Anda di halaman 1dari 8

Kecepatan pengendapan dinyatakan oleh hukum Stokes :

V = d2 ( s
)g
o
Keterangan :
V : kecepatan alir (cm/det)
d 18
: diameter partikel (cm)
o

s : kerapatan fase dispersi


o : kerapatan medium dispers
g : percepatan gravitasi
o : viskositas medium pendispers (poise) (Collett, 1990).

Menurut Hukum Stokes, kecepatan pengendapan berbanding lurus dengan ukuran diameter
partikel, dimana jika diameter partikelnya kecil, maka kecepatan pengendapan juga kecil
(lama). Sediaan suspensi yang baik menggabungkan sisi positif dari masing-masing sistem
flokulasi dan deflokulasi, yaitu sediaan suspensi yang laju pengendapannya kecil, namun
dengan penggojokan ringan sudah dapat tersuspensi kembali.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas suspense antara lain:
1. Suhu
Semakin tinggi suhu, viskositas suspensi akan semakin rendah karena suhu yang tinggi
tersebut mengakibatkan samakin tingginya energi kinetik dimana partikel dapat bergerak
bebas dan terjadi banyak tumbukan sehingga partikel akan mudah mengendap.
2. Ukuran partikel
Semakin kecil ukuran partikel suspensi, gaya berat ke bawah akan semakin kecil
dibandingkan partikel berukuran besar, maka laju pengendapan semakin kecil. Semakin kecil
ukuran partikel , luas kontak area semakin besar, sehingga ikatan antar partikel akan semakin
kuat dimana partikel cenderung untuk membentuk cake yang sukar didispersikan kembali
dengan penggojogan ringan.
3. Muatan partikel
Muatan partikel penyusun suspensi yang sejenis akan menyebabkan adanya gaya tolak
menolak antar partikel dan menyebabkan partikel-partikel tidak dapat berikatan satu sama
lain, sehingga partikel sulit untuk mengendap dan terbentuk sistem suspensi terdeflokulasi.
Sebaliknya, jika muatan partikel berbeda akan terbentuk ikatan antar partikel yang
mengakibatkan peningkatan laju pengendapan, terbentuk sistem suspense terflokulasi.
4. Viskositas
Semakin tinggi viskositas suspensi, jarak antar partikel akan semakin sehingga
cenderung tidak akan berikatan dan energi kinetiknya akan berkurang sehingga laju
pengendapan akan semakin kecil
Evaluasi Diameter Partikel

Evaluasi diameter partikel suspensi untuk metode presipitasi dan dispersi


menggunakan mikroskop, yaitu dengan menggunakan mikro obyek, sebelum melakukan
pengamatan dilakukan terlebih dahulu kalibrasi untuk mencari faktor kalibrasi mikroskop
yang nantinya dapat dihitung ukuran dari partikel yang sebenarnya, perbesaran yang didapat
adalah 6,6 m. Sebelum diamati suspensi terlebih dahulu diencerkan menggunakan aquadest,
pengenceran tidak boleh terlalu kental agar nantinya partikel yang diamati tidak saling
bertumpukan, dan juga tidak boleh terlalu encer karena nantinya partikel terlalu sedikit untuk
diamati.

Dari hasil pengamatan diameter partikel menggunakan mikroskop, kemudian dapat


dilakukan perhitungan diameter rata-rata partikel, SD dan anti SD. Pada pembuatan suspensi
dengan menggunakan metode presipitasi didapatkan diameter rata-rata partikel 1,279, dengan
nilai SD 0,126, dan nilai anti log SD 1,34. Sedangkan untuk metode dispersi didapatkan rata-
rata partikel 1,417, dengan nilai SD 0,14, dan nilai anti log SD 1,38. Dari hasil perhitungan
yang dapat dilihat bahwa ukuran partikel solid yang dihasilkan dengan menggunakan metode
presipitasi dengan metode dispersi berbeda, rata-rata diameter ukuran partikel presipitasi
lebih kecil bila dibandingkan dengan metode dispersi, hal ini dikarenakan pada metode
presipitasi, zat aktif sulfadiazin dilarutkan terlebih dahulu pada larutan NaOH sedangkan
pada metode dispersi tidak. Sedangkan untuk nilai Sd menggambarkan variasi ukuran
partikel, jika nilai SD nya kecil maka variasi ukuran partikel pada susupensi juga kecil yang
artinya bahwa ukuran partikel dalam sistem suspensi cenderung seragam. Dari hasil
perhitungan data nilai SD pada pembuatan secara presipitasi cenderung lebih kecil bila
dibandingkan dengan cara pembuatan dispersi, artinya variasi ukuran partikel pada cara
pembuatan secara presipitasi cenderung berukuran sama. Sedangkan untuk nilai anti log SD
menggambarkan sistem dispersi yang terbentuk monodispers atau polidispers, jika nilai anti
log SD < 1,2 menggambarkan bahwa sistem dispersinya polidispers. Semakin besar nilai anti
log SD maka ukuran partikel tidak seragam dan pengendapan akan berlangsung cepat dan
terbentuk cake, dengan terbentukknya cake maka dengan penggojokan ringan sistem sulit
untuk didispersikan kembali karena partikel yang saling mengunci. Dari hasil data yang
didapat nilai anti log SD pada pembuatan dengan cara presipitasi cenderung hampir sama
dengan cara pembuatan dispersi.
Evaluasi Sedimentasi dan Presentase Pemisahan

Evaluasi ini bertujuan untuk mengamati volume pemisahan sedimentasi dan


presentase pemisahan. Presentase pemisahan digunakan untuk mengamati seberapa besar
pemisahan antar fase terdispers dengan medium dispers, dengan adanya pemisahan maka kan
diketahui volume sedimentasinya. Pengamatan dilakukan dengan cara memasukkan suspensi
pada tabung berskala dengan volume awal 20 mL pada metode presipitasi dan 20 mL pada
metode dispersi, pengamatan dilakukan pada hari ke- 0, 2, 3, dan 4.

Dari hasil percoba yang dilakukan didapatkan data hasil presentase pemisahan pada
metode presipitasi pada hari ke- 0, 2, 3 dan 4 adalah 0 %, 41 %, 44 %, 46,55 % dan volume
sedimentasinya secara berurutan apada hari ke- 0, 2, 3, dan 4 adalah 20 mL, 11,8 mL, 11,2
mL, 10,67mL. Sedangkan pada metode dispersi presentase pemisahannya berturut-turut
adalah 0 %, 42 %, 44,35 %, 48 %. Untuk volume sedimentasinya 20 mL, 11,6 mL, 11,13 mL,
dan 10,4 mL.

Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa suspensi yang dibuat dengan
cara presipitasi memiliki presentase pemisahan yang cenderung lebih kecil dibandingkan
dengan cara dispersi, dan volume sedimentasi pada cara pembuatan secara presipitasi yang
cenderung lebih kecil bila dibandingkan dengan cara pembuatan secara dispersi. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa pembuatan dengan metode presipitasi lebih stabil bila dibandingkan
dengan metode dispersi, hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa suspensi yang
dibuat dengan metode presipitasi cenderung stabil, hal ini dikarenakan pada pembuatan
suspensi dengan cara presipitasi ada proses rekristalisasi sehingga terjadi proses pengecilan
partikel solid, dengan adanya proses rekristalisasi ukuran partikel cenderung homogen
sehingga proses pengendapan berlangsugn lama sehingga volume sedimentasinya besar.
Sedangkan pada pembuatan suspensi dengan cara dispersi pengendapan cenderung berjalan
dengan cepat dan volume sedimentasi yang kecil, hal ini mungkin disebabkan partikel solid
yang belum terbasahi sempurna oleh wetting agen yaitu sulfadiazin yang tidak dilarutkan
terlebih dahulu ke larutan NaOH.

Pada grafik digambarkan persen pemisahan pada pembuatan suspensi dengan cara
presipitasi cenderung lebih kecil bila dibandingkan dengan metode pembuatan susupensi
dengan cara dispersi, namun perbedaan tidak terlalu besar pada pengamatan pada hari ke- 0,
2, 3 , maupun 4.
Pembuatan suspensi pada percobaan ini dilakukan dengan dua metode yaitu metode
presipitasi dan metode dispersi. Perbedaan dari kedua metode ini adalah pada metode
presipitasi, suspensi dibuat dengan cara melarutkan bahan obat atau fase terdispersi terlebih
dahulu dalam pelarut yang sesuai, kemudian ditambahkan bahan-bahan yang lain. Sedangkan
pada metode dispersi, zat aktif langsung didispersikan dalam suspending agent.
Prinsip metode presipitasi adalah zat aktif dilarutkan lebih dulu dalam pelarut yang
sesuai, baru ditambahkan bahan-bahan lain yang dapat menetralkan pelarut yang digunakan.
Metode presipitasi dibagi menjadi 3 macam, yaitu: presipitasi dengan pelarut organik;
presipitasi dengan perubahan pH media; dan presipitasi dengan dekomposisi rangkap. Dalam
percobaan ini, yang dilakukan adalah presipitasi dengan perubahan pH media yang
prinsipnya adalah rekristalisasi, dengan memperkecil ukuran partikel dengan melarutkan
dalam pelarut yang sesuai dan kemudian akan terbentuk kristal kembali. Terjadinya
rekristalisasi dikarenakan adanya desakan dari asam sitrat. Sulfadiazin sebagai zat aktif
dilarutkan dalam pelarutnya yang sesuai (NaOH), kemudian ditambahkan CMC-Na sebagai
agen pembasah. Floating akan terjadi apabila sulfadiazin tidak terbasahi secara sempurna.
Setelah itu ditambahkan metil paraben yang dilarutkan dalam etanol, sirupus simpleks, dan
asam sitrat. Penambahan asam sitrat akan merubah pH dari suasana basa ke suasana asam,
dimana akan terbentuk kristal kembali dari sulfadiazin dengan ukuran partikel yang lebih
kecil dibandingkan dengan ukuran partikel mula-mula. Partikel tersebut akan menjadi
endapan halus yang tersuspensi. Kemudian dilakukan pencampuran dengan menggunakan
mixer. Pencampuran dengan mixer dilakukan selama 10 menit. Waktu 10 menit ini adalah
waktu pencampuran optimum untuk mencampurkan secara homogen.
Prinsip dari metode dispersi yaitu zat aktif didipersikan dalam agen pensuspensi,
kemudian ditambahkan bahan-bahan lain. Sulfadiazin sebagai zat aktif didispersikan dalam
agen pensuspensi yaitu CMC-Na dengan cara ditaburkan di atas CMC-Na, kemudian
ditambahkan campuran NaOH dan asam sitrat (sebelumnya telah dicampurkan di wadah
terpisah sehingga telah terjadi netralisasi dan tidak menyebabkan rekristalisasi sulfadiazin),
metil paraben dalam etanol, dan sirupus simpleks. Setelah itu dilakukan pencampuran
dengan mixer selama 10 menit.
Secara teoritis, metode presipitasi akan menghasilkan sediaan yang lebih lama
mengendap dibandingkan metode dispersi, karena pada metode presipitasi zat aktif
dilarutkan dulu dalam pelarut yang sesuai (dalam percobaan ini sufadiazin dilarutkan NaOH)
sehingga ukuran partikel terdispers dari zat aktif akan menjadi lebih kecil. Pada metode ini
akan terbentuk sistem suspensi terdeflokulasi. Dimana antar partikelnya membentuk cake
sehingga sulit tersuspensi. Sedangkan, pada metode dispersi, zat aktif tidak dilarutkan
terlebih dulu dalam pelarut yang sesuai sehingga ukuran partikel terdispersnya besar. Pada
metode dispersi, akan terbentuk sistem suspensi flokulasi, dimana walaupun cepat
mengendap, namun mudah tersuspensi kembali.

1. Pembuatan dan Cara Evaluasi Sediaan Suspensi


Penimbangan Bahan
Volume total yang akan dibuat : 500 mL
Volume tiap formula : 5 mL
500
=100 kali dari formula
Jadi penimbangan bahan : 5

Penimbangan :
Sulfadiazine : 500 mg x 100 = 50 g
Asam Sitrat : 200 mg x 100 = 20 g
CMC-Na : 50 mg x 100 = 5 g
Metil Paraben : 5 mg x 100 = 0,5 g
NaOH : 100 mg x 100 = 10 g
Etanol : 50 L x 100 = 5 mL
Sirupus Simplex: 1,5 mL x 100 = 150 mL
Sirupus simplez berdasarkan FI merupakan perbandingan sukrosa 65%
Sukrosa : 65% x 150 mL = 97,5 gram
Air : 35% x 150 mL = 52,5 mL
Aqua ad 500 mL

Data Diameter Rata-Rata Partikel


a. Metode Dispersi

5 7 4 3 4
3 3 4 2 4
5 4 5 4 4
2 6 3 5 5

skala obyektif
Kalibrasi skala = skala okuler x 0,01 mm

4
= 6 x 0,01 mm = 6,67 x 10-3 mm = 6,67 m

Skala f d (m) Log d Log d x f


2 2 13,34 1,13 2,26
3 4 20,01 1,30 5,2
4 7 26,68 1,43 10,01
5 5 33,35 1,52 7,6
6 1 40,02 1,60 1,60
7 1 46,69 1,67 1,67

SD = 0,14

Anti log SD = 1,38

Rata-rata = 1,417

b. Metode Presipitasi

2 3 3 5 3
2 3 2 3 3
2 4 3 3 5
2 2 3 4 3

skala obyektif
Kalibrasi skala = skala okuler x 0,01 mm

4
= 6 x 0,01 mm = 6,6 x 10-3 mm = 6,6 m

Skala f d (m) Log d Log d x f


2 6 13,2 1,12 6,72
3 10 19,8 1,30 13
4 2 26,4 1,42 2,84
5 2 33 1,51 3,04
SD = 0,126

Anti log SD = 1,34

Rata-rata = 1,279
No. Presipitasi (m) Dispersi (m)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Anda mungkin juga menyukai