Anda di halaman 1dari 61

PRAFORMULASI SEDIAAN

PARENTERAL
SUGIYARTONO

KODE KELAS UNTUK KULIAH HARI


SENIN TGL. 11 MEI ADALAH :
Tujuan Perkuliahan Praformulasi
Sediaan Steril :
Peserta kuliah akan dapat :
1.Menjelaskan sediaan steril dari aspek : keuntungan-
kerugian, macam-macam sediaan parenteral sesuai
dengan bentuk dan rute pemakaiannya
2.Menjelaskan aspek praformulasi sediaan steril
SEDIAAN STERIL
PERSYARATAN :
1. BEBAS MIKROORGANISME
2. BEBAS PARTIKEL
3. BEBAS PIROGEN

DIGUNAKAN LANGSUNG , PADA JARINGAN TUBUH


ATAU PADA BAGIAN TUBUH LAIN YANG TIDAK
MEMPUNYAI SISTEM PERTAHANAN TUBUH
PRIMER( KULIT DAN MEMBRAN MUKUS)
SEDIAAN STERIL
Injeksi Intravena pertama dibuat pada abad 17
1628 : Sir Christoper Wren : menyuntikkan opium pada
hewan coba
1657 : Major, Elsholtz & Fabricius : menyuntik secara iv
pada manusia
1853 : Dr. Alexander Wood : menyuntik Sub Kutan
1926 : Ketentuan Resmi tentang sediaan injeksi
( di National Formulatory)
SEDIAAN STERIL
1. SEDIAAN PARENTERAL
2. SEDIAAN OPTHALMIK
KEUNTUNGAN PENGGUNAAN SEDIAAN
PARENTERAL
1. Respon fisiologis cepat, penting untuk beberapa
penyakit : serangan jantung, asma, shock
2. Sebagai alternatif bila pasien tidak dapat menggunakan
sediaan oral
3. Ketergantungan pada dokter, dapat digunakan untuk
memaksa agar pasien kontrol ulang
4. Dapat digunakan untuk terapi lokal (gigi, anestesi)
5. Efektif untuk terapi pasien yang mengalami gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit
6. Efektif untuk membantu pemberian nutrisi
KERUGIAN PENGGUNAAN SEDIAAN
PARENTERAL
1. Memerlukan tenaga kesehatan yang terampil
2. Memerlukan kondisi khusus ( aseptis dsb.)
3. Lebih mahal
4. Bila muncul efek samping, sulit mencegah atau
mengatasinya
MACAM BENTUK SEDIAAN
PARENTERAL
1. Larutan
2. Bentuk padatan kering
3. Suspensi
4. Emulsi
5, Larutan pekat yang harus diencerkan sebelum
disuntikkan
Rute Pemakaian Sediaan Parenteral
1. Intravena ( IV )
2. Intra muskular
3. Sub kutan (SC )
4. Intra Derma/Intra kutan
5. Intra Artikular
6. Intra Arterial
7. Intra Spinal
SEDIAAN PARENTERAL :
I. Intravena

Ada 2 macam :
IV bolus : digunakan langsung secara intra vena dalam
waktu yang cepat (hanya beberapa detik-menit)

IV drips : diberikan perlahan, dalam waktu yang lama


(infus)
Karena langsung disuntikkan pada intravena, onset of
action cepat, dapat diprediksi, dan availabilitas100%

Lama Kerja Obat tergantung pada :


a. Dosis Awal b. Metabolisme c. Eksresi
Lanjutan intravena…..
Volume 1 ml – 100 ml (Jarum 1 ½ in , 20 atau 22
Gauge) pada vena besar proksimal pd. Lengan depan

Sirkulasi darah mempunyai pengaruh pengenceran


pada sediaan parenteral sehingga dapat mengurangi
rasa sakit
Dosis tunggal lebih dari 10 ml harus bebas pirogen
dan bila lebih dari 15 ml : tidak boleh mengandung
bakterisida
Lanjutan intravena…..

Ynag harus dierhatikan :


Kadar obat dalam serum langsung tinggi : hati-hati dengan
toksisitas obat. Solusi : penyuntikan perlahan
Obat dengan kelarutan rendah : dapat mengendap dan
menimbulkan emboli. Solusi : pelarut yang sesuai dan
penyuntikan perlahan
Propilen glikol dapat menyebabkan hiperosmolaritas
pada bayi
Obat dengan kelarutan dalam lemak tinggi misal diazepam
dapat menembus sawar otak
II. Intramuskular ( otot)
Untuk obat yang bila diberikan dibawah kulit menimbulkan
iritasi, bisa disuntikkan kedalam serabut otot ,yang
terletak dibawah sub kutan
Tempat penyuntikan (a.l):
a. Otot gluteus(pantat),
b. Deltoid (lengan atas)
c. Otot vastus lateralis

• Volume 1 – 3 ml ( bila diperlukan 10 ml, dosis


terbagi , penyuntikan dilakukan di otot gluteus) 2. Injeksi
Intramuskular
• Sebagian besar vaksin yang tidak aktif, seperti vaksin
influenza, diberikan dengan cara injeksi intramuskular
Lanjutan intramuskular…….

Jarum yang digunakan 1-1 ½ in ; 19-22 gauge


(pada umumnya 1 ½ in dan 22 gauge)
Sering terjadi kerusakan jaringan. Untuk mengurangi
rasa sakit, otot harus relaks, disuntikkan perlahan
Bentuk sediaan yang dapat disuntikkan intra muskular
adalah : larutan,emulsi o/w, emulsi w/o, suspensi
dalam air maupun minyak, suspensi koloid
Lebih aman dibanding IV dan efek lebih lama
Penyuntikan di deltoid lebih cepat mula kerjanya
Bila obat tidak larut dalam air : digunakan pelarut
propilen glikol atau mineral oil
Lanjutan intramuskular……

Dapat digunakan untuk depo / membentuk depot pada


otot , sehingga pelepasan dapat berjalan lambat
dalam waktu yang lama ( sustained release)

Pelepasan dipengaruhi oleh :


a.Kekompakan depot
b.Rheologi
c.Konsentrasi obat
d.Ukuran partikel
e.Sifat vehicle
f. Volume
III. Sub Kutan / Hipoderma ( Bawah Kulit)

Disuntikkan pada bagian bawah kulit ( lapisan lemak di bawah


kulit ) merupakan bagian yg.aman untuk injeksi
Volume maksimal 1 ml. Dapat ditambah vasokonstriktor untuk
melokalisir efek obat. Bila digunakan volume 3-4 ml, harus
dikombinasi dengan hialuronidase
Jarum yang digunakan : ½ - 1 in; 22 gauge (atau <)
Saat penyuntikan harus diperhatikan jangan sampai
menembus vena
Lokasi penyuntikan dapat dipijat untuk membantu absorbsi.
Efek lebih lambat dibanding IM
Dapat digiunakan untuk alternatif pengganti intra vena, bila
vena sulit ditemukan
Lanjutan sub kutan …….

Tempat pemberian injeksi jenis ini adalah jaringan lemak di


belakang lengan. Injeksi insulin adalah yang paling umum
menggunakan teknik injeksi ini. Selain itu, vaksin tertentu
seperti MMR (Campak, Gondok, dan Rubela), Varisela
(Cacar Air), dan Zoster (herpes zoster) juga diberikan
secara subkutan
Penyuntikan sub kutan dapat mengakibatkan terjadinya
abses, nekrosis atau radang

Tempat penyuntikan : lengan, kaki atau abdomen. ( bila


diperlukan penyuntikan rutin, lokasi dapat diganti-ganti)
IV. Intraderma/Intrakutan
Disuntikkan pada lapisan dermis dari kulit
Karena reaksi yang terjadi mudah dan cepat diamati, maka rute
ini
digunakan untuk test alergi, tes tuberkulin, antigen, vaksin
Penyerapan memutuhkan waktu yang lama dibanding iv, im, sc
Diberikan dengan sudut 5-15 derajat, hampir rata dengan kulit
Volume sangat kecil : 100-200 ul ( biasanya 50 ul)
dan harus isotonis
Jarum yang digunakan ½ in atau 5/8 in; 25-26
Gauge
Bagian tubuh yang sering dijadikan lokasi injeksi intradermal
adalah lengan bawah dan punggung bawah.
V. Intra arterial
Diinjeksikan pada arteri, misal : contrast radiopague
1. Harus hati-hati
2. Resiko Terjadinya kerusakan serabut syaraf
3. Dosis harus minimal dan diberikan bertahap
VI. INTRA ARTIKULAR

Disuntikkan pada Joint (persendian)


Misalkan unutk lokal anestesi pada rekonstruksi ligamen
VII. INTRA SPINAL
Disuntikkan pada tulang belakang, misalkan daerah
epidural (diluar dural, jadi tidak pada cairan cerebrospinal)
dan intra thekal (langsung pada cairan cerebrospinal)
SEDIAAN PARENTERAL BERDASARKAN
VOLUME

1. Small Volume Parenteral (Volume < 100 ml )

2. Large Volume Parenteral ( Volume > 100 ml )


Single dose
Tidak mengandung pengawet
Bebas pirogen ( > 10 ml )
Large Volume Parenteral
1. Hiperalimentasi Parenteral:
Penggunaan nutrisi dalam jumlah besar, misal : karbohidrat,
asam amino dan vitamin yang diberikan kepada pasien
yang tidak mendapat asupan nutrisi per oral
2. Larutan Dialisis Peritoneal
a. Disuntikkan langsung pada perut, selanjutnya dikeluarkan
lagi (tujuan : mengeluarkan bahan toksik pada tubuh
meningkatkan kerja ginjal
b. Kandungan larutan dialisis peritonial : glukosa, ion-ion lain
yang terkandung pada cairan ekstraseluler
Lanjutan large volume …..
3. Larutan Irigasi
a.Digunakan untuk mencuci, menyemprot atau
membersihkan body cavity maupun luka
b.Larutan irigasi tidak boleh untuk iv , tapi larutan iv bisa
digunakan untuk irigasi (misalkan normal saline)
PRAFORMULASI
Salah satu tahap dalam proses bidang riset dan
pengembangan adalah : karakterisasi terhadap sifat2
fisika, sifat2 kimia dan sifat2 mekanis dari bahan
obat dalam rangka mengembangkan bentuk sediaan
yang aman, efektif dan stabil

Praformulasi diperlukan untk menentukan :


1.Formulasi
2.Teknologi pembuatan
3.Pemilihan metode sterilisasi
• Praformulasi :
Penerapan prinsip biofarmasi pada parameter fisika kimia
suatu obat, dengan tujuan untuk menghasilkan rancangan
pelepasan obat yang optimum.
Karakterisasi molekul obat merupakan tahapan yang
penting dalam fase praformulasi .
SIFAT FISIKA KIMIA BAHAN OBAT
1. Rumus Molekul .
2. Warna
3. Bau
4. Titik leleh
5. Profil Thermal Analysis
6. Potensial Higroskopisitas
7. Spektra Absorbansi
8. Kelarutan
9. Stabilitas (suhu, pH, cahaya dsb.)
1. Rumus Molekul
Merupakan karakter dasar dari bahan obat , dapat
digunakan untuk menduga reaksi dapat dialami bahan
tersebut . Sebagai contoh :
a.Hidrolisa : ester, amida, thiohalida,thioester
b.Oksidasi : aldehida, amina, alkohol,fenol
c.Dekarboksilasi : dekarboksilasi asam karboksilat
(RCOOH) akan terjadi bila R: dapat menarik elektron
secara kuat, misal fenil, -CCl3, -CN
2. Warna
Warna suatu bahan ada hubungannya dengan
derajat ketidak jenuhan molekul suatu senyawa

Intensitas warna terkait dengan besar kecilnya


konjugasi dengan senyawa tidak jenuh
Contoh : Chromophore –NH2, -NO2, -CO- (keton)
akan meningkatkan intensitas warna

Perubahan warna dapat menjadi indikasi stabilitas


bahan
3. Bau
Beberapa gugus fungsi mempunyai bau khas, seperti :
- Bau seperti bawang untuk gugus sulfida
- Bau amoniak untuk gugus amina
- Bau residu solven , dalam farmakope ada ketentuan
batas maksimal pelarut yang diperbolehkan ada dalam
obat (terutama karena alas an toksisitas).
4. Ukuran Partikel, Bentuk Partikel dan
Kristalinitas
Ukuran partikel dan bentuk partikel dapat dianalisis
dengan menggunakan evaluasi mikroskop : misal
Scanning Electrone Microscope (SEM)
Bentuk Kristal - Bentuk Amorf : untuk prediksi stabilitas,
bioavailabilitas
5. Titik Leleh
Penentuan titik leleh sangat penting untuk indikasi
awal kemurnian bahan , sebab keberadaan
kontaminasi walaupun jumlahnya sangat sedikit,
sudah cukup untuk mempengaruhi titik leleh :
- Titik leleh turun
- Rentang titik leleh melebar
Perubahan titik leleh (juga perubahan volume dsb)
harus dicatat dan dievaluasi lebih lanjut, karena
kemungkinan terjadi : transisi polimorfisme, oksidasi
dsb.
6. Profil Analisis Thermal
Sintesis bahan obat sering menggunakan pemanasan,
sehingga menghasilkan bahan obat dengan profil suhu
tertentu : pelepasan panas (eksoterm) atau penyerapan
(endoterm)

Teknik yang digunakan : DTA atau DSC


Peristiwa eksoterm atau endoterm menjadi indikasi
adanya perubahan fase, misal : transisi polimorfisme,
sublimasi
7. Higroskopisitas
Bahan yang sangat higroskopis dapat mempengaruhi sifat
fisika kimia obat, sehingga mempersulit proses pembuatan
sediaan farmasi, dan memerlukan kondisi tertentu

8. Spektra Absorbansi
Derajat ketidakjenuhan yang diikuti dengan keberadaan
gugus khromofor akan mempengaruhi jumlah absorbsi,baik
sinar ultraviolet maupun sinar tampak akan diabsorbsi.
Analisis absorbsansi juga dapat digunakan untuk analisis
kualitatif maupun analisis kuantitatif suatu senyawa
9. Kelarutan
Penentuan kelarutan penting , sebab :
1. Berpengaruh pada bioavailabilitas obat
2. Berpengaruh pada laju pelepasan
3. Berpengaruh pada efektifitas terapi

Kelarutan diuji dengan menggunakan berbagai solven


yang digunakan dalam formulasi
KELARUTAN
Solut yang dilarutkan dalam solven tertentu
Ikatan solut-solven, harus lebih besar dibanding ikatan solut-
solut maupun solven-solven
1 bagian solut dalam :
• < 1 bagian solven = Sangat mudah larut
•1-10 bagian solven = Mudah larut
•10-30 bagian solven = Larut
•30-100 bagian solven = Agak sukar larut
•100-1000 bagian solven = Sukar larut
•1000-10.000 bagian solven = Sangat sukar larut
•> 10.000 bagian solven = Praktis tidak larut
10. Stabilitas
- Stabilitas terhadap suhu
- Stabilitas terhadap cahaya
- Stabilitas terhadap Oksigen
- Sabilitas terhadap pH
- Stabilitas terhadap tekanan tinggi
PEDOMAN DASAR UNTUK PEMBUATAN
LARUTAN PARENTERAL
1. Pemilihan Volume
- Small Volume Parenteral biasanya untuk sekali
penggunaan, dan disebut bolus
- Bila small volume parenteral digunakan untuk
dicampur dengan infus, biasanya dibuat lebih pekat
( larutan infus yang mengencerkan)
Pertimbangan Pemilihan Volume :
1. Rute pemakaian
2. Kelarutan
3. Stabilitas

Bila total volume melebihi batas penyuntikan, dapat


disuntikkan di 2 tempat
2. Pemilihan pH
Pertimbangan :
1. pH stabilitas
2. pH kelarutan
3. Target pH = 7,4 sesuai dengan pH tubuh
Toleransi tubuh terhadap pH cukup luas, khususnya
penggunaan intra vena ( pH 2-12 bisa ditolerir
walaupun tidak direkomendasi)
Lanjutan pemilihan pH…..
4. Untuk rute intra muskuler dan sub kutan, toleransi lebih sempit,
yaitu : 3 – 11, walaupun tidak direkomendasikan karena pH < 3 :
menimbulkan rasa sakit dan pheblitis
pH > 9: nekrosis pada jaringan
5. Penggunaan buffer dihindari. Buffer digunakan bila perubahan
pH mempengaruhi kelarutan dan stabilitas secara bermakna
Untuk mengatasi permasalahan stabilitas, konsentrasi larutan
buffer harus rendah, agar dapat dinetralisir oleh darah
Untuk mengatasi permasalahan kelarutan, konsentrasi larutan
buffer harus tinggi, agar waktu terjadi pengenceran, tidak terjadi
presipitasi
6. Larutan buffer yang dapat digunakan adalah :
- Buffer Citrat dan Acetat : untuk larutan pH rendah
- Buffer Phosphat : untuk larutan pH tinggi
7. Kapasitas buffer harus menjadi pertimbangan
3. Pertimbangan Sterilitas
Proses sterilitas merupakan hal mutlak dan
harus menjadi perhitungan pada setiap
tahap.
1. Stabilitas terhadap sterilitasi panas basah. Dengan
demikian, faktor-faktor lain yang terkait dengan
kenaikan suhu, harus dipertimbangkan, misalnya pH
2. Preservatif dihindari, kecuali pada multiple dose
4. PERTIMBANGAN TONISITAS
Diusahakan sediaan parenteral isotonis ( = 0,9% Na Cl)
atau Osmolaritas = 280-290 m Osm/l

Toleransi tonisitas untuk Small Volume Parenteral, cukup


luas

Larutan hipotonik dapat dibuat isotoni dengan


menambahkan eksipien :
- Na Cl
- Mannitol
- Dekstrose
PERMASALAHAN DALAM
PRAFORMULASI
1. KELARUTAN RENDAH

2. STABILITAS RENDAH
1. UPAYA MENINGKATKAN
KELARUTAN
1. Kosolven
Penggunaan kosolven, secara umum 10%
Kosolven merupakan upaya awal mengatasi
permasalahan kelarutan

Jenis kosolven yang digunakan tergantung pada :


- Rute pemakaian
- Kecepatan penggunaan
- Untuk terapi penyakit kronis (penggunaan jangka
lama) atau tidak
Lanjutan upaya meningkatkan
kelarutan
2. Mengatur pH :
- Obat bentuk garam dapat ditingkat kelarutannyadengan
mengatur pH larutan
- Sediaan yang digunakan secara im dan sc, harus
diperhatikan karena pH yang terlalu rendah atau terlalu
tinggi dapat menimblkan rasa sakit
Lanjutan upaya meningkatkan
kelarutan
3. Pembawa Non Aqua
Untuk intra muskular, dapat digunakan pembawa non
aqua, (misalkan: sediaan lepas lambat)
Yang sering digunakan : oleum sesami
Karena minyak tumbuhan sering menimbulkan alergi,
maka jenis pembawa dari minyak tumbuhan harus
dicantumkan pada label
Lanjutan upaya meningkatkan
kelarutan
4. Penambahan surfaktan
Surfaktan yang sering digunakan = polisorbat
Konsentrasi penggunaannya sangat rendah, yaitu : 0,5 %
Sediaan yang mengandung surfaktan kadar tinggi, harus
diencerkan sampai kadar tertentu
Contoh Cordarone mengandung polisorbat 10%, harus
diencerkan sampai 1,2%
Etoposide , mengandung polisorbat 8%
Harus diencerkan sampai 0,6%
Lanjutan upaya meningkatkan
kelarutan
Sediaan parenteral im dan sc dapat menggunakan
polisorbat 80 dengan kadar lebih besar, 12%
Lanjutan upaya meningkatkan
kelarutan
5. Kompleksing agent
Contoh :
a. Siklodekstrin ( α, β dan γ )
Siklodekstrin yang sering digunakan adalah :
hidroksipropil β Siklodekstrin

b. Sulfabutylether
Pustaka :
1. Turco, S. and King, R.E. Sterile Dosage Form, Their
Preparation and Clinical Application. 2nd ed. Lea Febiger,
Philadelphia. 1979
2. Banker, G.S. and Rhodes C.T. Modern Pharmaceutics,
Marcel Dekker Inc., New York. 1979
3. Gibson, M. (Ed). Pharmaceutical Preformulation and
Formulation. CRC Press, Florida. 2004.
4. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spekroskopi,
Prof, Dr. Dachriyanus, LPTIK Universitas Andalas, 2004

Anda mungkin juga menyukai