PENDAHULUAN
Molekul dalam gas bergerak secara acak. Mereka bergerak dengan bebas,
bertabrakan satu sama lain dan, pada akhirnya, mengisi ruang yang tersedia.
Penyebaran ini disebut difusi. Difusi terjadi bila ada konsentrasi molekul yang tinggi
di satu tempat dan konsentrasi yang lebih rendah di tempat lain. Perbedaan
konsentrasi ini dikenal sebagai gradien konsentrasi Molekul bergerak dari daerah
yang konsentrasi tinggi ke tempat konsentrasi rendah, yaitu turunan gradien
konsentrasi. Cierak molekul menyebabkan mereka menyehar secara merata,
mencampur sampai konsentrasi di sepanjang ruang yang tersedia sama. Setelah ini
terjadi tidak ada gradien konsentrasi. Difusi terjadi dengan cara yang sama pada
cairan, namun lebih lambat (Fosbery, 1996)
Istilah parenteral berasal dari kata Yunani para dan enteron yang berarti
disamping atau lain dan usus. Sediaan ini diberikan dengan cara menyuntikkan obat
di bawah atau melalui satu atau lebih lapisan kulit atau membran mukosa. Karena
rute in disekitar daerah pertahanan yang sangat tinggi dari tubuh, yaitu kulit dan
selaput/membran mukosa, maka kemurniaan yang sangat tinggi dari sediaan harus
diperhatikan. Yang dimaksud dengan kemurnian yang tinggi itu antara lain harus
steril.
Obat suntik hingga volume 100 ml disebut sediaan parenteral volume kecil
sedangkan apabila lebih dari itu disebut sediaan parenteral volume besar, yang biasa
diberikan secara intravena. Produk parenteral, selain diusahakan harus steril juga
tidak boleh mengandung partikel yang memberikan reaksi pada pemberian juga
diusahakan tidak mengandung bahan pirogenik. Bebas dari mikroba (steril) dapat
dilakukan dengan cara sterilisasi dengan pemanasan pada wadah akhir. namun harus
diingat bahwa ada bahan yang tidak tahan terhadap pemanasan. Untuk itu dapat
dilakukan teknik aseptic.
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sediaan parenteral
2. Untuk mengetahui jenis sediaan parenteral
3. Untuk mengetahui rute pemberian sediaan parenteral
4. Untuk mempelajari difusi obat melalui sediaan parenteral
BAB II
PEMBAHASAN
Sediaan parenteral adalah sediaan yang digunakan tanpa melalui mulut atau
dapat dikatakan obat dimasukkan ke dalam tubuh selain saluran cerna (langsung ke
pembuluh darah) sehingga memperoleh efek yang cepat dan langsung sampai sasaran
seperti suntikan atau insulin.
Selain itu sediaan parenteral juga bisa didefinisikan sebagai obat steril, larutan,
atau suspensi yang dikemas dengan cara yang sesuai untuk pemberian melalui
suntikan hiperdermis, baik dalam bentuk siap pakai maupun bentuk yang perlu
ditambahkan pelarut yang sesuai atau agen pensuspensi (Ria, 2012)
Injeksi dan infus termasuk semua bentuk obat yang digunakan secara parenteral
Injeksi dapat berupa larutan, suspensi, atau emulsi Apabila obatnya tidak stabil dalam
cairan, maka dibuat dalam bentuk sediaan kering Apabila mau dipakai baru
ditambahkan aqua steril untuk memperoleh larutan atau suspensi injeksi.
2. Pemberian intramuskuler
Intramuskuler artinya diantara jaringan otot. Cara ini kecepatan
absorbsinya terhitung nomor 2 sesudah intravena. Jarum suntik
ditusukkan langsung pada serabut. otor yang letaknya dibawah lapisan
subkutis. Penyuntikan dapat di pinggul, lengan bagian atas. Volume
injeksi 1 samapi 3 ml dengan batas sampai 10 ml (PTM volume injeksi
tetap dijaga kecil, biasanya tidak lebih dari 2 ml jarum suntik digunakan
1 sampai 1 inci. Problem klinik yang biasa terjadi adalah kerusakan otot
atau syaraf, terutama apabila ada kesalahan dalam teknik pemberian (ini
penting bagi praktisi yang berhak menyuntik). Yang perlu diperhatikan
bagi Farmasis anatara lain bentuk sediaan yang dapat diberikan
intramuskuler, yaitu bentuk larutan emulsi tipe m/a atau a/m, suspensi
dalam minyak atau suspensi baru dari puder steril.
2. Pemberian Intravena
Penyuntikan langsung ke dalam pembuluh darah vena untuk
mendapatkan efek segera. Dari segi kefarmasian injeksi IV ini boleh
dikata merupakan pilihan untuk injeksi yang bila diberikan secara
intrakutan atau intramuskuler mengiritasi karena pH dan tonisitas terlalu
jauh dari kondisi fisiologis. Kelemahan cara ini adalah karena kerjanya
cepat, maka pemberian antidotum mungkin terlambat.
3. Pemberian Intratekal
Digunakan khusus untuk bahan obat yang akan berefek pada cairan
serebrospinal. Digunakan untuk infeksi ssp seperti meningitis, juga
untuk anestesi spinal. Intratekal umumnya diinjeksikan secara langsung
pada lumbar spinal atau ventrikel sehingga sediaan dapat berpenetrasi
masuk ke dalam daerah yang berkenaan langsung pada SSP.
4. Pemberian Intraperitonial
Penyuntikan langsung ke dalam rongga perut, dimana obat secara
cepat diabsorbsi. Sediaan intraperitoneal dapat juga diberikan secara
intraspinal, im, sc, dan intradermal
5. Pemberian Intradermal
Cara penyuntikan melalui lapisan kulit superficial, tetapi volume
pemberian lebih kecil dan se absorbsinya sangat lambat sehingga onset
yang dapat dicapai sangat lambat.