ORIGINAL ARTICLE
KEPATUHAN PASIEN PADA PENGGUNAAN OBAT ANTIDIABETES DENGAN
METODE PILL-COUNT DAN MMAS-8 DI PUSKESMAS KEDURUS SURABAYA
1
Lilik Rosyida, 1Yuni Priyandani, 1Arie Sulistyarini, 1Yunita Nita
1
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya
Jl. Dharmawangsa Dalam Surabaya 60286 Indonesia
E-mail: lilikrosyida.ajja@gmail.com
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kepatuhan pasien pada penggunaan obat antidiabetes di
Puskesmas Kedurus Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan kriteria inklusi pasien
diabetes di Puskesmas Kedurus Surabaya pada bulan Februari 2015, yang mendapat obat antidiabetes lebih dari dua
minggu, bersedia menjadi responden, dan berkomunikasi dengan baik. Penelitian ini menggunakan metode pill count
dan self-report dengan kuesioner MMAS-8 untuk mengukur kepatuhan pasien. Kuesioner tersebut telah memenuhi
persyaratan uji validitas dan reliabilitas. Dari 33 responden, terdapat 24 (72,73%) responden berjenis kelamin
perempuan dan 9 (27,27%) responden berjenis kelamin laki-laki. Sebanyak 25 (75,76%) responden berusia 45 - 64
tahun dan 8 (24,2 %) responden berusia > 65 tahun. Hasil berdasarkan metode pill count menunjukkan proporsi
patuh 30,30% (n=10) dan tidak patuh 69,70% (n=23), sedangkan berdasarkan MMAS-8 proporsi kepatuhan tinggi
18,20% (n=6), kepatuhan sedang 24,20% (n=8) dan kepatuhan rendah 57,60% (n=19). Hasil uji Fisher’s Exact Test
menunjukkan nilai p yaitu 0,168 (>0,05), artinya tidak ada hubungan antara hasil pengukuran kepatuhan berdasarkan
metode pill count dan berdasarkan metode MMAS-8. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kepatuhan pasien pada
penggunaan obat antidiabetes di Puskesmas Kedurus masih rendah sehingga perlu adanya monitoring dari tenaga
kesehatan kepada pasien diabetes melitus terhadap terapinya untuk mencegah timbulnya penyakit komplikasi
ABSTRACT
The aim of this study was to measure the diabetic patient’s adherence of antidiabetic drugs usage. This study
was cross-sectional study. The samples of this study were diabetic patients who got antidiabetic drugs from Kedurus
Primary Health Care Center in February 2015, diagnosed with diabetes more than 2 weeks, willing to be a
respondent, and well-comunicated. This study used pill count method and self-report method with Morisky
Medication Adherence Scale-8 (MMAS-8) questionairre to measure patient adherence. The questionairre has met the
requirements of validity and reability. There were 33 respondents. The pill-count method result showed 10 (30.30%)
respondents was adherence and 23 (69.70%) respondents was nonadherence, meanwhile with MMAS-8 showed that
6 (18.20%) respondents had a high adherence, 8 (24.20%) respondents had a medium adherence and 19 (57.60%)
respondents had a low adherence. The result of Fisher’s Exact Test, the p value was 0.168 (>0.05). The result of
adherence measure with pill count method had no correlation with adherence measure with MMAS-8 method. In
conclusion, patient adherence of antidiabetic drug usage at Kedurus Primary Health Care Center in Surabaya needs
more attention from pharmacist to prevent the complications.
Key words: adherence, antidiabetic drug, pill-count, MMAS-8, primary health care center
sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah pasien yang
pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang tidak patuh 23 orang (69,70%), lebih besar dari
optimal (Jelantik dan Haryati, 2014). hasil penelitian yang dilakukan di kota Padang pada
tahun 2011. Pada penelitian tersebut sebesar 36%
Tabel 2. Jenis obat antidiabetes yang digunakan
pasien diabetes melitus patuh 100% terhadap terapi
Jenis Obat n (%)
pengobatannya dilihat dengan metode pill count
Metformin 9 (27,27)
Gliquidone 1 (3,03) (Ramadona, 2011). Pada tahun 2014 sebuah
Metformin + Glibenklamid 21 (63,64) penelitian di puskesmas Menur Surabaya
Metformin + Glikazid 1 (3,03) menemukan sebesar 65,63% pasien diabetes melitus
Glimepirid + Insulin 1 (3,03) tidak patuh berdasarkan metode pill count dan
Jumlah 33 (100) pasien tersebut mendapatkan obat lebih dari satu
macam (Soesanto, 2014). Metode MMAS-8
Pada tabel 2 tampak bahwa pemberian terapi digunakan untuk mengukur tingkat kepatuhan pasien
kombinasi metformin dan glibenklamid lebih banyak diabetes juga sudah pernah dilakukan di Makasar
dari pada pemberian terapi tunggal. Lini pertama pada tahun 2104 dan diperoleh hasil 27,8%
pengobatan diabetes adalah metformin (ADA, 2015) kepatuhan rendah, 50% kepatuhan sedang, dan
namun kombinasi antara metformin dan 22,2% kepatuhan tinggi (Qadrianty, et., al.).
glibenklamid efektif pada banyak penderita diabetes Proporsi kepatuhan tinggi pada penelitian ini juga
yang gagal dengan terapi tunggal kedua obat memperoleh hasil yang kecil yaitu sebesar 18,2%.
tersebut (Depkes, 2005) dan pasien lainnya yang
tidak mencapai goal terapi dengan terapi tunggal Tabel 5. Kepatuhan pasien dengan metode Pill Count ditinjau
(Dipiro et. al., 2008). Keberhasilan terhadap terapi dari jumlah obat yang digunakan
penyakit diabetes melitus sangatlah ditentukan oleh Jumlah Obat Kategori n(%)
kepatuhan berobat yang tinggi, agar dapat mencegah Tunggal Patuh 4 (12,12)
Tidak patuh 6 (18,18)
komplikasi. Tingkat kepatuhan pengobatan yang
Kombinasi Patuh 6 (18,18)
tinggi, kenyataannya tingkat kepatuhan penderita Tidak patuh 17 (51,52)
dalam menjalankan program manajemen penyakit Jumlah 33 (100)
tidak cukup baik (Tombokan, 2015).
Tabel 6. Kepatuhan pasien dengan metode MMAS-8
Tabel 3. Profil jumlah item obat yang diterima pasien dari Skor Kepatuhan Kategori n (%)
puskesmas 0-<6 Rendah 19 (57,6)
Jumlah Item Obat* n (%) 6-<8 Sedang 8 (24,2)
Kombinasi 3 4 (12,12) 8 Tinggi 6 (18,2)
Kombinasi 4 14 (42,42)
Kombinasi 5 7 (21,21)
Banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Kombinasi 6 7 (21,21)
Kombinasi 7 1 (3,03)
pasien dalam menjalankan terapinya, yaitu faktor
Jumlah 33 (100) pasien, faktor penyakit, faktor regimen terapi, dan
Ket : * Obat antidiabetes dan obat lainnya yang diperoleh dari faktor interaksi dengan praktisi kesehatan (Hussar,
puskesmas 2005).
Faktor pasien, meliputi faktor keterbatasan dari
Dari penelitian yang dilakukan, sebanyak fungsional tubuh pasien. Dengan bertambahnya
45,45% pasien mendapatkan obat sejumlah 5 atau umur, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat
lebih. Polifarmasi dapat menyebabkan efek negatif degeneratif (penuaan). Pada penelitian ini pasien
dari suatu terapi yang disebabkan adanya DTPs mendapatkan obat dengan etiketnya beserta
misalnya efek samping obat dan berkurangnya penjelasan penggunaan obatnya. Beberapa pasien
kepatuhan pasien dalam menggunakan obat (Viktil, mengganti aturan pakai obat. Berbagai macam
et., al). DTPs berupa ketidakpatuhan pasien alasan diantaranya adalah rasa takut jika terus-
merupakan kejadian tertinggi kedua akibat adanya menerus mengkonsumsi obat dapat berdampak
resep polifarmasi yang di dapat pasien yaitu sebesar buruk bagi tubuh diantaranya pada ginjal dan hati.
35,82% (Dewi, 2015). Alasan lain yang diungkapkan pasien adalah
timbulnya efek yang mengganggu namun tidak
Tabel 4. Kepatuhan pasien dengan metode Pill Count
dikonsultasikan kepada dokter sehingga pasien
Persen Kepatuhan (%) Kategori n(%)
< 80 % Tidak Patuh* 23 (69,70)
berharap ketika minum lebih sedikit, efek tersebut
80-100% Patuh 10 (30,30) tidak muncul lagi.
Ket : * Terdapat 13 pasien yang overuse dan dilakukan Selain faktor keterbatasan dari fungsional tubuh
perhitungan ulang dengan rumus % kepatuhan pasien, sosial ekonomi pasien juga berpengaruh
koreksi terhadap tingkat kepatuhan pasien (Hussar, 2005).
Pasien di Puskesmas Kedurus datang dari berbagai
macam kalangan namun kebanyakan adalah dari
kalangan menengah ke bawah yang sebagian besar kejadian ini disebut “white-coat adherence”
merupakan lansia. Sebagian besar penduduk lansia (Osterberg, 2005).
(sekitar 90%) masih memegang peranan penting di Pada tabel 7 dapat dilihat bahwa responden yang
dalam lingkungan rumah tangga berstatus kepala termasuk dalam kategori patuh menurut metode pill
rumah tangga yang mempunyai tanggung jawab count belum tentu patuh menurut metode MMAS-8.
besar dalam hal psikologis dan ekonomi (BPS, Metode pill count pada penelitian ini mengukur
2012). Salah satu pasien yang datang mengatakan kepatuhan dengan menghitung jumlah obat dalam
bahwa hanya datang ke puskesmas ketika benar- jangka waktu pendek sesuai jarak kunjungan ke
benar merasa sakit karena alasan finansial. Rumah rumah pasien yang tidak lebih dari tujuh hari.
pasien cukup jauh dari puskesmas sehingga Sedangkan metode MMAS-8 pada penelitian ini
menbutuhkan biaya untuk dapat datang ke mengukur kepatuhan berdasarkan pengakuan dari
puskesmas. Pasien mengalami kesulitan untuk responden dengan jangka waktu yang lebih panjang
membeli obat di apotek sehingga ketika obatnya dari pill count. Contohnya pada pertanyaan “bila
habis, pasien tidak dapat mengkonsumsi obatnya. diingat dalam dua minggu terakhir, adakah hari
Faktor penyakit adalah faktor yang dimana anda tidak minum obat diabetes anda?” dan
mempengaruhi kepatuhan pasien. Diabetes melitus “bila anda bepergian atau meninggalkan rumah
adalah penyakit kronis yang membutuhkan terapi apakah anda terkadang lupa membawa obat diabetes
jangka panjang yang dapat menyebabkan anda?”. Ketidakpatuhan dengan metode pill count
ketidakpatuhan pasien (Hussar, 2005). Tujuan utama menyebabkan angka pembagi dalam rumus menjadi
dari terapi diabetes adalah untuk mengurangi resiko kecil apabila jarak kunjungan pendek sehingga hasil
komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular serta perhitungan ketidakpatuhannya menjadi besar. Ada
meningkatkan kualitas hidup pasien (Triplitt et al., pula kemungkinan adanya pill dumping oleh pasien
2008). Ketidakpatuhan terhadap standar yang yaitu menyembunyikan obat agar dianggap patuh
ditetapkan adalah dasar yang menyebabkan oleh peneliti (Osterberg, 2005) yang justru membuat
berkembangnya komplikasi (WHO, 2003). angka ketidakpatuhan menjadi tinggi.
Faktor ketiga adalah faktor regimen terapi.
Jumlah obat yang diterima pasien ternyata Tabel 7. Hasil uji Chi-square kepatuhan pasien dengan metode
Pill Count dan MMAS-8
berpengaruh terhadap tingkat kepatuhannya, dapat
Pill count
dilihat pada tabel 5 bahwa pasien yang mendapatkan n (%) Nilai p*
terapi obat kombinasi cenderung tidak patuh yaitu Patuh Tidak patuh
sebanyak 17 orang (51,52%). Regimentasi dari obat MMAS-8** 0,168
yang diberikan kepada pasien berbeda-beda Patuh 6 (18,18%) 8 (24,24%)
tergantung keadaaan pasien itu sendiri. Dari hasil Tidak patuh 4 (12,12%) 15 (45,46%)
Ket : * Fisher’s exact test
yang didapat semua pasien yang mendapatkan #
Diubah ke dalam dua kategori (patuh, tidak
regimen obat tiga kali sehari termasuk pasien yang patuh)
tidak patuh berdasarkan metode pill count. Hal ini Beberapa cara yang dapat digunakan untuk
sesuai dengan yang dikemukakan Lars Osterberg meningkatkan kepatuhan pasien adalah dengan
dalam penelitiannya bahwa dokter berperan atas mengatasi faktor-faktor. Untuk mengatasi faktor
rendahnya kepatuhan pasien akibat regimen obat pasien sendiri dapat dilakukan dengan memberikan
yang kompleks (Osterberg, 2005). Hal ini bisa pengetahuan yang cukup mengenai obat yang
dikarenakan pasien yang kebanyakan berusia diatas dikonsumsi pasien tersebut. Hal ini dapat dilakukan
45 tahun kemungkinan telah mengalami saat apoteker menyampaikan informasi dan
keterbatasan fungsional tubuh seperti yang sudah melakukan konseling kepada pasien saat penyerahan
dijelaskan diatas. obat. Informasi yang harus disampaikan meliputi
Obat yang diberikan dari puskesmas berjumlah dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan
sedikit dan biasanya untuk tujuh hari sehingga metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi,
membuat pasien harus kembali ke puskesmas dalam terapetik dan alternatif, efikasi, keamanan
jarak waktu yang dekat. Namun adanya jarak antara penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek
puskesmas dan rumah pasien atau apotek dan rumah samping, interaksi, stabilitas, ketesediaan, harga,
pasien yang jauh menyebabkan pasien enggan sifat fisika atau kimia dari obat. Sedangkan
kembali lagi ke puskesmas. Jumlah obat yang sedikit konseling merupakan proses interaksi antara
ini menyebabkan jarak waktu kunjungan pertama apoteker dengan pasien untuk meningkatkan
dan kedua ke rumah pasien dalam penelitian ini pengetahuan, pemahaman, kesadaran, dan kepatuhan
menjadi pendek. pasien (Depkes, 2014). Dengan adanya informasi
Faktor selanjutnya adalah faktor interaksi dengan yang berulang-ulang diharapkan dapat diterima dan
praktisi. Pasien cenderung memperbaiki kebiasaan diingat oleh pasien.
mereka dalam mengkonsumsi obat pada lima hari Apoteker sebagai care giver diharapkan
sebelum dan sesudah meraka bertemu praktisi melakukan pelayanan kefarmasian yang merupakan
kesehatan, dibandingkan dengan 30 hari sesudahnya,
Jurnal Farmasi Komunitas Vol. 2, No. 2, (2015) 36-41 40
Rosyida, L. et al.
kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia measure medication adherence in the elderly. The Annals
of Pharmacotherapy. Vol 32, p 749-754
dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis Hepler, C.D., & Strand, L.M., 1990. Opportunities and
lainnya (Depkes, 2014). Adanya pasien yang tidak responsibilities in pharmaceutical care, American Journal
berkonsultasi kepada dokter mengenai keluhan atau of Hospital Pharmacy, Vol 47, p 533-542.
efek yang di alami selama pengobatan dapat Hussar, D.A., 2005. Patient Compliance. In: Troy, D. (Eds).
Remington: The Science and Practice of Pharmacy,Ed
berakibat timbulnya DTP bagi pasien. Maka 21st. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
apoteker diharapkan dapat melakukan pencegahan International Diabetes Federation. 2013. IDF Diabetes Atlas, 6th
timbulnya DTP. Untuk aktivitas ini apoteker harus Ed.International Diabetes Federation
membuat catatan berupa catatan pengobatan Jelantik, I.M G., Haryati, E., 2014. Hubungan faktor risiko umur,
jenis kelamin, kegemukan, dan hipertensi dengan kejadian
(medication record) (Depkes, 2004). diabetes mellitus tipe II di wilayah kerja puskesmas
Dari hasil uji Fisher’s Exact Test diketahui mataram, Media Bina Ilmiah, Vol 8, No. 1, p 39-44
bahwa tidak ada hubungan antara hasil pengukuran Krousel-Wood, M.A, Islam T., Webber, L.S., Re, R.S., Morisky,
kepatuhan melalui metode pill count dengan hasil D.E., Muntner P. 2009. New medication adherence scale
versus pharmacy fill rates in seniors with hypertension, The
pengukuran kepatuhan melalui metode self-report American Journal of Managed Care, Vol 15, No. 1, p 59-
menggunakan MMAS-8. Pasien yang patuh menurut 66
metode pill count belum tentu patuh menurut metode Lee, W.Y., Jihyun A., Jeung H.K., Yeon P.H., Seung K.H.,
MMAS-8, begitupun sebaliknya. Hal ini bisa dilihat Young T.K., Seok H.L, Donald E.M., 2012. Reliability and
validity of the 8-item Morisky medication adherence scale
pada tabel 7. among patients with type 2 diabetes in a Korean outpatient
clinic, Research of Korea Centers for Disease Control and
KESIMPULAN Prevention
Dari penelitian tentang kepatuhan pasien pada MacLaughlin, E.J., Cynthia L.R., Angela K.T., teresa L.S.,
Dennis P.Z., Chester A.B., 2005. Assesing medication
penggunaan obat antidiabetes di Puskesmas Kedurus adherence in the elderly: Which tools to use in clinical
Surabaya selama bulan Februari 2015, diperoleh Practice, Drug Aging, No. 3, Vol 22, p 231-255
kesimpulan bahwa hasil dengan metode pill count Morisky, D.E., Ang, A., Krousel-Wood, M., Ward, H.J., 2008.
menunjukkan sebanyak 10 pasien (30,30%) patuh Predictive validity of medication adherence measure in an
outpatient setting, Journal of Clinical Hypertension, Vol.
dan 23 pasien (69,70%) tidak patuh menggunakan 10, No. 5, p 348-354
obat dan hasil dengan MMAS-8 menunjukkan Morisky, D.E., DiMatteo, M.R., 2011. Improving the measurment
berturut-turut sebanyak 6 pasien (18,20%), 8 pasien of self-reported medication nonadherence: Final response.
(24,20%), dan 19 pasien (57,60%) termasuk pada Journal of Clinical Epidemiology, Vol. 64, p 258-263
Osterberg, L. & Blasckhe, T., 2005. Adherence to medication.
kategori kepatuhan tinggi, sedang, dan rendah. The New England Journal of Medicine, Vol. 353, No. 5, p
487-497
REFERENCES Saepudin, dkk., 2013. Kepatuhan Penggunaan Obat pada Pasien
American Diabetes Association. 2015. Standards of medical care Hipertensi di Puskesmas. Jurnal Farmasi Indonesia. Vol.
in diabetes 2015. Diabetes Care. Vol. 38, No, 1, p S1-S94 6, No. 4, p 246-252
Badan Pusat Statistika. Persentase penduduk yang mempunyai Singarimbun, M. & Effendi, S., 2006. Metode Penelitian Survai.
keluhan kesehatan dan penggunaan obat menurut provinsi Jakarta: Penerbit Pustaks LP3ES Indonesia
dan jenis kelamin, 2009-2013. Diakses dari Siregar, S., 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta:
www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1619, pada tanggal 7 Kencana Prenadamedia Group
Juni 2015 Strand, L.M., Cipolle, R. J., Frakes, M. J., 2013. Medication
Chua, S.S., Lai, P.S. M., Tan, C.H., Chan, S.P. Chung, W.W., Adherence: Improved Result with Comprehensive
Morisky, D.E., 2013. The development and validation of the Medication Management Services. Medication
Malaysian medication adherence scale (Malmas) on patients Management Systems, Inc.
with type 2 diabetes in Malaysia, International journal of Tombokan, V., dkk., 2015. Faktor-faktor yang Berhubungan
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Vol 5, No. 3 dengan Kepatuhan Berobat Pasien Diabetes Melitus pada
Departemen Kesehatan RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Praktek Dokter Keluarga di Kota Tomohon. JIKMU. Vol. 5,
Republik Indonesia Nomor 128/MENKES/II/2004 tentang No. 2, p 260-269
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Triplitt, C.L., Reasner, C.A., Isley, W.L., 2008. Pharmacotherapy
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan A Pathophysiologic Approach 7th Ed, Endocrinologic
RI Disorders. New York: Mc Graw Hill Medical
Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk United Nations: Department of International Economic and Social
Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Affairs. 1982. Provisional Guidelines on Standard
Kominitas dan Klinik International Age Clasifications.New York: United
Departemen Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Nations Publication
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vik, S.A., Maxwell, C.J., Hogan, D.B., Patten, S.B., Johnson,
Kementerian Kesehatan RI J.A., Slack, L.R., 2005. Assesing medication adherence
Departemen Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan among older person in community setting. The Canadian
Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Journal of Clinical Pharmacology, Vol. 12, No. 1, p 152-
Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Direktorat 164
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI Viktil, K.K., Blix, H.S., Moger, T.A., Reikvarn, A., 2006.
Dinas Kesehatan Surabaya. 2014. Rekap Pasien Penyakit Polypharmacy as Commonly Defined is an Indicator of
Diabetes Melitus di Puskesmas Tahun 2013 Wilayah Limited Value in the Assessment of Drug-Related
Surabaya. Surabaya Problems. British Journal of Clinical Pharmacology. Vol.
Grymonpre, R.E., Didur, C.D., Montgomory, P.R., & Sitar, D.S., 63, No. 2, p 187-192
1998. Pill count, self-report, and pharmacy claims data to World Health Organization.2003.Adherence To Long-Term
Therapies.Switzerland : World Health Organization