Pengobatan dapat disebut rasional apabila pasien menerima terapi yang
tepat sesuai dengan kebutuhan kliniknya, sesuai dengan dosis yang dibutuhkannya, pada periode waktu yang adekuat, dan dengan harga yang terjangkau untuk pasien dan masyarakat (WHO, 1985). Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang digunkan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologis atau keadaan patologi dalam rangka penetapan, diagnosis, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi termasuk produk biologi. Penggunaan obat dikatakan rasional jika tepat secara medik dan memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu. Persyaratan penggunaan obat rasional: Menurut WHO, 1985 pengobatan rsional bila: a. Pasien menerima obat sesuai kebutuhannya b. Untuk periode yang adekuat c. Dengan harga yang paling murah untuknya dan masyarakat Secara praktis penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria: 1) Tepat diagnosis Penggunaan obat dikatakan rasional jika digunakan untuk diagnosis yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar maka pemilihan obat dengan terpaksa akan mengacu pada diagnosis yang keliru. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak sesuai dengan yang seharusnya. 2) Sesuai dengan indikasi penyakit Ketepatan indikasi berkaitan dengan penentuan perlu tidaknya suatu obat diberikan pada suatu kasus tertentu (Sastramihardja, 1997). 3) Tepat pemilihan obat Keputusan untuk pemilihan terapi dilakukan setelah diagnosis ditegakkan dengan benar. Denagn demikian obat yang dipilih haruslah yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit. Berkaitan dengan pemilihan kelas terapi dan jenis obat berdasarkan pertimbangan manfaat, keamanan, harga, dan mutu. Sebaga acuannya bisa digunakan buku pedoman pengobatan (Sastramihardja, 1997). 4) Tepat dosis Pemberian obat yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yang sempit misalnya teofilin akan sangat beresiko timbulnya efek samping.sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan (Anonim, 2006). 5) Tepat cara pemberian Cara pemberian obat memerlukan pertimbangan farmakokinetik, yaitu cara atau rute pemberian, besar dosis, frekuensi pemberian dan lama pemberian, sampai ke pemilihan cara pemakaian obat yang paling mudah diikuti pasien, aman dan efektif untuk pasien. Misalnya, antacid harus dikunyah terlebih dahulu baru ditelan. Antibiotik tidak boleh diberikan dengan susu karen akan membentuk ikatan sehingga tidak dapat diabsorbsi dan menurunkan efektifitasnya. 6) Tepat interval waktu pemberian Cara pemberian obat seharusnya sesederhana mungkin dan praktis agar mudah diikuti oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari) maka semakin rendah tingkat kepatuhan pasien untuk meminum obat. 7) Tepat lama pemberian Lama pemberian obat itu harus sesuai dengan penyakitnya masing-masing. Untuk TBC lama pemberian paling singkat 6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol untuk tifoid paling lama adalah 10-14 hari. 8) Waspada terhadap efek samping Pemberian obat potensial memberikan efek samping yaitu efek yang tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi. Misalnya muka merah akibat pemberian atropine bukan merupakan alergi melainkan efek samping. 9) Penilaian terhadap kondisi pasien Ketepatan penilaian dilakukan terhadap kontraindikasi, pengaruh faktor konstitusi penyakit penyerta dan riwayat alergi, respon individu terhadap efek obat yang beragam, misalnya pada penderita kelainan ginjal pemberian aminoglikosida sebaiknya dihindarkan karena resiko terjadinya nefrotoksikpada kelompok ini secara bermakna. 10) Tepat informasi Ketepatan informasi menyangkut indformasi cara penggunaan obat, efek samping obat, dan cara penanggulangannya, serta pengaruh kepatuhan terhadap hasil pengobatan. Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting dalam menunjang keberhasilan terapi. 11) Tepat dalam melakukan upaya tindak lanjut Tepat tindak lanjut maksudnya dalam melakukan pemberian terapi harus sudah dipertimbangkan upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau mengalami efek samping. Jika mengalami hal ini maka dosis obat perlu ditinjau ulang atau bisa saja obatnya diganti. 12) Obat yang efektif, aman, dan mutu terjangkau dan terjamin Untuk efektif, aman, dan mutu terjangkau digunakan obat-obat dalam daftar obat esensial. Pemilihan obat dalam daftar obat esensial didahulukan dengan mempertimbangkan efektifitas, keamanan, dan harganya oleh para pakar dibidang kesehatan dan klinis. 13) Tepat penyerahan obat Penggunaan obat rasional juga melibatkan dispenser sebagai penyerah obat dan pasien sebagai konsumen. Pada saat resep diberikan ke apotek atau tempat penyerahan obat di puskesmas, apoteker atau asisten apoteker, atau petugas penyerah obat akan melaksanakan perintah dokter atau peresep yang ditulis pada lembar resep untuk kemudian diberikan kepada pasien. 14) Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan maksudnya pemberian obat dalam jangka waktu lama tanpa informasi/supervisi tentu saja akan menurunkan ketaatan penderita. Kegagalan pengobatan TBC nasional menjadi salah satu bukti bahwa terapi dalam jangka panjang tanpa informasi/supervisi tidak akan pernah memberi hasil yang diharapkan. Ketidaktaatan minum obat biasaya terjadi pada pasien berikut: a. Jenis atau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak. b. Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering. c. Jenis sediaan obat terlalu beragam. d. Pemberian dalam jangka panjang. e. Pasien tidak mendapatkan informasi atau penjelasan yang cukup mengenai cara minum atau menggunakan obat. f. Timbul efek samping.
Masalah penggunaan obat yang tidak rasional masih menjadi masalah di
beberapa pusat pelayanan kesehatan. Di samping berakibat pada pemborosan biaya ketidakrasionalan penggunaan obat juga meningkatkan resiko terjadinya efek samping. Dampak lainnya dalah berupa ketergantungan pasien terhadap antibiotik yang selanjutnya secara luasakan meningkatka resiko terjadinya resistensi bakteri akibat penggunaan antibiotik yang tidak tepat pada populasi. Dampak negatif pengobatan yang tidak rasional sangat beragam dan bervariasi tergantung dari jenis ketidakrasionalan penggunaannya. Dampak negatif ini dapat saja hanya dialami oleh pasien (efek samping dan biaya yang mahal) maupun oleh populasi yang lebih luas (resistensi kuman terhadap antibiotika tertentu) dan mutu pelayanan pengobatan secara umum. Untuk mengatasi penggunaan obat yang tidak rsional dieprlukan beberapa upaya perbaikan, baik di tingkat provider yaitu pembuat resep (prescriber), penyerah obat (dispenser), dan konsumen/masyarakat (consumer) hingga sistem kebijakan nasional. Masih kurang tertatanya sistem informasi pengobatan dari dokter ke pasien menjadi salah satu masalah dalam proses terapi. Di satu sisi salah satu alasan dokter mengapa tidak rasional adalah akibat tekanan dan permintaan pasien terhadap obat tertentu (misalnya peggunaan injeksi). Sementara itu di pihak pasien ssebenarnya tidak ada keberatan terhadap setiap pengobatan yang diakukan oleh dokter. Dengan demikian, selama dokter dapat memberikan informasi yang benar kepada pasien maka tidak mungkin pasien berniat mendikte dokter apalagi memaksakan kehendak untuk mendapatkan jenis terapi tertentu. WHO mengadvokasikan 12 intervensi kunci untuk mempromosikan penggunaan obat yang lebih rasional: a. Pembentukan badan nasional yang multidisplinuntuk mengkoordinasikan peraturan penggunaan obat. b. Penggunaan panduan klinis. c. Pengembangan dan penggunaan daftar obat esensial nasional. d. Pembentukan komite obat dan terapetik di daerah dan rumah sakit. e. Memasukkan pelatihan farmakoterapi berbasis pemecahan masalah dalam kurikulum sarjana. f. Melanjutkan edukasi medis mencakup pelayanan sebagai persyaratan lisensi. g. Supervisi, audit, dan umpan balik. h. Penggunaan informasi independen mengenai obat. i. Edukasi publik mengenai obat. j. Hidari insentif finansial tanpa alasan. k. Penggunaan regulasi yang cocok dan diperkuat. l. Ekspenditur pemerintah yang cukup untuk memastikan adanya obat dan staff.
B. Dampak Penggunaan Obat yang Tidak Rasional
1) Dampak pada mutu pengobatan dan pelayanan Salah satu dampak penggunaan obat yang tidak rasional adalah peningkatan angka mortalitas dan morbiditas. Contohnya pada penderita diare akut non spesifik umumnya sering mendapat antibiotik dan injeksi, sementara pemberian oralit yang lebih dianjurkan jarang dilakukan. Padahal diketahui bahwa resiko terjadinya dehidrasi pada anak diare dapat membahayakan kesehatan jiwa yang bersangkutan. 2) Dampak terhadap biaya pegobatan Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas, atau pemberian obat untuk keadaan yang sama sekali tidak memerlukan terapi obat, jelas merupakan pemborosan dan sangat membebankan pasien. Disini termasuk pula peresepan obat yang mahal padahal alternatif obat yang lain dengan manfaat dan kandungan yang sama dan harga lebih murah masih tersedia. 3) Dampak terhadap kemungkinan efek samping dan efek lain yang tidak diharapkan Beberapa data berikut mewakili dampak negatif yang terjadi akibat penggunaan obat yang tidak rasional: a. Kebiasaan memberikan obat dalam bentuk injeksi akan meningkatkan efek syok anafilaksis. b. Resiko meningkatnya efek samping obat meningkat secara konsisten dengan makin banyaknya jenis obat yang diberikan kepada pasien. Keadaan ini semakin nyata pada usia lanjut. Pada kelompok ini kejadian efek samping dialami oleh satu diantara enam penderita usia lanjut yang dirawat di Rumah Sakit. c. Terjadinya resistensi kuman terhadap antibiotik merupakan salah satu akibat dari pemakaian antibiotik yang berlebihan (over prescribing) maupun pemberian yang bukan indikasi (misalnya infeksi yang disebabkan oleh virus). 4) Dampak terhadap mutu ketersediaan obat Data menunjukan bahwa lebih dari 80% pasien dengan keluhan demam, batuk, dan pilek mendapatkan antibiotik rata-rata untuk 3 hari pemberian. Dari pengobatan tersebut tidak mengherankan bahwa yang sering dikeluhkan di puskesmas adalah tidak cukupnya ketersediaan antibiotik. Akibatnya jika suatu saat ditemukan pasien yang benar-benar menderita infeksi bakteri antibiotik yang dibutuhkan sudah tidak tersedia lagi.