

• Penyimpanan air untuk injeksi harus disimpan dalam


wadah yang tertutup rapat pada temperatur ideal mikroba
dapat tumbuh. Air untuk obat suntik bertujuan digunakan
dalam waktu 24 jam sesudah penampungan
• Steril Water for Injection (air steril untuk injeksi) API.
Adalah air untuk injeksi yang disterilkan dan dikemas
dengan cara yang sesuai, tidak mengandung bahan
antimikroba atau bahan tambahan lainnya
(3)

• Syarat steril, API / WFI


• Adalah cairan jernih, steril, bebas pirogen. Tidak berbau, tidak
berwarna, tidak berasa serta tidak mengandung logam-logam berat
seperti Cu.Fe,Pb, zat-zat pereduksi dan lain-lain, pH 5,0-7,0
• Bacteriostatic Water for Injection adalah air steril untuk obat suntik
yang mengandung satu atau lebih zat antimikroba yang sesuai. Air
dikemas dalam vial tidak lebih dari 30 ml, lalu etiket harus
mencantumkan nama dan perbandingan zat antimikroba yang
dikandung. Air digunakan sebagai pembawa steril dalam sediaan-
sediaan obat suntikdengan volume kecil (kurang dari 5 ml)
PROSES PEMBUATAN WATER for INJECTION
GMP (1)
Ada 3 proses :
1. Proses pertama adalah persiapan (pretreatment) untuk
mendapatkan Water for Injection dimulai dari sumber air (sumur
atau mata air) yang ditampung dan diendapan, kemudian diberi
penyaring pasir dan diberi klorin, sehingga air dapat diminum
(drinking water) Air minum disaring dengankarbon aktif, lalu
disaring kembali dengan filter 5-10 mikron
2. Proses kedua adalahproses final treatment biasanya dilakukan
Reverse osmosis dengan menggunakan chemikal softening (kation
dan anion), atau menggunakan Twin Bed Column lalu disaring
dengan menggunakan filter 5-10 mikron, kemudian diasaring lagi
menggunakan filter yang-
(2)

lebih kecil dengan ukuran 2 mikron, bila perlu


menggunakan ozonisator atau ultra violet atau
pemanasan dengan temperatur diatas 70 C kemudian
dimasukkan dalam tangki penampung dengan temperatur
70 Ckemudian di EDI (Electro Deionization) atau
didestilasi dimasukkan kedalam tangki penampung lalu
disaring dengan filter bakteri 0,2 mikron
3. Proses ketiga adalah proses sterilisasi WFI/ API dengan
menggunakan autoklaf, sehingga mendapat air steril.
PEMBUATAN WFI / API

• Panaskan aqua destilata dalam erlemeyer sampai air


mendidih, setelah air mendidih kemudian dipanaskan lagi
selama 30 menit.
• Setelah 30 menit baru diangkat kemudian dinginkan
gunakan untuk membuat sediaan steril.
• Untuk air bebas O2 ditambah waktu pemanasannya
selama 10 menit (40 menit totalnya)
PELARUT DAN PEMBAWA BUKAN AIR
(2)
• Minyak ; Olea neutralisata ad Injectiones, setiap
Farmakope mencantumkan jenis minyak tumbuhan
(nabati) yang berbeda. Minyak kacang (Oleum Arachidis),
minyak zaitun (Oleum Olivarum), minyak wijen (Oleum
Sesami) adalah beberapa jenis minyak yang digunakan
sebagai pembawa injeksi.
• Minyak harus netral secara fisiologis dan dapat diterima
tubuh dengan baik
• Tingkat kemurnian harus tinggi
• Bilangan asam dan peroksida yang rendah
• Sebelum memakainya kita netralkan dulu minyak dari
asam lemak bebas melalui pengocokan dengan etanol.
(2)

• Obat yang diberikan secara intravena tidak boleh dipakai


pelarut minyak karena tidak tercampurnya dengan serum
darah dan menyebabkan terjadnya emboli paru-paru
• Hanya untuk i.m dan s.c.
• Bukan minyak yaitu : Alkohol, Propylen glikol, Glicerine,
Paraffin Lquidum, Sebelum harus dicampur air agar dapat
digunakan sebagai pelarut
TONISITAS LARUTAN OBAT SUNTIK

1. Isotonis
Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan
konsentrasi dalam sel darah merah, sehingga tidak terjadi
pertukaran cairan diantara keduanya, maka larutan
dikatakan isotoni (ekuivalen dengan larutan 0,9% NaCl
2. Isoosmotik
Jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama
dengan tekanan osmose serum darah, maka larutan
dikatakan isoosmotik (0,9% NaCl)
(2)

3. Hipotonis
Konsentrasi obat, larutan lebih rendah dari serum darah,
sehingga menyebabkan air akan melintasi membran sel
darah merah yang semipermiabel sehingga memperbesar
volume sel darah merah dan menyebabkan peningkatan
tekanan dalam sel. Tekanan yang lebih besar
menyebabkan pecahnya sel-sel darah merah. Peristiwa
demikian disebut Hemolisa.
(3)

4. Hipertonis
Konsentrasi obat lebih tinggi dari serum darah, sehingga
menyebabkan air keluar dari sel darah merah melintasi
membran semipermiabel dan mengakibatkan terjadinya
penciutan sel-sel darah merah. Peristiwa demikian
disebut Plasmolisa
BAHAN PEMBANTU MENGATUR
TONISITAS
• NaCl
• Glukosa,
• Sukrosa
• KNO3
• NaNO3
BEBERAPA CARA DAPAT MENJADIKAN
LARUTAN ISOTONIS
1. Kesetaraan dengan garam Natrium klorida
Ekuivalensi natrium klorida memberikan jumlah natrium
klorida (g) yang menghasilkan tekanan osmotik sama
seperti 1 gram bahan obat dengan syarat bahwa natrium
klorida maupun bahan obat berada dalam larutan obat
bervolume sama. Maka, 1 gram bahan obat ekuivalen
dengan tekanan osmotik dari x gram natrium klorida.
2. White Vincent
Dimana V= W.E. V’
V = Volume larutan bahan obat isotoni
ditentukan (ml)
W = masa bahan obat yang dibuat
E = Ekivalensi Zat aktif
V’ = Volume suatu larutan isotoni (ml) yang
mengandung 1 gram NaCl (111,1 ml)
3. Penurunan titik beku
W= (0,52 – a) / b
W= Jumlah (g) bahan pembantu isotoni dalam
100 ml larutan
a = Turunnya titik beku air akibat zat terlarut,
dihitung dengan memperbanyak nilai untuk
larutan 1% b/v.
b =Turunya titik beku air yang dihasilkan oleh 1%
b/v bahan pembantu isotonis
• pH Obat suntik
• Isohidris : kondisi suatu larutan zat yang pHnya sesuai dengan pH
fisiologis tubuh sekitar 7,4
• Euhidris : usaha pendekatan pH larutan suatu zat secara teknis kearah
pH fisiologis tubuh dilakukan pada zat yang tidak stabil pada pH
fisiologis seperti garam alkaloid, vitamin c
• Fungsi larutan dapar dalam obat suntik adalah :
• Meningkatkan stabilitas obat, injeksi vit C dan inj. Luminal
• Mengurangi rasa nyer dan iritasi
• Dapat menghambat pertumbuhan bakteri
• Meningkatkan aktivitas fisiologis obat
• Stabilisasi
• Tujuannya adalah :meningkatkan kestabilan obat dengan syarat harus
sesuai dengan monografi masing-masing obat dan tidak berbahaya
dalam jumlah yang diberikan.
• Agar sediaan obat injeksi tetap stabil maka kita perlu memperhatikan
hal-hal berikut :
• Untuk mencegah reaksi oksidasi kita hendaknya mengupayakan agar
obat tidak kontak dengan oksigen.
• Reaksi dapat dicegah :
• Pengaliran gas netral, dialirkan pada saat menimbang, melarutkan
dan Penyaringan.
• Gas netral yang sering digunakan :
• Karbondioksida dan Nitrogen,
• Ditambahkan stabilisator larutan antioksigen misalnya larutan
Natrium Bisulfit, Natrium asamsulfoksilat, asam ascobat, dll.
• Bila oksidasi dikatalisis oleh logam berat dapat dicegah pembentukan
reaksi komlekson dengan menambahkan garam dinatrium EDTA
• Pengaruh Cahaya dapat dicegah dengan cara selama
pembuatan dan penyimpanan larutan injeksi
sebaiknya terlindung dari cahaya
• Bila Obat tidak dapat disterilisasi dengan panas
maka dapat disaring dengan penyaring bebas kuman
• Bahan obat yang rusak karena proses hidrolisis maka
sebaiknnya diracik dalam ampul kering
• Pengawet perlu ditambahkan apabila :
• Untuk obat suntik yang dikerjakan secaa aseptis
• Obat suntik yang disimpan dalam wadah-wadah
takaran ganda
• Obat suntik yang disterilkan dengan cara pemanasan
selama 30 menit pada suhu 98 C
• Pengawet tidak perlu ditambahkan apbila :
• Sediaan injeksi yang takaran penyuntikkannya
sekali suntik melebihi 10 cml
• Penyuntikan dilakukan secara intra tekal,
intra peridural karena diberikan juga secara
dosis tunggal.
• Pemberian obat secara intravena
• Obat suntik itu sendiri sudah mengandung
bakterisid.
• Pengawet yang biasa digunakan :
• Klorbutanol 0,5% b/v
• Fenilraksa (II)nitrat 0,001% b/v
• Klorkresol 0,1% b/v
• Dll.
Dapar

• Menjaga pH sediaan obat


• pH suntik sebaiknya mendekati pH fisiologis
yaitu 6,8 – 7, 4
• Larutan yang terlalu asam atau basa jika
disuntikan secar subcutan atau intra muscular
akan mengakibatkan sakit dan merusak jaringan
• Pada intra vena akan menyebabkan phelebisitas
dan dapat juga trobosis karena rembesan yang
diakibatkan oleh jarum suntik pada daerah
penyuntikan
Conti....

• Dapar yang digunakan harus tidak toksik dan


tidak incompatible
• Dapar harus mempunyai kapasitas buffer
yang cukup untuk mengatur ph Produk
• Natrium dihydrogen fosfat
• Natrium hydrogen
• Dll.
METODE STERILISASI

• TUJUAN : Agar sediaan menjadi steril


• 1. Dengan kalor basah
a. Uap air jenuh dibawah tekanan
(autoklaf)
b. Uap air mengalir
c. Direbus/Digodok dalam air
d. Tyndalisasi dan pasteurisasi
UAP AIR JENUH DIBAWAH TEKANAN

• FI III : 115 -116 C selama 30 menit


• F IV : 121 C selama 15 menit
Azas matinya jasad renik :
Koagulasi/denaturasi protein
Kelemahan :
a.Tidak dapat digunakan untuk bahan anhidrat
b.Tidak dapat digunakan untuk bahan yang
tidak tahan panas
c.Tidak dapat digunakan untuk bahan padat
UAP AIR MENGALIR

• F III : 98 – 100 C selama 30 menit


• F IV : 98 – 100 C selam 30 menit

• Direbus / dalam air


• Selama 30 menit, biasanya untuk tutup karet.
TYNDALLISASI DAN PASTEURISASI

• TYNDALLISASI
• Azas : Pemanasan pada suhu 80 C selama 1
jam selama 3 hari berturut-turut ( spora
vegetatif mati)
• Hasil tidak memuaskan untuk obat suntik
sebab spora tidak berbentuk vegetatif.
• Pasteurisasi
• Pasteur : 50 – 60 C
• Penting untuk sterisasi susu terhadap
Mycobact. Tuberculosis.
DENGAN KALOR KERING

• Panas kering ( 0ven )


• Pemijaran
• Dengan api bunsen
• Dibakar dengan etanol 96%
Oven :
Azas mati jasad renik dehidrasi – oksidasi
PENYARINGAN

• Tujuan :
• Menjernihkan suatu larutan
• Mengumpulkan dan memisahkan jasad renik
agar sediaan cair menjadi steril.
• Jenis saringan :
• Pasteur – Chamberland
• Setz : Asbes
• Filter membrane
DENGAN GAS TERTENTU

Sterisasi dengan zat kimia bentuk gas khusus


untuk zat padat dan alat kedokteran.
1.Etilen Oksida , sifat cairan, mudah larut dalam
air, titik didih 10,7C. Mematikan bakteri dan
spora pada konsentrasi 500 – 1000 mg / L
Kerugiaan sterisasi dengan EtO
- Waktu lama diperlikan
- Biaya tinggi, kemungkinan terbakar
- Untuk jumlah besar tidak cocok
• Keuntungan :
• Cocok untuk zat stabil
• Daya penetrasi besar
• Senyawa atau alat yang peka terhadap
lembab tinggi disterilisasi dengan cara ini
• FORMALDEHID
• Sifat , formaldehid murni bentuk gas pada
suhu kamar ( Polimerisasi pada suhu < 80 C
menjadi para formaldehid
• Mekanisme mematikan bakteri :
• Pembentukan ikatan silang antar molekul
protein .
• Menyebabkan alkilasi
• Kelembaban diperlukan untuk menyelimuti
bakteri agar HCHO bekerja secara efektif.
DENGAN RADIASI

• Ada 2 jenis :
• 1. Elektromagnetik (radiasi UV dan radiasi Y
• 2. Partikel B
UJI STERILITAS

• KONTROL PROSES STERILITAS


1. Pengukuran fisika
- Suhu yang tepat
- Tekanan
- Kelembaban
2. Indikator kimia
- Browne’ Sterilitas
- Filter paper strip
- Royce Sachet (menggunakan kantong
Plastic)

Anda mungkin juga menyukai