Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Molekul dalam gas bergerak secara acak. Mereka bergerak dengan bebas,
bertabrakan satu sama lain dan, pada akhirnya, mengisi ruang yang tersedia.
Penyebaran ini disebut difusi. Difusi terjadi bila ada konsentrasi molekul yang tinggi
di satu tempat dan konsentrasi yang lebih rendah di tempat lain. Perbedaan
konsentrasi ini dikenal sebagai gradien konsentrasi Molekul bergerak dari daerah
yang konsentrasi tinggi ke tempat konsentrasi rendah, yaitu turunan gradien
konsentrasi. Cierak molekul menyebabkan mereka menyehar secara merata,
mencampur sampai konsentrasi di sepanjang ruang yang tersedia sama. Setelah ini
terjadi tidak ada gradien konsentrasi. Difusi terjadi dengan cara yang sama pada
cairan, namun lebih lambat (Fosbery, 1996)

Sediaan parenteral merupakan sediaan steril. Sediaan ini diberikan melalui


beberapa rute pemberian yaitu intravena, intraspinal, intramuskuler, subkutis dan
intradermal. Apabila injeksi diberikan melalui rute intramuscular, seluruh obat akan
berada di tempat itu. Dari tempat suntikan itu obat akan masuk ke pembuluh darah di
sekitarnya secara difusi pasif, baru masuk ke dalam sirkulasi. Cara ini sesuai utuk
bahan obat, baik yang bersifat lipofilik maupun yang hidrofilik. Kedua bahan obat itu
dapat diterima dalam jaringan otot baik secara fisis maupun secara kimia. Bahkan
bentuk sediaan larutan, suspensi, atau emulsi juga dapat diterima lewat
intramuskuler, begitu juga pembawanya bukan hanya air melainkan yang non air
juga dapat. Hanya saja apabila berupa larutan air harus diperhatikan pH lantitan
tersebut.

Istilah parenteral berasal dari kata Yunani para dan enteron yang berarti
disamping atau lain dan usus. Sediaan ini diberikan dengan cara menyuntikkan obat
di bawah atau melalui satu atau lebih lapisan kulit atau membran mukosa. Karena
rute in disekitar daerah pertahanan yang sangat tinggi dari tubuh, yaitu kulit dan
selaput/membran mukosa, maka kemurniaan yang sangat tinggi dari sediaan harus
diperhatikan. Yang dimaksud dengan kemurnian yang tinggi itu antara lain harus
steril.

Obat suntik hingga volume 100 ml disebut sediaan parenteral volume kecil
sedangkan apabila lebih dari itu disebut sediaan parenteral volume besar, yang biasa
diberikan secara intravena. Produk parenteral, selain diusahakan harus steril juga
tidak boleh mengandung partikel yang memberikan reaksi pada pemberian juga
diusahakan tidak mengandung bahan pirogenik. Bebas dari mikroba (steril) dapat
dilakukan dengan cara sterilisasi dengan pemanasan pada wadah akhir. namun harus
diingat bahwa ada bahan yang tidak tahan terhadap pemanasan. Untuk itu dapat
dilakukan teknik aseptic.

Dalam proses produksi sediaan parenteral diisyaratkan hal-hal sebagai berikut:


1) Personil yang bekerja pada bagian produk steril harus memiliki moral dan
etik professional yang tinggi.
2) Setiap personi mendapat latihan tentang sediaan steril secara lengkap.
3) Memiliki teknik spesialisasi untuk memproduksi sediaan steril.
4) Bahan yang digunakan harus bermutu tinggi.
5) Kestabilan dan kemanjuran produk lurus terjamin.
6) Program pengontrolan (quality control) harus baik untuk memastikan mutu
produk dan harus memenuhi keabsahan prosedur produksi

1.2. Rumusan masalah


1. Apa yang dimaksud sediaan parenteral
2. Apa saja jenis sediaan obat parenteral
3. Bagaimana rute pemberian sediaan parenteral dalam tubuh
4. Bagaimana difusi obat melalui sediaan parenteral

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sediaan parenteral
2. Untuk mengetahui jenis sediaan parenteral
3. Untuk mengetahui rute pemberian sediaan parenteral
4. Untuk mempelajari difusi obat melalui sediaan parenteral
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Sediaan Parenteral

Sediaan parenteral adalah sediaan yang digunakan tanpa melalui mulut atau
dapat dikatakan obat dimasukkan ke dalam tubuh selain saluran cerna (langsung ke
pembuluh darah) sehingga memperoleh efek yang cepat dan langsung sampai sasaran
seperti suntikan atau insulin.

Selain itu sediaan parenteral juga bisa didefinisikan sebagai obat steril, larutan,
atau suspensi yang dikemas dengan cara yang sesuai untuk pemberian melalui
suntikan hiperdermis, baik dalam bentuk siap pakai maupun bentuk yang perlu
ditambahkan pelarut yang sesuai atau agen pensuspensi (Ria, 2012)

Injeksi dan infus termasuk semua bentuk obat yang digunakan secara parenteral
Injeksi dapat berupa larutan, suspensi, atau emulsi Apabila obatnya tidak stabil dalam
cairan, maka dibuat dalam bentuk sediaan kering Apabila mau dipakai baru
ditambahkan aqua steril untuk memperoleh larutan atau suspensi injeksi.

2.2. Jenis-jenis Sediaan Parenteral


Sediaan parenteral dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1) Sediaan parenteral volume kecil
Sediaan parenteral volume kecil diartikan sebagai obat steril yang
dikemas dalam wadah dibawah 100 ml, kategori sediaan parenteral volume
kecil ini diantaranya, ialah:
 Produk Farmaseutikal yang terdiri dari bahan kimia organik dan
anorganik dalam larutan, suspensi, emulsi, produk freezedried atau
sebagai serbuk steril.
 Produk Biologi yang disiapkan dari sumber biologi meliputi vaksin,
toksoid, ekstrak biologi.
 Zat pendiagnosi seperti media kontras sinar x.
 Produk radiofarmasi untuk deteksi dan diagnosis.
 Produk gigi seperti anestetik lokal
 Produk bioteknologi
 Produk liposom dan lipid.

2) Sediaan Parenteral Volume Besar


Sediaan cair steril yang mengandung obat yang dikemas dalam
wadah 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk manusia. Adapun tujuan
dari penggunaannya ialah:
 Bila tubuh kekurangan air, elektrolit dan karbohidrat maka
kebutuhan tersebut harus cepat diganti.
 Pemberian infus memiliki keuntungan karena tidak harus
menyuntik pasien berulangkali.
 Mudah mengatur keseimbangan keasam dan kebasaan obat
dalam darah.
 Sebagai penambah nutrisi bagi pascien yang tidak dapat makan
secara oral.
 Berfungsi sebagai dialisa pada pasien gagal ginjal.

Syarat-syarat parenteral volume besar, ialah:


a. Steril
b. Bebas Pirogen
Sediaan Parenteral Volume Besar harus steril dan bebas pirogen
karena:
a) Sediaan diinjeksikan langsung kedalam aliran darah (iv).
b) Sediaan ditumpahkan pada tubuh dan daerah gigi (larutan
penguras)
c) Sediaan langsung berhubungan dengan darah (hemofiltrasi)
d) Sediaan langsung ke dalam tubuh (dialisa peritoneal). Bebas
dari bahan pertikulat jernih karena dapat menyebabkan emboli
e) Dikemas dalam wadah dosis tunggal
f) Tidak mengadung bahan baktersid karena volume cairan terlalu
besar.
g) Isotonis dan isohidris

2.3. Persyaratan Sediaan Parenteral


Persyaratan untuk sediaan parenteral ialah:
1. Sesuai antara kandungan bahan obat yang ada didalam sediaan dengan
pernyataan tertulis pada etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas
selama penyimpanan akibat kerusakan obat secara kimiawi dan
sebagainya
2. Penggunaan wadah yang cocok, sehingga tidak hanya memungkinkan
sediaan tetap steril, tetapi juga mencegah terjadinya incraksi antara
bahan obat dengan material dinding wadah.
3. Tersatukan tanpa terjadi reaksi
4. Bebas kuman
5. Bebas Pirogen
6. Isotonis.
7. Isohidris
8. Bebas partikel melayang

2.4. Rute Pemberian Sediaan Parenteral


Rute pemberian sedian parenteral atau injeksi dimuat dalam beberapa pustaka,
antara lain Farmakope Indonesia. Formularium Nasional ketua pustaka tersebut di
dalam antara kemung dan lain sebagainya. Pengetahuan tentang rute pemeherian ini
bukan dimaksudkan agar dapat menyuntikkan dengan benar tetapi untuk farmasis
lebih ditekankan pada persyaratan produk ditinjau secara farmasis persyaratan
farmasetik yang dimaksud antara lain pemilihan wadah dengan ukuran yang tepat,
penentuan pH, pemilihan bahan pengawet dan penetapan tonisitas. Untuk jelasnya
dapat diikuti uraian masing-masing rute pemberian injeksi.

1. Pemberian Subkutis (Subkutan)


Lapisan ini letaknya persis dibawah kulit, yaitu lapisan lemak (lipid)
yang dapat digunakan untuk pemberian obat antara lain vaksin, insulin.
skopolamin, dan epinefrin atau obat lainnya. Injeksi subkutis biasanya
diberikan dengan volume samapi 2 ml (PTM membatasi tak boleh lebih dari
1 ml) janum suntik yang digunakan yang panjangnya samapi sampai 1 inci
(1 inchi-2,35 cm).

Cara formulasinya harus hati-hati untuk meyakinkan bahwa sediaan


(produk) mendekati kondisi faal dalam hal pH dan isotonis. FN (1978)
mensyaratkan larutannya isotom dan dapat ditambahkan bahan
vasokontriktor seperti Epinefrin untuk molekulisasi obat (efek obat)

Cara pemberian subkutis lebih lambat apabila dibandingkan cara


intramuskuler atau intravena. Namun apabila cara intravena volume besar
tidak dimungkinkan cara ini seringkali digunakan untuk pemberian elektrolit
larutan infuse iv sejenisnya. Cara ini disebut atau hipodermoklisis, dalam hal
ini vena sulit ditemukan. Karena pasti terjadi iritasi maka pemberiannya
harus hati-hati. Cara ini dapat dimanfaatkan untuk pemberian dalam jumlah
250 ml sampai 1 liter.

2. Pemberian intramuskuler
Intramuskuler artinya diantara jaringan otot. Cara ini kecepatan
absorbsinya terhitung nomor 2 sesudah intravena. Jarum suntik
ditusukkan langsung pada serabut. otor yang letaknya dibawah lapisan
subkutis. Penyuntikan dapat di pinggul, lengan bagian atas. Volume
injeksi 1 samapi 3 ml dengan batas sampai 10 ml (PTM volume injeksi
tetap dijaga kecil, biasanya tidak lebih dari 2 ml jarum suntik digunakan
1 sampai 1 inci. Problem klinik yang biasa terjadi adalah kerusakan otot
atau syaraf, terutama apabila ada kesalahan dalam teknik pemberian (ini
penting bagi praktisi yang berhak menyuntik). Yang perlu diperhatikan
bagi Farmasis anatara lain bentuk sediaan yang dapat diberikan
intramuskuler, yaitu bentuk larutan emulsi tipe m/a atau a/m, suspensi
dalam minyak atau suspensi baru dari puder steril.

Pemberian intramuskuler memberikan efek "depot" (lepas lambat).


puncak konsentrasi dalam darah dicapai setelah 1-2 jam. Faktor yang
Lempengaruhi pelepasan obat dari jaringan obst (im) anatar lain:
rheologi produk, konsentrasi dan ukuran partikel obat dalam pembawa,
bahan pembawa, volume mjeksi, tonisitas produk dan bentuk fisik dari
produk. Persyaratan pH sebaiknya diperhatikan, karena masalah iritasi.
tetapi dapat dibuat pH antara 3-5 jika bentuk suspensi ukuran partikel
kurang dari 50 mikron.

2. Pemberian Intravena
Penyuntikan langsung ke dalam pembuluh darah vena untuk
mendapatkan efek segera. Dari segi kefarmasian injeksi IV ini boleh
dikata merupakan pilihan untuk injeksi yang bila diberikan secara
intrakutan atau intramuskuler mengiritasi karena pH dan tonisitas terlalu
jauh dari kondisi fisiologis. Kelemahan cara ini adalah karena kerjanya
cepat, maka pemberian antidotum mungkin terlambat.

Volume pemberian dapat dimulai Dari 1 ml hingga 100 ml, bahkan


untuk infus dapat lebih besar dari 100 ml. Kecepatan penyuntikan
sampai 5 ml diberikan 1 ml/10 detik, sedangkan untuk di atas 5 ml
kecepatannya I ml/20 detik. Intravena hanya terbatas untuk pemberian
larutan air, kalau merupakan bentuk emulsi harus memenuhi ukuran
partikel tertentu. Jika bisa diusahakan pH dan tonisitas sesuai dengan
keadaan fisiologis.

3. Pemberian Intratekal
Digunakan khusus untuk bahan obat yang akan berefek pada cairan
serebrospinal. Digunakan untuk infeksi ssp seperti meningitis, juga
untuk anestesi spinal. Intratekal umumnya diinjeksikan secara langsung
pada lumbar spinal atau ventrikel sehingga sediaan dapat berpenetrasi
masuk ke dalam daerah yang berkenaan langsung pada SSP.

4. Pemberian Intraperitonial
Penyuntikan langsung ke dalam rongga perut, dimana obat secara
cepat diabsorbsi. Sediaan intraperitoneal dapat juga diberikan secara
intraspinal, im, sc, dan intradermal

5. Pemberian Intradermal
Cara penyuntikan melalui lapisan kulit superficial, tetapi volume
pemberian lebih kecil dan se absorbsinya sangat lambat sehingga onset
yang dapat dicapai sangat lambat.

2.5. Mekanisme Difusi Obat Parenteral

Anda mungkin juga menyukai