i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan kasih karunia-Nya yang telah diberikan kepada kami sehingga dapat
menyelesaikan Makalah dalam bentuk makalah dengan judul “Asuhan
keperawatan pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronis yang mengalami Anemia
yang Dirawat Di Rumah Sakit Umum Zahirah ”
Penyusunan Makalah ini kami banyak mengalami kesulitan dan hambatan
akan tetapi semuanya bisa dilalui berkat bantuan dari berbagai pihak. Dalam
penyusunan Makalah ini kami telah mendapakan bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak baik materil maupun moril. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. dr. Tiani dan dr. Ervita selaku dokter Penaggung Jawab Ruang HD rumah
Sakit Umum Zahirah
2. Ns. Nenden Martiana, S.Kep dan Fahrurozi, Amd. Kep selaku Kepala
Ruangan Hemodialisis Umum Zahirah, sekaligus selaku pembimbing kami.
3. Teman - teman Perawat ruang Hemodialisis (Rahma, Zamil, Febri, Yessy,
Meita, Kiki, Fika, Abdi, Paulina, Reni) Umum Zahirah yang selalu mendukung
dalam penyusunan Makalah ini.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu masukan, saran, serta
kritik sangat diharapkan guna kesempurnaan Makalah ini. Akhirnya hanya kepada
Tuhan Yang Maha Esa kita kembalikan semua urusan dan semoga dapat
memberikan manfaat dan kebaikan bagi banyak pihak dan bernilai ibadah
dihadapan Tuhan.
Nephrology Squad
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN.......................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................ ii
KATA PENGANTAR.................................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................................... iv
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................................... 1
B. Tujuan......................................................................................................................... 2
BAB IV : PEMBAHASAN
A. Diagnosa Keperawatan.............................................................................................. 37
B. Implementasi.............................................................................................................. 38
C. Evaluasi….................................................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh
secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostatik dengan mengatur
volume cairan, keseimbangan osmotik, asam basa, eksresi metabolisme, sistem
pengaturan hormonal dan metabolisme (Syaifudin, 2011). Gangguan pada ginjal salah
satunya adalah ChronicKidney Disease (CKD), dimana ChronicKidney Disease (CKD)
menurut Kementrian Kesehatan RI 2017 merupakan masalah kesehatan masyarakat
global dengan prevelens dan insidens penyakit ginjal yang meningkat, prognosis yang
buruk dan biaya yang tinggi. (Oscar, 2017).
Penatalaksanaan Chronic Kidney Disease (CKD) bisa dilakukan dua tahap yaitu
dengan terapi konservatif dan terapi penganti ginjal (Ika, 2015). Tujuan terapi konservatif
mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan keluhan
akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal, dan
memelihara keseimbangan cairan elektrolit (Kirana, 2015). Salah satu terapi konservatif
pengganti ginjal adalah hemodialisis. Tujuan hemodialisis adalah untuk memperbaiki
komposisi cairan sehingga mencapai keseimbangan cairan yang diharapkan untuk
mencegah kekurangan atau kelebihan cairan yang dapat menyebabkan efek yang
signifikan terhadap komplikasi kardiovaskuler dalam jangka panjang (Wilson, 2012).
1
2
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan menggali lebih dalam tentang asuhan keperawatan pada pasien
Chronic Kidney Disease dengan hemodialisa.
2. Tujuan Khusus
a. Menggali pengkajian keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
b. Menggali diagnosa keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
c. Menggali perencanaan keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
d. Menggali pelaksanaan keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
e. Menggali evaluasi keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan
hemodialisa.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Etiologi
a. Gangguan pembuluh darah ginjal : Berbagai jenis lesi vaskular dapat menyebabkan
iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling sering adalah
aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan kontriksi skleratik progresif
pada pembuluh darah hiperplasia fibromuskular pada satu atau lebih arteri besar
yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah nefrosklerosis yaitu saatu
kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak diobati, dikarakteristikan
oleh penebalan, hilangnya elastisitas sistem, perubahan darah ginjal mengakibatkan
penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
b. Gangguan imunologis: Seperti glomerulonefritis & SLE
c. Infeksi : Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E. Coli yang
berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai
ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara asceden dari traktus
3
4
3. Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produksi akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengarui
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka grjala akan
semakin berat. Dan banyak gejala uremia membaik setelah dialisis (Wijaya dan putri,
2017)
Penyebab yang mendasari CKD bermacam-macam seperti penyakit
glomerulus baik primer maupun sekunder, penyakit vaskular, infeksi, nefritis
interstisial, obstruksi saluran kemih. Patofisiologi penyakit ginjal kronik melibatkan 2
mekanisme kerusakan : (1) mekanisme pencetus spesifik yang mendasari kerusakan
selanjutnya seperti kompleks imun dan mediator inflamasi pada glomerulo nefritis,
atau pajanan zat toksin pada penyakit tubulus ginjal dan interstitium; (2) mekanisme
kerusakan progresif yang ditandai dengan adanya hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron
yang tersisa.
Ginjal kita memiliki 1 juta nefron, dan masing – masing memiliki kontribusi
terhadap total GFR. Pada saat terjadi renal injury karena etiologi seperti yang telah
dijelaskan di atas, pada awalnya ginjal masih memiliki kemampuan untuk
mempertahankan GFR. Namun pada akhirnya nefron sehat yang tersisa ini akan
5
Gambar 2.3 Piramid Iskemik dan Sklerosis Arteri dan Arteriol pada Patogan lintang
Ginjal (McAlexander, 2015)
Inflamasi kronik pada glomerulus dan tubuli akan meningkatkan sintesis
matriks ektraseluler dan mengurangi degradasinya, dengan akumulasi kolagen
tubulointerstitiel yang berlebihan. Glomerular sklerosis, fibrosis tubulointerstitiel, dan
atropi tubuler akan menyebabkan massa ginjal yang sehat menjadi berkurang dan
akan menghentikan siklus progresi penyakit oleh hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron.
Kerusakan struktur ginjal tersebut akan menyebabkan kerusakan fungsi
ekskretorik maupun non-ekskretorik ginjal. Kerusakan fungsi ekskretorik ginjal
antara lain penurunan ekskresi sisa nitrogen, penurunan reabsorbsi Na pada tubuli,
penurunan ekskresi kalium, penurunan ekskresi fosfat, penurunan ekskresi hidrogen.
6
terlebih pada CKD stadium 5. Penuruan ekskresi ini akan menyebabkan hiperkalemia
sehingga meningkatkan resiko terjadinya kardiak arrest pada pasien.
Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya merupakan kombinasi adanya
anion gap yang normal maupun peningkatan anion gap. Pada CKD, ginjal tidak
mampu membuat ammonia yang cukup pada tubulus proksimal untuk
mengekskresikan asam endogen ke dalam urin dalam bentuk ammonium. Peningkatan
anion gap biasanya terjadi pada CKD stadium 5. Anion gap terjadi karena akumulasi
dari fosfat, sulfat, dan anion – anion lain yang tidak terekskresi dengan baik. Asidosis
metabolik pada CKD dapat menyebabkan gangguan metabolisme protein. Selain itu
asidosis metabolic juga merupakan salah satu faktor dalam perkembangan
osteodistrofi ginjal.
Pada CKD terutama stadium 5, juga dijumpai penurunan ekskresi sisa
nitrogen dalam tubuh. Sehingga akan terjadi uremia. Pada uremia, basal urea nitrogen
akan meningkat, begitu juga dengan ureum, kreatinin, serta asam urat. Uremia yang
bersifat toksik dapat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mengenai sistem saraf
perifer dan sistem saraf pusat. Selain itu sindrom uremia ini akan menyebabkan
trombositopati dan memperpendek usia sel darah merah. Trombositopati akan
meningkatkan resiko perdarahan spontan terutama pada GIT, dan dapat berkembang
menjadi anemia bila penanganannya tidak adekuat. Uremia bila sampai di kulit akan
menyebabkan pasien merasa gatal – gatal.
Pada CKD akan terjadi penurunan fungsi insulin, peningkatan produksi lipid,
gangguan sistem imun, dan gangguan reproduksi. Karena fungsi insulin menurun,
maka gula darah akan meningkat. Peningkatan produksi lipid akan memicu timbulnya
aterosklerosis, yang pada akhirnya dapat menyebabkan gagal jantung.
Anemia pada CKD terjadi karena depresi sumsum tulang pada
hiperparatiroidisme sekunder yang akan menurunkan sintesis EPO. Selain itu anemia
dapat terjadi juga karena masa hidup eritrosit yang memendek akibat pengaruh dari
sindrom uremia, anemia dapat juga terjadi karena malnutrisi (Kirana, 2015)
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test)
dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
5. Manifestasi Klinik
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung
dan edema. Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme
terjadinya hipertensi pada CKD oleh karena penimbunan garam dan air, atau
sistem renin angiostensin aldosteron (RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang
sering dijumpai akibat kelebihan cairan tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang
disertai efusi perikardial. Gangguan irama jantung sering dijmpai akibat gangguan
elektrolit.
b. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kusmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekles.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau ammonia. akibat metabolisme protein yang terganggu
oleh bakteri usus sering pula faktor uremikum akibat bau amoniak dari mulut.
Disamping itu sering timbul stomatitis, cegukan juga sering yang belum jelas
penyebabnya. Gastritis erosif hampir dijumpai pada 90 % kasus CKD, bahkan
kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan kolitis uremik.
9
d. Gangguan muskuluskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan),
burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki),
tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot-otot ekstremitas. Penderita sering
mengeluh tungkai bawah selalu bergerak-gerak (restlesslessleg syndrome), kadang
tersa terbakar pada kaki, gangguan syaraf dapat pula berupa kelemahan, gangguan
tidur, gangguan konsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan kesadaran atau
koma.
e. Gangguan integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom. Gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh. Kulit
berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik hitam dan gatal
akibat uremik atau pengendapan kalsium pada kulit.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak
dan vitamin D.
g. Sistem hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sum-sum tulang berkurang, hemodialisi
akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga
terjadi gangguan fungsi trombosit dan trombositopeni. selain anemi pada CKD
sering disertai pendarahan akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat pula
disertai trombositopeni. Fungsi leukosit maupun limposit dapat pula terganggu
sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita CKD mudah
terinfeksi, oleh karena imunitas yang menurun.
h. Gangguan lain
Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi, gangguan
elektrolit dan asam basa hampir selalu dijumpai, seperti asidosis metabolik,
hiperkalemia, hiperforfatemi, hipokalsemia. (Wijaya dan Putri, 2017)
Pasien dengan stadium I atau II tidak memiliki gejala atau gangguan
metabolik seperti asidosis, anemia, dan penyakit tulang. Selain itu, pengukuran yang
10
paling umum dari gangguan fungsi ginjal yaitu serum kreatininmungkin hanya sedikit
meningkat pada tahap awal CKD . akibatnya, estimasi GFR sangat penting bagi
pengenalan tahap awal CKD. Karena tahap awal CKD sering tidak terdeteksi,
dibutuhkan diagnosis pada pasien dengan tingkat kecurigaan yang tinggi yaitu yang
mengalami kondisi kronis seperti hipertensi dan diabetes militus.
Tanda dan gejala terkait dengan CKD menjadi lebih umum pada stage III,
IV, V. Anemia, kelainan metabolisme kalsium dan fosfor (hiperparatiroidisme
sekunder), malnutrisi, abnormalitas cairan dan elektrolit menjadi lebih umum seiring
fungsi ginjal memburuk. Umumnya pada pasien CKD stadium V juga mengalami
gagal-gagal, intoleransi dingin, berat badan menurun, neuropati perifer (Joy et al,
2008).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Urine
1) Volume : < 400 ml/24 jam(oliguria)/anuria
2) Warna : urin keruh
3) Berat jenis < 1, 015
4) Osmolalitas< 350 m osm/ kg
5) Klirens kreatinin : turun
6) Na++ > 40 mEq/lt
7) Protein : proteinuria (3-4+)
b. Darah
1) BUN/Kreatinin : >0,6-1,2 mg/dL(untuk laki-laki), >0,5-1,1 mg/dL (wanita)
2) Ureum : 5-25 mg/dL
3) Hitung darah lengkap : Ht turun, Hb < 7-8 gr%
4) Eritrosit : waktu hidup menurun
5) GDA, Ph menurun : asidosis metabolik
6) Na ++ serum : menurun
7) K+ : meningkat
8) Mg +/ fosfat : meningkat
9) Protein (khusus albumin) : menurun
c. Osmolalitas serum > 285 m osm/kg
11
7. Penatalaksanaan
a. Pengaturan minum : pemberian cairan
b. Pengendalian hipertensi=<intake garam
c. Pengendalian K+ darah
d. Penanggualan anemia: transfusi
e. Penanggualan asidosis
f. Pengobatan dan pencegahan infeksi
g. Pengaturan protein dalam makan
h. Pengobatan neuropati
i. Dialisis
j. Tlansplatasi ginjal (Wijaya dan Putri, 2017)
B. Konsep Hemodialisis
Hemodialisa di indonesia dimulai pada tahun 1970, dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan, umumnya dipergunakan ginjal buatan yang
kompertemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermeabel (hallow fibre
kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi
sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Sudoyo et al.
2009)
1. Definisi
Hemodialisis adalah proses pembuangan zat zat sisa metabolisme, zat toksik
lainnya melalui membran 2semi permeabel sebagai pemisah antara darah dan cairan
diaksat yang sengaja dibuat dalam dializer (Wijaya dan Putri, 2017)
12
2. Tujuan
Hemodialisa bertujuan Membuang sisa produk metabolisme protein : urea
kreatinin dan asam urat, Membuang kelebihan cairan dengan mempengaruhi tekanan
banding antara darah dan bagian cairan, Mempertahankan atau mengembanlikan
sistem buffer tubuh, Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
(Wijaya dan Putri, 2017)
Hemodialisa menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi (membuang
sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme
yang lain), menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang
seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat, meningkatkan kualitas hidup
pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal serta menggantikan fungsi ginjal
sambil menunggu program pengobatan yang lain (Suharyanto dan Madjid, 2009).
13
3. Indikasi
a. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien gagal ginjal kronik dan gagal
ginjal akut untuk sementara samapai fungsi ginjal pulih (laju filtrasi glomerulus <5
ml).
b. Pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:
Hiperkalemia (K+ darah>6 meq/l), Asidosis, Kegagalan terapi konservatif, Kadar
ureum /kreatinin tinggi dalam darah (ureum>200mg%, kreatinin serum>6mEq/l,
Kelebihan cairan, Mual dan muntah yang hebat
c. Intoksikasi obat dan zat kimia
d. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat
e. Sindrom hepatorenal dengan kriteria : K+pH darah <7,10 asidosis, Oliguria/an uria
>5 hari, GFR <5ml/i pada CKD, ureum darah >200mg/dl (Wijaya dan Putri, 2017)
Pada umumnya indikasi dialisis pada CKD adalah bila laju filtrasi
glomerulus (LFG sudah kurang dari 5 mL/menit, yang di dalam praktek dianggap
demikian bila (TKK)<5mL/menit. Keadaan pasien yang hanya mempunyai TKK
<5mL/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila
dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah :
a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
b. K serum >6 mEq/L
c. Ureum darah 200mg/dl
d. pH darah <7,1
e. Anuria berkepanjangan (>5 hari)
f. Fluid overloaded (Sudoyo et al. (2010)
4. Kontra indikasi
a. Hipertensi berat (TD >200/100mmHg)
b. Hipotensi (TD <100mmHg)
c. Adanya perdarahan hebat
d. Demam tinggi (Wijaya dan Putri, 2017)
14
5. Prinsip Hemodialisa
Prinsip hemodialisa dengan cara difusi dihubungkan dengan pergeseran
partikel-partikel dari daerah konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah oleh tenaga yang
ditimbulkan oleh perbedahan konsentrasi zat-zat terlarut di kedua sisi membran
dialisis, difusi menyebabkan pergeseran urea kreatinin dan asam urat dari darah ke
larutan dialisat.
Osmosa adalah Mengangkut pergeseran cairan lewat membran semi
permiabel dari daerah yang kadar partikel partikel rendah ke daerah partikel lebih
tinggi, osmosa bertanggung jawab atas pergeseran cairan dari klien terutama pada
pada.
Ultrafiltrasi Terdiri dari pergeseran cairan lewat membran semi periabel
dampak dari bertambahnya tekanan yang dideviasikan secara buatan, Hemo:darah,
dialisis memisahkan dari yang lain (Sudoyo et al, 2009)
7. Prosedur pelaksanaan HD
hidrostatik negatif pada kompartemen cairan dialisat. Perpindahan air ini disebut
ultrafiltrasi.
Besar pori pada selaput akan menentukan besar molekul zat pelarut yang
berpindah. Molekul dengan berat molekul lebih besar akan berdifusi lebih lambat
dibanding molekul lebih rendah. Kecepatan perpindahan zat pelarut tersebut makin
tinggi bila konsentrasi di kedua kompartemen makin besar, diberikan tekanan hidrolik
dikompartemen darah, dan bila tekanan osmotik di kompartemen cairan dialisis lebih
tinggi. Cairan dialisis ini mengalir berlawaan arah dengan darah untuk meningkatkan
efisiensi. Perpindahan zat terlarut pada awalnya berlangsung cepat tetapi kemudian
melambat sampai konsentrasinya sama dikedua kompartemen. (Pudji et al, 2009).
obat-obatan ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan
akumulasi toksik. Resiko timbulnya efek toksik akibat obat harus dipertimbangkan
(Hudak & Gallo, 2010).
9. Komplikasi
Wijaya dan Putri (2017) menjabarkan komplikasi hemodialisa sebagai berikut :
1. Hipotensi
Merupakan komplikasi akut yang sering terjadi, dimana insiden 15-30%. Dapat
disebabkan oleh karena penurunan volume plasma, disfungsi otonom, vasodilatasi
karena energy panas dan obat anti hipertensi.
2. Kram otot
Terjadi 20 % pasien yang menjalankan hemodialisa, dimana penyebab idiopatik,
namun diduga karena kontraksi akut yang dipacu oleh peningkatan volume
ekstrasluler.
3) Pola eliminasi
Buang air besar (BAB) : Frekuensi, waktu, Warna, konsistensi, Kesulitan
(diare, konstipasi, inkontinensia), Buang Air Kecil (BAK) : Frekuensi,
Kesulitan/keluhan (disuria, noktiria, hematuria, retensia, inkontinensia).
4) Pola aktivitas dan kebersihan diri kemampuan perawatan diri
0 : Mandiri
1: dengan alat bantu
2: dibantu orang lain
3: dibantu orang lain dan peralatan
4: ketergantian / ketidakmampuan
5) Pola istirahat dan tidur
Lama tidur : (jam/malam, tidur siang , tidur sore), waktu kebiasaan
menjelang tidur, masalah tidur (insomnia, terbangun dini, mimpi buruk),
perasaan setelah bangun (merasa segar / tidak setelah tidur).
6) Pola kognitif dan Persepsi sensori
Status mental (sadar / tidak, orientasi baik atau tidak ), bicara: normal,
genap, aphasia ekspresif, kemampuan berkomunikasi, kemampuan
memahami, tingkat ansietas , Pendengaran: DBN, Tuli, tinitis, alat bantu
dengar, Penglihatan (DBN, Buta, katarak, kacamata, lensa kontak, dll),
vertigo, ketidaknyamanan/nyeri /akut/ kronis, penatalaksaan nyeri
7) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan klien tentang dirinya, gambar dirinya, ideal dieinya, harga
dirinya, peran dirinya, ideal dirinya.
8) Pola hubungan peran
Pekerjaan, sistem pendukung : (pasangan, tetangga, keluarga serumah,
keluarga tinggal berjauhan, maslah keluarga berkenaan dengan perawatan
RS, kegiatan sosial : bagaimana hubungan dengan masyarakat.
9) Pola seksual dan reproduksi
Tanggal Menstruasi Terakhir (TMA), masalah-masalah dalam pola
reproduksi, Pap smear terakhir, kepuasan dan tidak puasan klien dalam
pola seksualitas, kesulitan dalam pola seksualitas, masalah seksual B. D
penyakit
20
3. Intervensi
Fluid Monitoring
1. Tentukan riwayat jumlah 1. Sebagai data dasar dalam
dan tipe intake cairan dan menentukan intervensi
eliminasi selanjutnya
2. Tentukan kemungkinan 2. Untuk mengetahui tindakan yang
faktor resiko dari ketidak tepat untuk mengatasi masalah
seimbangan cairan
(hipertermia, terapi diuretik,
kelainan renal, gagal
jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll )
3. Monitor berat badan 3. Mengetahui adakah keleibihan
volume cairan
4. Monitor serum dan 4. Mengetahui kadar cairan dan
elektrolit urine elektrolit
5. Monitor adanya distensi 5. Mengetahui adanya kelebihan
leher, rinchi, eodem perifer volume cairan
dan penambahan BB
6. Monitor tanda dan gejala 6. Edema dapat menjadi tanda
dari odema kelebiihan cairan
Hemodialysis therapy
1. Bekerja secara kolaboratif 1. Terapi hemodialisa sesuai
dengan pasien untuk prosedur dapat mengurangi
menyesuaikan panjang kelebihan cairan dan sisa
dialisis, peraturan diet, metabolism di tubuh
keterbatasan cairan dan
obat-obatan untuk
mengatur cairan dan
elektrolit pergeseran antara
pengobatan.
3. Tujuan : Pressure management
Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor kulit akan adanya 1. Kemerahan dapat menjadi
keperawatan selama 3x24 kemerahan tanda kerusakan integritas
23
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Identitas
Nama : Tn. R
Tanggal, lahir : 12/06/1980
No Rm : 15.73.40
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl.Kp. Kalibata, Gg Arsip RT 009/RW 007 Srengseng Sawah
Agama : Islam
Suku : Betawi
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status perkawinan : Menikah
Diagnosa medis : Ckd on Hd ec DM, Hipertensi
Genogram :
: Laki-Laki : Meninggal
: Perempuan
: Pasien
Penjamin : BPJS Mandiri
Keluarga terdekat : Ny. T
Alamat : Jl.Kp. Kalibata, Gg Arsip RT 009/RW 007 Srengseng Sawah
Hubungan keluarga : Istri
No Telepon : 082113586237
27
B. Pengkajian keperawatan
1. Keluhan Utama : Badan lemas
Nyeri : Tidak ada nyeri
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 153/101 mmHg
Nadi : 99 x/mnt
Respirasi : Normal, frekuensi : 22 x/mnt
Mata : konjungtiva anemis
Ektremitas : Edema negatif, CRT < 2 detik
Berat badan : BB pre Hd 54,55 kg, BB kering : masih tahap observasi,
BB post HD : 53,9Kg
Fungsi gastrointestinal : mual
Kardiovaskuler : Denyut nadi 99x/mnt, irama normal
Rambut : Baik, tidak kering
Kulit : Kering, tidak bersisik.
Bibir : Kering, tidak pecah-pecah
Gusi : Normal, tidak ada stomatitis atau perdarahan
Lidah : Bersih, tidak ada stomatitis
Gigi : Lengkap
Kuku : Baik, tidak mudah patah
Akses vascular : Cdl
Resiko Jatuh Pre Hd : 0-25 ( Tidak beresiko )
Resiko jatuh Post HD : 0-25 ( Tidak beresiko )
a. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien sudah mengalami dm dan hipertensi sejak lama. Obat rutin yang diminum :
Clonidin 3x0,15mg, Candesartan 1x16mg, Bic.nat 3x1, As.folat 2x1,CaCO3 3x1,
B12 1x1, gluquidone 2 x 1
28
b. Pemeriksaan Penunjang
c. Status Gizi
Status gizi harusnya dikaji per 3 bulan namun sejak pasien masuk tidak ada
pengkajian status gizi, jadi status gizi pasien belum terkaji.
d. Riwayat Psikososial
Adakah keyakinan/tradisi/budaya yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan
yang akan di berikan :
Kendala komunikasi : Tidak ada
Yang merawat di rumah : Ada, Istri
Kondisi saat ini : Tenang
C. Analisa Data
NO ANALISA DATA MASALAH
1 Data Subjektif : Perfusi jaringan perifer tidak efektif
- Pasien mengatakan badan lemas
Data Objektif
- Pasien datang menggunakan kursi roda
- Wajah tampak pucat
29
- Konjungtiva anemis
- Akral hangat
- Td : 153/101 mmHg mmHg, Nadi : 99
x/mnt, Respirasi : 22 x/mnt, suhu : 36,5.
- Tgl 21 Maret 2023
Hb : 6.8g/dl
CRT > 2 detik
2 Data Subjektif Defisit nutrisi
- Pasien mengatakan nafsu makan
menurun sejak 2 minggu belakangan
ini, makan habis hanya habis 2-3
sendok
Data Objektif
- Porsi makan yang di berikan habis ¼
porsi
- Berat badan menurun sejak sakit kurang
lebih 2 bulan
BB sebelum sakit 72 kg
BB saat pengkajian 54,55 kg
- Tinggi Badan 167 CM = 1,67 M
- Membran mukosa tampak kering
- Bising usus 17x/mnt
- IMT : 19,62
3 Data subjektif Defisit pengetahuan
- Pasien mengatakan keadaan yang
dialami dan berapa persen keadaannya
sembuh
- Istri pasien bertanya tentang hormon
eritropoitin
Data Objektif
- Pasien tampak berharap sembuh dengan
30
tindakan HD
- Pasien tampak bingung dengan
keadaannya
- Pasien baru menjalani HD
Diagnosa Keperawatan
D. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN / KRITERIA INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Perfusi jaringan tidak Setelah dilakukan 1. Periksa sirkulasi ( nadi
efektif b.d penurunan tindakan keperawatan perifer, edema,
konsentrasi hemoglobin selama 1 x 5 jam pengisian kapiler )
DS : - Kelemahan otot 2. Identifikasi faktor
- Pasien mengatakan menurun dari 3 ke 5 resiko gangguan
badan terasa lemas - Warna kulit sirkulasi
DO : tampak memerah dan 3. Monitor tanda –tanda
- Pasien tampak tidak pucat vital
menggunakan 4. Kolaborasi pemberian
kursi roda produk darah (PRC)
- Wajah tampak pucat saat intra hd
makan
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan
2. Defisit pengetahuan b.d Setelah dilakukan tindakan Observasi
kurang terpapar keperawatan selama 1x5 1. Identifikasi kesiapan
informasi jam dan kemampuan
DS : - Prilaku sesuai anjuran menerima informasi.
- Pasien mengatakan meningkat Terapeutik
keadaan yang dialami - Kemampuan 1. Sediakan materi dan
dan berapa persen menjelaskan media penkes
keadaannya sembuh pengetahuan tentang 2. Jadwalkan penkes
- Ibu pasien bertanya suatu topik meningkat sesuai kesepakatan
tentang hormon - Prilaku sesuai dengan 3. Berikan kesempatan
eritropoitin pengetahuan untuk bertanya
DO : meningkat Edukasi
- Pasien tampak - Pertanyaan tentang - Jelaskan faktor-faktor
berharap sembuh masalah yang dihadapi resiko yang dapat
dengan tindakan HD menurun mempengaruhi
- Pasien tampak kesehatan
bingung dengan - Informasikan makanan
keadaannya yang diperbolehkan
- Pasien baru menjalani dan dilarang
HD kurang lebih 2 Kolaborasi
bulan. 1. Rujuk ke ahli gizi dan
sertakan keluarga
33
E. Implementasi Keperawatan
HARI / TGL JAM IMPLEMENTASI PARAF
Rabu 12.00 - Memonitor tanda-tanda vital
22 maret 2023 R/DO :
Td : 153/101 mm/Hg
N : 99 x/mnt
Rr : 22 x/mnt
T : 36,5
- Memeriksa sirkulasi
R/ DO : Tidak ada oedema , CRT > 2 detik.
- Peresepan HD
TD : 5 jam
UFG : 3000 ml/mnt
Qb : 250 ml/mnt
Qd : 500 ml/mnt
Heparin reguler
Intra HD PRC 500 cc
13.00 - Memonitor tanda-tanda vital
R/DO :
Td : 158/101mm/Hg
N : 98 x/mnt
Rr : 22 x/mnt
T : 36,5
- Memberikan produk darah kantong ke 1 isi
220cc no kantong R8176541A dgn golongan
darah O+ exp 7 april 2023, kantong ke 2 isi
210cc no kantong R8176976A dengan
golongan darah O+ exp 7 april 2023
R/ DS : Pasien mengatakan setalah melakukkan
14.00 tranfusi badannya tidak terlalu lemas
DO : Tidak ada tanda-tanda alergi,
konjungtiva masih anemis
34
F. EVALUASI KEPERAWATAN
NO WAKTU NO. EVALUASI ( SOAP) PARAF
DX
1 Rabu 1 S : pasien mengatakan badan sudah tidak terlalu lemah
22-03-2023 O : pasien masih mengunakan kursi roda, wajah
tampak memerah, konjungtiva anemis
TTV, Td : 155/95 mmHg
N : 90 x/mnt
Rr : 20 x/ mnt
T : 36,5
CRT < 2 detik.
A : Masalah keperawatan perfusi jaringan perifer
belum teratasi
P : lanjutkan intervensi di ruang rawat inap
teratasi
P : lanjutkan intervensi di ruangan rawat inap
BAB IV
PEMBAHASAN
37
Berdasarkan hasil kasus asuhan keperawatan yang di lakukan pada Tn. R Chronic
Kidney Disease dengan Anemia di Ruangan Rumah Sakit Umum Zahirah, maka dalam bab
ini penulis akan membahas kesenjangan antara teori dan kenyataan yang diperoleh sebagai
hasil pelaksanaan studi kasus. Penulis juga akan membahas kesulitan yang ditemukan dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap Tn. R Chronic Kidney Disease dengan Anemia,
dalam penyusunan asuhan keperawatan kami merencanakan keperawatan yang meliputi
pengkajian perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dengan uraian sebagai berikut :
A. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman atau respon
individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kesehatan, pada risiko masalah
kesehatan atau pada proses kehidupan. Diagnosis keperawatan merupakan bagian vital
dalam menentukan asuhan keperawatan yang sesuai untuk membantu klien mencapai
kesehatan yang optimal (SDKI, 2016).
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer adalah penurunan sirkulasi darah pada
level kapiler yang dapat menggangu metabolisme tubuh (SDKI, 2016). Diagnosa
tersebut ditegakkan bila ada data mayor yang mendukung yaitu pengisian kapiler
lebih dari 3 detik, nadi perifer menurun atau tidak teraba, akral teraba dingin, warna
kulit pucat dan turgor kulit menurun. Alasan diagnosa tersebut diangkat karena saat
pengkajian didapatkan data subjektif yaitu pasien mengatakan lemah, dan data
objektif yaitu pasien tampak lemah, wajah tampak pucat, konjungtiva anemis, Hb
menurun. Diagnosa tersebut penulis prioritaskan karena keluhan yang dirasakan
pasien saat itu dan apabila masalah itu tidak segera ditangani akan menimbulkan
ketidaknyamanan bagi pasien dan bisa mengganggu aktifitas klien sehingga akan
timbul keadaan yang lebih buruk lagi.
2. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme
Defisit nutrisi adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme (SDKI, 2016). Diagnosa tersebut ditegakkan bila ada data mayor yang
mendukung yaitu berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal. Alasan
diagnosa tersebut diangkat karena saat pengkajian didapatkan data subjektif yaitu
pasien mengatakan nafsu makan menurun, pasien mengatakan terasa cepat kenyang
dan data objektifnya yaitu berat badan menurun, membran mukosa tampak pucat,
38
hasil laboratorium menunjukkan albumin menurun, ureum dan kretinin meningkat dan
eGFR menurun. Diagnosa tersebut penulis prioritaskan pada prioritas yang kedua
karena keluhan yang dirasakan pasien saat itu masih dapat dijadikan tindakan yang
kedua.
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
Defisit pengetahuan adalah ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang
berkaitan dengan topik tertentu (SDKI, 2016). Diagnosa tersebut ditegakkan bila ada
data mayor yang mendukung yaitu pasien menanyakan masalah yang dighadapi,
menunjukkan prilaku tidak sesuai anjuran, menunjukkan persepsi yang keliru
terhadap masalah. Alasan diagnosa tersebut diangkat karena saat pengkajian
didapatkan data subjektif yaitu pasien mengatakan bagaimana dengan keadaanya
sekarang dan berapa persenkah tingkat kesembuhan penyakit saya, istri pasien
bertanya tentang hormon eritropoetin dan data objektif yaitu pasien tampak berharap
sakitnya dapat sembuh dengan tindakan Hemodialisis, pasien tampak bingung dengan
keadaannya, pasien baru menjalani Hemodialisis kurang lebih 2 bulan.
B. Implementasi
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini adalah memonitor tanda-tanda
vital, memeriksa sirkulasi, berkolaborasi dalam pemberian produk darah (PRC 2
Kolf), tindakan ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kadar hemoglobin dan
mememaksimalkan dalam hemodialisa.
2. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme
Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini adalah mengidentifikasi status
nutrisi dan makanan yang disukai, memonitor asupan makanan, memontor berat
badan post Hemodialisis. Tindakan ini dilakukan untuk meningkatkan nafsu makan
dan mempertahankan ketercukupan metabolisme tubuh pasien.