Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. T DENGAN


GAGAL GINJAK KRONIK (GGK) DI RSU ADVENT MEDAN

Disusun oleh:
Desy Hariandja, S.Kep

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ADVENT INDONESIA
T.A 2022 / 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasihNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan sebuah Makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Tn. T dengan Gagal Ginjal Kronik (GGK) di RSU Advent Medan”.
Pada kesempatan kali ini penulis juga ingin meyampaikan ucapan terima kasih kepada
Dosen Universitas Advent Indonesia terkhusus Dosen Pembimbing Praktek
Keperawatan Medikal Bedah yaitu Mam Ernawaty Siagian.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
terdapat kekurangan. Namun demikian, penulis telah berusaha semaksimal mungkin
dengan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu, penulis juga mengharapkan kritik
dan saran yang membangun agar Makalah ini dapat lebih bermanfaat bagi para
pembaca.

Medan, 27 Oktober 2022

Desy Hariandja
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ii

LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian............................................................................................................1
2. Klasifikasi...........................................................................................................1
3. Etiologi................................................................................................................3
4. Patofisiologi........................................................................................................4
5. Analisa Data........................................................................................................6
6. Penatalaksanaan..................................................................................................6
7. Pemeiksaan Diagnostik.......................................................................................8
8. Pengkajian..........................................................................................................10
9. Diagnosa..............................................................................................................14
10. Intervensi Keperawatan.......................................................................................14

LAPORAN KASUS
1. Pengkajian ........................................................................................................17
2. Analisa data.........................................................................................................19
3. Pathway...............................................................................................................21
4. Diagnosa Keperawatan........................................................................................21
5. Perencanaan Keperawatan..................................................................................22
6. Evaluasi dan Edukasi .........................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………25

ii
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIK
DI RUANG ANGGREK RS ADVENT MEDAN

LANDASAN TEORITIS
A. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dlam keadaan asupan
makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik
dan akut (Nurarif & Kusuma, 2013).
Gagal ginjal kronik merupakan suatu kondisi dimana organ ginjal sudah
tidak mampu mengangkut sampah sisa metabolik tubuh berupa bahan yang
biasanya dieliminasi melalui urin dan menumpuk dalam cairan tubuh akibat
gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan
metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa (Abdul, 2015).
Sedangkan menurut Black dan Hawks (2014) gagal ginjal kronik adalah
gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh
tidak mampu memelihara metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan cairan
dan elektrolit yang berakibat pada peningkatan ureum. Pada pasien gagal ginjal
kronik mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan
memerlukan pengobatan berupa, trensplantasi ginjal, dialisis peritoneal,
hemodialysis dan rawat jalan dalam waktu yang lama (Desfrimadona, 2016).

B. ETIOLOGI
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi
glomerulus atau yang disebut juga penurunan Glomerulus Filtration Rate (GFR).
Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013):
1. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan
iskemik ginjal dan kematian jaringan ginajl. Lesi yang paling sering adalah
Aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan konstriksi skleratik
progresif pada pembuluh darah. Hyperplasia fibromaskular pada satu atau
lebih artieri besar yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah.
Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang
tidak di obati, dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya elastistisitas
system, perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan
akhirnya gagal ginjal.
2. Gangguan imunologis: seperti glomerulonephritis
3. Infeksi: dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang
berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini
mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara ascenden
dari traktus urinarius bagiab bawah lewat ureter ke ginjal sehingga dapat
menimbulkan kerusakan irreversible ginjal yang disebut pielonefritis.
4. Gangguan metabolik: seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak
meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan
berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amyloidosis
yang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding
pembuluh darah secara serius merusak membrane glomerulus.
5. Gangguan tubulus primer: terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam
berat.
6. Obstruksi traktus urinarius: oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontstriksi
uretra.
7. Kelainan kongenital dan herediter: penyakit polikistik sama dengan kondisi
keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan
didalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat
konginetal (hypoplasia renalis) serta adanya asidosis.
C. PATOFISIOLOGI

(Sumber: Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2018)


Gagal ginjal kroni disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan
metabolik (DM), infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan
Imunologis, Hipertensi, Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan
kongenital yang menyebabkan GFR menurun (Ermawan, 2019).
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorbsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR (daya saring). Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban
bahanyang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa di reabsorbsi berakibat
dieresis osmotic disertai poliuri dan haus (Ermawan, 2019).
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak timbul disertai
retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih
jelas dan muncul gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala
khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat
ini fungsi renal yang demikian lebih rendah itu. (Price & Wilson, 2015).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan
semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2011).

D. TANDA DAN GEJALA


Pasien akan menunjukkan beberapa tanda dan gejala: Keparahan kondisi
bergantung pada tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia
pasien.
1. Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi, retinopati (kerusakan retina mata) dan ensefalopati
hipertensif (suatu sindrom akibat dari peningkatan tekanan arteri mendadak
tinggi yang dapat mempengaruhi fungsi otak), beban sirkulasi berlebih, edema,
gagal jantung kongestif (kegagalan jantung dalam memompa pasokan darah
yang dibutuhkan tubuh), dan distritmia (gangguan irama jantung).
2. Sistem Dermatologi
Pucat, pruritis atau gatal, Kristal uremia, kulit kering, dan memar.
3. Sistem Neurologi
Mudah lelah, otot mengecil dan lemah, sistem saraf tepi: Penurunan
ketajaman mental, konsentrasi buruk, kekacauan mental, koma, otot berkedut,
kejang.
4. Sistem pernafasan
Dispnea yaitu kondisi yang terjadi akibat tidak terpenuhinya pasokan
oksigen ke paru – paru yang menyebabkan pernafasan menjadi cepat, pendek,
dan dangkal, edema paru, pneumonitis, kussmaul (pola pernapasan yang sangat
dalam).
5. Sistem Gastroinstestinal
Anoreksia, mual, muntah, nafas bau amoniak, mulut kering, pendarahan
saluran cerna, diare, stomatitis atau sariawan, parotitis atau infeksi virus yang
menyebabkan pembengkakan pada kelenjar parotis pada wajah.
6. Sistem Perkemihan
Poliuria (urine dikeluarkan sangat banyak dari normal), berlanjut menuju
oliguria (urine yang dihasilkan sangat sedikit), lalu anuria (kegagalan ginjal
sehingga tidak dapat membuat urine), nokturia (buang air kecil di sela waktu
tidur malam), proteinuria (protein didalam urine).
7. Hematologik
Anemia, hemolisis (kehancuran sel darah merah), kecenderungan
perdarahan, risiko infeksi.
8. Biokimia Azotemia (penurunan GFR, menyebabkan peningkatan BUN dan
kreatinin), hyperkalemia, Retensi Na, Hipermagnesia, Hiperrurisemia.
9. Sex Libido hilang, Amenore (ketika seorang wanita usia subur tidak
mengalami haid), Impotensi dan sterilisasi.
10. Metabolisme Hiperglikemia kebutuhan insulin menurun, lemak peningkatan
kadar trigliserad, protein sintesis abnormal.
11. Gangguan kalsium Hiperfosfatemia, hipokalsemia, konjungtivitis / ureamia
mata merah (Suharyanto, 2013).
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosa gagal ginjal kronis (Pranata dan Prabowo, 2014).
1. Biokimiawi
Pemeriksaan utama dari analisis fungsi ginjal adalah ureum dan kreatinin
plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui fungsi ginjal adalah dengan
analisa creatinine Clearence (klirens kreatinin). Selain pemeriksaan fungsi ginjal
(renal fuction test), pemeriksaan kadar elektrolit juga harus dilakukan untuk
mengetahui status keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal.
2. Urinalis
Urinalisis dilakukan untuk penyaringan ada atau tidaknya infeksi pada ginjal
atau ada atau tidakanya perdarahan aktif akibat inflamasi atau peradangan pada
jaringan parenkim ginjal.
3. Ultrasonografi Ginjal
Imaging (gambaran) dari ultrasonografi akan memberikan informasi
mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada pasien gagal ginjal
biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal. Selain itu,
ukuran dari ginjal pun akan terlihat.
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
1) Volume, biasanya berkurang dari 400ml/24jam atau anuria yaitu tidak
adanya produksi urine.
2) Warna, secara abnormal urine keruh kemungkinan disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, fosfat, kecoklatan menunjukkan adanya darah, hb,
mioglobin, dan porfirin.
3) Berat jenis, kurang dari 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat.
4) Osmoalitas, kurang dari 350 mOsm/kg menujukan kerusakan ginjal tubular
dan rasio urin/serum sering 1:1.
5) Klirens kreatinin mengalami penurunan.
6) Natrium, lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium.
7) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus.
b. Darah
1) BUN / kreatinin, meningkat kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir.
2) Hematokrit menurun sehingga terjadi anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8
gr/dl.
3) Sel darah merah, menurun, defisiensi eritopoeitin.
4) Analisin gas darah, basanya asidosis metabolik, pH kurang dari 7,2.
5) Natrium serum menurun, kalium meningkat, magnesium meningkat,
kalsium menurun.
c. Pemerksaan EKG Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda
perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Wiliyanarti, P. F., & Muhith, A. (2019), penatalaksanaan gagal
ginjal kronik dapat dilakukan dua tahap yaitu dengan terapi konservatif dan terapi
pengganti ginjal. Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya
faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal, dan memelihara
keseimbangan cairan elektrolit. Beberapa tindakan konservatif dan terapi pengganti
ginjal yang dapat dilakukan dengan pengaturan diet maupun HD pada pasien
dengan gagal ginjal kronik diantaranya yaitu:
1. Tindakan Konservatif
a. Diet rendah protein
Diet rendah protein bertujuan untuk mencegah atau mengurangi
toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama
gangguan keseimbangan negatif nitrogen. Jumlah protein yang
diperbolehkan kurang dari 0,6 gr protein/Kg/hari dengan LFG (Laju
Filtrasi Glomerulus) kurang dari 10 mL/menit.
b. Terapi diet rendah Kalium
Hiperkalemia (kadar kalium lebih dari 6,5 mEq/L) merupakan
komplikasi interdiliatik yaitu komplikasi yang terjadi selama periode
antar hemodialisis. Hiperkalemia mempunyai resiko untuk terjadinya
kelainan jantung yaitu aritmia yang dapat memicu terjadinya cardiac
arrest yang merupakan penyebab kematian mendadak. Jumlah yang
diperbolehkan dalam diet adalah 40-80 mEq/hari.
c. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Asupan cairan pada gagal ginjal kronik membutuhkan regulasi
yang hati-hati. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan
beban sirkulasi, edem, dan juga intoksikasi cairan. Kekurangan cairan
juga dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan memburuknya fungsi
ginjal. Aturan umum untuk asupan cairan adalah keluaran urin dalam 24
jam ditambah 500 mL yang mencerminkan kehilangan cairan yang tidak
disadari.
d. Kontrol hipertensi.
Pada pasien hipertensi dengan gagal ginjal kronik,
keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung
tekanan darah sering diperlukan diuretik loop, selain obat antihipertensi.
e. Mencegah dan tata laksana penyakit tulang ginjal.
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat
seperti aluminium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat pada
setiap makan.Deteksi dini dan terapi infeksi. Pasien uremia harus
diterapi sebagai pasien imunosupresif dan terapi lebih ketat.
f. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal.
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena
metaboliknya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal.Deteksi dini dan terapi
komplikasiAwasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia,
perikarditis, neuropati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan
cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk
bertahan, sehingga diperlukan dialisis.
g. Teknis nafas dalam.
Breathing exercise atau teknis nafas dalam bertujuan untuk
mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta mengurangi
udara yang terperangkap serta mengurangi kerja bernapas. Menurut Dwi
(2018), latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan menarik nafas
melalui hidung dengan mulut tertutup tahan selama 3 detik, kemudian
mengeluarkan nafas pelan-pelan melalui mulut dengan posisi bersiul,
purse lips breathing dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot abdomen
selam ekspirasi dan tidak ada udara yang keluar melalui hidung, dengan
purse lips breathing akan terjadi peningkatan tekanan pada rongga
mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui cabang-cabang
bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan kolaps saluran nafas
kecil pada waktu ekspirasi.
2. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada gagal ginjal kronik stadium akhir
yaitu pada LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) kurang dari 15 ml/menit. Terapi
tersebut dapat berupa :
a. Hemodialisa
Hemodialisa adalah suatu cara untuk mengeluarkan produk sisa
metabolisme melalui membran semipermiabel atau yang disebut dengan
dialisis. Salah satu langkah penting sebelum memulai hemodialisis yaitu
mempersiapkan acces vascular beberapa minggu atau beberapa bulan
sebelum hemodilasis dengan tujuan untuk memudahkan perpindahan
darah dari mesin ke tubuh pasien.
b. CAPD (Continuous Ambulatory Peritonial Dyalisis)
CAPD dapat digunakan sebagai terapi dialisis untuk penderita
gagal ginjal kronik sampai 3-4 kali pertukaran cairan per hari. Pertukaran
cairan dapat dilakukan pada jam tidur sehingga cairan peritonial dibiarkan
semalam. Terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien dialisis
peritonial. Indikasi dialisis peritonial yaitu :
1) Anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun).
2) Pasien-pasien yang telah menderita penyakit system kardiovaskuler.
3) Pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila
dilakukan hemodialisis.
4) Kesulitan pembuatan AV shunting.
5) Pasien dengan stroke.
6) Pasien gagal ginjal terminal dengan residual urin masih cukup.
7) Pasien nefropati diabetik disertai morbidity dan co-mortality.
c. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang lebih disukai
untuk pasien gagal ginjal stadium akhir. Kebutuhan transplantasi ginjal
jauh melebihi ketersediaan ginjal yang ada dan juga kecocokan dengan
dengan pasien (umumnya keluarga dari pasien). Transplantasi ginjal
memerlukan dana dan peralatan yang mahal serta sumber daya yang
memadai. Komplikasi akibat pembedahan atau reaksi penolakan tubuh
merupakan keadaan yang timbul akibat dari transplantasi ginjal.
d. CRRT
CRRT (Continuous Renal Replacement Therapy) merupakan salah
satu terapi untuk menggantikan fungsi ginjal. Ginjal berperan dalam
mengeluarkan zat-zat, cairan atau sisa metabolisme tubuh. Pada kondisi
gagal ginjal dimana ginjal tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya,
maka dibutuhkan terapi penggantian ginjal atau yang disebut dengan
Renal Replacement Therapy (RRT). 
Renal Replacement Therapy berfungsi untuk membuang cairan
berlebih di dalam darah dan menukar zat-zat terlarut, baik toksin yang
tidak lagi diperlukan oleh tubuh maupun zat-zat yang diperlukan tubuh
seperti natrium, kalium, kalsium, klorida, bikarbonat antara cairan tubuh
dengan cairan dialisa.
Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan membantu
dalam penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi
kekuatan dan kebutuhan pasien serta merumuskan diagnosa keperawatan menurut
Suharyanto, Toto, & Madjid, A. (2013).:
1) Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku bangsa,
nama orang tua, pekerjaan orang tua.
2) Keluhan utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang
menyertai. Keluhan bisa berupa urin output yang menurun dari oliguria-
anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasi-
ventilasi, kelemahan, susah berjalan/bergerak, gangguan istirahat dan tidur,
anoreksia, mual dan muntah, diaforesis, fatigue, napas berbau urea, dan
pruritus
3) Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa,
bagaimana cara minum obatnya apakan teratur atau tidak, apasaja yang
dilakukan pasien untuk menaggulangi penyakitnya.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Gagal ginjal kronik dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan berbagai
penyebab (multikausa). Oleh karena itu informasi penyakit terdahulu akan
menegaskan untuk penegasan masalah. Kaji riwayat infeksi saluran kemih
(ISK), penggunaan obat berlebihan (overdosis) khususnya obat yang bersifat
nefrotoksik, BPH (benign prostatic hyperplasia) yang mampu mempengaruhi
kerja ginjal. Selain itu, ada beberapa penyakit yang berlangsung
mempengaruhi gagal ginjal yaitu diabetes millitus, hipertensi, dan batu saluran
kemih.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Gagal ginjal bukan penyakit yang bersifat menular dan menurun. Namun,
pencetus sekunder seperti diabetes dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap
kejadian penyakit gagal ginjal kronik, kaji pola kesehatan keluarga yang
diterapkan jika ada anggota keluarga yang sakit, misalnya minum saat sakit.
6) Aktifitas/istirahat :
Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah atau
samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
7) Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina),
hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak
tangan, nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang
jarang pada penyakit tahap akhir, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning,
kecenderungan perdarahan.
8) Integritas ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
9) Eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut),
abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine, contoh
kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
10) Makanan / Cairan
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi),
anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut
(pernapasan ammonia), penggunaan diuretic, distensi abdomen/asietes,
pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor kulit / kelembaban, ulserasi
gusi, perdarahan gusi/lidah.
11) Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot / kejang, syndrome “kaki gelisah”,
rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya
ekstremitas bawah, gangguan status mental, contoh penurunan lapang
perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang,
rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
12) Nyeri/kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku berhati-
hati/distraksi, gelisah.
13) Pernapasan
Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak,
takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan batuk dengan sputum
encer (edema paru).
14) Keamanan
Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi),
normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang
mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal, petekie, area ekimosis pada
kulit, fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi.
15) Seksualitas
Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
16) Interaksi sosial
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan
fungsi peran biasanya dalam keluarga.
17) Penyuluhan/Pembelajaran
Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit
polikistik, nefritis herediter, kalkulus urenaria, maliganansi, riwayat terpejan
pada toksin, contoh obat, racun lingkungan, penggunaan antibiotic nefrotoksik
saat ini/berulang.
18) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Yang perlu dikaji kesadaran, TTV (tekanan darah meningkat, suhu
meningkat, nadi lemah, disritmia, pernapasan kusmaul, tidak teratur) dan
tingkat kelemahan.
b) Kepala
(1) Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur,
edema periorbital.
(2) Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
(3) Hidung : pernapasan cuping hidung.
(4) Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,
muntah serta cegukan dan peradangan gusi.
c) Leher : pembesaran vena leher.
d) Dada dan thoraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan
dangkal dan kusmaul serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema
pulmoner, friction rubpericardial.
e) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
f) Genital : atropi testikuler, amenore.
g) Ekstremitas : CRT > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta tipis,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop,
kekuatan otot.
h) Kulit : esimosis, kulit kering, bersisik, warna kulit abu-abu, mengkilat
atau hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar
(purpura), edema. Derajat edema:
(1) Derajat I: Kedalamannya 1-3 mm dengan waktu kembali 3 detik.
(2) Derajat II: Kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5detik.
(3) Derajat III: Kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7detik.
(4) Derajat IV: Kedalamannya 7 mm dengan waktu kembali 7detik.
i) Sistem hematologi
Ditemukan adanya friction rub pada kondisi urinemia berat, biasanya
terjadi HD meningkat, akral dingin, CRT >3 detik, palpasi jantung, chest
pain, dyspnea, gangguan irama jantung dan gangguan sirkulasi lainnya.
Selain itu, pada fisiologis darah sendiri sering ada gangguan anemia
karena penurunan eritropotein.
j) Sistem neuromuskuler
Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbik dan
sirkulasi serebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif dan
terjadinya disorientasi akan dialami pasien gagal ginjal kronik.

B. Diagnosis
Menurut Herdman, T. H., & Kamitsuru, S, (2015), diagnosis keperawatan
merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons pasien terhadap masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual
maupun potensial. Diagnosis keperawatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu diagnosis
negatif dan diagnosis positif. Diagnosis negatif menunjukkan bahwa pasien dalam
kondisi sakit atau beresiko mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis ini akan
mengarahkan pemberian intervensi keperawatan yang bersifat penyembuhan,
pemulihan dan pencegahan. Diagnosis ini terdiri atas diagnosis aktual dan
diagnosis resiko. Sedangkan diagnosis positif menurut Hardi, K., & Huda Amin, N,
(2015), menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai
kondisi yang lebih sehat dan optimal. Diagnosis ini disebut juga dengan diagnosis
promosi kesehatan.
Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab dan
tanda/gejala. Pada diagnosis resiko tidak memiliki penyebab dan tanda/gejala,
hanya memiliki faktor resiko. Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data
pasien. Kemungkinan diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal
kronis adalah sebagai berikut (Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2018):
1. Kelebihan cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin, diet berlebih dan
retensi cairan serta natrium.
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membram mukosa mulut.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan berhubungan dengan
keterbatasan kognitif, kurang terpajan / mengingat, salah interpretasi informasi.
4. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan perubahan peran,
perubahan citra tubuh dan fungsi seksual.

C. Perencanaan
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, pasien,
keluarga, dan orang terdekat pasien untuk merumuskan rencana tindakan
keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami pasien. Tahap perencanaan ini
memiliki beberapa tujuan penting, diantaranya sebagai alat komunikasi antar
sesama perawat dan tim kesehatan lainnya, meningkatkan kesinambungan asuhan
keperawatan bagi pasien, serta mendokumentasikan proses dan kriteria hasil
asuhan keperawatan yang ingin dicapai. Unsur terpenting dalam tahap
perencanaan ini adalah membuat orioritas urutan diagnoa keperawatan,
merumuskan tujuan, merumuskan kriteria evaluasi, dan merumuskan intervensi
keperawatan (Amin, 2015).
Menurut Sugeng & Weni, (2010) intervensi gagal ginjal kronik adalah:
1. Kelebihan cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin, diet berlebih
dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan: mempertahankan berat tubuh tanpa kelebihan cairan.
Intervensi:
a. Monitoring status cairan (BB harian, turgor kulit dan adanya edema,
distensi vena leher, dan TTV).
b. Pertahankan pencatatan volume masuk dan keluar, dan kumulatif
keseimbangan cairan.
c. Batasi masukan cairan.
d. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan
cairan.
e. Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membram
mukosa mulut.
Tujuan: menunjukan berat badan stabil atau peningkatan mencapai tujuan
dalam nilai laboratorium normal dan tak ada tanda malnutrisi, nutrisi adekuat.
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan atau cairan dan hitung masukan kalori perhari.
b. Kaji adanya mual muntah.
c. Anjurkan cemilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium di antara
waktu makan.
d. Timbang berat badan harian.
e. Jelaskan pembatasan diet dan hubunganya dengan penyakit gagal ginjal
dan peningkatan urea dan kadar kreatinin.
f. Kolaborasi dengan ahli gizi.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan berhubungan dengan
keterbatasan kognitif, kurang terpajan / mengingat, salah interpretasi informasi
Tujuan: meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang
bersangkutan.
Intervensi:
a. Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya, dan
penanganannya.
b. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat
pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
c. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai
perubahan akibat penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
4. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan perubahan peran,
perubahan citra tubuh dan fungsi seksual.
Tujuan: memperbaiki konsep diri.
Intervensi:
a. Kaji respons dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan
penanganannya.
b. Kaji hubungan antara pasien dan anggota keluarga terdekat.
c. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit
dan penanganan.
d. Diskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan, dan
kemesraan.

D. Implementasi
Implementasi merupakan langkah keempat dalam proses asuhan
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi kesehatan (tindakan
keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan yang
di prioritaskan. Proses pelaksanaan imlementasi harus berpusat kepada kebutuhan
pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi (Wiji Lestari, 2017).
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa
serangkaian kegiatan sistematis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil
yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang
dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara
umum maupun secara khusus pada klien dengan diagnosa gagal ginjal kronik. Pada
pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen, interdependen,
dan dependen (Kusuma dkk, 2020).
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang
diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan
yang dimilikinya. Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan
dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam perawatan
maupun pelayanan kesehatan. Sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang
dilksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan orang lain (Marrine, 2019).

E. Evaluasi
Menurut Muttaqin dan Kumala (2011), evaluasi merupakan suatu proses
yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien.
Evaluasi dilakukan terus-menerus terhadap respon pasien pada tindakan
keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi proses atau promotif dilakukan setiap
selesai tindakan. Evaluasi dapat dilakukan menggunakan SOAP sebagai pola
pikirnya.
S (subjek): Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O (Objektif): Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A (Assessment): Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak teratasi atau
muncul masalah baru.
P (Plan): Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon
pasien.
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
1. Masalah teratasi, jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2. Masalah teratasi sebagian, jika pasien menunjukkan sebahagian dari kriteria
hasil yang telah ditetapkan.
3. Masalah belum teratasi, jika pasien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan.
4. Muncul masalah baru, jika pasien menunjukkan adanya perubahan kondisi
atau munculnya masalah baru.
LAPORAN KASUS

Tanggal MRS : 10 Oktober 2022 Jam : 11:00 WIB


Tanggal Pengkajian : 10 Oktober 2022 No.RM: 00.87.06.72
Diagnosa Medis : CKD Stage V

A. Pengkajian
1. Biodata
Nama inisial : Tn. T
Jenis kelamin : Laki laki
Umur : 63 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Tukang
Diagnosa medis : CKD on HD regular + Sepsis
Alamat : JL Eka surya Komp Rispa 3
Tanggal masuk RS : 10/10/2022, 11 : 00 WIB
Tanggal pengkajian : 10/10/2022
No. RM : 00.87.06.72
BB : 58 Kg; TB : 160 cm; IMT : 22,7 kg/m2
2. Identitas Penanggung Jawab
Inisial nama penanggung jawab : Ny. B
Hubungan dengan klien : Isteri
Alamat : Jln. Sudirman No. 56 A

3. Alasan Masuk Rumah Sakit


Tn. T mengeluhkan sesak nafas.

4. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama dirasakan saat ini
Tn. T mengatakan sesak nafas, bengkak pada kaki, batuk berdahak, lemas
dan mual.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Tn. T datang ke IGD RSU Advent Medan pada tanggal 10 Oktober 2022 jam
11:00 WIB oleh keluarganya sesak napas tiba-tiba tetapi tidak ada nyeri dada.
Keluhan tambahan adalah kaki bengkak, batuk berdahak, lemas, dan mual.
Pada saat dikaji, hasil pemeriksaan TD = 150 / 80 mmHg, N = 110 kali
permenit, RR = 26 kali permenit, dan T = 36,5℃ serta ditemukan edema pada
kedua ekstremitas bawah.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Dulu pasien pernah bekerja sebagai tukang, saat bekerja pasien sering minum
minuman berenergi, juga apabila merasa nyeri sering minum obat asam
mefenamat. Pasien didiagnosa dengan penyakit ginjal sejak tahun 2021 dan
baru mulai cuci darah sejak 3 bulan yang lalu, rutin 2 kali seminggu. Pasien
pernah dirawat di rumah sakit tahun lalu dengan riwayat penyakit ginjal
kronik dan anemia. Obat yang rutin dikonsumsi Amlodipine 1 x 10 mg,
Candesartan 1 x 16 mg, CaCO3 2 x 1, dan asam folat 2 x 1. Riwayat
pemasangan double lumen (cimino) 3 bulan lalu, dan tidak ada riwayat
alergi. Pasien rutin hemodialisis dua kali seminggu (Hari Senin dan Kamis).
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan dari kakak pasien yang pertama menderita PGK juga dan
kakak kedua menderita kanker paru.

5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Sedang, kesadaran composmentis, GCS 15 (E4 V5 M6), posisi pasien semi-
fowler, Tn. T terpasang IV line di tangan kanan, binasal 3 L/i; double lumen
(cimino); kateter urine. TTV TD = 150 / 80 mmHg, N = 110 kali permenit,
RR = 26 kali permenit, dan T = 36,5℃.
b. Kenyamanan / Nyeri
Tidak ditemukan adanya nyeri.
c. Pemeriksaan Head to Toe
1) Pemeriksaan kepala.
Kulit kepala bersih, tidak ada ketombe dan tidak ada lesi. Penyebaran
rambut merata berwarna hitam, tidak mudah patah, tidak bercabang, dan
tidak ada kelainan, beruban (+).
2) Mata
Mata lengkap, simetris kanan dan kiri, kornea mata jernih kanan dan kiri.
Konjungtiva anemis dan sklera tidak ikterik. Kelopak mata/palepebra
tidak ada pembengkakan. Adanya reflek cahaya pada pupil dan bentuk
isokor kanan dan kiri, iris kanan kiri berwarna hitam, tidak ada kelainan.
3) Hidung
Ada pernapasan cuping hidung, posisi septum nasal di tengah, lubang
hidung bersih, tidak ada sekret, tulang hidung dan septum nasi tidak ada
pembengkakan dan tidak ada polip.
4) Mulut dan Lidah
Keadaan mukosa bibir berwarna pucat, gigi geligi lengkap tanpa karies,
lidah berwarna merah muda, tonsil ukuran normal, dan uvula letak
simetris di tengah. Slem banyak, warna kuning, konsistensi kental.
5) Telinga
Pinna telinga elastis, kanalis bersih, membran timpani utuh dengan
cahaya politser (+), pasien dapat mendengar dengan baik.
6) Leher
Kelenjar getah bening tidak teraba, tiroid tidak teraba, posisi trakea di
tengah, dan tidak ada kelainan.
7) Pemeriksaan Thoraks / Dada
Pasien mengeluh sesak napas, batuk produktif dengan warna lendir
kekuningan dan konsistensi kental, tidak ada penggunaan WSD.
Inspeksi: bentuk dada simetris, RR 26 kali permenit, Pola pernapasan
dispneu, ada pernapasan cuping hidung, tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan, usaha napas dengan posisi setengah duduk, kadang-kadang
pasien menggunakan binasal kanul 3 liter permenit, napas pendek,
kusmaul (cepat/dalam).
Palpasi: vokal fremitus normal teraba simeris, ekspansi paru simetris di
kedua sisi, tidak ada kelainan.
Perkusi: perkusi paru sonor.
Auskultasi: terdengar suara tambahan ronkhi, gargling ada.
8) Pemeriksaan Jantung
Tidak ada keluhan nyeri dada.
Inspeksi: iktus kordis tidak tampak, thoraks simetris, CRT 2,5 detik,
tidak ada sianosis.
Palpasi: iktus kordis teraba dan akral dingin.
Perkusi: basik jantung berada di ICS II dari lateral ke media linea
parasterna sinistra, pinggang jantung berada di ICS III dari linea
parasternal kiri, apeks jantung berada di ICS V dari linea midklavikula
sinistra.
Auskultasi: bunyi jantung I normal dan regular, bunyi jantung II normal
dan regular, tidak ada bunyi jantung tambahan.
9) Pemeriksaan Abdomen
BB pasien 58 Kg, TB 160 cm, IMT 22,7 kg/m2 (kategori normal); BAB
3 hari sekali, terakhir BAB 2 hari yang lalu, konsistensi keras, diet padat,
nafsu makan menurun, porsi makan habis ¼ porsi (3 sendok makan).
Inspeksi: bentuk abdomen datar, tidak terlihat bayangan vena, tidak ada
benjolan/masa, tidak ada luka operasi, dan tidak ada drain.
Auskultasi: peristaltik usus 4 kali permenit.
Palpasi: abdomen tegang, tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, hepar,
lien, dan ginjal tidak teraba.
Perkusi: tidak ada asites, pada ginjal tidak ada nyeri ketuk.
10) Pemeriksaan Perkemihan
Bersih, keluhan kencing saat SMRS oliguria, kemampuan berkemih
dibantu dengan kateter urine, produksi urin ±1250 ml/hari, warna
kuning jernih, bau khas urine, tidak ada pembesaran dan nyeri tekan
pada kandung kemih.
11) Pemeriksaan Muskuleskeletal (Ekstremitas) dan Integumen
Pergerakan sendi bebas, tidak ada kelainan ekstermitas, tidak ada
kelainan tulang belakang, tidak ada fraktur, tidak menggunakan traksi,
tidak ada kompartemen syndrome, kulit pucat, turgor kulit kurang,
akral dingin.
Terdapat edema pada ekstremitas bawah: RU: 0 RL: +1 LU: 0 LL: +1
Penilaian risiko dekubitus rendah (skor 16).
12) Sistem Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada pembesaran kelenjar
getah bening, tidak ditemukan tanda trias DM, tidak ada kondisi kaki
DM.

6. Data Psiko-Sosial-Spiritual
a. Data psikologis : Tn. T mengatakan sudah lama dan sering dirawat di RS,
Tn. T tampak kooperatif saat pengkajian.
b. Data sosial : Tn. T tidak ada gangguan dengan lingkungan.
c. Data spiritual : Tn. T mengatakan sering beribadah baik sebelum masuk RS
maupun sesudah masuk RS.

7. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 10 Oktober 2022
1) Darah Lengkap
Leukosit : 6,460 /uL (4,8 – 10,8 103 /µL).
Eritrosit : 3,06 jt/uL (4,7 - 6,1 106 /µL).
Hemoglobin : 8,4 g/dL (14 - 18 g/dL.
Hematokrit : 32 % (37 - 54 %).
Trombosit : 119.000 /uL.
Limfosit : 7,80 %
2) Fungsi Ginjal
Ureum : 143 mg/dL
Kreatinin : 7,32 mg/dL
BUN : 67 mg/dL
3) Elektrolit
Natrium : 136 mEq/l
Kalium : 3,6 mEq/l
Chlorida : 105 mEq/l
Albumin : 2,6 gr/dl
4) Fungsi Urinalisa
Warna : kuning keruh
Glukosa : negatif
Bilirubin : negatif
Keton : negatif
Berat jenis : 1,018
Ph :7
Protein :+3
Nitrat : negatif
Leukosit : positif
5) Analisa Gas Darah
pH : 7,400
PCO2 : 26 mmHg
PO2 : 157 mmHg
HCO3 : 16,1 u/l
Total CO2 : 16,9 u/l
Kelebihan Basa (BE) : -7,2 u/l
Saturasi Oksigen : 99 %
b. Pemeriksaan Thorax
Tanggal 10 Oktober 2022 : AP Semi Fowler TB paru dupleks DD/
pneumonia disertai odem paru; doblelumen terpasang.

8. Terapi
a. IVFD Nacl 0,9 % 10 gtt/i.
b. O. Amlodipine 1 x 10 mg (oral).
c. O. Candesartan 1 x 16 mg (oral)
d. O. CaCO3 2 x 1 gr / oral.
e. O. Asam folat 2 x 1 / oral.
f. O. VIP albumin 3 x 1 sachet (oral).
g. Inj. Ranitide 50 mg / 12 jam (IV).
h. Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam (IV).
i. Inj. Furosemide 10 mg / jam (syringe pump).
j. Nebul. Fluimucil nebulize 300 mg/12 jam

B. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. Data Subjektif: Preload naik Gangguan pertukaran
a. Tn. T mengatakan merasa  gas.
sesak nafas. Beban jantung naik
b. Tn. T mengatakan jari jari 
tangan dan kaki dingin. Hipertrovi ventrikel kiri
Data Objektif: 
a. Tn. T tampak sesak nafas Payah jantung
dan akral dingin. 
b. Terdengar bunyi nafas Bendungan atrium kiri
tambahan: ronchi. naik
c. Pola pernapasan dispneu, 
ada pernapasan cuping Tekanan vena
hidung. pulmonalis
d. Hasil pemeriksaan 
radiologi: TB paru Kapiler paru naik
dupleks DD/ pneumonia

disertai odem paru.
Edema paru
e. Hasil AGDA: Asidosis

respiratorik terkompensasi
Gangguan pertukaran
penuh.
gas
pH : 7,400
PCO2 : 26 mmHg
HCO3 : 16,1 u/l
Kelebihan Basa (BE):
-7,2 u/l
Saturasi Oksigen : 98 %
f. Hasil TTV
TD = 150 / 80 mmHg, N
= 110 kali permenit, RR =
26 kali permenit, dan T =
36,5℃.
g. Terpasang binasal 3L/I;
IV line ditangan kanan;
kateter urin; double lumen
(cimino).
2. Data Subjektif: Kontraksi otot polos Bersihan jalan nafas
a. Tn. T mengeluhkan ada  tidak efektif.
batuk. Bronkospasme
b. Tn. T mengatakan dahak 
susah untuk dikeluarkan.

No. Data Etiologi Masalah Keperawatan


2. c. Tn. T mengatakan sudah Penyempitan saluran Bersihan jalan nafas
lama batuk. paru tidak efektif.
Data Objektif: 
a. Tn. T tampak batuk Sesak nafas
dengan slem banyak, 
warna kuning, konsistensi Produksi sputum (+),
kental. kental dan banyak
b. Hasil pemeriksaan 
radiologi: AP Semi Bersihan jalan nafas
Fowler TB paru dupleks tidak efektif
DD/ pneumonia disertai
odem paru.
c. Bunyi nafas: ronchi.
d. Hasil TTV
TD = 150 / 80 mmHg, N
= 110 kali permenit, RR =
26 kali permenit, dan T =
36,5℃.
e. Terpasang binasal 3L/I;
IV line ditangan kanan;
kateter urin; double lumen
(cimino).
f. Terapi:
Nebul. Fluimucil
nebulizer 300 mg/12 jam.
3. Data Subjektif: Peningkatan Pola nafas tidak efektif
a. Tn. T mengeluh sesak permeabilitas kapiler
nafas. 
Data Objektif: Edema mukosa
a. Tn. T tampak sesak dan 
posisi semifowler. Penyempitan saluran
b. Pola napas abnormal paru
(dispnue), ronchi (+). 
c. Hasil TTV: Pola nafas tidak efektif
TD = 150 / 80 mmHg, N
= 110 kali permenit, RR =
26 kali permenit, dan T =
36,5℃.
d. Terpasang binasal 3L/I;
IV line ditangan kanan;
kateter urin; double lumen
(cimino).
4. Data Subjektif: Anemia Hipervolemia.
a. Tn. T mengatakan sesak 
nafas. Keletihan

No. Data Etiologi Masalah Keperawatan


4. b. Tn. T mengatakan 
kakinya bengkak. Aliran darah ginjal
c. Tn. T mengatakan selama turun
dirumah, BAK sedikit. 
d. Tn. T mengatakan sudah RAA 
lama batuk. 
Data Objektif: Retensi Na dan H20
a. Terdapat edema pada 
bagian ekstremitas bawah. Hipervolemia
b. Terdengar bunyi napas
tambahan ronkhi.
c. Hasil pemeriksaan lab:
Hemoglobin : 8,4 g/dL
(14 - 18 g/dL.
Hematokrit : 32 % (37 -
54 %).
d. Hasil pemeriksaan foto
toraks edema pulmonum.
e. Hasil TTV
TD = 150 / 80 mmHg, N
= 110 kali permenit, RR =
26 kali permenit, dan T =
36,5℃.
f. Terpasang binasal 3L/I;
IV line ditangan kanan;
kateter urine; double
lumen (cimino).
g. Terapi:
Inj. Furosemide 10 mg /
jam (syringe pump).
h. BB: 58 Kg;
TB: 160 cm;
IMT: 22,7 kg/m2
Produksi urin ±1250
ml/hari.
C. Pathway
(Sumber: Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2018)

D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus
kapiler.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
nafas.
3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ansietas, hiperventilasi,
keletihan.
4. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, kelebihan
asupan cairan, kelebihan asupan cairan.
E. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
berhubungan dengan keperawatan selama 2 x 24 jam Observasi:
perubahan membran pertukaran gas meningkat dengan a. Monitor frekuensi, irama kedalaman dan upaya napas.
alveolus kapiler. Kriteria hasil: b. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
a. Tingkat kesadaran meningkat . hiperventilasi, Kussmaul, CheyneStokes, Biot, ataksik).
b. Dispnea menurun. c. Monitor kemampuan batuk efektif.
c. Bunyi napas tambahan d. Monitor adanya produksi sputum.
menurun. e. Monitor adanya sumbatan jalan napas.
d. Pusing menurun. f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru.
e. Penglihatan kabur menurun. g. Auskultasi bunyi napas.
f. Diaforesis menurun. h. Monitor saturasi oksigen.
g. Gelisah menurun. i. Monitor nilai AGD.
h. Napas cuping hidung menurun. j. Monitor hasil x-ray toraks.
i. PCO2 membaik Terapeutik:
j. PO2 membaik. a. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien.
k. Takikardia membaik. b. Dokumentasikan hasil pemantauan.
l. pH arteri membaik. Edukasi:
m. Sianosis membaik. a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
n. Pola napas membaik. b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
o. Warna kulit membaik. Kolaborasi:
a. Kolaborasi penentuan dosis oksigen.
b. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau
tidur.
2. Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas
efektif berhubungan keperawatan selama 2 x 24 jam Observasi:
dengan hipersekresi jalan maka bersihan jalan tetap paten a. Monitor pola nafas.
nafas. dengan kriteria hasil: b. Monitor bunyi nafas tambahan.
a. Produksi sputum menurun. c. Monitor sputum.
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
b. Gelisah menurun. Terapeutik:
c. Frekuensi nafas membaik a. Pertahankan kepatenan jalan nafas.
b. Posisikan semi fowler.
c. Berikan minuman hangat.
Edukasi:
a. Ajarkan teknik batuk efektif.
b. Ajarkan teknik pursed lips breathing.
3. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan Airway Management
napas berhubungan keperawatan selama 2 x 24 jam a. Buka jalan napas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust
dengan ansietas, maka jalan nafas tetap paten dan bila perlu.
hiperventilasi, keletihan. pertukaran gas efektif dengan b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
kriteria hasil: c. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan napas
a. Dispnea menurun. buatan.
b. Frekuensi nafas membaik. d. Pasang mayo bila perlu.
c. Kedalaman nafas membaik. e. Lakukan fisioterapi dada jika perlu.
f. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.
g. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan.
h. Lakukan suction pada mayo.
i. Berikan bronkodilator bila perlu.
j. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab.
k. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan..
l. Monitor respirasi dan status O2.
4. Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Managemen hipervolemia
berhubungan dengan keperawatan selama 2 x 24 jam Observasi:
gangguan mekanisme maka hipervolemia menurunt a. Periksa tanda dan gejala hipervolemia.
regulasi, kelebihan asupan dengan kriteria hasil: b. Identifikasi penyebab hipervolemia.
c. Identifikasi tanda dan gejala serta kebutuhan hemodialisis.
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
cairan, kelebihan asupan a. Kadar Hb membaik. d. Identifikasi kesiapan hemodialisis.
cairan. b. Kadar Ht membaik. e. Monitor intake dan output cairan.
c. Turgor kulit meningkat. f. Monitor tanda-tanda vital pasca hemodialisis.
d. Output urine meningkat. g. Batasi asupan cairan dan garam.
e. Edema menurun. h. Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran
f. Turgor kulit membaik. cairan
g. Berat badan membaik Terapeutik:
a. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama.
b. Batasi asupan cairan dan garam.
c. Tinggikan kepala tempat tidur 30- 40°.
Kolaborasi:
a. Pemberian diuretik.
Edukasi:
a. Anjurkan melapor jika haluaran urin < 0,5 mL/kg/jam
dalam 6 jam.
b. Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1.
F. Implementasi Keperawatan
No. Hari /
Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
DX Tanggal / Jam
1. Senin, 10-10-2022 a. Memantau kecepatan, irama, kedalaman, dan usaha respirasi. S:
12 : 00 WIB Hasil: pernapasan 28 x/menit napas kusmaul dangkal, a. Tn. T mengatakan merasa
menggunakan otot bantu napas. sesak nafas.
12 : 10 WIB b. Mengauskultasi bunyi napas. b. Tn. T mengatakan jari jari
Hasil: suara ronchi. tangan dan kaki sudah hangat.
c. Mempertahankan kepatenan jalan napas.
12 : 20 WIB d. Memantau adanya produksi sputum. O:
Hasil: ditemukan adanya sputum, kental, warna kuning. a. Tn. T tampak sesak nafas dan
12 : 25 WIB e. Memantau hasil perubahan oksigen: hasil lab AGDA akral hangat.
Hasil AGDA: Asidosis respiratorik terkompensasi penuh. b. Terdengar bunyi nafas
pH : 7,400 tambahan: ronchi.
PCO2 : 26 mmHg c. Pola pernapasan dispneu, ada
HCO3 : 16,1 u/l pernapasan cuping hidung.
Kelebihan Basa (BE): -7,2 u/l d. Hasil pemeriksaan radiologi:
Saturasi Oksigen : 98 % TB paru dupleks DD/
13 : 00 WIB f. Mendokumentasikan hasil pemantauan TTV: pneumonia disertai odem paru.
Hasil: TD = 161 / 87 mmHg, N = 109 x/i, RR = 26 x/i, dan T e. Hasil AGDA: Asidosis
= 36,5℃, SPO2 = 98%. respiratorik terkompensasi
13 : 05 WIB g. Memantau hasil foto thoraks: penuh.
Hasil: radiologi: TB paru dupleks DD/ pneumonia disertai pH : 7,400
odem paru. PCO2 : 26 mmHg
13 : 10 WIB h. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tujuan dan prosedur HCO3 : 16,1 u/l
tindakan, pemantauan dan kondisi terbaru Tn. T. Kelebihan Basa (BE): -7,2 u/l
13 : 150 WIB i. Berkolaborasi dalam pemberian oksigen. Saturasi Oksigen : 98 %
Hasil: Tn. T terpasang O2 4L/i. f. Hasil TTV
14 : 00 WIB j. Mendokumentasikan hasil pemantauan TTV: TD = 158 / 90 mmHg,
Hasil: TD = 158 / 90 mmHg, N = 112 x/i, RR = 26 x/i, dan
No. Hari /
Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
DX Tanggal / Jam
1. T = 36,6℃, SPO2 = 98%. N = 112 x/i, RR = 26 x/i, dan
T = 36,6℃, SPO2 = 98%.
g. Terpasang binasal 4L/i; IV line
ditangan kanan; kateter urin;
double lumen (cimino).
A : Gangguan pertukaran gas
belum teratasi.
P: Intervensi dilanjutkan
a. Pantau kecepatan, irama,
kedalaman, dan usaha
respirasi.
b. Auskultasi bunyi napas.
c. Pertahankan kepatenan jalan
napas.
d. Pantau efek perubahan posisi
pada perubahan oksigenasi:
AGD.
2. Senin, 10-10-2022 a. Memonitor frekuensi nafas dengan cara melakukan S:
12 : 00 WIB perhitungan pernapasan selama 1 menit penuh dengan a. Tn. T mengeluhkan ada batuk.
menggunakan stopwach. b. Tn. T mengatakan dahak susah
12 : 10 WIB b. Memonitor bunyi nafas tambahan dengan cara menggunakan untuk dikeluarkan.
stetoskop.
12 : 15 WIB c. Mempertahankan kepatenan jalan nafas. O:
Hasil: melonggarkan bagian baju dileher pasien. a. Tn. T mengatakan sudah lama
12 : 20 WIB d. Memberikan posisi semi fowler pada pasien dan melakukan batuk.
pengukuran saturasi sebelum dan sesudah menggunakan
No. Hari /
Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
DX Tanggal / Jam
2. Senin, 10-10-2022 oksimetri. b. Tn. T tampak batuk dengan
12 : 30 WIB e. Memberikan minuman hangat untuk mengencerkan dahak. slem banyak, warna kuning,
12 : 35 WIB f. Mengajarkan teknik batuk efektif pada pasien. konsistensi kental.
12 : 50 WIB g. Memonitor sputum c. Hasil pemeriksaan radiologi:
AP Semi Fowler TB paru
dupleks DD/ pneumonia
disertai odem paru.
d. Bunyi nafas: ronchi.
e. Hasil TTV
TD = 158 / 90 mmHg, N =
112 x/i, RR = 26 x/i, dan RR
= 26 x/I; T = 36,6℃, SPO2 =
98%.
f. Terpasang binasal 3L/I; IV
line ditangan kanan; kateter
urin; double lumen (cimino).
g. Terapi:
Nebul. Fluimucil nebulizer
300 mg/12 jam.

A: Bersihan jalan nafas belum


teratasi

P: Intervensi dilanjutkan
a. Monitor frekuensi nafas, bunyi
nafas tambahan.
b. Pertahankan kepatenan jalan
nafas
No. Hari /
Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
DX Tanggal / Jam
2. c. Berikan posisi semi fowler.
d. Ajarkan batuk efektif.
3. Senin, 10-10-2022 a. Melakukan fisioterapi dada untuk membantu mengeluarkan S:
12 : 00 WIB dahak. a. Tn. T mengeluh sesak nafas.
12 : 05 WIB b. Monitor respirasi dan status O2.
Hasil: RR = 26 x/I; SPO2 = 98%. O:
12 : 07 WIB c. Memberikan posisi yang tepat dan nyaman untuk a. Tn. T tampak sesak dan posisi
memaksimalkan ventilasi. semifowler.
Hasil: Tn. T diberikan dengan posisi semi fowler. b. Pola napas abnormal
12 : 10 WIB d. Melakukan auskultasi suara napas. (dispnue), ronchi (+).
Hasil: suara napas ronchi. c. Hasil TTV:
TD = 158 / 90 mmHg, N =
112 x/i, RR = 26 x/i, dan RR
= 26 x/I; T = 36,6℃, SPO2 =
98%.
d. Terpasang binasal 4L/I; IV
line ditangan kanan; kateter
urin; double lumen (cimino).

A: Pola nafas belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan
a. Bantu lakukan fisioterapi
dada.
b. Monitor respirasi dan O2.
c. Lakukan auskultasi suara
nafas.
No. Hari /
Implementasi Keperawatan
DX Tanggal / Jam Evaluasi Keperawatan
4. Senin, 10-10-2022 a. Melakukan pemeriksaan tanda dan gejala hipervolemia. S:
12 : 10 WIB Hasil: terdapat edema pada kedua kaki. a. Tn. T mengatakan masih sesak
12 : 13 WIB b. Membatasi asupan cairan dan garam. nafas.
Hasil: Memberi diet rendah garam rendah protein. b. Tn. Tmengatakan kakinya
12 : 15 WIB c. Mengajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran bengkak.
cairan. c. Tn. T mengatakan selama
12 : 17 WIB d. Memberikan posisi yang nyaman kepada pasien. dirumah, BAK sedikit.
Hasil: Tinggikan kepala tempat tidur 30 - 40°.
12 : 35 WIB e. Menganjurkan Tn. T melapor jika haluaran urin < 0,5 O:
mL/kg/jam dalam 6 jam. a. Terdapat edema pada bagian
Hasil: produksi urin ±1250 ml/hari. ekstremitas bawah.
12 : 40 WIB f. Menganjurkan melapor jika BB bertambah > 1 b. Terdengar bunyi napas
Hasil: BB : 58 Kg; TB : 160 cm; IMT: 22,7 kg/m2 tambahan ronkhi.
14 : 00 WIB g. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian diuretik. c. Hasil pemeriksaan lab:
Inj. Furosemide 10 mg / jam (syringe pump). Hemoglobin : 8,4 g/dL (14 -
18 g/dL.
Hematokrit : 32 % (37 - 54
%).
d. Hasil pemeriksaan foto toraks
edema pulmonum.
e. Hasil TTV
TD = 158 / 90 mmHg, N =
112 x/i, RR = 26 x/i, dan RR
= 26 x/I; T = 36,6℃, SPO2 =
98%.
f. Terpasang binasal 3L/I; IV
line ditangan kanan; kateter
urine; double lumen (cimino).
No. Hari /
Implementasi Keperawatan
DX Tanggal / Jam Evaluasi Keperawatan
4. g. Terapi:
Inj. Furosemide 10 mg / jam
(syringe pump).
h. BB : 58 Kg;
TB : 160 cm;
IMT: 22,7 kg/m2
Produksi urin ±1250 ml/hari.

A: Hipervolume

P: Intervensi dilanjutkan
a. Pantau adanya tanda-tanda
hipervolume.
b. Batasi cairan dan garam.
c. Pantau produksi urin dalam 6
jam.
No. Hari /
Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
DX Tanggal / Jam
1. Selasa, 1`-10-2022 a. Memantau kecepatan, irama, kedalaman, dan usaha respirasi. S:
08 : 30 WIB Hasil: pernapasan 26 x/menit napas kusmaul dangkal, a. Tn. T mengatakan merasa
menggunakan otot bantu napas. sesak nafas.
08 : 35 WIB b. Mengauskultasi bunyi napas.
Hasil: suara ronchi. O:
08 : 38 WIB c. Mempertahankan kepatenan jalan napas. a. Tn. T tampak sesak nafas.
08 : 40 WIB d. Memantau adanya produksi sputum. b. Terdengar bunyi nafas
Hasil: ditemukan adanya sputum, kental, warna kuning. tambahan: ronchi.
10 : 00 WIB e. Mendokumentasikan hasil pemantauan TTV: c. Pola pernapasan dispneu, ada
Hasil: TD = 154 / 82 mmHg, N = 102 x/i, RR = 27 x/i, dan T pernapasan cuping hidung.
= 36,6℃, SPO2 = 97%. d. Hasil TTV
12 : 00 WIB f. Mendokumentasikan hasil pemantauan TTV TD = 149 / 93 mmHg, N =
Hasil: TD = 148 / 84 mmHg, N = 113 x/i, RR = 26 x/i, dan T 109 x/i, RR = 28 x/i, dan T =
= 36,9℃, SPO2 = 98%. 36,7℃, SPO2 = 97%.
13 : 05 WIB g. Menjelaskan kepada Tn. T dan keluarga untuk dilakukan HD e. Terpasang binasal 4L/i; IV line
regular. ditangan kanan; kateter urin;
13 : 10 WIB h. Berkolaborasi dalam pemberian oksigen. double lumen (cimino).
Hasil: Tn. T terpasang O2 5L/i. f. HD regular dilakukan pukul
14 : 00 WIB i. Mendokumentasikan hasil pemantauan TTV: 15 : 00 WIB.
Hasil: TD = 149 / 93 mmHg, N = 109 x/i, RR = 28 x/i, dan T
= 36,7℃, SPO2 = 97%. A: Gangguan pertukaran gas
belum teratasi.

P: Intervensi dilanjutkan
a. Pantau kecepatan, irama,
kedalaman, dan usaha
respirasi.
b. Auskultasi bunyi napas.
No. Hari /
Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
DX Tanggal / Jam
1. T = 36,6℃, SPO2 = 98%. c. Pertahankan kepatenan jalan
napas.
d. Pantau efek perubahan posisi
pada perubahan oksigenasi:
AGD.
e. Lakukan pemeriksaan AGDA,
fungsi ginjal dan elektrolit
ulang post HD.
2. Selasa, 11-10-2022 a. Memonitor frekuensi nafas dengan cara melakukan S:
08 : 40 WIB perhitungan pernapasan selama 1 menit penuh dengan a. Tn. T mengeluhkan ada batuk.
menggunakan stopwach. b. Tn. T mengatakan dahak susah
08 : 45 WIB b. Memonitor bunyi nafas tambahan dengan cara menggunakan untuk dikeluarkan.
stetoskop.
08 : 50 WIB c. Mempertahankan kepatenan jalan nafas. O:
Hasil: melonggarkan bagian baju dileher pasien. a. Tn. T mengatakan sudah lama
09 : 50 WIB Memberikan posisi semi fowler pada pasien dan melakukan batuk.
pengukuran saturasi sebelum dan sesudah menggunakan b. Tn. T tampak batuk dengan
oksimetri. slem banyak, warna kuning,
10 : 00 WIB d. Memberikan minuman hangat untuk mengencerkan dahak. konsistensi kental.
11 : 00 WIB e. Mengajarkan teknik batuk efektif pada pasien. c. Hasil pemeriksaan radiologi:
11 : 40 WIB f. Memonitor sputum AP Semi Fowler TB paru
Hasil: sputum banyak, berwarna kuning, dan kental. dupleks DD/ pneumonia
disertai odem paru.
d. Bunyi nafas: ronchi.
No. Hari /
Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
DX Tanggal / Jam
2. e. Hasil TTV
TD = 149 / 93 mmHg, N =
109 x/i, RR = 28 x/i, dan T =
36,7℃, SPO2 = 97%.
f. Terpasang binasal 4L/I; IV
line ditangan kanan; kateter
urin; double lumen (cimino).
g. Terapi:
Nebul. Fluimucil nebulizer
300 mg/12 jam.

A: Bersihan jalan nafas belum


teratasi

P: Intervensi dilanjutkan
a. Monitor frekuensi nafas, bunyi
nafas tambahan.
b. Pertahankan kepatenan jalan
nafas.
c. Berikan posisi semi fowler.
d. Ajarkan batuk efektif
3. Senin, 10-10-2022 a. Melakukan fisioterapi dada untuk membantu mengeluarkan S:
08 : 50 WIB dahak. a. Tn. T mengeluh sesak nafas.
09 : 00 WIB b. Monitor respirasi dan status O2.
Hasil: RR = 26 x/I; SPO2 = 98%. O:
09 : 30 WIB c. Memberikan posisi yang tepat dan nyaman untuk a. Tn. T tampak sesak dan posisi
memaksimalkan ventilasi. semifowler.
Hasil: Tn. T diberikan dengan posisi semi fowler. b. Pola napas abnormal
No. Hari /
Implementasi Keperawatan
DX Tanggal / Jam Evaluasi Keperawatan
d. Melakukan auskultasi suara napas. (dispnue), ronchi (+).
Hasil: suara napas ronchi. c. Hasil TTV:
TD = 149 / 93 mmHg, N = 109
x/i, RR = 28 x/i, dan T =
36,7℃, SPO2 = 97%.
d. Terpasang binasal 4L/I; IV line
ditangan kanan; kateter urin;
double lumen (cimino).

A: Pola nafas belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan
a. Bantu lakukan fisioterapi
dada.
b. Monitor respirasi dan O2.
c. Lakukan auskultasi suara
nafas.
4. Selasa, 11-10-2022 a. Melakukan pemeriksaan tanda dan gejala hipervolemia. S:
09 : 00 WIB Hasil: terdapat edema pada kedua kaki. a. Tn. T mengatakan masih sesak
10 : 00 WIB b. Membatasi asupan cairan dan garam. nafas.
Hasil: Memberi diet rendah garam rendah protein. b. Tn. T mengatakan kakinya
10 : 20 WIB c. Mengajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran bengkak.
cairan.
10 : 25 WIB d. Memberikan posisi yang nyaman kepada pasien. O:
Hasil: Tinggikan kepala tempat tidur 30 - 40°. a. Terdapat edema pada bagian
12 : 00 WIB e. Menganjurkan melapor jika BB bertambah > 1 ekstremitas bawah.
Hasil: BB : 58 Kg; TB : 160 cm; IMT: 22,7 kg/m2. b. Terdengar bunyi napas
No. Hari /
Implementasi Keperawatan
DX Tanggal / Jam Evaluasi Keperawatan
4. 14 : 00 WIB f. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian diuretik. tambahan ronkhi.
Inj. Furosemide 10 mg / jam (syringe pump). c. Hasil pemeriksaan lab:
14 : 05 WIB g. Menganjurkan Tn. T melapor jika haluaran urin < 0,5 Hemoglobin : 8,4 g/dL (14 -
mL/kg/jam dalam 6 jam. 18 g/dL.
Hasil: produksi urin 200 ml selama 6 jam (08:00 – 14 : 00 Hematokrit : 32 % (37 - 54
WIB). %).
d. Hasil TTV
TD = 149 / 93 mmHg, N =
109 x/i, RR = 28 x/i, dan T =
36,7℃, SPO2 = 97%.
e. Terpasang binasal 4L/I; IV line
ditangan kanan; kateter urine;
double lumen (cimino).
f. Terapi:
Inj. Furosemide 10 mg / jam
(syringe pump).
g. BB : 58 Kg; TB : 160 cm;
IMT: 22,7 kg/m2
Produksi urin 200 ml selama 6
jam (08:00 – 14 : 00 WIB).
A: Hipervolume
P: Intervensi dilanjutkan
c. Pantau adanya tanda-tanda
hipervolume.
d. Batasi cairan dan garam.
e. Pantau produksi urin dalam 6
jam.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Penerbit Andi.


Amin, Hardi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawata Berdasarkan Diagnosa Medis Dan
NANDA NIC - NOC Edisi revisi jilid 2. Jogjakarta: Medi Action.
Andra, S. W., & Yessie, M. P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
Bare, Smeltzer. (2011). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8. Jakarta: EGC.
Black, J.M., & Hawks, J.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Elsevier:
Singapura.
Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawata Medikal Bedah. Edisi 8 Vol. 2.
Jakarta: EGC.
Desfrimadona. (2016). Kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik dengan
hemodialisa di RSUP Dr. M .Djamil Padang Tahun 2016. Skripsi Universitas Andalas:
Fakultas Keperawatan.
Dwi, K. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Gagal Ginjal Kronik Dengan
Masalah Gangguan Pertukaran Gas Di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit Umum
Daerah Bangil Pasuruan.
Ermawan, B. (2019). Pengantar Patofisiologi. Jakarta: Pustaka Baru Press.
Hardi, K., & Huda Amin, N. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis Dan Nanda Nic-Noc (2nd ed.). Yogyakarta: Mediaction.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi &
Klasifikasi 2015-2017. Edisi:10. Jakarta: EGC.
Kusuma, U., Surakarta, H., Sari, E. N., Suryandari, D., Keperawatan, D., Kusuma, U.,
& Surakarta, H. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK)
Dalam Pemenuhan.
Nurarif H. Amin & Kusuma Hardi. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-
NOC. Jakarta: Mediaction Publishing.
Marrine, L. O. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Chronic Kidney
Disease (Ckd) Di Irna Non Bedah Penyakit Dalam Wanita RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
Muttaqin, A., & Kumala, S. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Pranata, Andi Eka., & Prabowo, Eko. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan
Edisi 1 Buku Ajar. Yogyakarta: Nuha Medika.
Price, SA, Wilson, LM. (2015). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Volume 2 Edisi 6. Editor Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA. Jakarta:
EGC.
Sugeng, Jitowiyono dan Weni Kristiyanasari. (2010). Asuhan Keperawatan Post
Operasi. Yogyakarta: Nuha Medika.
Suharyanto, T & Madjid, A. (2013). Asuhan Keperawatan pada klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Rineka Cipta.
Tim pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI.
Wiji Lestari, Rina. (2017). Asuhan Keperawatan Klien yang Mengalami Gagal Ginjal
Kronik dengan Kelebihan Volume Cairan di Ruang Cempaka RSUD. Dr. Soedirman.
Kebumen. Karya Tulis Ilmiah diterbitkan. Gombong: Program Studi Pendidikan
Diploma Akademi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah.
Diakses tanggal 16 Oktober 2020 Dari elib.stikesmuhgombong.ac.id.
Wiliyanarti, P. F., & Muhith, A. (2019). Life Experiance Of Chronic Kidney Disease
Undergoing Hemodialysis. Journal of Bionursing, 4(1), 55–60.
http://bionursing.fikes.unsoed.ac.id/bion/index.php/bionursing/article/downlo ad/14/37.

Anda mungkin juga menyukai