Anda di halaman 1dari 42

Asuhan keperawatan pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronis

yang mengalami Anemia yang Dirawat Di Rumah Sakit Umum


Zahirah

RUMAH SAKIT UMUM ZAHIRAH


JAGAKARSA JAKARTA SELATAN
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan kasih karunia-Nya yang telah diberikan kepada kami sehingga dapat
menyelesaikan Makalah dalam bentuk makalah dengan judul “Asuhan
keperawatan pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronis yang mengalami Anemia
yang Dirawat Di Rumah Sakit Umum Zahirah ”
Penyusunan Makalah ini kami banyak mengalami kesulitan dan hambatan
akan tetapi semuanya bisa dilalui berkat bantuan dari berbagai pihak. Dalam
penyusunan Makalah ini kami telah mendapakan bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak baik materil maupun moril. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. dr. Tiani dan dr. Ervita selaku dokter Penaggung Jawab Ruang HD rumah
Sakit Umum Zahirah
2. Ns. Nenden Martiana, S.Kep dan Fahrurozi, Amd. Kep selaku Kepala
Ruangan Hemodialisis Umum Zahirah, sekaligus selaku pembimbing kami.
3. Teman - teman Perawat ruang Hemodialisis (Rahma, Zamil, Febri, Yessy,
Meita, Kiki, Fika, Abdi, Paulina, Reni) Umum Zahirah yang selalu mendukung
dalam penyusunan Makalah ini.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu masukan, saran, serta
kritik sangat diharapkan guna kesempurnaan Makalah ini. Akhirnya hanya kepada
Tuhan Yang Maha Esa kita kembalikan semua urusan dan semoga dapat
memberikan manfaat dan kebaikan bagi banyak pihak dan bernilai ibadah
dihadapan Tuhan.

Jakarta, April 2023

Nephrology Squad

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN.......................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................ ii
KATA PENGANTAR.................................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................................... iv

BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................................... 1
B. Tujuan......................................................................................................................... 2

BAB II: TINJAUAN TEORI


A. Konsep Chronic Kidney Disease (CKD)................................................................... 3
B. Konsep Hemodialisa.................................................................................................. 11
C. Konsep Asuhan Keperawatan.................................................................................... 17

BAB III: LAPORAN KASUS


A. Pengkajian.................................................................................................................. 25
B. Analisa Data............................................................................................................... 33
C. Diagnosa Keperawatan............................................................................................... 33
D. Perencanaan Keperawatan......................................................................................... 33
E. Impelentasi Keperawatan........................................................................................... 34
F. Evaluasi Keperawatan................................................................................................ 36

BAB IV : PEMBAHASAN
A. Diagnosa Keperawatan.............................................................................................. 37
B. Implementasi.............................................................................................................. 38
C. Evaluasi….................................................................................................................. 39

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh
secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostatik dengan mengatur
volume cairan, keseimbangan osmotik, asam basa, eksresi metabolisme, sistem
pengaturan hormonal dan metabolisme (Syaifudin, 2011). Gangguan pada ginjal salah
satunya adalah ChronicKidney Disease (CKD), dimana ChronicKidney Disease (CKD)
menurut Kementrian Kesehatan RI 2017 merupakan masalah kesehatan masyarakat
global dengan prevelens dan insidens penyakit ginjal yang meningkat, prognosis yang
buruk dan biaya yang tinggi. (Oscar, 2017).
Penatalaksanaan Chronic Kidney Disease (CKD) bisa dilakukan dua tahap yaitu
dengan terapi konservatif dan terapi penganti ginjal (Ika, 2015). Tujuan terapi konservatif
mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan keluhan
akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal, dan
memelihara keseimbangan cairan elektrolit (Kirana, 2015). Salah satu terapi konservatif
pengganti ginjal adalah hemodialisis. Tujuan hemodialisis adalah untuk memperbaiki
komposisi cairan sehingga mencapai keseimbangan cairan yang diharapkan untuk
mencegah kekurangan atau kelebihan cairan yang dapat menyebabkan efek yang
signifikan terhadap komplikasi kardiovaskuler dalam jangka panjang (Wilson, 2012).

1
2

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan menggali lebih dalam tentang asuhan keperawatan pada pasien
Chronic Kidney Disease dengan hemodialisa.

2. Tujuan Khusus
a. Menggali pengkajian keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
b. Menggali diagnosa keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
c. Menggali perencanaan keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
d. Menggali pelaksanaan keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
e. Menggali evaluasi keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Chronic Kidney Disease


1. Pengertian
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penurunan fungsi ginjal progresif
yang ireversibel ketika ginjal tidak mampu mempertahankan keseimbangan
metabolik, cairan, dan elektrolit yang menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia
(Bayhakki, 2013).
Chronic Kidney Disease adalah kemunduran fungsi ginjal yang progresif dan
ireversibel dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit yang mengakibatkan uremia atau
azotemia (Wijaya dan Putri, 2017).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
Chronic Kidney Disease adalah suatu keadaan klinis yang terjadi penurunan fungsi
ginjal dengan ditandai terjadinya penurunan GFR selama >3 bulan yg bersifat
progresif dan irreversibel, ginjal tidak dapat mempertahankan keseimbangan
metabolik, cairan, dan elektrolit yang menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia.

2. Etiologi
a. Gangguan pembuluh darah ginjal : Berbagai jenis lesi vaskular dapat menyebabkan
iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling sering adalah
aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan kontriksi skleratik progresif
pada pembuluh darah hiperplasia fibromuskular pada satu atau lebih arteri besar
yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah nefrosklerosis yaitu saatu
kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak diobati, dikarakteristikan
oleh penebalan, hilangnya elastisitas sistem, perubahan darah ginjal mengakibatkan
penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
b. Gangguan imunologis: Seperti glomerulonefritis & SLE
c. Infeksi : Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E. Coli yang
berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai
ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara asceden dari traktus

3
4

urinarius bagian bawah lewat ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan


kerusakan irreversibel ginjal yang disebut plenlonefritis.
d. Gangguan metabolik : seperti DM (Diabetes Melitus) yang menyebabkan
mobilisasi lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membran kapiler dan di
ginjal dan berkelanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefripati
amiliodosis yang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada
dinding pembuluh darah secara serius merusak membran glomerulus.
e. Gangguan tubulus primer : terjadi nefrotoksis akibat analgesik atau logam berat.
f. Obstruksi taktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontriksi uretra.
g. Kelainan kongenetal dan herediter: penyakit polikistik = kondisi keturunan yang
dikarakteristik oleh terjadinya kista/kantong berisi cairan di dalam ginjal dan organ
lain, serta tidak adanya jar. Ginjal yang bersifat kongenetal (hipoplasia renalis)
serta adanya asidosis.

3. Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produksi akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengarui
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka grjala akan
semakin berat. Dan banyak gejala uremia membaik setelah dialisis (Wijaya dan putri,
2017)
Penyebab yang mendasari CKD bermacam-macam seperti penyakit
glomerulus baik primer maupun sekunder, penyakit vaskular, infeksi, nefritis
interstisial, obstruksi saluran kemih. Patofisiologi penyakit ginjal kronik melibatkan 2
mekanisme kerusakan : (1) mekanisme pencetus spesifik yang mendasari kerusakan
selanjutnya seperti kompleks imun dan mediator inflamasi pada glomerulo nefritis,
atau pajanan zat toksin pada penyakit tubulus ginjal dan interstitium; (2) mekanisme
kerusakan progresif yang ditandai dengan adanya hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron
yang tersisa.
Ginjal kita memiliki 1 juta nefron, dan masing – masing memiliki kontribusi
terhadap total GFR. Pada saat terjadi renal injury karena etiologi seperti yang telah
dijelaskan di atas, pada awalnya ginjal masih memiliki kemampuan untuk
mempertahankan GFR. Namun pada akhirnya nefron sehat yang tersisa ini akan
5

mengalami kegagalan dalam mengatur autoregulasi tekanan glomerular, dan akan


menyebabkan hipertensi sistemik dalam glomerulus. Peningkatan tekanan glomerulus
ini akan menyebabkan hipertrofi nefron yang sehat sebagai mekanisme kompensasi.
Pada tahap ini akan terjadi poliuria, yang bisa menyebabkan dehidrasi dan
hiponatremia akibat ekskresi Na melalui urin meningkat. Peningkatan tekanan
glomerulus ini akan menyebabkan proteinuria. Derajat proteinuria sebanding dengan
tingkat progresi dari gagal ginjal. Reabsorpsi protein pada sel tubuloepitelial dapat
menyebabkan kerusakan langsung terhadap jalur lisosomal intraselular, meningkatkan
stres oksidatif, meningkatkan ekspresi lokal growth faktor, dan melepaskan faktor
kemotaktik yang pada akhirnya akan menyebabkan inflamasi dan fibrosis
tubulointerstitiel melalui pengambilan dan aktivasi makrofag.

Gambar 2.3 Piramid Iskemik dan Sklerosis Arteri dan Arteriol pada Patogan lintang
Ginjal (McAlexander, 2015)
Inflamasi kronik pada glomerulus dan tubuli akan meningkatkan sintesis
matriks ektraseluler dan mengurangi degradasinya, dengan akumulasi kolagen
tubulointerstitiel yang berlebihan. Glomerular sklerosis, fibrosis tubulointerstitiel, dan
atropi tubuler akan menyebabkan massa ginjal yang sehat menjadi berkurang dan
akan menghentikan siklus progresi penyakit oleh hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron.
Kerusakan struktur ginjal tersebut akan menyebabkan kerusakan fungsi
ekskretorik maupun non-ekskretorik ginjal. Kerusakan fungsi ekskretorik ginjal
antara lain penurunan ekskresi sisa nitrogen, penurunan reabsorbsi Na pada tubuli,
penurunan ekskresi kalium, penurunan ekskresi fosfat, penurunan ekskresi hidrogen.
6

Kerusakan fungsi non-ekskretorik ginjal antara lain kegagalan mengubah


bentuk inaktif Ca, menyebabkan penurunan produksi eritropoetin (EPO), menurunkan
fungsi insulin, meningkatkan produksi lipid, gangguan sistem imun, dan sistem
reproduksi. Angiotensin II memiliki peran penting dalam pengaturan tekanan
intraglomerular. Angiotensin II diproduksi secara sistemik dan secara lokal di ginjal
dan merupakan vasokonstriktor kuat yang akan mengatur tekanan intraglomerular
dengan cara meningkatkan irama arteriole efferent. Angiotensin II akan memicu stres
oksidatif yang pada akhirnya akan meningkatkan ekspresi sitokin, molekul adesi, dan
kemoaktraktan, sehingga angiotensin II memiliki peran penting dalam patofisiologi
CKD.
Gangguan tulang pada CKD terutama stadium akhir disebabkan karena
banyak sebab, salah satunya adalah penurunan sintesis 1,25-dihydroxyvitamin D atau
kalsitriol, yang akan menyebabkan kegagalan mengubah bentuk inaktif Ca sehingga
terjadi penurunan absorbsi Ca. Penurunan absorbsi Ca ini akan menyebabkan
hipokalsemia dan osteodistrofi. Pada CKD akan terjadi hiperparatiroidisme sekunder
yang terjadi karena hipokalsemia, hiperfosfatemia, resistensi skeletal terhadapPTH.
Kalsium dan kalsitriol merupakan feedback negatif inhibitor, sedangkan
hiperfosfatemia akan menstimulasi sintesis dan sekresi PTH.
Karena penurunan laju filtrasi glomerulus, maka ginjal tidak mampu untuk
mengekskresikan zat – zat tertentu seperti fosfat sehingga timbul hiperfosfatemia.
Hiperfosfatemia akan menstimulasi FGF-23, growth faktor ini akan menyebabkan
inhibisi 1- α hydroxylase. Enzim ini digunakan dalam sintesis kalsitriol. Karena
inhibisi oleh FGF-23 maka sintesis kalsitriol pun akan menurun. Akan terjadi
resistensi terhadap vitamin D. Sehingga feedback negatif terhadap PTH tidak berjalan.
Terjadi peningkatan hormon parathormon. Akhirnya akan timbul hiperparatiroidisme
sekunder. Hiperparatiroidisme sekunder akan menyebabkan depresi pada sumsum
tulang sehingga akan menurunkan pembentukan eritropoetin yang pada akhirnya akan
menyebabkan anemia. Selain itu hiperparatiroidisme sekunder juga akan menyebkan
osteodistrofi yang diklasifikasikan menjadi osteitis fibrosa cystic, osteomalasia,
adinamik bone disorder, dan mixed osteodistrofi. Penurunan ekskresi Na akan
menyebabkan retensi air sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan oedem,
hipertensi. Penurunan ekskresi kalium juga terjadi terutama bila GFR < 25 ml/mnt,
7

terlebih pada CKD stadium 5. Penuruan ekskresi ini akan menyebabkan hiperkalemia
sehingga meningkatkan resiko terjadinya kardiak arrest pada pasien.
Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya merupakan kombinasi adanya
anion gap yang normal maupun peningkatan anion gap. Pada CKD, ginjal tidak
mampu membuat ammonia yang cukup pada tubulus proksimal untuk
mengekskresikan asam endogen ke dalam urin dalam bentuk ammonium. Peningkatan
anion gap biasanya terjadi pada CKD stadium 5. Anion gap terjadi karena akumulasi
dari fosfat, sulfat, dan anion – anion lain yang tidak terekskresi dengan baik. Asidosis
metabolik pada CKD dapat menyebabkan gangguan metabolisme protein. Selain itu
asidosis metabolic juga merupakan salah satu faktor dalam perkembangan
osteodistrofi ginjal.
Pada CKD terutama stadium 5, juga dijumpai penurunan ekskresi sisa
nitrogen dalam tubuh. Sehingga akan terjadi uremia. Pada uremia, basal urea nitrogen
akan meningkat, begitu juga dengan ureum, kreatinin, serta asam urat. Uremia yang
bersifat toksik dapat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mengenai sistem saraf
perifer dan sistem saraf pusat. Selain itu sindrom uremia ini akan menyebabkan
trombositopati dan memperpendek usia sel darah merah. Trombositopati akan
meningkatkan resiko perdarahan spontan terutama pada GIT, dan dapat berkembang
menjadi anemia bila penanganannya tidak adekuat. Uremia bila sampai di kulit akan
menyebabkan pasien merasa gatal – gatal.
Pada CKD akan terjadi penurunan fungsi insulin, peningkatan produksi lipid,
gangguan sistem imun, dan gangguan reproduksi. Karena fungsi insulin menurun,
maka gula darah akan meningkat. Peningkatan produksi lipid akan memicu timbulnya
aterosklerosis, yang pada akhirnya dapat menyebabkan gagal jantung.
Anemia pada CKD terjadi karena depresi sumsum tulang pada
hiperparatiroidisme sekunder yang akan menurunkan sintesis EPO. Selain itu anemia
dapat terjadi juga karena masa hidup eritrosit yang memendek akibat pengaruh dari
sindrom uremia, anemia dapat juga terjadi karena malnutrisi (Kirana, 2015)

4. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Penyakitnya


Dibawah ini 5 stadium penyakit Chronic Kidney Disease sebagai berikut :
a. Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min)
8

b. Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min)


c. Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat (30 s/d 59 ml/min)
d. Stadium 4, dengan penurunan GFR parah ( 15 s.d 29 ml/min)
e. Stadium 5, gagal ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min)

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test)
dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

5. Manifestasi Klinik
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung
dan edema. Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme
terjadinya hipertensi pada CKD oleh karena penimbunan garam dan air, atau
sistem renin angiostensin aldosteron (RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang
sering dijumpai akibat kelebihan cairan tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang
disertai efusi perikardial. Gangguan irama jantung sering dijmpai akibat gangguan
elektrolit.
b. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kusmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekles.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau ammonia. akibat metabolisme protein yang terganggu
oleh bakteri usus sering pula faktor uremikum akibat bau amoniak dari mulut.
Disamping itu sering timbul stomatitis, cegukan juga sering yang belum jelas
penyebabnya. Gastritis erosif hampir dijumpai pada 90 % kasus CKD, bahkan
kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan kolitis uremik.
9

d. Gangguan muskuluskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan),
burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki),
tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot-otot ekstremitas. Penderita sering
mengeluh tungkai bawah selalu bergerak-gerak (restlesslessleg syndrome), kadang
tersa terbakar pada kaki, gangguan syaraf dapat pula berupa kelemahan, gangguan
tidur, gangguan konsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan kesadaran atau
koma.
e. Gangguan integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom. Gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh. Kulit
berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik hitam dan gatal
akibat uremik atau pengendapan kalsium pada kulit.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak
dan vitamin D.
g. Sistem hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sum-sum tulang berkurang, hemodialisi
akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga
terjadi gangguan fungsi trombosit dan trombositopeni. selain anemi pada CKD
sering disertai pendarahan akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat pula
disertai trombositopeni. Fungsi leukosit maupun limposit dapat pula terganggu
sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita CKD mudah
terinfeksi, oleh karena imunitas yang menurun.
h. Gangguan lain
Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi, gangguan
elektrolit dan asam basa hampir selalu dijumpai, seperti asidosis metabolik,
hiperkalemia, hiperforfatemi, hipokalsemia. (Wijaya dan Putri, 2017)
Pasien dengan stadium I atau II tidak memiliki gejala atau gangguan
metabolik seperti asidosis, anemia, dan penyakit tulang. Selain itu, pengukuran yang
10

paling umum dari gangguan fungsi ginjal yaitu serum kreatininmungkin hanya sedikit
meningkat pada tahap awal CKD . akibatnya, estimasi GFR sangat penting bagi
pengenalan tahap awal CKD. Karena tahap awal CKD sering tidak terdeteksi,
dibutuhkan diagnosis pada pasien dengan tingkat kecurigaan yang tinggi yaitu yang
mengalami kondisi kronis seperti hipertensi dan diabetes militus.
Tanda dan gejala terkait dengan CKD menjadi lebih umum pada stage III,
IV, V. Anemia, kelainan metabolisme kalsium dan fosfor (hiperparatiroidisme
sekunder), malnutrisi, abnormalitas cairan dan elektrolit menjadi lebih umum seiring
fungsi ginjal memburuk. Umumnya pada pasien CKD stadium V juga mengalami
gagal-gagal, intoleransi dingin, berat badan menurun, neuropati perifer (Joy et al,
2008).

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Urine
1) Volume : < 400 ml/24 jam(oliguria)/anuria
2) Warna : urin keruh
3) Berat jenis < 1, 015
4) Osmolalitas< 350 m osm/ kg
5) Klirens kreatinin : turun
6) Na++ > 40 mEq/lt
7) Protein : proteinuria (3-4+)
b. Darah
1) BUN/Kreatinin : >0,6-1,2 mg/dL(untuk laki-laki), >0,5-1,1 mg/dL (wanita)
2) Ureum : 5-25 mg/dL
3) Hitung darah lengkap : Ht turun, Hb < 7-8 gr%
4) Eritrosit : waktu hidup menurun
5) GDA, Ph menurun : asidosis metabolik
6) Na ++ serum : menurun
7) K+ : meningkat
8) Mg +/ fosfat : meningkat
9) Protein (khusus albumin) : menurun
c. Osmolalitas serum > 285 m osm/kg
11

d. KUB foto : ukuran ginjal / ureter/KK dan obstruksi ( batas)


e. Pielogram retrograd : identifikasi ekstravaskuler, massa.
f. Sistouretrogram berkemih : ukuran KK, refluks kedalaman ureter, retensi.
g. Ultrasono ginjal : sel. Jaringan untuk diagnosis histologist.
h. Endoskopi ginjal, nefroskopi : batu, hematuria, tumor
i. EKG : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
j. Foto kaki, tengkorak, kulomna spinal (Wijaya dan Putri, 2017)

7. Penatalaksanaan
a. Pengaturan minum : pemberian cairan
b. Pengendalian hipertensi=<intake garam
c. Pengendalian K+ darah
d. Penanggualan anemia: transfusi
e. Penanggualan asidosis
f. Pengobatan dan pencegahan infeksi
g. Pengaturan protein dalam makan
h. Pengobatan neuropati
i. Dialisis
j. Tlansplatasi ginjal (Wijaya dan Putri, 2017)

B. Konsep Hemodialisis
Hemodialisa di indonesia dimulai pada tahun 1970, dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan, umumnya dipergunakan ginjal buatan yang
kompertemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermeabel (hallow fibre
kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi
sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Sudoyo et al.
2009)
1. Definisi
Hemodialisis adalah proses pembuangan zat zat sisa metabolisme, zat toksik
lainnya melalui membran 2semi permeabel sebagai pemisah antara darah dan cairan
diaksat yang sengaja dibuat dalam dializer (Wijaya dan Putri, 2017)
12

Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam


keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau end
stage renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen
(Suharyanto dan Madjid, 2009).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hemodialisa adalah
suatu tindakan yang digunakan pada klien gagal ginjal untuk proses pembuangan zat-
zat sisa metabolisme, zat toksik dan untuk memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit
lainnya melalui membran 2semi permeabel sebagai pemisah antara darah dan cairan
diaksat yang sengaja dibuat dalam dializer.

2. Tujuan
Hemodialisa bertujuan Membuang sisa produk metabolisme protein : urea
kreatinin dan asam urat, Membuang kelebihan cairan dengan mempengaruhi tekanan
banding antara darah dan bagian cairan, Mempertahankan atau mengembanlikan
sistem buffer tubuh, Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
(Wijaya dan Putri, 2017)
Hemodialisa menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi (membuang
sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme
yang lain), menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang
seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat, meningkatkan kualitas hidup
pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal serta menggantikan fungsi ginjal
sambil menunggu program pengobatan yang lain (Suharyanto dan Madjid, 2009).
13

3. Indikasi
a. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien gagal ginjal kronik dan gagal
ginjal akut untuk sementara samapai fungsi ginjal pulih (laju filtrasi glomerulus <5
ml).
b. Pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:
Hiperkalemia (K+ darah>6 meq/l), Asidosis, Kegagalan terapi konservatif, Kadar
ureum /kreatinin tinggi dalam darah (ureum>200mg%, kreatinin serum>6mEq/l,
Kelebihan cairan, Mual dan muntah yang hebat
c. Intoksikasi obat dan zat kimia
d. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat
e. Sindrom hepatorenal dengan kriteria : K+pH darah <7,10 asidosis, Oliguria/an uria
>5 hari, GFR <5ml/i pada CKD, ureum darah >200mg/dl (Wijaya dan Putri, 2017)
Pada umumnya indikasi dialisis pada CKD adalah bila laju filtrasi
glomerulus (LFG sudah kurang dari 5 mL/menit, yang di dalam praktek dianggap
demikian bila (TKK)<5mL/menit. Keadaan pasien yang hanya mempunyai TKK
<5mL/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila
dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah :
a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
b. K serum >6 mEq/L
c. Ureum darah 200mg/dl
d. pH darah <7,1
e. Anuria berkepanjangan (>5 hari)
f. Fluid overloaded (Sudoyo et al. (2010)

4. Kontra indikasi
a. Hipertensi berat (TD >200/100mmHg)
b. Hipotensi (TD <100mmHg)
c. Adanya perdarahan hebat
d. Demam tinggi (Wijaya dan Putri, 2017)
14

5. Prinsip Hemodialisa
Prinsip hemodialisa dengan cara difusi dihubungkan dengan pergeseran
partikel-partikel dari daerah konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah oleh tenaga yang
ditimbulkan oleh perbedahan konsentrasi zat-zat terlarut di kedua sisi membran
dialisis, difusi menyebabkan pergeseran urea kreatinin dan asam urat dari darah ke
larutan dialisat.
Osmosa adalah Mengangkut pergeseran cairan lewat membran semi
permiabel dari daerah yang kadar partikel partikel rendah ke daerah partikel lebih
tinggi, osmosa bertanggung jawab atas pergeseran cairan dari klien terutama pada
pada.
Ultrafiltrasi Terdiri dari pergeseran cairan lewat membran semi periabel
dampak dari bertambahnya tekanan yang dideviasikan secara buatan, Hemo:darah,
dialisis memisahkan dari yang lain (Sudoyo et al, 2009)

6. Akses Sirkulasi Darah


a. Kateter dialisis perkutan yaitu pada vena pulmoralis atau vena subklavikula
b. Cimino : dengan membuat fistula interna arteriovenosa~ operasi (LA.Radialis dan
V. Sefalika pergelangan tangan) pada tangan non dominan. Darah dipirau dari A ke
V sehingga vena membesar hubungan ke sistim dialisi dengan 1 jarum di distal
(garis arteri) dan diproksimal (garis vena), lama pemakaian -+ 4 tahun, masalah
yang mungkin timbul: Nyeri pada punksi vena,trombosis, Aneurisme, kesulitan
hemostatik post dialisa, Iskemia tangan. Kontra indikasi : Penyakit perdarahan,
Kerusakan prosedur sebelumnya, Ukuran pembuluh darah klien/halus.
c. AV Graft : tabung plastik dilingkarkan yang menghubungkan arteri ke vena..
operasi graf seperti operasi fastula AV, digunakan 2-3 minggu setelah
operasi(Wijaya dan Putri, 2017)
15

Gambar 2.4 Akses Pembuluh Darah (https://www.sahabatginjal.com/penting-bagi-


anda/hemodialisis)

7. Prosedur pelaksanaan HD

Gambar 2.5 Prosedur Hemodialisa (http://4.bp.blogspot.com/)


Hemodialisa dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung
ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompertemen yang terpisah. Darah pasien
dipompa dan dialirkan ke kompartemen yang dibatasi oleh selaput semipermeabel
buatan (artifisial) dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak
mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisis dan darah yang terpisah akan
mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang
tinggi ke konsentrasi yang rendah, sampai konsentrasi zat terlarut sama di kedua
kompartemen (difusi). Pada proses dialisis, air juga dapat berpindah dari
kompartemen darah ke konpartemen cairan dialisat dengan cara menaikkan tekanan
16

hidrostatik negatif pada kompartemen cairan dialisat. Perpindahan air ini disebut
ultrafiltrasi.
Besar pori pada selaput akan menentukan besar molekul zat pelarut yang
berpindah. Molekul dengan berat molekul lebih besar akan berdifusi lebih lambat
dibanding molekul lebih rendah. Kecepatan perpindahan zat pelarut tersebut makin
tinggi bila konsentrasi di kedua kompartemen makin besar, diberikan tekanan hidrolik
dikompartemen darah, dan bila tekanan osmotik di kompartemen cairan dialisis lebih
tinggi. Cairan dialisis ini mengalir berlawaan arah dengan darah untuk meningkatkan
efisiensi. Perpindahan zat terlarut pada awalnya berlangsung cepat tetapi kemudian
melambat sampai konsentrasinya sama dikedua kompartemen. (Pudji et al, 2009).

8. Penatalakasanaan Pasien yang Menjalani Hemodialisis


Pasien hemodialisis harus mendapat asupan makanan yang cukup agar tetap
dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang penting untuk terjadinya
kematian pada pasien hemodialisis.
Status cairan menentukan kecukupan cairan dan terapi cairan selanjutnya.
Status cairan pada pasien CKD dapat dimanifestasikan dengan pemeriksaan edema,
tekanan darah, kekuatan otot, lingkar lengan atas, nilai IDWG dan biochemical
marker yang meliputi natrium, kalium, kalsium, magnesium, florida, bikarbonat dan
fosfat.
Asupan protein diharapkan 1-1,2 gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas
asupan protein dengan nilai biologis tinggi. Asupan kalium diberikan 40-70 meq/hari.
Pembatasan kalium sangat diperlukan, karena itu makanan tinggi kalium seperti buah-
buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan untuk dikonsumsi. Jumlah asupan cairan
dibatasi sesuai dengan jumlah urin yang ada ditambah insensible water loss. Asupan
natrium dibatasi 40-120 mEq.hari guna mengendalikan tekanan darah dan edema.
Asupan tinggi natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya mendorong
pasien untuk minum. Bila asupan cairan berlebihan maka selama periode di antara
dialisis akan terjadi kenaikan berat badan yang besar (wijaya dan putri, 2017)
Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau atau sebagian melalui
ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik,
antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar
17

obat-obatan ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan
akumulasi toksik. Resiko timbulnya efek toksik akibat obat harus dipertimbangkan
(Hudak & Gallo, 2010).

9. Komplikasi
Wijaya dan Putri (2017) menjabarkan komplikasi hemodialisa sebagai berikut :
1. Hipotensi
Merupakan komplikasi akut yang sering terjadi, dimana insiden 15-30%. Dapat
disebabkan oleh karena penurunan volume plasma, disfungsi otonom, vasodilatasi
karena energy panas dan obat anti hipertensi.
2. Kram otot
Terjadi 20 % pasien yang menjalankan hemodialisa, dimana penyebab idiopatik,
namun diduga karena kontraksi akut yang dipacu oleh peningkatan volume
ekstrasluler.

C. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Data Biografi :identitas pasien, nama, umur, jenis kelamin, agama, status
perkawinan, pendidikan, suku/bangsa, pekerjaan, alamat, ruang, identitas
penaggung jawab, hubungan dengan pasien, no telepon, asuransi kesehatan (jika
ada).
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama/alasan masuk Rumah sakit
2) Riwayat kesehatan sekarang : dimulai dari akhir masa sehat, ditulis dengan
kronologis sesuai urutan waktu, dicatat perkembangan dan perjalanan
penyakitnya seperti : faktor pencetus, sifat keluhan (mendadak/berlahan-
lahan/terus menerus/hilang timbul atau berhubungan dengan waktu,
lokalisasi dan sifarnya ( menjalar /menyebar/berpindah/menetap), berat
ringannya keluhan (menetap/cenderung bertambah atau berkurang), lamanya
keluhan, upaya yang dilakukan untuk mengatasi, keluhan saat pengkajian,
diagnosa medic
18

3) Riwayat kesehatan dahulu


Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk
mengatasi, riwayat masuk RS), Alergi, Obat-obatan yang pernah digunakan.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit menular/tidak menular/keturunan dalam keluarga, disertai
genogram.
5) Pengkajian lingkungan
Pengkajian lingkungan rumah, lingkungan klien bekerja, fokus pada upaya
keamanan klien, informasi tentang lingkungan rumah dan tempat bekerja
meliputi:tata ruang, kebersihan, resiko cidera, paparan polusi, pencahayaan,
susasana rumah,
c. Pola fungsional gordon
1) Pola management kesehatan/persepsi kesehatan
Persepsi terhadap penyakit yang dialaminya, Riwayat penggunaan
tembakau, alkohol, alergi (obat-obatan, makanan, reaksi alergi), mengatur
dan menjaga kesehatannya, pengetahuan dan praktik pencegahan penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Kebiasaan klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi sebelum dan
sesudah sakit meliputi : jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi,
frekuensi makan dan minum, porsi makan, makanan yang disukai, nafsu
makan (normal,meningkat, menurun), pantangan atau alergi, penurunan
sensasi kecap, mual-muntah, stomatitis, kesulitan menelan (disfagia).
riwayat masalah kulit/penyembuhan (ruam, kering, keringat berlebihan,
penyembuhan abnormal, jumlah minum/24 jam dan jenis (kehausan yang
sangat), mengkaji ABCD yaitu :A (Antropometri) : BB, TB, sebelum
dan sesudah sakit fluktuasi BB 6 bulan terakhir (naik/turun), B
(Biocemicle): Hemoglobin, Leukosit, Trombosit, Hematoktit (cairan),
Albumin edema, C (Clinicel) : turgor kulit, konjungtiva, CRT, D (Diet) :
diet/suplment khusus, Instruksi diet sebelumnya.
19

3) Pola eliminasi
Buang air besar (BAB) : Frekuensi, waktu, Warna, konsistensi, Kesulitan
(diare, konstipasi, inkontinensia), Buang Air Kecil (BAK) : Frekuensi,
Kesulitan/keluhan (disuria, noktiria, hematuria, retensia, inkontinensia).
4) Pola aktivitas dan kebersihan diri kemampuan perawatan diri
0 : Mandiri
1: dengan alat bantu
2: dibantu orang lain
3: dibantu orang lain dan peralatan
4: ketergantian / ketidakmampuan
5) Pola istirahat dan tidur
Lama tidur : (jam/malam, tidur siang , tidur sore), waktu kebiasaan
menjelang tidur, masalah tidur (insomnia, terbangun dini, mimpi buruk),
perasaan setelah bangun (merasa segar / tidak setelah tidur).
6) Pola kognitif dan Persepsi sensori
Status mental (sadar / tidak, orientasi baik atau tidak ), bicara: normal,
genap, aphasia ekspresif, kemampuan berkomunikasi, kemampuan
memahami, tingkat ansietas , Pendengaran: DBN, Tuli, tinitis, alat bantu
dengar, Penglihatan (DBN, Buta, katarak, kacamata, lensa kontak, dll),
vertigo, ketidaknyamanan/nyeri /akut/ kronis, penatalaksaan nyeri
7) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan klien tentang dirinya, gambar dirinya, ideal dieinya, harga
dirinya, peran dirinya, ideal dirinya.
8) Pola hubungan peran
Pekerjaan, sistem pendukung : (pasangan, tetangga, keluarga serumah,
keluarga tinggal berjauhan, maslah keluarga berkenaan dengan perawatan
RS, kegiatan sosial : bagaimana hubungan dengan masyarakat.
9) Pola seksual dan reproduksi
Tanggal Menstruasi Terakhir (TMA), masalah-masalah dalam pola
reproduksi, Pap smear terakhir, kepuasan dan tidak puasan klien dalam
pola seksualitas, kesulitan dalam pola seksualitas, masalah seksual B. D
penyakit
20

10) Pola koping dan toleransi stres


Perawat mengkaji kemampuan klien dalam mengelola stess,
Kehilangan/perubahan besar dimasa lalu, Hal yang dilakukan saat ada
masalah, Pengguanaan obat saat menghilangkan stres, Keadaan emosi
dalam sehari-hari (santai/tegang), keefektifan dalam mengelola stress.
11) Pola nilai dan Keyakinan
Keyakinan Agama, budaya, Pengaruh agama dalam kehidupan.
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: Kesadaran, Klien tampak sehat/ sakit/sakit berat
2) Tanda –tanda vital : TD, ND, RR, S
3) Kulit : Warna kulit (sianosis, ikterus, pucat eritema), Kelembaban, Turgor
kulit, Ada/tidaknya edema
4) Kepala/rambut : Inspeksi, Palpasi
5) Mata : Fungsi penglihatan, Ukuran pupil, Konjungtiva, Lensa/iris, Odema
palpebra, Palpebra, Sklera
6) Telinga : Fungsi pendengaran, Kebersihan, Daun telinga, Fungsi
keseimbangan, Sekret, Mastoid
7) Hidung dan sinus : Inspeksi, Fungsi penciuman, Pembengkakan,
Kebersihan, Pendarahan, Sekret
8) Mulut dan tenggorokan : Membran mukosa, Keadaan gigi, Tanda radang
(gigi,lidah,gusi), Trismus, Kesulitan menelan, Kebersihan mulut
9) Leher : Trakea simetris atau tidak, Kartoid bruid, JVP, Kelenjar limfe,
Kelenjar tiroid, Kaku kuduk
10) Thorak atau paru : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
11) Jantung : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
12) Abdomen : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
13) Ekstremitas : Vaskuler perifer, Capilari refil, Clubbing, Perubahan warna
14) Neurologis : Status mental/GCS, Motorik, Sensori, Tanda rangsangan
meningkat, Saraf kranial, Reflek spikologis, Reflek patologis
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko Ketidak efektifan perfusi jaringan ginjal (00203)
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme regulasi (00026)
21

c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme (00046)


d. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor bologis (00002)
e. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (00092)
f. Pola nafas tidak efektif berhubungan hiperventilasi (00032)(Heardman et al,
2015)

3. Intervensi

No. DX Tujuan & KH Intervensi Keperawatan Rasional


1. Tujuan : Circulatory Care
Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan penilaian secara 1. Sebagai data dasar untuk
keperawatan selama 3x24 komprehensif fungsi menentukan intervensi
jam resiko ketidak sirkulasi perifer. (cek nadi selanjutnya
efektifan perfusi ginjal priper,oedema, kapiler refil,
adekuat. temperatur ekstremitas).
2. Kaji nyeri 2. Mengetahui persepsi dan
Kriteria Hasil: tingkatan nyeri yang
Circulation Status dirasakan klien
1. Membran mukosa 3. Inspeksi kulit dan Palpasi 3. Mengetahui adanya edema
merah muda anggota badan ekstremitas
2. Conjunctiva tidak 4. Atur posisi pasien, 4. Posisi tersebut dapat
anemis ekstremitas bawah lebih memperbaiki sirkulasi
3. Akral hangat rendah untuk memperbaiki
4. TTV dalam batas sirkulasi.
normal. 5. Monitor status cairan intake 5. Mengetahui balance cairan
5. Tidak ada edema dan output
6. Evaluasi nadi, oedema 6. Mengetahui tingkatan
edema pada klien dan
kondisi klien
7. Berikan therapi 7. Terapi antikoagulan dapat
antikoagulan. mencegah terjadinya
penggumpalan darah klien.

2. Tujuan: Fluid Management


Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji status cairan : timbang 1. Mengetahui adanya kelebihan
keperawatan selama 3x24 berat badan,keseimbangan volume cairan pada klien
jam volume cairan masukan dan haluaran,
seimbang. turgor kulit dan adanya
edema
Kriteria Hasil: 2. Timbang popok/pembalut 2. Mengetahui output cairan klien
Fluid Balance jika diperlukan
1. Terbebas dari edema, 3. Pertahankan catatan intake 3. Mengetahui status balance cairan
efusi, anasarka dan output yang akurat klien
2. Bunyi nafas 4. Batasi masukan cairan 4. Mencegah adanya edema
bersih,tidak adanya 5. Pasang urin kateter jika 5. Pemasangan kateter dapat
dipsnea diperlukan melancarkan output urine klien
3. Memilihara tekanan 6. Monitor hasil lab yang 6. Hasil lab menginterpretasikan
vena sentral, tekanan sesuai dengan retensi cairan status cairan dan elektrolit klien
22

kapiler paru, output (BUN , Hematokrit,


jantung dan vital sign osmolalitas urin )
normal. 7. Monitor vital sign 7. Mengetahui kondisi umum klien
4. Pasien dapat 8. Monitor indikasi retensi / 8. Indikasi retensi/kelebihan cairan
menjelaskan indikator kelebihan cairan (kreacles, dapat menentukan intervensi
kelebihan cairan CVP , edema, distensi vena yang tepat bagi klien
leher, asietes)
9. Kaji lokasi dan drajat edema 9. Lokasi dan derajat edema dapat
menentukan seberapa berat
kelebihan volume cairan klien
10. Berikan diuretik sesuai 10. Diuretic dapat meningkatkan
interuksi output cairan klien
11. Kolaborasi dokter jika tanda 11. Dapat dilakukan terapi yang tepat
cairan berlebih muncul pada klien
memburuk
12. Jelaskan pada pasien dan 12. Mencegah klien dari kelebihan
keluarga rasional cairan dan keluarga dapat
pembatasan cairan memantau asupan cairan klien
13. Menjelaskan cara diit pasien 13. Klien dapat mengetahui diit yang
tepat untuk menjaga kondisinya
14. Kolaborasi pemberian 14. Pemberian cairan yang tepat
cairan sesuai terapi. dapat mencegah klien dari
kelebihan cairan

Fluid Monitoring
1. Tentukan riwayat jumlah 1. Sebagai data dasar dalam
dan tipe intake cairan dan menentukan intervensi
eliminasi selanjutnya
2. Tentukan kemungkinan 2. Untuk mengetahui tindakan yang
faktor resiko dari ketidak tepat untuk mengatasi masalah
seimbangan cairan
(hipertermia, terapi diuretik,
kelainan renal, gagal
jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll )
3. Monitor berat badan 3. Mengetahui adakah keleibihan
volume cairan
4. Monitor serum dan 4. Mengetahui kadar cairan dan
elektrolit urine elektrolit
5. Monitor adanya distensi 5. Mengetahui adanya kelebihan
leher, rinchi, eodem perifer volume cairan
dan penambahan BB
6. Monitor tanda dan gejala 6. Edema dapat menjadi tanda
dari odema kelebiihan cairan
Hemodialysis therapy
1. Bekerja secara kolaboratif 1. Terapi hemodialisa sesuai
dengan pasien untuk prosedur dapat mengurangi
menyesuaikan panjang kelebihan cairan dan sisa
dialisis, peraturan diet, metabolism di tubuh
keterbatasan cairan dan
obat-obatan untuk
mengatur cairan dan
elektrolit pergeseran antara
pengobatan.
3. Tujuan : Pressure management
Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor kulit akan adanya 1. Kemerahan dapat menjadi
keperawatan selama 3x24 kemerahan tanda kerusakan integritas
23

jam diharapkan gangguan kulit.


integritas kulit teratasi 2. Monitor tanda dan gejala 2. Infeksi dapat menjadikan
dengan infeksi pada area insisi integritas kulit menjadi
rusak
Kriteria Hasil: 3. Anjurkan pasien 3. Pakaian yang longgar dapat
1. Tidak ada tanda –tanda menggunakan pakaian yang mengurangi rasa nyeri pada
infeksi longgar kulit yang rusak
2. Ketebalan dan teksture 4. Hindari kerutan pada tempat 4. Kerutan di tempat tidur
jaringan normal tidur dapat menyebabkan nyeri
3. Menunjukan pada kulit yang rusak
pemahaman dalam 5. Jaga kebersihan kulit agar 5. Menjaga integritas kulit
proses perbaikan kulit tetap bersih dan kering agar tetap bagus
dan mencegah 6. Mobilisasi pasien (ubah 6. Mobilidsasi rutin dapat
terjadinya cidera posisi pasien setiap dua jam mencegah dekubitus
berulang sekali)
4. Menunjukan terjadinya 7. Oleskan lotion atau minyak 7. Lotion dapat melembabkan
proses penyembuhan baby oil pada daerah yang kulit
luka tertekan.
4. Tujuan : Nutritional Management
Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor adanya mual dan 1. Mual dan muntah dapat
keperawatan selama 3x24 muntah menjadi data untuk
jam nutrisi seimbang dan menentukan status nutrisi
adekuat. 2. Monitor status nutrisi. 2. Mengetahui adanya
gangguan nutrisi pada
Kriteria Hasil: klien
Nutritional Status 3. Monitor adanya kehilangan 3. Sebagai data penguat untuk
1. Nafsu makan berat badan dan perubahan mengetahui adanya
meningkat status nutrisi. gangguan nutrisi
2. Tidak terjadi 4. Monitor albumin, total 4. Hasil lab dapat menjadi
penurunan BB protein, hemoglobin, dan data pendukung
3. Masukan nutrisi hematocrit level yang menentukan intervensi
adekuat menindikasikan status
4. Menghabiskan porsi nutrisi dan untuk
makan perencanaan treatment
5. Hasil lab normal selanjutnya.
(albumin, kalium) 5. Monitor intake nutrisi dan 5. Intake nutrisi yang adekuat
kalori klien. dapat meningkatkan status
nutrisi
6. Berikan makanan sedikit 6. Makanan sedikit tapi sering
tapi sering dapat meningkatkan nafsu
makan klien
7. Berikan perawatan mulut 7. Perawatan mulut dapat
sering meningkatkan nafsu klien
8. Kolaborasi dengan ahli gizi 8. Diet yang sesuai dapat
dalam pemberian diet sesuai menyeimbangkan status
terapi nutrisi klien
9. Monitor masukan makanan / 9. Masukan makanan yang
cairan dan hitung intake adekuat dapat
kalori harian meningkatkan status nutrisi
klien

5 Tujuan: Activity Therapy


Setelah dilakukan 1. Bantu klien untuk 1. Mengetahui tingkat
tindakan keperawata mengidentifikasi aktivitas aktivitas yang mampu
selema 2x24 jam pasien yang mampu dilakukan. dilakukan klien
diharapkan masalah 2. Bantu untuk mendapatkan 2. Alat bantu dapat membantu
intoleransi aktivitas dapat alat bantuan aktivitas seperti aktivitas klien
24

teratasi dengan kursi roda, krek.


3. Bantu pasien dan keluarga 3. Kekurangan aktivitas klien
Kriteria Hasil : untuk mengidentivikasi dapat menjadi data untuk
1. Mampu melakukan kekurangan dalam menentukan intervensi yang
aktivitas sehari hari beraktivitas tepat
(ADLS) secara 4. Bantu klien untuk 4. Motivasi diri dapat
mandiri mengembangkan motivasi meningkatkan kepercayaan
2. Berpartipasi dalam diri dan penguat diri klien
aktivitas fisik tampa 5. Kolaborasikan dengan 5. Terapi yang tepat dapat
disertai peningkatan tenaga medik dalam meningkatkan kondisi klien
tekanan darah, nadi merencanakan program
dan RR terapi yang tepat.
3. Status respirasi :
pertukaran gan dan
ventilasi adekuat
4. Mampu berpindah :
dengan atau tampa
bantuan alat

6. Tujuan : Respiratory Monitoring


Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor rata – rata, 1. Menjadi data dasar dalam
keperawatan selama 1x24 kedalaman, irama dan usaha menentukan intervensi yang
jam pola nafas adekuat. respirasi tepat
2. Catat pergerakan dada,amati 2. Mengetahui adanya
Kriteria Hasil: kesimetrisan, penggunaan gangguan pola nafas klien
Respiratory Status otot tambahan, retraksi otot
1. Peningkatan ventilasi supraclavicular dan
dan oksigenasi yang intercostal
adekuat 3. Monitor pola nafas : 3. Mengetahui adanya
2. Bebas dari tanda tanda bradipena, takipenia, gangguan pernafasan pada
distress pernafasan kussmaul, hiperventilasi, klien
3. Suara nafas yang 4. Auskultasi suara nafas, catat 4. Mengetahui adanya suara
bersih, tidak ada area penurunan / tidak nafas tambahan
sianosis dan dyspneu adanya ventilasi dan suara
(mampu mengeluarkan tambahan
sputum, mampu
bernafas dengan Oxygen Therapy
mudah, tidak ada 1. Auskultasi bunyi nafas, 1. Mengetahui adanya
pursed lips) catat adanya crakles gangguan pola nafas klien
4. Tanda tanda vital 2. Ajarkan pasien nafas dalam 2. Nafas dalam dapat
dalam rentang normal meningkatkan oksigenasi
klien
3. Atur posisi senyaman 3. Memberikan rasa nyaman
mungkin dan rileks
4. Batasi untuk beraktivitas 4. Aktivitas yang berlebihan
dapat menyebabkan pasien
kelelahan dan dispnea
5. Kolaborasi pemberian 5. Pemberian oksigen dapat
oksigen meningkatkan oksigenasi
klien
Tabel 2.5 NIC (Gloria et al, 2015), NOC (Moorhead, 2016)
26

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Identitas
Nama : Tn. R
Tanggal, lahir : 12/06/1980
No Rm : 15.73.40
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl.Kp. Kalibata, Gg Arsip RT 009/RW 007 Srengseng Sawah
Agama : Islam
Suku : Betawi
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status perkawinan : Menikah
Diagnosa medis : Ckd on Hd ec DM, Hipertensi
Genogram :

: Laki-Laki : Meninggal

: Perempuan

: Pasien
Penjamin : BPJS Mandiri
Keluarga terdekat : Ny. T
Alamat : Jl.Kp. Kalibata, Gg Arsip RT 009/RW 007 Srengseng Sawah
Hubungan keluarga : Istri
No Telepon : 082113586237
27

B. Pengkajian keperawatan
1. Keluhan Utama : Badan lemas
Nyeri : Tidak ada nyeri
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 153/101 mmHg
Nadi : 99 x/mnt
Respirasi : Normal, frekuensi : 22 x/mnt
Mata : konjungtiva anemis
Ektremitas : Edema negatif, CRT < 2 detik
Berat badan : BB pre Hd 54,55 kg, BB kering : masih tahap observasi,
BB post HD : 53,9Kg
Fungsi gastrointestinal : mual
Kardiovaskuler : Denyut nadi 99x/mnt, irama normal
Rambut : Baik, tidak kering
Kulit : Kering, tidak bersisik.
Bibir : Kering, tidak pecah-pecah
Gusi : Normal, tidak ada stomatitis atau perdarahan
Lidah : Bersih, tidak ada stomatitis
Gigi : Lengkap
Kuku : Baik, tidak mudah patah
Akses vascular : Cdl
Resiko Jatuh Pre Hd : 0-25 ( Tidak beresiko )
Resiko jatuh Post HD : 0-25 ( Tidak beresiko )
a. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien sudah mengalami dm dan hipertensi sejak lama. Obat rutin yang diminum :
Clonidin 3x0,15mg, Candesartan 1x16mg, Bic.nat 3x1, As.folat 2x1,CaCO3 3x1,
B12 1x1, gluquidone 2 x 1
28

b. Pemeriksaan Penunjang

c. Status Gizi
Status gizi harusnya dikaji per 3 bulan namun sejak pasien masuk tidak ada
pengkajian status gizi, jadi status gizi pasien belum terkaji.
d. Riwayat Psikososial
Adakah keyakinan/tradisi/budaya yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan
yang akan di berikan :
Kendala komunikasi : Tidak ada
Yang merawat di rumah : Ada, Istri
Kondisi saat ini : Tenang

C. Analisa Data
NO ANALISA DATA MASALAH
1 Data Subjektif : Perfusi jaringan perifer tidak efektif
- Pasien mengatakan badan lemas
Data Objektif
- Pasien datang menggunakan kursi roda
- Wajah tampak pucat
29

- Konjungtiva anemis
- Akral hangat
- Td : 153/101 mmHg mmHg, Nadi : 99
x/mnt, Respirasi : 22 x/mnt, suhu : 36,5.
- Tgl 21 Maret 2023
Hb : 6.8g/dl
CRT > 2 detik
2 Data Subjektif Defisit nutrisi
- Pasien mengatakan nafsu makan
menurun sejak 2 minggu belakangan
ini, makan habis hanya habis 2-3
sendok
Data Objektif
- Porsi makan yang di berikan habis ¼
porsi
- Berat badan menurun sejak sakit kurang
lebih 2 bulan
BB sebelum sakit 72 kg
BB saat pengkajian 54,55 kg
- Tinggi Badan 167 CM = 1,67 M
- Membran mukosa tampak kering
- Bising usus 17x/mnt
- IMT : 19,62
3 Data subjektif Defisit pengetahuan
- Pasien mengatakan keadaan yang
dialami dan berapa persen keadaannya
sembuh
- Istri pasien bertanya tentang hormon
eritropoitin
Data Objektif
- Pasien tampak berharap sembuh dengan
30

tindakan HD
- Pasien tampak bingung dengan
keadaannya
- Pasien baru menjalani HD

Diagnosa Keperawatan

Berikut adalah beberapa diagnosa yang muncul pada pasien :


1. Perfusi jaringan tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
2. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme
3. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi

D. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN / KRITERIA INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Perfusi jaringan tidak Setelah dilakukan 1. Periksa sirkulasi ( nadi
efektif b.d penurunan tindakan keperawatan perifer, edema,
konsentrasi hemoglobin selama 1 x 5 jam pengisian kapiler )
DS : - Kelemahan otot 2. Identifikasi faktor
- Pasien mengatakan menurun dari 3 ke 5 resiko gangguan
badan terasa lemas - Warna kulit sirkulasi
DO : tampak memerah dan 3. Monitor tanda –tanda
- Pasien tampak tidak pucat vital
menggunakan 4. Kolaborasi pemberian
kursi roda produk darah (PRC)
- Wajah tampak pucat saat intra hd

- Konjungtiva anemis 5. Anjurkan cek

- Akral hangat laboratorium zat besi

- Td : 153/101 mmHg, ( TIBC 250 – 400


ug/dl, ferritin : pria 18
Nadi : 99 x/mnt,
– 270 mcg/L wanita 18
Respirasi : 22 x/mnt,
– 160 mcg/L)
suhu : 36,5.
31

- Tgl 21/03/2023 : 6. Kolaborasi pemberian


Hb : 6,8 g/dl terapi eritropoetin
- CRT >2 detik setelah pasien rawat
jalan
- Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan Observasi
peningkatan kebutuhan keperawatan selama 1x5 1. Identifikasi status
metabolisme jam diharapkan nutrisi
DS: - Nafsu makan membaik 2. Identifikasi makanan
- Pasien mengatakan Dari porsi ¼ menjadi ½ yang disukai
nafsu makan menurun sampai dengan habis 1 3. Monitor asupan
makan hanya habis 2-3 porsi makanan
sendok - Berat Badan Kering 4. Monitor berat badan
DO : tercapai 5. Monitor hasil
- Porsi makan yang di - Indeks massa tubuh laboratorium
berikan habis ¼ porsi membaik Terapeutik
- Berat badan menurun 1. Fasilitasi menentukan

BB sebelum HD 72 kg, program diet

BB saat pengkajian 2. Sajikan makanan yang

54,55 kg menarik dan suhu yang

- Membran mukosa sesuai

tampak kering 3. Berikan makanan

- Bising usus 17x/mnt tinggi kalori dan tinggi

- IMT : 19,62 protein


4. Berikan suplemen
makanan
Edukasi
1. Anjurkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
32

makan
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan
2. Defisit pengetahuan b.d Setelah dilakukan tindakan Observasi
kurang terpapar keperawatan selama 1x5 1. Identifikasi kesiapan
informasi jam dan kemampuan
DS : - Prilaku sesuai anjuran menerima informasi.
- Pasien mengatakan meningkat Terapeutik
keadaan yang dialami - Kemampuan 1. Sediakan materi dan
dan berapa persen menjelaskan media penkes
keadaannya sembuh pengetahuan tentang 2. Jadwalkan penkes
- Ibu pasien bertanya suatu topik meningkat sesuai kesepakatan
tentang hormon - Prilaku sesuai dengan 3. Berikan kesempatan
eritropoitin pengetahuan untuk bertanya
DO : meningkat Edukasi
- Pasien tampak - Pertanyaan tentang - Jelaskan faktor-faktor
berharap sembuh masalah yang dihadapi resiko yang dapat
dengan tindakan HD menurun mempengaruhi
- Pasien tampak kesehatan
bingung dengan - Informasikan makanan
keadaannya yang diperbolehkan
- Pasien baru menjalani dan dilarang
HD kurang lebih 2 Kolaborasi
bulan. 1. Rujuk ke ahli gizi dan
sertakan keluarga
33

E. Implementasi Keperawatan
HARI / TGL JAM IMPLEMENTASI PARAF
Rabu 12.00 - Memonitor tanda-tanda vital
22 maret 2023 R/DO :
Td : 153/101 mm/Hg
N : 99 x/mnt
Rr : 22 x/mnt
T : 36,5
- Memeriksa sirkulasi
R/ DO : Tidak ada oedema , CRT > 2 detik.
- Peresepan HD
TD : 5 jam
UFG : 3000 ml/mnt
Qb : 250 ml/mnt
Qd : 500 ml/mnt
Heparin reguler
Intra HD PRC 500 cc
13.00 - Memonitor tanda-tanda vital
R/DO :
Td : 158/101mm/Hg
N : 98 x/mnt
Rr : 22 x/mnt
T : 36,5
- Memberikan produk darah kantong ke 1 isi
220cc no kantong R8176541A dgn golongan
darah O+ exp 7 april 2023, kantong ke 2 isi
210cc no kantong R8176976A dengan
golongan darah O+ exp 7 april 2023
R/ DS : Pasien mengatakan setalah melakukkan
14.00 tranfusi badannya tidak terlalu lemas
DO : Tidak ada tanda-tanda alergi,
konjungtiva masih anemis
34

- Mengukur tanda-tanda vital pasien


15.00 R/DO : Td : 155/100 mmHg
N : 100 x/mnt
Rr : 20 x/ mnt
T : 36,5
- Mengukur tanda-tanda vital pasien
16.00 R/DO : Td : 140/87 mmHg
N : 94 x/mnt
Rr : 20 x/ mnt
T : 36,5
- Mengukur tanda-tanda vital pasien
17.00 R/DO : Td : 150/90 mmHg
N : 90 x/mnt
Rr : 20 x/ mnt
T : 36,5
- Mengukur tanda-tanda vital pasien
R/DO : Td : 155/95 mmHg
N : 90 x/mnt
Rr : 20 x/ mnt
T : 36,5
CRT < 2 detik
Rabu 13.00 - mengidentifikasi status nutrisi dan
22 maret 2023 makanan yang disukai
R/DS :
- Porsi makan yang di berikan habis ¼
porsi
-Pasien mengatakan tidak selera dengan
makanan dari Rs
- Memonitor asupan makanan
R/ DS : Pasien mengatakan makanan
tidak dihabiskan
- Memonitor berat badan post Hd
R/DO : BB Post Hd : 53,9 Kg
35

Rabu 13.00 - Mengidentifikasi kesiapan dan


22 maret 2023 kemampuan menerima informasi.
R/DS : Pasien dan keluarga mengatakan
siap untuk diberi penkes
- Memberikan penkes menggunakan
media wawancara
- Menjelaskan faktor-faktor resiko yang
dapat mempengaruhi kesehatan
- Memberikan informasi makanan yang
diperbolehkan dan dilarang
- Memberikan kesempatan untuk bertanya

F. EVALUASI KEPERAWATAN
NO WAKTU NO. EVALUASI ( SOAP) PARAF
DX
1 Rabu 1 S : pasien mengatakan badan sudah tidak terlalu lemah
22-03-2023 O : pasien masih mengunakan kursi roda, wajah
tampak memerah, konjungtiva anemis
TTV, Td : 155/95 mmHg
N : 90 x/mnt
Rr : 20 x/ mnt
T : 36,5
CRT < 2 detik.
A : Masalah keperawatan perfusi jaringan perifer
belum teratasi
P : lanjutkan intervensi di ruang rawat inap

2. Rabu 2 S : Pasien mengatakan makan hanya habis ¼ porsi


22-03-2023 O : Pasien nampak agak lemah
Porsi makan tidak habis
A : Masalah keperawatan defisit nutrisi belum
36

teratasi
P : lanjutkan intervensi di ruangan rawat inap

3. Rabu 3 S : Pasien mengatakan sudah memahami tentang


22-03-2023 pengertian anemia, tanda dan gejala anemia
dan apa yang harus dilakukan bila muncul
tanda dan gejala
O : pasien dapat meahami dan menjelaskan
tentang pengertian, tanda dan gejala serta cara
penanganan anemia
A : masalah keperawatan defisit pengetahuan
teratasi
P : intervensi dihentikan

BAB IV
PEMBAHASAN
37

Berdasarkan hasil kasus asuhan keperawatan yang di lakukan pada Tn. R Chronic
Kidney Disease dengan Anemia di Ruangan Rumah Sakit Umum Zahirah, maka dalam bab
ini penulis akan membahas kesenjangan antara teori dan kenyataan yang diperoleh sebagai
hasil pelaksanaan studi kasus. Penulis juga akan membahas kesulitan yang ditemukan dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap Tn. R Chronic Kidney Disease dengan Anemia,
dalam penyusunan asuhan keperawatan kami merencanakan keperawatan yang meliputi
pengkajian perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dengan uraian sebagai berikut :
A. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman atau respon
individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kesehatan, pada risiko masalah
kesehatan atau pada proses kehidupan. Diagnosis keperawatan merupakan bagian vital
dalam menentukan asuhan keperawatan yang sesuai untuk membantu klien mencapai
kesehatan yang optimal (SDKI, 2016).
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer adalah penurunan sirkulasi darah pada
level kapiler yang dapat menggangu metabolisme tubuh (SDKI, 2016). Diagnosa
tersebut ditegakkan bila ada data mayor yang mendukung yaitu pengisian kapiler
lebih dari 3 detik, nadi perifer menurun atau tidak teraba, akral teraba dingin, warna
kulit pucat dan turgor kulit menurun. Alasan diagnosa tersebut diangkat karena saat
pengkajian didapatkan data subjektif yaitu pasien mengatakan lemah, dan data
objektif yaitu pasien tampak lemah, wajah tampak pucat, konjungtiva anemis, Hb
menurun. Diagnosa tersebut penulis prioritaskan karena keluhan yang dirasakan
pasien saat itu dan apabila masalah itu tidak segera ditangani akan menimbulkan
ketidaknyamanan bagi pasien dan bisa mengganggu aktifitas klien sehingga akan
timbul keadaan yang lebih buruk lagi.
2. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme
Defisit nutrisi adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme (SDKI, 2016). Diagnosa tersebut ditegakkan bila ada data mayor yang
mendukung yaitu berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal. Alasan
diagnosa tersebut diangkat karena saat pengkajian didapatkan data subjektif yaitu
pasien mengatakan nafsu makan menurun, pasien mengatakan terasa cepat kenyang
dan data objektifnya yaitu berat badan menurun, membran mukosa tampak pucat,
38

hasil laboratorium menunjukkan albumin menurun, ureum dan kretinin meningkat dan
eGFR menurun. Diagnosa tersebut penulis prioritaskan pada prioritas yang kedua
karena keluhan yang dirasakan pasien saat itu masih dapat dijadikan tindakan yang
kedua.
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
Defisit pengetahuan adalah ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang
berkaitan dengan topik tertentu (SDKI, 2016). Diagnosa tersebut ditegakkan bila ada
data mayor yang mendukung yaitu pasien menanyakan masalah yang dighadapi,
menunjukkan prilaku tidak sesuai anjuran, menunjukkan persepsi yang keliru
terhadap masalah. Alasan diagnosa tersebut diangkat karena saat pengkajian
didapatkan data subjektif yaitu pasien mengatakan bagaimana dengan keadaanya
sekarang dan berapa persenkah tingkat kesembuhan penyakit saya, istri pasien
bertanya tentang hormon eritropoetin dan data objektif yaitu pasien tampak berharap
sakitnya dapat sembuh dengan tindakan Hemodialisis, pasien tampak bingung dengan
keadaannya, pasien baru menjalani Hemodialisis kurang lebih 2 bulan.
B. Implementasi
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini adalah memonitor tanda-tanda
vital, memeriksa sirkulasi, berkolaborasi dalam pemberian produk darah (PRC 2
Kolf), tindakan ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kadar hemoglobin dan
mememaksimalkan dalam hemodialisa.
2. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme
Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini adalah mengidentifikasi status
nutrisi dan makanan yang disukai, memonitor asupan makanan, memontor berat
badan post Hemodialisis. Tindakan ini dilakukan untuk meningkatkan nafsu makan
dan mempertahankan ketercukupan metabolisme tubuh pasien.

3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi


Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini adalah mengidentifikasi kesiapan
dan kemampuan menerima informasi, memberikan pendidikan kesehatan
menggunakan media wawancara, menjelaskan faktor resiko yang dapat
39

mempengaruhi kesehatan, memberikan informasi makanan yang diperbolehkan dan


dilarang dan memebrikan kesempatan untuk bertanya. Tindakan ini dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga agar dapat mengikuti apa yang telah
disampaikan dalam pendidkan kesehatan serta dapat diterapkan dalam keseharian
pasien.
C. Evaluasi
Setelah di lakukan implementasi keperawatan selama 1 x 5 jam terkait
diagnosa pertama dan kedua, dapat disimpulkan implementasi ini dapat kita lanjutkan
diruang perawatan dengan melakukan kolaborasi dengan perawat ruangan. Sehingga
dapat memberikan hasil yang optimal dalam asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Akses Pembuluh Darah, diakses tanggal 20 juni 2018,melalui


<https://www.sahabatginjal.com/penting-bagi-anda/hemodialisis>
Bayhakki. 2013. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gagal Ginjal Kronik. Jakarta: EGC
Heardman. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. EGC: Jakarta
Huddak and Gallo 2010, Fahmi 2016. Pengaruh Self Management Dietary Counseling
Terhadap Self Care Dan Status Cairan Pada Pasien Hemodialisa, Tesis,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Ika 2015.Laporan Pendahuluan “Chronic Kidney Disease (CKD)”dilihat 4 Mei 2018,
melalui <http://repository.lppm.unila.ac.id/1391/1/49-54-IKA-A.pdf>
Joy et al (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishig
Kirana 2015. Laporan pendahuluan Asuhan Keperawatan pada pasien Chronic Kidney
Disease diakses pada tanggal 4 mei 2018 melalui
<https://www.academia.edu/31553378/CHRONIC_KIDNEY_DEASES
McAlexcander 2016,Faruq 2017, Upaya Penurunan Volume Cairan Pada Pasien Gagal
Ginjal Kronis, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Oscar 2017,Situasi Penyakit Ginjal Kronikdiakses pada tanggal 25 Mei 2018,
melalui<http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/
infodatin/infodatin%20ginjal%202017.pd>
Sudoyo et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing
Suharyanto, T. Madjid A, 2009.Asuhan Keperewatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan . Jakarta: Penerbit Trans Info Media
Syaifudin. 2011. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk Keparawatan &
Kebidanan Ed 4 Jakarta: EGC
Wijaya dan Putri. 2017. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Teori dan Contoh
Askep. Yogyakarta: Nuha Medika
Wilson 2012, Fahmi 2016. Pengaruh Self Management Dietary Counseling Terhadap Self
Care Dan Status Cairan Pada Pasien Hemodialisa, Tesis, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai