Anda di halaman 1dari 4

SPF (Sun Protection Factor) menunjukkan tingkat perlindungan terhadap UVB yang

menggelapkan kulit atau membuat kulit menjadi merah, sedangkan PA (Protection Grade of UVA)
menunjukkan tingkat perlindungan terhadap UVA yang menyebabkan penuaan kulit.
Sunblock secara fisik menangkal atau menghalangi sinar matahari sebelum meresap ke dalam
kulit dengan membangun lapisan pelindung di atas permukaan kulit. Titanium dioksida dan zinc oksida
adalah satu-satunya filter UVA dan UVB fisik yang disetujui oleh FDA untuk perlindungan matahari
langsung.
Sunscreen, alias tabir surya kimiawi, bekerja menembus lapisan teratas kulit untuk menyerap
sinar matahari yang sudah terlanjut merusak ke dalam kulit, layaknya spons.
Sunscreen mengandung sederet bahan kimia aktif yang betindak sebagai filter untuk
mengurangi penetrasi radiasi sinar UV ke kulit, seperti: Octylcrylene, Avobenzone (filter UVA yang
paling tidak stabil dan terurai di bawah matahari), Octinoxate, Octisalate, Oxybenzone, Homosalate,
Helioplex, 4-MBC, Mexoryl SX dan XL, Tinosorb S dan M, Uvinul T 150, dan Uvinul A Plus.
Farmakodinamik adalah subdisiplin farmakologi yang mempelajari efek biokimiawi dan
fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya. Sefangkan farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib
obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Ada 4 tahap proses farmakokinetik obat di dalam
tubuh, antara lain :
1. Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah.
2. Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik ke jaringan dan cairan tubuh.
3. Metabolisme/biotransformasi obat adalah proses tubuh merubah komposisi obat sehingga menjadi
lebih larut air untuk dapat dibuang keluar tubuh.
4. Ekskresi obat artinya eliminasi/pembuangan obat dari tubuh.
Hal-hal lain terkait Farmakokinetik:
 Waktu Paruh
Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan sehingga setengah dari obat dibuang dari tubuh.
Faktor yang mempengaruhi waktu paruh adalah absorpsi, metabolism dan ekskresi. Waktu paruh
penting diketahui untuk menetapkan berapa sering obat harus diberikan.
 Onset, puncak, and durasi
Onset adalah Waktu dari saat obat diberikan hingga obat terasa kerjanya. Sangat tergantung rute
pemberian dan farmakokinetik obat
 Puncak, Setelah tubuh menyerap semakin banyak obat maka konsentrasinya di dalam tubuh
semakin meningkat, Namun konsentrasi puncak~ puncak respon
 Durasi, Durasi kerjaa dalah lama obat menghasilkan suatu efek terapi.

Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit
atau melalui selaput lender. Injeksi dapat berupa larutan, emulsi, suspense, atau serbuk steril yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan.
Macam-macam injeksi :
1. Injeksi intrakutan atau intradermal (i.c)
Biasanya berupa larutan atau suspense dalam air,volume yang disuntikkan sedikit (0,1-0,2 ml).
digunakan untuk tujuan diagnose. Biasanya yang digunakan adalah larutan alergenik.
2. Injeksi subkutan atau hipderma (s.c)
Umumnya larutan isotonus, jumlah yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. disuntikkan ke dalam
jaringan di bawah kulit ke dalam “alveola”, kulit mula-mula diusap dengan cairan desinfektan
(etanol 70%). Dapat ditambahkan dengan vasokonstriktor seperti Epinefrina 0,1% untuk
melokalisir efek obat. Larutan harus sedapat mugkin isotonus, sedang pH-nya sebaiknya netral,
dimaksudkan untuk mengurangi iritasi jaringan dan mencegah kemugkinan terjadi nekrosis
(mengendornya kulit). Jika tidak disuntikkan secara infuse, volume injeksi 3 – 4 liter sehari, masih
dapat disuntikkan secara subkutan dengan penambahan hialuronidase ke dalam injeksi atau jika
sebelumnya disuntik hialuronidase.
3. Injeksi intramuskulus (i.m)
Merupakan larutan atau suspense dalam air atau minyak atau emulsi. Disuntikkan masuk otot
daging dan volume sedapat mungkin tidak lebih dari 4 ml. penyuntikan volume besar dilakukan
dengan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit, sedapat mungkin tidak lebih dari 4 ml. Ke dalam
otot dada dapat disuntikkan sampai 200 ml, sedang otot lain volume yang disuntikkan lebih kecil.
4. Injeksi intravenous (i.v)
Merupakan larutan, dapat mengandung cairan yang tidak menimbulkan iritasi yang dapat
bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml. Larutan ini biasanya isotonus atau hipertonus.
Bila larutan hipertonus maka disuntikkan perlahan-lahan. Jika larutan yang diberikan banyak
umumnya lebih dari 10 ml disebut infuse, larutan diusahakan supaya isotonus dan diberikan
dengan kecepatan 50 tetes tiap menit dan lebih baik pada suhu badan.
Emulsi minyak-air dapat diberikan, asal ukuran butiran minyak cukup kecil (emulsi mikro). Bentuk
suspense atau emulsi makro tidak boleh diberikan melalui intravena.
Larutan injeksi intervena, harus jernih betul bebas dari endapan atau partikel padat karena dapat
menyumbat kapiler dan menyebabkan kematian. Jika dosis tunggal dan diberikan lebih dari 15 ml,
injeksi intravenous tidak boleh mengandung bakterisida dan jika lebih dari 10 ml harus bebas
pirogen.
Penggunaan injeksi intravenous diperlukan bila dikehendaki efek sistemik yang cepat, karena
larutan injeksi masuk langsung ke dalam sisrkulasi sistemik melalui vena perifer. Larutan infuse
biasanya mengandung elektrolit dan substansi nutrisi yang esensial.
5. Injeksi intraarterium(i.a)
Umumnya berupa larutan , dapat mengandung cairan non-iritan yang dapat bercampur dengan air,
volume yang disuntikkan 1 ml sampai 10 ml dan digunakan bila diperlukan efek obat yang segera
dalam daerah perifer. Injeksi intraarterium tidak boleh mengandung bakterisida.
6. Injeksi intrakor atau intrakardial (i.k.d)
Berupa larutan, hanya digunakan untuk keadaan gawat, dan disuntikkan ke dalam otot jantung atau
ventrikulus. Injeksi intraarterium tidak boleh mengandung bakterisida.
7. Injeksi intratekal (i.t), intraspinal, intradunal
Berupa larutan harus isotonus, sebab sirkulasi cairan cerebropintal adalah lambat, meskipun
larutan anestetika sumsum tulang belakang sering hipertonus. Larutan harus benar-benar steril,
bersih sebab jaringan syaraf daerah anatomi di sini sangat peka. Injeksi disuntikkan ke dalam
saluran sumsum tulang belakang (antara 3 – 4 atau 5 – 6 lumba vertebra) yang ada cairan
cerebrospinal.
8. Injeksi intratikulus
Berupa larutan atau suspense dalam air yang disuntikkan ke dalam cairan sendi dalam rongga
sendi.
9. Injeksi subkonjungtiva
Berupa larutan atau suspense dalam air yang untuk injeksi selaput lendir mata bawah, umumnya
tidak lebih dari 1 ml.
10. Injeksi yang digunakan lain:
a. Intraperitoneal (i.p), disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan cepat, bahaya
infeksi besar dan jarang dipakai.
b. Peridural (p.d), ekstra dural, disuntikkan ke dalam ruang epiura, terletak di atas durameter, lapisan
penutup terluar dari otak dan sumsum tulang belakang.
c. Intrasisternal (i.s) disuntikkan ke dalam saluran sumsum tulang belakang pada otak.
Penggolongan Obat :
1. Obat Bebas

Obat bebas dapat dijual bebas di warung kelontong, toko obat berizin, supermarket serta apotek.
Dalam pemakaiannya, penderita dapat membeli dalam jumlah sangat sedikit saat obat diperlukan, jenis
zat aktif pada obat golongan ini relatif aman sehingga pemakainnya tidak memerlukan pengawasan
tenaga medis selama diminum sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan obat. Oleh karena itu,
sebaiknya golongan obat ini tetap dibeli bersama kemasannya.
Di Indonesia, obat golongan ini ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi
berwarna hitam. Yang termasuk golongan obat ini yaitu obat analgetik/pain killer (parasetamol),
vitamin dan mineral. Ada juga obat-obat herbal tidak masuk dalam golongan ini, namun dikelompokkan
sendiri dalam obat tradisional (TR).
Contoh: Paracetamol, Aspirin, Promethazine, Guafenesin, Bromhexin HCL, Chlorpheniramine maleate
(CTM), Zn Sulfate, Proliver, Tripid, Gasflat (penyebutan merk karena obat kombinasi).
2. Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual
atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan
dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.
Contoh: Theophiline, Allerin, Pseudoefedrin HCL, Tilomix, Tremenza, Bodrex extra, Lactobion,
Antasida plus, Dexanta, asam acetylsalisil, Asmadex, ephedrin HCL (penyebutan merk karena obat
kombinasi).
3. Obat Keras

Golongan obat yang hanya boleh diberikan atas resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan
ditandai dengan tanda lingkaran merah dan terdapat huruf K di dalamnya. Yang termasuk golongan ini
adalah beberapa obat generik dan Obat Wajib Apotek (OWA). Juga termasuk didalamnya narkotika
dan psikotropika tergolong obat keras.
Obat jenis ini tidak dapat dikonsumsi sembarangan karena bisa berbahaya, memperparah
penyakit, meracuni tubuh, atau bahkan menyebabkan kematian.
Contoh: Loratadine, Pseudoefedrin, Alprazolam, Clobazam, Chlordiazepokside, Amitriptyline,
Lorazepam, Nitrazepam, Midazolam, Estrazolam, Fluoxetine, Sertraline HCL, Carbamazepin,
Haloperidol, phenytoin, Levodopa, Benzeraside, Ibuprofen, Ketoprofen.
4. Obat Narkotika

Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun
semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan.
Obat narkotika bersifat adiksi dan penggunaannya diawasi dengan ketat, sehingga obat golongan
narkotika hanya dapat diperoleh dengan resep dokter yang asli (tidak dapat menggunakan kopi resep).
Dalam bidang kedokteran, obat-obat narkotika biasa digunakan sebagai anestesi/obat bius dan
analgetika/obat penghilang rasa sakit.
Contoh : Morfin, Petidin, Kokain.
5. Obat Psikotropika

Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Contohnya adalah Diazepam, Phenobarbital.

Anda mungkin juga menyukai