FARMAKOVIGILANS
KEAMANAN OBAT
Disusun oleh:
Nama Kelompok
Nathanael Subadio 17101105049
Stevani F. Supit 17101105059
Desy I. Nurdin 17101105063
Ellen Hotmian 17101105073
Widya H.P Gerung 17101105075
Stevana Paat 17101105079
Anita Paendong 17101105081
Monica Ogotanto 17101105094
Kelompok :1
Kelas : Farmasi B
MANADO
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Selama ini kegiatan farmakovigilans dalam praktek klinis belum secara optimal
dilakukan secara terstruktur, masih bersifat pasif dan bergantung kepada partisipasi
sukarela dari tenaga kesehatan, sehingga kita belum memiliki gambaran profil keamanan
penggunaan obat dengan berbasis populasi Indonesia.
Layanan yang tepat untuk menangani ESO memerlukan biaya yang tinggi untuk
perawatan kesehatan, yang disebabkan oleh tingginya biaya perawatan rumah sakit untuk
pasien dengan masalah terkait obat. Beberapa negara membelanjakan 15-20% dari
anggaran rumah sakit untuk menangani komplikasi karena obat. Selain ESO, masalah yang
berhubungan dengan penggunaan obat meliputi juga penyalahgunaan obat (drug abuse),
penggunaan yang salah (misuse), keracunan obat, kegagalan terapi (therapeutic failure)
dan kesalahan dalam pengobatan (medication errors) . Di negara berkembang informasi
yang tersedia tentang ESO masih sangat terbatas. Di beberapa negara, masalah ini juga
disebabkan oleh belum tersedianya undang-undang atau regulasi tentang penggunaan obat
yang tepat, termasuk pelaporan ESO, serta kurangnya informasi yang independen dan juga
disebabkan penggunaan obat yang tidak rasional.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan keamaan obat menurut studi vigilans?
2. Apakah saja yang perlu diperhatikan dalam keamaan obat?
3. Bagaimanakah keamanan obat pada reaksi yang tidak diinginkan?
4. Bagaimanakah contoh kasus dalam keamaan obat?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui tentang keamanan obat menurut vigilans.
2. Mengetahui apa saja yang perlu diperhatikan dalam keamanaan obat.
3. Mengetahui keamanan obat pada reaksi obat yang tidak diinginkan.
4. Mengetahui contoh kasus dalam keamanan obat.
BAB II
ISI
1. Obat
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi, untuk manusia.
Efek Samping Obat (ESO)/Adverse Drug Reaction (ADR) adalah respon terhadap
suatu obat yang merugikan dan tidak diinginkan, yang terjadi pada dosis yang biasanya
digunakan pada manusia untuk pencegahan, diagnosis, atau terapi penyakit atau untuk
modifikasi fungsi fisiologik.
Reaksi Merugikan yang Tak Terduga (Unexpected Adverse Reaction) adalah reaksi
merugikan yang sifat atau tingkat keparahannya tidak tercantum dalam informasi produk
yang disetujui otoritas regulatori (Badan POM) atau tidak dapat diperkirakan dari
karakteristik obat.
a. Kematian,
b. Keadaan yang mengancam jiwa,
e. Cacat tetap,
6. Signal
7. Label
8. Informasi Produk
Informasi produk adalah keterangan lengkap mengenai obat yang disetujui oleh
Badan POM, meliputi khasiat, keamanan, cara penggunaannya serta informasi lain yang
dianggap perlu dicantumkan pada Ringkasan Karakteristik Produk/Brosur dan/atau
Informasi Produk untuk Pasien.
Ada tiga metode utama pelaporan ADR dan informasi keamanan obat. Yang
pertama adalah pelaporan spontaneous. Dua lainnya adalah metode surveilans aktif, yaitu:
pemantauan kejadian cohort (CEM) dan pelaporan spontan yang ditargetkan (TSR).
1. Spontaneous
Sistem pelaporan spontan adalah untuk membuat hipotesis tentang potensi bahaya
obat-obatan yang perlu evaluasi lebih lanjut. Sistem pelaporan spontan mengatur dan
mengendalikan keamanan obat-obatan. Sistem ini diterapkan dalam pengumpulan
informasi pasca-pemasaran mengenai keamanan obat dan identifikasi sinyal keamanan.
Akibatnya, sistem ini digunakan dalam identifikasi sinyal ADR obat-obatan yang baru
dipasarkan, obat-obatan yang jarang penggunaannya, dan obat-obatan untuk pengobatan
penyakit yang serius.
TSR adalah metodologi yang mirip dengan pelaporan spontan, tetapi melibatkan
kelompok pasien yang terdefinisi dengan baik di mana profesional kesehatan sedang
mencari ADRs tertentu. TSR adalah metode surveilans aktif dalam kelompok populasi
yang terdefinisi dengan baik, sedangkan pelaporan spontan adalah metode pasif surveilans
yang digunakan dalam populasi yang tidak terdefinisi.
Contoh kasusnya pada ibu hamil pada tahun 1950-1960an yang menggunakan obat
Thalidomide untuk mengatasi gangguan mual dan muntah selama kehamilan. Sekitar 10
ribu bayi terlahir cacat, yaitu mengalami phocomelia, yaitu tangan dan kaki yang tumbuh
tidak normal. Diketahui juga bahwa Thalidomide ini menyebabkan terjadinya gangguan
bawaan pada jantung, malformasi telinga dan gangguan pada mata.
Pada masa tersebut Thalidomide digunakan secara luas di Eropa, Australia dan
Jepang. Tetapi tragedi ini dapat dicegah di Amerika, karena Dr Frances Kelsey2 dari
US-FDA menahan pemberian izin untuk pemasaran Thalidomide karena mencurigai
adanya beberapa risiko keamanan yang tertera dalam dokumen pendaftaran obat tersebut.
Thalidomide dihentikan peredarannya di banyak negara pada tahun 1961, tetapi beberapa
Negara baru melarang penggunaannya beberapa tahun kemudian (Nofiarny, 2016).
DAFTAR PUSTAKA
E-Meso Pom,2019. Panduan Deteksi dan Pelaporan Efek Samping Obat Untuk Tenaga
Kesehatan. Jakarta : BPOM.