Anda di halaman 1dari 30

MASALAH PERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN

CAIRAN (GAGAL GINJAL)

NAMA KELOMPOK :
1. Hesti Pebriyanti
2. Idil Fitriani
3. Hera Dwiyanti

INSTITUT ILMU KESEHATAN PELAMONIA


PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas


limpahan rahmat karunia sehingga makalah yang berjudul “MASALAH
PERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN CAIRAN
(GAGAL GINJAL)” dapat terselesaikan. Penulis berterima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing karena telah
membimbing kami dalam mengerjakan makalah ini sehingga dapat
menambah wawasan dan pengetahuan bagi kami.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang


telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata kesempurnaan yang
disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan kami, tidak sedikit kesulitan
yang kami hadapi baik dari segi waktu maupun tenaga, tetapi juga
menyadari bahwa setiap ikhtiar yang baik.

Semoga Allah SWT memberikan imbalan yang setimpal atas


segala keikhlasan hati dan bantuan dari semua pihak yang telah
diberikan kepada kami, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca.

Makassar, 12 Oktober 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

JUDUL .........................................................................................i

KATA PENGANTAR ...................................................................ii

DAFTAR ISI .................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................4

A. Latar Belakang...................................................................4
B. Rumusan Masalah ............................................................5
C. Tujuan ................................................................................5

BAB II PEMBAHASAAN .............................................................6

A. Pengertian gagal ginjal ......................................................6


B. Klasifikasi ...........................................................................6
C. Etiologi ...............................................................................7
D. Patofisiologi .......................................................................8
E. Penatalaksanaan ...............................................................10
F. Menifestasi Klinis ...............................................................12

BAB III PENUTUP .......................................................................29

A. Kesimpulan ........................................................................29
B. Saran .................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................30

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit ginjal merupakan salah satu penyakit kronik yang paling
banyakmenyerang warga dunia. Siapapun dapat terserang penyakit
ginjal, tanpamemandang usia ataupun ras. Salah satunya adalah gagal
ginjal kronik yaitu terjadi kerusakan ginjal secara perlahan- lahan dalam
waktu lebih dari tiga bulan atau bahkan sampai bertahun-tahun dan juga
merupakan akibat terminal destruksi jaringan dan kehilangan fungsi
ginjal yang berlangsung berangsur-angsur. Keadaan ini dapat pula
terjadi karena penyakit yang progresif cepat disertai awitan mendadak
yang menghancurkan nefron dan menyebabkan kerusakan ginjal yang
ireversibel (Kowalak, Welsh, & Mayer,2017).

Prevalensi gagal ginjal kronik di dunia meningkat setiap tahunnya.


Menurut Global Burden of Disease (GBD) (2018) pada tahun 2015, 1,2
jutaorang meninggal karena gagal ginjal, dimana jumlah ini meningkat
sebanyak 32% sejak tahun 2005. Pada tahun 2010, diperkirakan 2,3 –
7,7 juta orang dengan penyakit ginjal tahap akhir meninggal tanpa
akses ke pelayanan dialisis kronis. Oleh karena itu, diperkirakan 5-10
juta
orang meninggal setiap tahun karena penyakit ginjal. Angka kejadian
gagal ginjal kronik di Indonesia menurut Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) (2018) mencapai 0,38% dari jumlah penduduk Indonesia.
Provinsi Jawa Barat yang mengidap gagal ginjal kronik berjumlah 0,48%
dan yang menjalani hemodialisissebesar 19,34%. Jika tidak segera
ditangani dengan serius gagal ginjal kronik menimbulkan
banyak komplikasi yaitu anemia, neuropati perifer, komplikasi
kardiopulmoner, komplikasi gastrointestinal, disfungsi seksual, defek

4
skeletal, parestesia, disfungsi saraf motorik (foot drop dan paralisis
flasid), fraktur patologis (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2017).

B. RUMUSAH MASALAH

Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan


cairan (gagal ginjal) ?

C. TUJUAN

Agar kita mampu memahami cara asuhan keperawatan dengan


gangguan kebutuhan cairan (gagal ginjal)

5
BAB II

PEMBAHASAAN

KONSEP MEDIS

A. Definisi gagal ginjal

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan


gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2001)

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang


progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun) (Price &
Wilson,2005)
Gagal ginjal kronis adalah kondisi penyakit pada ginjal yang
persisten (keberlangsungan lebih dari 3 bulan dengan kerusakan ginjal
dan kerusakan glomerulus filtration rate (GFR) dengan angka GFR
<60ml/menit/1.73m2 (MC Cllelan (2006).

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gagal


ginjal kronis merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
ireversible dan sudah berlangsung lama, sehingga mengakibatkan
gangguan yang persisten dan mengganggu berbagai sistem tubuh.

B. Klasifikasi

Menurut Setiati (2015) dan Lemone, Burke, & Bauldoff (2016) gagal
ginjal kronik dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat penyakit dan
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yaitu:

6
1. Stadium 1 memiliki nilai LFG > 90 ml/menit/1,73m²

2. Stadium 2 memiliki nilai LFG 60 – 89 ml/menit/1,73m²

3. Stadium 3 memiliki nilai LFG 30 – 59 ml/menit/1,73m²

4. Stadium 4 memiliki nilai LFG 15 – 29 ml/menit/1,73m²

C. Etiologi

Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju


filtrasi glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus
filtration rate (GFR). Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra &
Yessie, 2013):
1. Gangguan pembuluh darah :
berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan iskemik ginjal dan
kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling sering adalah
Aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan konstriksi
skleratik progresif pada pembuluh darah. Hyperplasia fibromaskular
pada satu atau lebih artieri besar yang juga menimbulkan sumbatan
pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang disebabkan
oleh hipertensi lama yang tidak di obati, dikarakteristikkan oleh
penebalan, hilangnya elastistisitas system, perubahan darah ginjal
mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
2. Gangguan imunologis :
seperti glomerulonephritis
3. Infeksi :
dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang
berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri
ini mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara
ascenden dari traktus urinarius bagiab bawah lewat ureter ke ginjal
sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversible ginjal yang
disebut pielonefritis.
4. Gangguan metabolik :

7
seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak meningkat sehingga
terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan berlanjut
dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amyloidosis yang
disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding
pembuluh darah secara serius merusak membrane glomerulus.
5. Gangguan tubulus primer :
terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam berat.
6. Obstruksi traktus urinarius :
oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontstriksi uretra.
7. Kelainan kongenital dan herediter :
penyakit polikistik sama dengan kondisi keturunan yang
dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan
didalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang
bersifat konginetal (hypoplasia renalis) serta adanya asidosis.

D. Patofisiologi
Menurut (Suzanne & Bare,2001), pada waktu terjadi kegagalan
ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh
sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang
utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring.
Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih
besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik
disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal
telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai
kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.

8
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah, akan semakin berat.

a). Gangguan klirens ginjal


Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan
oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi
dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens
kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya
glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin
akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN)
biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang
paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara
konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit
renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme
(jaringan dan luka RBC) dan medikasi seperti steroid.
b). Retensi cairan dan ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan
urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal
yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit
sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan,
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin
angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan
garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode
muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.

9
c). Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam
terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi
ammonia (NH3 ̅) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) .
penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi.
d). Anemia
Anemia timbul sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai
keletihan, angina dan sesak napas.
e). Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat
tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya
meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi
melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat
dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar
kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain
itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang
secara normal dibuat di ginjal menurun
f). Penyakit tulang uremik Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari
perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan
parathormon.

10
E. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan
elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin,
2011) :
1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal
yang serius, seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis
memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein
dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan
kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode
terpi yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu
membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini
dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih
dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan
hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2
jenis dialisis :
a) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser) Hemodialisis atau
HD adalah jenis dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang
berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses ini, darah dipompa
keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Didalam mesin
dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi
dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu
setelah darah selesai di bersihkan, darah 31 dialirkan kembali
kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah salit
dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
b) Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut) Terapi kedua adalah
dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan bantuan
membrane peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu
dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin
dialisis.

11
2. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi
dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal pertama yang harus
diingat adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan
pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan
EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya
adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na
Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
3) Koreksi anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi,
kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat
diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat
meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat diberikan bila ada
indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi coroner.
4) Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus
dihindari. Natrium Bikarbonat dapat diberikan peroral atau
parenteral. Pada permulaan 100 32 mEq natrium bikarbonat diberi
intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang.
Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi
asidosis.
5) Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator
dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan
hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai
retensi natrium.
6) Transplantasi ginjal
Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal
kronik, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

12
F. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala penyakit ginjal kronis berkembang seiring waktu
jika kerusakan ginjal berlangsung lambat (Kardiyudiani & Brigitta 2019).
Tanda dan gejala penyakit ginjal mungkin termasuk :
a). Mual
b). Muntah
c). Kehilangan nafsu makan
d). Kelelahan dan kelemahan
e). Masalah tidur
f). Perubahan volume dan frekuensi buang air kecil
g). Otot berkedut dan kram
h). Pembengkakan kaki dan pergelangan kaki
i). Gatal terus menerus
j). Nyeri dada jika cairan menumpuk di dalam selaput jantung
k). Sesak napas jika cairan menumpuk di paru-paru
l). Tekanan darah tinggi yang sulit dikendalikan

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian keperawatan
Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan
membantu dalam penentuan status kesehatan dan pola pertahanan
pasien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan pasien serta
merumuskan diagnose keperawatan (Smeltezer and Bare, 2011 : Kinta,
2012).

1) Identitas pasien

Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku
bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua.

2) Keluhan utama

13
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat
dan tidur, takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan
koma.

3) Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya

Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat


terapi apa, bagaimana cara minum obatnya apakan teratur atau
tidak, apasaja yang dilakukan pasien untuk menaggulangi
penyakitnya.

4) Aktifitas/istirahat :

Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur


(insomnia/gelisah atau samnolen), kelemahan otot, kehilangan
tonus, penurunan rentang gerak

5) Sirkulasi

Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada


(angina), hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting
pada kaki, telapak tangan, nadi lemah, hipotensi ortostatik
menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir,
pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan perdarahan.

6) Integritas ego

Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da


kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian.

7) Eliminasi

Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap


lanjut), abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna
urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.

8) Makanan/Cairan

14
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan
(malnutrisi), anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak
sedap pada mulut (pernapasan ammonia), penggunaan diuretic,
distensi abdomen/asietes, pembesaran hati (tahap akhir), perubahan
turgor kulit/kelembaban, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah

9) Neurosensori

Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki


gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan
kelemahan, khususnya ekstremitas bawah, gangguan status mental,
contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang, rambut
tipis, kuku rapuh dan tipis

10) Nyeri/kenyamanan

Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku berhati-
hati/distraksi, gelisah.

11) Pernapasan

Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan


banyak, takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan
batuk dengan sputum encer (edema paru).

12) Keamanan

Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis,


dehidrasi), normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan
pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal,
petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, keterbatasan gerak
sendi

13) Seksualitas

15
Penurunan libido, amenorea, infertilitas

14) Interaksi social

Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,


mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.

15) Penyuluhan/Pembelajaran

Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit


polikistik, nefritis herediter, kalkulus urenaria, maliganansi, riwayat
terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan, penggunaan
antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang.

B. Diagnosis

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai


respons pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan
yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial.
diagnosis keperawatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu diagnosis negatif
dan diagnosis positif . diagnosis negatif menunjukkan bahwa pasien
dalam kondisi sakit atau beresiko mengalami sakit sehingga penegakan
diagnosis ini akan mengarahkan pemberian intervensi keperawatan
yang bersifat penyembuhan, pemulihan dan pencegahan. Diagnosis ini
terdiri atas Diagnosis Aktual dan Diagnosis Resiko. Sedangkan
diagnosis positif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat dan
dapat mencapai kondisi yang lebih sehat dan optimal. Diagnosis ini
disebut juga dengan Diagnosis Promosi Kesehatan (ICNP, 2015)

Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab


dan tanda/gejala. Pada diagnosis resiko tidak memiliki penyebab dan
tanda/gejala, hanya memiliki faktor resiko.

Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien.


Kemungkinan diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan

16
ginjal kronis adalah sebagai berikut (Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI,
2016): 1) Hipervolemia

2) Defisit nutrisi

3) Nausea

4) Gangguan integritas kulit/jaringan

5) Gangguan pertukaran gas

6) Intoleransi aktivitas

7) Resiko penurunan curah jantung

8) Perfusi perifer tidak efektif

9) Nyeri akut

C. Perencanaan

Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, pasien,


keluarga, dan orang terdekat pasien untuk merumuskan rencana
tindakan keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami pasien.
Tahap perencanaan ini memiliki beberapa tujuan penting, diantaranya
sebagai alat komunikasi antar sesama perawat dan tim kesehatan
lainnya, meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan bagi
pasien, serta mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan
keperawatan yang ingin dicapai. Unsur terpenting dalam tahap
perencanaan ini adalah membuat orioritas urutan diagnoa
keperawatan, merumuskan tujuan, merumuskan kriteria evaluasi, dan
merumuskan intervensi keperawatan (Asmadi, 2008).

17
Tabel 2.1

Perencanaan asuhan keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronik


(sumber: SIKI, 2018)

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
1 Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipervolemia
tindakan Observasi:
keperawatan 1. Periksa tanda dan
selama 3x8 jam gejala hipervolemia
maka hipervolemia (edema, dispnea, suara
meningkat dengan napas tambahan)
kriteria hasil: 2. Monitor intake dan
1. Asupan cairan output cairan
meningkat 3. Monitor jumlah dan
2. Haluaran urin warna urin
meningkat Terapeutik
3. Edema menurun 4. Batasi asupan cairan
4. Tekanan darah dan garam
membaik 5. Tinggikan kepala
5. Turgor kulit tempat tidur
membaik Edukasi
6. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
cairan
Kolaborasi
7. Kolaborasai pemberian
diuretik
8. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat

18
deuretik
9. Kolaborasi pemberian
continuous renal
replecement therapy
(CRRT), jika perlu
2 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
tindakan Observasi
keperawatan 1. Identifikasi status
selama 3x8 jam nutrisi
diharapkan 2. Identifikasi makanan
pemenuhan yang disukai
kebutuhan nutrisi 3. Monitor asupan
pasien tercukupi makanan
dengan kriteria 4. Monitor berat badan
hasil: 1. intake Terapeutik
nutrisi tercukupi 5. Lakukan oral hygiene
2. asupan sebelum makan, jika perlu
makanan dan 6. Sajikan makanan
cairan tercukupi secara menarik dan suhu
yang sesuai
7. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi Edukasi
8. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
9. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori

19
3 Nausea Setelah dilakukan Manajemen Mual
tindakan Observasi
keperawatan 1. Identifikasi pengalaman
selama 3x8 jam mual
maka nausea 2. Monitor mual (mis.
membaik dengan Frekuensi, durasi, dan
kriteria hasil: tingkat keparahan)
1. Nafsu makan Terapeutik
membaik 3. Kendalikan faktor
2. Keluhan mual lingkungan penyebab
menurun (mis. Bau tak sedap,
3. Pucat membaik suara, dan rangsangan
4. Takikardia visual yang tidak
membaik (60-100 menyenangkan)
kali/menit) 4. Kurangi atau hilangkan
keadaan penyebab mual
(mis. Kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
Edukasi
5. Anjurkan istirahat dan
tidur cukup
6. Anjurkan sering
membersihkan mulut,
kecuali jika merangsang
mual
7. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengatasi mual(mis.
Relaksasi, terapi musik,
akupresur)
Kolaborasi

20
8. Kolaborasi pemberian
antiemetik, jika perlu
4 Kerusakan Setelah dilakukan Perawatan integritas
Integritas Kulit tindakan kulit Obsevasi
keperawatan 1. Identifikasi penyebab
selama 3x8 jam gangguan integritas kulit
diharapkan (mis. Perubahan sirkulasi,
integritas kulit perubahan status nutrisi)
dapat terjaga Terapeutik
dengan kriteria 2. Ubah posisi tiap 2 jam
hasil: jika tirah baring
1. Integritas kulit 3. Lakukan pemijataan
yang baik bisa pada area tulang, jika
dipertahankan perlu
2. Perfusi jaringan 4. Hindari produk
baik berbahan dasar alkohol
3. Mampu pada kulit kering
melindungi kulit 5. Bersihkan perineal
dan dengan air hangat
mempertahankan Edukasi
kelembaban kulit 6. Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotion
atau serum)
7. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
8. Anjurkan minum air
yang cukup
9. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
5 Gangguan setelah dilakukan Pemantauan respirasi

21
pertukaran tindakan Observasi
gas keperawatan 1. Monitor frekuensi,
selama 3x8 jam irama, kedalaman dan
diharapkan upaya napas
pertukaran gas 2. Monitor pola napas
tidak terganggu 3. Monitor saturasi
dengak kriteria oksigen
hasil: 4. Auskultasi bunyi napas
1. Tanda-tanda Terapeutik
vital dalam rentang 5. Atur interval
normal 2. Tidak pemantauan respirasi
terdapat otot bantu sesuai kondisi pasien
napas 6. Bersihkan sekret pada
3. Memlihara mulut dan hidung, jika
kebersihan paru perlu
dan bebas dari 7. Berikan oksigen
tanda-tanda tambahan, jika perlu
distress 8. Dokumentasikan hasil
pernapasan pemantauan
Edukasi
9. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan 10.
Informasikan hasil
pemantauan
Kolaborasi
11. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
6 Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi
aktifitas tindakan Observasi
keperawatan 1. Monitor kelelahan fisik
selama 3x8 jam 2. Monitor pola dan jam

22
toleransi aktivitas tidur
meningkat dengan Terapeutik
kriteria hasil: 3. Lakukan latihan
1. Keluhan lelah rentang gerak pasif/aktif
menurun 4. Libatkan keluarga
2. Saturasi oksigen dalam melakukan
dalam rentang aktifitas, jika perlu
normal (95%- Edukasi
100%) 5. Anjurkan melakukan
3. Frekuensi nadi aktifitas secara bertahap
dalam rentang 6. Anjurkan keluarga
normal (60-100 untuk memberikan
kali/menit) penguatan positif
4. Dispnea saat Kolaborasi
beraktifitas dan 7. Kolaborasi dengan ahli
setelah beraktifitas gizi
menurun (16-20
kali/menit)
7 Resiko Setelah dilakukan Perawatan Jantung
penurunan asuhan Observasi:
curah jantung keperawatan 1. Identifikasi tanda dan
selama 3x8 jam gejala primer penurunan
diharapkan curah jantung (mis.
penurunan curah Dispnea, kelelahan)
jantung meningkat 2. Monitor tekanan darah
dengan kriteria 3. Monitor saturasi
hasil: oksigen
1. Kekuatan nadi Terapeutik
perifer meningkat 4. Posisikan semi-fowler
2. Tekanan darah atau fowler
membaik 100- 5. Berikan terapi oksigen

23
130/60-90 mmHg Edukasi
3. Lelah menurun 6. Ajarkan teknik relaksasi
4. Dispnea napas dalam
menurun dengan 7. Anjurkan beraktifitas
frekuensi 16-24 fisik sesuai toleransi
x/menit Kolaborasi
8. kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
8 Perfusi perifer Setelah dilakukan Perawatan sirkulasi
tidak efektif tindakan Observasi
perawatan selama 1. Periksa sirkulasi perifer
3x8 jam maka (mis. Nadi perifer, edema,
perfusi perifer pengisian kapiler, warna,
meningkat dengan suhu)
kriteria hasil: 2. Monitor perubahan kulit
1. denyut nadi 3. Monitor panas,
perifer meningkat kemerahan, nyeri atau
2. Warna kulit bengkak
pucat menurun 4. Identifikasi faktor risiko
3. Kelemahan otot gangguan sirkulasi
menurun Terapeutik
4. Pengisian 5. Hindari pemasangan
kapiler membaik infus atau pengambilan
5. Akral membaik darah di area
6. Turgor kulit keterbatasan perfusi
membaik 6. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
7. Lakukan pencegahan
infeksi

24
8. Lakukan perawatan
kaki dan kuku
Edukasi
9. Anjurkan berhenti
merokok
10.Anjurkan berolahraga
rutin
11.Anjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari
kulit terbakar
12.Anjurkan meminum
obat pengontrol tekanan
darah secara teratur
Kolaborasi
13.Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu
9 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan Observasi
keperawatan 1. Identifikasi factor
selama 3x8 jam pencetus dan pereda
maka tautan nyeri nyeri
meningkat dengan 2. Monitor kualitas nyeri
kriteria hasil: 3. Monitor lokasi dan
1. Melaporkan penyebaran nyeri
nyeri terkontrol 4. Monitor intensitas nyeri
meningkat dengan menggunakan
2. Kemampuan skala
mengenali onset 5. Monitor durasi dan
nyeri meningkat frekuensi nyeri
3. Kemampuan Teraupetik
menggunakan 6. Ajarkan Teknik

25
teknik nonfarmakologis untuk
nonfarmakologis mengurangi rasa nyeri
meningkat 7. Fasilitasi istirahat dan
4. Keluhan nyeri tidur
penggunaan Edukasi
analgesik menurun 8. Anjurkan memonitor
5. Meringis nyeri secara mandiri
menurun 9. Anjurkan menggunakan
6. Frekuensi nadi analgetik secara tepat
membaik Kolaborasi
7. Pola nafas 10. Kolaborasi pemberian
membaik obat analgetik
8. Tekanan darah
membaik

D. Implementasi

Implementasi merupakan langkah keempat dalam proses asuhan


keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi kesehatan
(tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana
tindakan keperawatan yang di prioritaskan.

Proses pelaksanaan imolementasi harus berpusat kepada


kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan dan kegiatan
komunikasi (Kozier et al., 2010)

Menurut Purwaningsih & Karlina (2010) ada 4 tahap operasional


yang harus diperhatikan oleh perawat dalam melakukan implementasi
keperawatan, yaitu sebagai berikut :

1) Tahap Prainteraksi

26
Membaca rekam medis pasien, mengeksplorasi perasaan, analisis
kekuatan dan keterbatasan professional pada diri sendiri, memahami
rencana keperawatan yang baik, menguasai keterampilan teknis
keperawatan, memahami rasional ilmiah dan tindakan yang akan
dilakukan, mengetahui sumber daya yang diperlukan, memahami
kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan
keperawatan, memahami standar praktik klinik keperawatan untuk
mengukur keberhasilan dan penampilan perawat harus meyakinkan

2) Tahap Perkenalan

Mengucapkan salam, memperkenalkan nama, enanyakan nama,


umur, alamat pasien, menginformasikan kepada pasien tujuan dan
tindakan yang akan dilakukan oleh perawat, memberitahu kontrak
waktu, dan memberi kesempatan pada pasien untuk bertanya
tentang tindakan yang akan dilakukan

3) Tahap Kerja

Menjaga privasi pasien, melakukan tindakan yang sudah


direncanakan, hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat
pelaksanaan tindakan adalah energy pasien, pencegahan
kecelakaan dan komplikasi, rasa aman, kondisi pasien, respon
pasien terhadap tindakan yang telah diberikan.

4) Tahap Terminasi

Beri kesempatan pasien untuk mengekspresikan perasaannya


setelah dilakukan tindakan oleh perawat, berikan feedback yang baik
kepada pasien dan puji atas kerjasama pasien, kontrak waktu
selanjutnya, rapikan peralatan dan lingkungan pasein dan lakukan
terminasi, berikan salam sebelum menginggalkan pasien, lakukan
pendokumentasian

E. Evaluasi

27
Evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk
menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi
dilakukan terus-menerus terhadap respon pasien pada tindakan
keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi proses atau promotif
dilakukan setiap selesai tindakan. Evaluasi dapat dilakukan
menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya.

S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang


telah dilaksanakan.

O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang


telah dilaksanakan.

A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan


apakah masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah
tidak teratasi atau muncul masalah baru.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada


respon pasien

Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:

1) Masalah teratasi, jika pasien menunjukkan perubahan sesuai


dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.

2) Masalah teratasi sebagian, jika pasien menunjukkan


sebahagian dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.

3) Masalah belum teratasi, jika pasien tidak menunjukkan


perubahan dan kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan
dan kriteria hasil yang telah ditetapkan

4) Muncul masalah baru, jika pasien menunjukkan adanya


perubahan kondisi atau munculnya masalah baru.

28
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan


gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah). Berdasarkan beberapa definisi
di atas, dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis merupakan
gangguan fungsi ginjal yang progresif dan ireversible dan sudah
berlangsung lama, sehingga mengakibatkan gangguan yang persisten
dan mengganggu berbagai sistem tubuh.

B.Saran

Dalam pengembangan ilmu keperawatan diharapkan dapat menambah


keluasan ilmu keperawatan dalam melakukan asuhan keperawatan
pada penyakit Gagal Ginjal.

29
DAFTAR PUSTAKA

30

Anda mungkin juga menyukai