Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umun
II.1.1 Definisi
Steril adalah keadaan suatu zat yang bebas dari mikroba hidup, baik yang
patogen (menimbulkan penyakit) maupun apotogen atau nonpatogen (tidak
menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetatif (siap untuk berkembang
biak) maupun dalam bentuk spora (dalam keadaan statis tidak dapat berkembang
biak, tetapi melindungi diri dengan lapisan pelindung yang kuat).
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang atau benda menadi
steril. Sanitasi adalaha suatu proses untuk membuat lingkungan menjadi sehat
(Syamsuni. 2007: 181)
Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang
bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini
antara lain sediaan parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya
infus). Sediaan parenteral merupakan jenis sediaan yang unik diantara bentuk
sediaan obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau
membrane mukosa ke bagian tubuh yang paling efisien, yaitu membrane kulit dan
mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan-
bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua
bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan
dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi
fisik, kimia, atau mikrobiologis (Priyambodo, B., 2007)
II.1.2 Penggolongan Sediaan Steril
Dalam FI.ed.IV, sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan
menjadi 5 jenis yang berbeda :
1) Sediaan berupa larutan dalam air / minyak / pelarut organik yang lain
yang digunakan untuk injeksi. 2
2) Sediaan padat kering (untuk dilarutkan) atau cairan pekat tidak
mengandung dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan larutan
yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang sesuai memenuhi
persyaratan injeksi.
3) Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk
larutan yang memenuhi persyaratan untuk suspensi steril setelah
penambahan bahan pembawa yang sesuai.
4) Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan
tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam saluran spinal.
5) Sediaan berupa emulsi, mengandung satu atau lebih dapar, pengencer
atau bahan tambahan lain.
II.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sediaan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sediaan yaitu:
1. Terapi, meliputi:
a. Dosis efektif obat. Obat dibuat dalam dosiss yang disesuaikan dengan
dosis terapi efektif obat tersebut.
b. Lama penggunaan obat. Hal ni juga berpengaruh pada penentuan bentuk
sediaan obat yang akan dibuat dan besarnya dosis obat, sehingga pasien
tetap merasa nyaman selama terapi.
2. Farmakokinetka obat. Meliputi waktu paruh, absorpsi, t ½ eliminasi, Vd, Cl,
dan lain-lain.
3. Sifat fisika-kimia meliputi:
a. Ukuran partikel
b. Sifat alir
c. Kompaktibilitas
d. Ketahanan terhadap kelembapan
Sifat fisika kimia inilah yang menetukan formulasi dan pemilihan metode
pembuatan sediaan obat.
II.1.4 Syarat Sediaan Steril
1) Efikasi mencakup kemanjuran suatu obat yang dalam terapi termasuk
efektivitas obat dalam terapi.
2) Safety : keamanan ini antara lain meliputi: eamanan dosis obat dalam terapi,
memberikan efek terapi sesuai dengan yang diinginkan dan tidak memberikan
efek toksik atau efek samping yang tidak diinginkan.
3) Aceeptable : maksudnya disukai oleh pasien. Jadi obat perlu dibuat
sedemikian menarik dan mudah dipakai konsumen.
4) Sediaan obat harus jernih. Jernih maksudnya tidak ada partikel yang tidak
larut dalam sediaan tersebut. Jadi, meskipun sediaan berearna, tetap terlihat
jernih (tidak keruh).
5) Tidak berwarna. Maksudnya sediaan larutan bisa saja berwarna, namun warna
larutan sama dengan warna zat aktifnya sehingga tidak ada campuran warna
lain dalam sediaan itu.
6) Bebas dari partikel asing. Partikel asing; partikel yang bukan penyusun obat.
Sumber partikel bisa berasal dari: air, bahan kimia, personil yang bekerja,
seratr dari alat/pakaian personil, alat-alat, lingkungan, pengemas (gelas,
plastik).
7) Keseragaman volume/berat. Terutama untuk sediaan solid steril.
8) Memenuhi uji kebocoran. Terutama untuk injeksi yang dikemas dalam ampul.
Uji kebocoran dapat dilakukan dengan:
a. Uji dengan larutan warna (dye bath test)
b. Metode penarikan vakum ganda (the double vacuum pull method)
9) Stabil. Artinya sediaan tidak mengalami degradasi fisika. Misal jika bentuk
sediaan larutan maka sediaan tersebut tetap berada dalam bentuk larutan
(bukan suspensi). Sifat stabil ini berkaitan dengan formulasi. Ketidakstabilan
dapat dilihat dari:
a. Terjadi perubahan warna. Contoh: larutan adrenalin yang awalnya
berwarna jernih karena teroksidasi akan menjadi merah karena terbentuk
adenokrom.
b. Terjadi pengendapan. Contoh: injeksi aminophilin dibuat dengan air
bebas CO2, karena jika tidak bebas CO2 maka akan terbewntuk theopilin
yang kelarutannya kecil dalam air sehingga kanmengendap. Akibatnya
dosis menjadi berkurang.
II.2 Injeksi
II.2.1 Definisi
Sediaan injeksi adalah sediaan steril, berupa larutan, suspensi, emulsi atau
serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lendir. Injeksi dibuat dengan melarutkan, mengemulsikan atau
mensuspensikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut dan disiapkan dalam
wadah tyakaran tunggal atau ganda (FI III, FI IV).
Sediaan injeksi diberikan jika diinginkan kerja obat yang cepat, bila
penderita tidak dapat diajak kerja sama dengan baik, tidak sadar, tidak tahan
menerima pengobatan secara oral atau obat tidak efektif bila diberikan dengan
cara lain (Ansel, 1989).
II.2.2 Rute-Rute Pemberian Injeksi
Berdasarkan cara pemberiannya, sediaan injeksi dapat digolongkan dalam
beberapa jenis, yaitu :
a. Parenteral volume kecil
1) Injeksi intraderma atau intrakutan
Istilah intradermal (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan
"dermis" yang berarti sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit. Ketika
sisi anatominya mempunyai derajat pembuluh darah tinggi, pembuluh
darah betul-betul kecil. Makanya penyerapan dari injeksi disini lambat dan
dibatasi dengan efek sistemik yang dapat dibandingkan karena absorpsinya
terbatas, maka penggunaannya biasa untuk aksi lokal dalam kulit untuk
obat yang sensitif atau untuk menentukan sensitivitas terhadap
mikroorganisme. Injeksi intrakutan dimasukkan langsung ke lapisan
epidermis tepat dibawah startum korneum. Umumnya berupa larutan atau
suspensi dalam air, volume yang disuntikkan sedikit (0,1 - 0,2 ml).
Digunakan untuk tujuan diagnosa. Digunakan untuk skin test (karena
beberapa klien akan mengalami reaksi anafilaktik jika obat masuk ke
dalam tubuh secara cepat) atau Tuberculin Test. Intra dermal memiliki
sirkulasi darah yang minimal dan obat akan diabsorbsi secara perlahan
(sangat lambat). Menggunakan jarum ukuran kecil (¼-½ inci) atau jarum
khusus Tuberculin Test.
Untuk diagnosa atau test penyakit tertentu, seperti diphtheria (shick
test), tuberculosis (Old Tuberculin, Derivat Protein Tuberculin Murni).
2) Injeksi subkutan atau hipoderma
Injeksi subkutan dimasukkan ke dalam jaringan lembut dibawah
permukaan kulit. Jumlah larutan yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml.
Larutan harus sedapat mungkin isotonis dan isohidris, dimaksudkan untuk
mengurangi iritasi jaringan dan mencegah terjadinya nekrosis
(mengendornya kulit).
Subkutan (SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah kulit.
Parenteral diberikan dengan rute ini mempunyai perbandingan aksi onset
lambat dengan absorpsi sedikit daripada yang diberikan dengan IV atau
IM. Obat-obat vasokontriksi seperti adrenalin dapat ditambahkan untuk
efek lokal, seperti anestesi lokal. Contoh obat yang diberikan secara SC
adalah Insulin, Tetanus Toxoid (TT), Epinephrine, obat-obat alergi dan
heparin (dapat diabsorbsi dengan baik melalui SC dan IM).
3) Injeksi intramuscular
Injeksi intramuskular dimasukkan langsung ke otot, biasanya pada
lengan atau panggul. Sediaannya biasa berupa larutan atau suspensi dalam
air atau minyak, volume tidak lebih dari 4 ml. Penyuntikan volume besar
dilakukan dengan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit. Rute
intramuskular menyiapkan kecepatan aksi onset sedikit lebih normal
daripada rute intravena, tetapi lebih besar daripada rute subkutan. Rute ini
juga digunakan jika obat mengiritasi atau tidak larut dalam air atau minyak
sehingga obat tersebut harus digunakan dalam bentuk suspensi. Volume
injeksi harus tetap kecil, umumnya tidak lebih dari 2 ml.
4) Injeksi intravena
Injeksi intravena langsung disuntikkan ke dalam pembuluh darah,
berupa larutan isotoni atau agak hipertoni, volume 1-10 ml. Larutan injeksi
intravena harus bebas dari endapan atau partikel padat, karena dapat
menyumbat kapiler dan menyebabkan kematian. Injeksi intravena yang
diberikan dalam volume besar, umumnya lebih dari 10 ml, disebut infus
yang digunakan untuk mengganti cairan darah yang hilang akibat shok,
luka, operasi pembedahan, atau cairan tubuh hilang oleh diarrhoeia, seperti
pada kolera. Jika volume dosis tunggal lebih dari 15 ml, injeksi intravena
tidak boleh mengandung bakterisida dan jika lebih dari 10 ml harus bebas
pirogen. Larutan berair, tetapi kadang-kadang emulsi minyak dalam air,
(seperti Phytomenadion Injection, BP.
5) Rute injeksi lain
a) Intraarterial
Injeksi intraarterial disuntikkan langsung ke dalam arteri
dimasukkan langsung ke dalam pembuluh darah perifer, digunakan
jika efek obat diperlukan segera. Umumnya berupa larutan, dapat
mengandung cairan non iritan yang dapat bercampur dengan air,
volume 1-10 ml. Tidak boleh mengandung bakterisida.
Rute intra-arterial digunakan umumnya untuk tujuan diagnosis
seperti menginjeksikan bahan-bahan radiopak untuk studi
roentgenografik dari cadangan vaskuler pada berbagai organ atau
jaringan (seperti koroner, serebral, pulmonari, renal, enterik, atau arteri
perifer). Hampir semua arteri dicapai dengan kateterisasi arterial.
Penggunaan rute intra-arterial untuk tujuan pengobatan adalah
jarang dan terbatas pada umumnya untuk kemoterapi organ tertentu,
seperti mengobati kanker lokal tertentu (seperti melanoma malignant
pada ekstremitis bawah), dimana perfusi regional dengan konsentrasi
tinggi dari obat toksis (yang bila diberikan secara i.v dapat
dihubungkan dengan reaksi sistemik serius) yang dapat tercapai.
Digunakan ketika aksi segera diinginkan pada daerah perifer.
b) Intrakardial
Disuntikkan langsung ke dalam jantung, Dimasukkan langsung ke
dalam otot jantung atau ventrikulus, hanya digunakan untuk keadaan
gawat. Tidak boleh mengandung bakterisida. digunakan ketika
kehidupan terancam dalam keadaan darurat seperti gagal jantung.
Secara langsung ke dalam jantung, merupakan suatu rute yang
mana digunakan untuk menginjeksi ke dalam aliran darah volume
besar dari larutan hipertonik atau larutan teriritasi seperti dekstrosa
70%. Proses ini membutuhkan bantuan kateter. Kateterisasi meliputi
proses pembedahan dan secara umum hanya dilakukan dalam unit-unit
tertentu dari rumah sakit yang lebih besar.
c) Intraserebral
Diinjeksikan ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi
lokal sebagaimana penggunaan fenol dalam pengobatan trigeminal
neuroligia.
d) Intraspinal
Diinjeksikan ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi
tinggi dari obat dalam daerah lokal. Digunakan untuk menginduksi
spinal atau lumbal anestesi dengan menyuntikkan larutan ke ruang
subaraknoid, biasanya volume yang diberikan 1-2 ml. Tidak boleh
mengandung bakterisida dan diracik untuk wadah dosis tunggal.
Injeksi ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari
obat dalam daerah lokal. Untuk pengobatan penyakit neoplastik seperti
leukemia.
e) Intraperitoneal dan intrapleural
Intraperitoneal merupakan rute yang digunakan untuk pemberian
berupa vaksin rabies. Rute ini juga digunakan untuk pemberian larutan
dialisis ginjal. Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut.
Penyerapannya cepat, bahaya infeksi besar sehingga jarang dipakai.
Intrapleural Biasanya diinjeksikan tunggal ke dalam lubang pleura.
Seringkali, pipa tidak permanent dimasukkan ke dada melalui
pembedahan, rute ini dapat digunakan untuk tujuan irigasi atau untuk
injeksi obat berulang.
Seringkali, infeksi atau keganasan meliputi lubang pleura,
umumnya bila proses penyakit adalah kerusakan fungsi pernafasan,
maka digunakan rute ini. Enzim (seperti streptokinase dan
streptodornase) dapat diinjeksikan pada empyemas cair tebal yang
todak dapat dihilangkan oleh absorpsi atau repsorpsi secara alamiah.
Bila bagian kiri tidak terobati, empyemas dapat menyebabkan fibrasis,
adhesi, penebalan pleura dan restriksi pernafasan. Juga penyebaran
karsinoma atau mesothelomas pleura dapat diobati dengan injeksi
intrapleural lokal dan bahan-bahan antitumor atau sclerosis, terutama
bila infus berulang menjadi masalah.
f) Injeksi intraartikulus
Injeksi intraartikulus digunakan untuk memasukkan material
seperti obat anti inflamasi langsung ke luka atau jaringan yang
teriritasi. Injeksi berupa larutan atau suspensi dalam air.
g) Injeksi subkonjungtiva
Larutan atau suspensi dalam air untuk injeksi selaput lendir bawah
mata, umumnya tidak lebih dari 1 ml.
h) Injeksi intrasisternal dan peridual
Injeksi ini disuntikkan ke intrakarnial sisternal dan lapisan dura
dari spinalcord. Keduanya merupakan prosedur yang sulit dengan
peralatan yang rumit
i) Injeksi intraserebral
Injeksi ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal
sebagaimana penggunaan fenol dalam pengobatan trigeminal
neuroligia (Depkes RI, 1979)
b. Parenteral Volume Besar
Untuk pemberian larutan volume besar, hanya rute intravena dan
subkutan yang secara normal digunakan.
1) Intravena
Keuntungan rute ini adalah (1) jenis-jenis cairan yang disuntikkan
lebih banyak dan bahkan bahan tambahan banyak digunakan IV
daripada melalui SC, (2) cairan volume besar dapat disuntikkan relatif
lebih cepat; (3) efek sistemik dapat segera dicapai; (4) level darah dari
obat yang terus-menerus disiapkan, dan (5) kebangkitan secara langsung
untuk membuka vena untuk pemberian obat rutin dan menggunakan
dalam situasi darurat disiapkan.
Kerugiannya adalah meliputi : (1) gangguan kardiovaskuler dan
pulmonar dari peningkatan volume cairan dalam sistem sirkulasi
mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam jumlah besar; (2)
perkembangan potensial trombophlebitis; (3) kemungkinan infeksi lokal
atau sistemik dari kontaminasi larutan atau teknik injeksi septik, dan (4)
pembatasan cairan berair.
2) Subkutan
Penyuntikan subkutan (hipodermolisis) menyiapkan sebuah
alternatif ketika rute intravena tidak dapat digunakan. Cairan volume
besar secara relatif dapat digunakan tetapi injeksi harus diberikan secara
lambat. Dibandingkan dengan rute intravena, absorpsinya lebih lambat,
lebih nyeri dan tidak menyenangkan, jenis cairan yang digunakan lebih
kecil (biasanya dibatasi untuk larutan isotonis) dan lebih terbatas zat
tambahannya (DOM Martin : 970)
II.2.3 Keuntungan Dan Kerugian Injeksi
Keuntungan sediaan injeksi (Tungadi,R.2017) :
a. Respon fisiologis yang cepat dapat dicapai segera bila diperlukan,
yang menjadi pertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal
jantung, asma, shok.
b. Terapi parenteral diperlukan untuk obat-obat yang tidak efektif secara
oral atau yang dapat dirusak oleh saluran pencernaan, seperti insulin,
hormon dan antibiotik.
c. Obat-obat untuk pasien yang tidak kooperatif, mual atau tidak sadar
harus diberikan secara injeksi.
d. Bila memungkinkan, terapi parenteral memberikan kontrol obat dari
ahli karena pasien harus kembali untuk pengobatan selanjutnya. Juga
dalam beberapa kasus, pasien tidak dapat menerima obat secara oral.
e. Penggunaan parenteral dapat menghasilkan efek lokal untuk obat bila
diinginkan seperti pada gigi dan anestesi.
f. Dalam kasus dimana diinginkan aksi obat yang diperpanjang, bentuk
parenteral tersedia, termasuk injeksi steroid periode panjang secara
intra-artikular dan penggunaan penisislin periode panjang secara i.m.
g. Terapi parenteral dapat memperbaiki kerusakan serius pada
keseimbangan cairan dan elektrolit.
h. Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total
diharapkan dapat dipenuhi melalui rute parenteral.
Kerugian sediaan injeksi (Tungadi,R.2017) :
a. Bentuk sediaan harus diberikan oleh orang yang terlatih dan
membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan
pemberian rute lain.
b. Pada pemberian parenteral dibutuhkan ketelitian yang cukup untuk
pengerjaan secara aseptik dari beberapa rasa sakit tidak dapat
dihindari.
c. Obat yang diberikan secara parenteral menjadi sulit untuk
mengembalikan efek fisiologinya.
d. Pada pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral lebih
mahal dibandingkan metode rute yang lain.
e. Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan untuk
mengatur dosis
f. Reaksi sensitivitas lebih sering terjadi pada parenteral dari pada
bentuk sediaan lain
II.2.5 Pengemasan, Pemberian Etiket dan Penyimpanan Obat Injeksi
Wadah obat suntik (injeksi), termasuk tutupnya harus tidak berinteraksi
dengan sediaan, baik secara fisik maupun kimia sehingga akan mengubah
kekuatan dan efektivitasnya. Bila wadah dibuat dari gelas, maka gelas harus jernih
dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan, untuk memungkinkan pemeriksaan
isinya. Jenis gelas yang sesuai dan dipilih untuk tiap sediaan parenteral biasanya
dinyatakan dalam masing-masing monograf. Obat suntik ditempatkan di dalam
wadah dosis tunggal atau wadah dosis berganda. Menurut definisi wadah dosis
tunggal (Ansel,1989).
Wadah dosis tunggal umumnya disebut ampul, tertutup rapat dengan
melebur wadah gelas dalam kondisi aseptis. Wadah gelas dibuat mempunyai leher
agar dapat dengan mudah dipisahkan dari bagian badan wadah tanpa terjadi
serpihan-serpihan gelas. Sesudah dibuka, isi sampul dapat dihisap ke dalam alat
suntik dengan jarum hipodermis. Sekali dibuka, ampul tidak dapat ditutup
kembali dan digunakan lagi untuk suatu waktu kemudian, karena sterilitas isinya
tidak dapat dipertanggung jawabkan lagi. Beberapa produk yang dapat
disuntikkan dikemas dalam alat suntik yang diisi sebelumnya dengan atau tanpa
cara pemberian khusus. Jenis gelas untuk wadah produk parenteral telah
ditentukan di Bab 5 dan sebaliknya diingat kembali. Jenis I, II, III adalah jenis
yang untuk produk parenteral. Jenis yang paling tahan terhadap zat kimia adalah
jenis I. Jenis gelas yang akan digunakan sebagai wadah obat suntik tertentu
dinyatakan dalam masing-masing monograf sediaan (Ansel, 1989).
Satu persyaratan utama dari larutan yang diberikan secara parenteral ialah
kejernihan. Sediaan itu harus jernih berkilauan dan bebas dari semua zat-zat
khusus yaitu semua yang bergerak, senyawa yang tidak larut, yang tanpa
disengaja ada. Termasuk pengotoran-pengotoran seperti debu, serat-serat baju,
serpihan-serpihan gelas, kelupasan dari wadah gelas atau plastik atau tutup atau
zat lain yang mungkin ditemui, yang masuk ke dalam produk selama proses
pembuatan, penyimpanan dan pemberian (Ansel,1989).
Untuk mencegah masuknya partikel yang tidak diinginkan ke dalam
produk parenteral, sejumlah tindakan pencegahan harus dilakukan selama
pembuatan dan penyimpanan. Misalnya, larutan parenteral umumnya pada
akhirnya disaring sebelum dimasukkan ke dalam wadah. Wadah harus dipilih
dengan teliti, yang secara kimia tahan terhadap larutan yang akan dimasukkan dan
mempunyai kualitas yang paling baik untuk memperkecil kemungkinan
terkelupasnya wadah dan kelupasan masuk ke dalam larutan. Telah diakui,
kadang-kadang ditemui beberapa zat tertentu dalam produk parenteral yang
berasal dari kelupasan wadah gelas atau plastik. Bila wadah telah dipilih untuk
dipakai, wadah harus dicuci dengan seksama agar bebas dari semua zat asing.
Selama pengisian wadah, harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh proses
pengisian untuk mencegah masuknya debu yang dikandung udara, serat kain, atau
pengotoran-pengotoran lain ke dalam wadah. Persyaratan penyaringan dan
petunjuk aliran udara pada daerah produksi berguna dalam menurunkan
kemungkinan pengotoran (Ansel, 1989).
II.2.6 Syarat-Syarat Injeksi
1) Sterilitas
Semua bentuk sediaan yang diberikan secara parenteral, larutan
optalmik dan beberapa dosis medis yang digunakan dalam hubungannya
dengan pemberian bahan yang harus steril, bebas dari semua
mikroorganisme hidup, kebebasan dari mikoorganisme hidup dijamin pada
awalnya dengan pembuatan produk dengan proses sterilisasi yang sah,
kemudian pengemasan produk dalam dalam suatu bentuk yang
meyakinkan penyimpanan dari sifat ini. Istilah steril adalah mutlak dan
seharusnya tidak pernah digunakan atau betul-betul dipertimbangkan
dalam suatu cara relatif baik sebagian atau hampir steril juga diharapkan
dalam penanganan berikutnya dari produk selama pemberian, teknik
aseptik dan manipulator akan menjamin pengeluaran berlanjut dari
mikroorganisme hidup. Teknik aseptik yang tepat untuk penyiapan dan
pemberian bentuk sediaan steril akan didiskusikan selanjutnya.
2) Bebas dari bahan partikulat
Bahan partikulat mengacu kepada bahan yang bergerak, tidak larut,
yang tanpa sengaja ada dalam sediaan parenteral. Kehadiran bahan
partikulat dalam sediaan larutan parenteral diperhatikan karena konsep
rute pemberiannya. Walaupun rute parenteral dapat menyiapkan lama
penyimpanan, penampilan, kebutuhan, dan metode efektif dari pemberian,
namun dipercaya bahwa bahan-bahan dari luar yang tidak disengaja dapat
berbahaya. Komposisi dari bahan partikulat yang tidak diinginkan
bervariasi. Dalam beberapa hal, komposisi ini dari berbagai sumber,
mengingat yang lain memiliki sumber khusus tersendiri. Bahan asing yang
ditemukan dalam sediaan parenteral meliputi selulosa, serat kapas, gelas,
karet, logam, partikel plastik, bahan kimia tidak larut, karet diatomae,
ketombe dan sebagainya.
3) Bebas dari Pirogen
Pirogen didefinisikan sebagai produk metabolit yang berasal dari
mikroorganisme hidup, atau mikroorganisme mati yang dapat
menyebabkan respon demam setelah penyuntikan. Pirogen diproduksi oleh
mikroorganisme gram-negatif yang sangat poten. Ekstrak pirogen kering
muncul menjadi stabil sepanjang waktu, bahkan larutan yang terpirogenik
kehilangan beberapa aktivitasnya sampai beberapa tahun.
4) Kestabilan
Dalam perkembangan sediaan steril, perkembangan atau perhatian
utama ditujukan pada kestabilan obat. Obat dalam sediaan cenderung
menjadi kurang stabil daripada obat dalam bentuk kering. Untuk
penggunaan parenteral, suatu larutan atau suspensi dibutuhkan atau berupa
faktor kestabilan obat dipertimbangkan secara hati-hati. Pemilihan bahan
tambahan membantu dalam peranannya pada kestabilan secara fisika dan
kimia. Untuk larutan kestabilan secara fisika memperlihatkan pada
kenampakan secara fisika dari produk saat penyimpanan. Pembentukan
endapan atau warnanya biasanya mengindikasikan ketidakstabilan.
Penguraian obat tidak begitu nyata ditunjukkan oleh perubahan secara
visual, sutau larutan subpoten dapat tetap jernih dan tidak berwarna.
5) Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah (SDF : 164)
Walaupun diinginkan bahwa cairan intravena isotonik untuk
meminimalkan trauma pada pembuluh darah, larutan hipertonik atau
hipotonik dapat diberikan dengan sukses. Larutan nutrient hipertonik
konsentrasi tinggi digunakan pada hiperalimentasi parenteral. Untuk
meminimalkan iritasi pembuluh, larutan ini diberikan secara perlahan
dengan kateter pada vena besar seperti subclavian.
II.2.7 Wadah Injeksi
Ada dua tipe utama wadah untuk injeksi yaitu dosis tunggal dan dosis
ganda. Wadah dosis tunggal yang paling sering digunakan adalah ampul dimana
kisaran ukurannya dari 1-100 ml. pada kasus tertentu, wadah dosis ganda dan
sebagainya berupa vial serum atau botol serum. Kapasitas vial serum 1-50 ml,
bentuknya mirip ampul tetapi disegel dengan pemanasan. Ditutup dengan penutup
karet spiral. Botol serum juga dapat sebagai botol tipe army dengan kisaran
ukuran dari 75-100 ml dan memiliki mulut yang lebar dimana ditutup dengan
penutup karet spiral. Labu atau tutup yang lebih besar mengandung 250-2000 ml,
digunakan untuk cairan parenteral yang besar seperti NaCl isotonis.
1. Ampul
a. Definisi
Ampul adalah wadah gelas yang disegel rapat sebagai wadah dosis
tunggal yang dapat berisi bahan padat atau larutan obat jernih atau suspensi
halus, dimaksudkan untuk penggunaan parenteral. Biasanya kecil, dari 1
sampai 50 ml, tetapi mungkin mempunyai kapasitas sampai 100 ml.
Ampul merupakan kemasan obat tunggal yang berbentuk cair. Dengan
volume obat 1 – 10 ml atau lebih. Terbuat dari kaca, berbentuk botol kecil
dan berleher. Warna garis pada leher menunjukkan tempat tersebut mudah
dipotong untuk membuka kemasan ampul tersebut.
Ampul adalah wadah berbentuk silindris yang terbuat dari gelas yang
memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar. Ukuran nominalnya
adalah 1, 2, 5, 10, 20 kadang-kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah
wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah cairannya ditentukan
pemakaian dalam satu kali pemakaiannya untuk satu kali injeksi. Menurut
peraturan ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi untuk bahan
obat peka cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua. Ampul
gelas berleher dua ini sangat berkembang pesat sebagai ampul minum untuk
pemakaian peroralia (R. Voigt hal. 464).
b. Cara Pengisian Ampul
Untuk pengisian ampul, jarum hipodermik panjang adalah penting
karena lubangnya kecil. Jarum harus dimasukkan ke dalam ampul sampai
di bawah. Leher ampul, tetapi tidak cukup jauh untuk masuk ke dalam
larutan yang dimasukkan ke dalam ampul. Jarum harus dikeluarkan dari
ampul tanpa menggunakan tetes larutan pada dinding primer dari leher
ampul. Metode ini digunakan untuk mencegah pengurangan dan
pengotoran jika ampul disegel (Scoville's : 206).
c. Cara Penyegelan Ampul
Ampul dapat ditutup dengan melelehkan bagian gelas dari leher
ampul sehingga membentuk segel penutup atau segel tarik. Segel penutup
dibuat dengan melelehkan sebagian gelas pada bagian atas leher ampul
bulatan gelas dan menutup bagian yang terbuka. Segel tarik dibuat dengan
memanaskan leher dari suatu ampul yang berputar di daerah ujungnya
kemudian menarik ujungnya hingga membentuk kapiler kecil yang dapat
diputar sebelum bagian yang meleleh tersebut ditutup (Lachman : 671).
Ampul dapat disegel secara manual melalui penggunaan api.
Sumbu dibawah ujungnya dan tarik ujungnya melalui sentuhan dengan
tangkai gelas. Gelas yang kuat dihasilkan dengan peleburan disekitar
butiran dan segel dari ampul. Untuk menghasilkan segel pada ampul dapat
digunakan konfeyor untuk menyegelnya, dimana ini diletakkan di tengah
dan diputar dalam api penyegelan sampai ujung gelas melebur dan
membentuk seperti manik penyegelan (Parrot;287).
d. Uji Kebocoran Ampul
Prosedur yang umum, ampul dicelupkan/ dibenamkan dalam
larutan berwarna seperti larutan metilen biru (0,5-1%) dan kemudian
dipindahkan ke chamber. Jika wadah tidak tertutup rapat, maka zat warna
akan ditarik/ masuk ke dalam wadah. Setelah pencucian pada bagian luar
wadah, maka zat pencelup akan terlihat.
2. Vial
a. Definisi
Vial adalah wadah dosis ganda yang kedap udara, disegel dengan
tutup karet atau plastik penutup yang kecil dengan diafragma pada bagian
tengahnya, yang dirancang untuk penarikan dosis berturut-turut tanpa
terjadi perubahan kekuatan, kualitas, atau kemurnian bagian yang
tertinggal.
Vial merupakan kemasan obat yang terbuat dari kaca atau plastik
dengan tutup karet. Terdapat logam pada bagian atas untuk melindungi
tutup karet. Vial berisi obat yang berbentuk cair atau obat kering. Jika
obat tidak stabil dalam kondisi cair maka akan dikemas dalam bentuk
kering seperti dalam bentuk serbuk kering. Label pada vial biasanya
menunjukkan jumlah pelarut yang digunakan untuk melarutkan serbuk
tersebut sehingga memudahkan dalam hitungan dosis pemberian obat.
Berbeda dengan ampul, vial merupakan sistem tertutup sehingga
diperlukan menyuntikkan udara ke dalam vial untuk memudahkan dalam
mengaspirasi jumlah obat yang dibutuhkan.
b. Keuntungan Vial
1) Memberikan variasi dalam dosis
2) Dilengkapi dengan wadah penutup karet dan plastik untuk
memungkinkan pemasukan jarum suntik tanpa membuka dan
menutup tutup
3) Mengurangi unit biaya perdosis
c. Kerugian Vial
1) Memerlukan pengawet
2) Meningkatkan kontaminasi dari wadah karena digunakan berulang
3) Penyegel karet dapat mengakibatkan masalah seperti incomp dengan
pengawet
d. Penyegelan Vial
Tutup karet harus cocok dengan mulut wadah, cukup rapat untuk
menghasilkan penyegel, tetapi tidak begitu rapat sehingga sulit untuk
menempatkannya dalam wadah. Tutup bisa disisipkan dengan tangan
dengan menggunakan pinset steril. Cara tangan yang lebih cepat meliputi
pengambilan tutup dan menyisipkan ke dalam vial dengan suatu alat
yang dihubungkan pada sebuah pipa vakum.
Bila tutup disisipkan dengan mesin, permukaan tutup biasanya
disalut dengan silikon untuk mengurangi penggesekan. Hal ini
memungkinkan penutup tersebut meluncur dari suatu drum berputar atau
drum bervibrasi berdasarkan tempat mengalir yang diletakkan di atas
wadah, siap untuk pemasukan oleh suatu alat penekan.
II.3 Studi preformulasi ampisilin natrium
II.3.1 Definisi
Ampisilin merupakan semi sintetik dari penisilin yang memiliki
mekanisme yang sama dalam penghancuran dinding peptidoglikan. Ampisilin
mampu berpenetrasi kepada bakteri gram positif dan bakteri gram negatif
sebagian. Hal ini karena keberadaan gugus amino pada ampisilin sehingga
membuatnya mampu menembus membran terluar pada bakteri gram negatif
(Jawutz, 2001)

Struktur Kimia

Pemerian Serbuk higroskopis putih atau hampir putih (Martindale;


204)

Kelarutan Mudah larut dalam air, sedikit larut dalam aseton, praktis
tidak larut falam paraffin cair, dan dalam minyak lemak
(Martindale; 204)
Stabilitas
 Panas Terdekomposisi diatas suhu 215OC (SDS:7)
 Hidrolisis/oksidasi Obat tidak stabil bila ada komponen cair (BSF:422)
 Cahaya
 pH 8-10 pada air pada 100 g/l pada suhu 20OC (SDS:7)
 Titik leleh 215OC Dekomposisi lambat (SDS:7)

 Kesimpulan Ampisilin natrium merupakan zat yang tidak stabil bila


ada komponen cair atau mudah terhidrolisis bila dalam
bentu larutan dan juga tahan terhadap panas sehingga
dibuat dalam bentuk sediaan serbuk rekonstitusi

Bentuk zat aktif Garam Natrium


yang digunakan
Oven
Cara sterilisasi

Kemasan Vial

II.3.2 Peringatan:
1. Bagi wanita yang sedang hamil dan menyusui, pemakaian acetazolamide
hanya diperbolehkan bila ada anjuran dari dokter.
2. Jangan diberikan pada bayi baru lahir dan ibu yang hipersensitif terhadap
penisilin.
3. Bagi penderita yang memiliki riwayat alergi hendaknya menginformasikan
kepada dokter sebelum mengonsumsi ampisilin.
4. Pemakaian dosis tinggi atau jangka lama dapat menimbulkan superinfeksi
terutama pada saluran pencernaan.
II.3.3 Efek Samping dan Bahaya Ampisilin
Sama seperti obat-obat lain, ampisilin juga berpotensi menyebabkan efek
samping. Beberapa efek samping yang umum terjadi setelah mengonsumsi obat
ini adalah pusing, mengantuk, mual, muntah, mulut terasa pahit, dan ruam pada
kulit.
II.3.4 Rasionalisasi Resep
NO Permasalahan Solusi
1 Ampisilin atau obat Jadi dibuat dalam sediaan injeksi
seperti antibiotik jika (Tungadi, 2017)
diberikan oral tidak
efektif atau dapat dirusak
oleh saluran pencernaan
2 Ceftriaxone dapat Diberikan sediaan injeksi dengan rute I.V
diberikan rute IV secara pelan 3-4 menit, untuk memberikan
aksi obat/onset cepat (DBFE, 2009)
3 Ampisilin memiliki Digunakan Ampisilin bentuk garam
kelarutan sedkit dalam air natrium karena dalam bentuk garam yang
dapat larut dalam air (Sweetman, 2007)
4 Merupakan sediaan Digunakan aqua pro injeksi sebagai
serbuk steril rekontitusi pelarut pada sediaan injeksi steril karena
sifatnya yang tidak mengganggu pH
sediaan dan mudah proses pembuatanya
5 Injeksi ampisilin Dikarenakan jumlah yang diberikan
rekonstitusi dikemas banyak sehingga tidak dimungkinkan
dalam wadah vial untuk penggunaan serbuk rekonstitusi.
Mengingat ini dibuat dalam single dose,
maka setelah direkonstitusi sebaiknya
tidak disimpan karena dapatterjadi
penurunan (DBFK, 2009; Tungadi, 2017)
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.

Dbfe, 2009. Pedoman pencampuran obat suntik dan penanganan sediaan


sirostatikan. Jakarta: Bakti Husada.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Depkes RI: Jakarta

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Depkes RI: Jakarta

Jawutz, E. Dkk. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika

Jenkins, G.L. 1969. Scoville’s: The Art of Compounding. Burgess


Publishing Co USA.

Lachman, L, et all. 1986. The Theory and Practise of Industrial Pharmacy.


Third Edition, Lea and Febiger: Philadelphia.

Martindale

Parrot, L. E. 1971. Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutics,


Burgess Publishing Co: USA.

Priyambodo B

Tungadi, R. 2017. Teknologi Sediaan Steril. Jakarta: Sagung seto

Anda mungkin juga menyukai