Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

Sistem Perkemihan

“Renal Replacement Therapy”

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis

Dosen Pengampu :

Ns. Fitri Mailani, S.Kep, M.Kep

Disusun Oleh : Kelompok 8

Cindy Dewi Kinanti 2111319001

Fatma Yulia Putri 2111317003

Hanifa Mawaddah 2111312062

Nurul Jannah 2111312023

Tiara Melinda Sari 2111311020

A2 2021

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS 2024


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Sistem Perkemihan
Renal Replacement Therapy”. Meskipun banyak kesulitan dalam membuat makalah ini,
namun berkat hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Ns. Fitri Mailani, S.Kep,
M.Kep, selaku dosen pengampu di mata kuliah Keperawatan Kritis yang telah
memberikan tugas makalah ini sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan
kami sebagai mahasiswa keperawatan.
Manusia tidak luput dari kesalahan begitu pula dalam pembuatan makalah ini
mungkin terdapat kesalahan baik dalam teori atau penulisan yang tidak kami sadari.
Maka dari itu kami memohon kritik dan saran dari teman maupun dosen, demi
tercapainya makalah yang sempurna.

Padang, 03 Maret 2024

Kelompok 8
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................2
1.4 Manfaat..................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORITIS...................................................................................15
BAB IV PENUTUP......................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah kesehatan yang yang berhubungan dengan ginjal dari tahun ke tahun
semakin meningkat. Salah satu masalah ginjal yang dihadapi oleh masyarakat di Negara
maju maupun Negara berkembang adalah penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney
Disease). Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk memperhatakankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menjadi uremia (Smeltzer & Bare, 2016).

Penyakit ginjal kronik merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir
yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal (Agoes, 2010). Penyakit
ginjal kronik dapat terjadi secara akut dan kronis, dikatakan akut apabila penyakit
berkembang sangat cepat, terjadi dalam beberapa jam atau dalam beberapa hari,
sedangkan kronis terjadi dan berkembang secara perlahan, sampai beberapa tahun.
Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal kronik merupakan gangguan fungsi
ginjal yang progresif dan irreversibel, dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme, kesimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan
uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer & Bare, 2008).

Penyakit ginjal kronik memerlukan renal replacement therapy untuk


memperpanjang hidup (Barnet, dkk, 2007). Terapi penggantian ginjal dapat berupa
hemodialisis, peritoneal dialysis dan transplantasi ginjal. Hemodialisis merupakan suatu
proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan pasien dengan penyakit
ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau permanen. Bagi
penderita penyakit ginjal kronis, hemodialisis bukan untuk menyembuhkan atau
memulihkan penyakit ginjal. Tetapi hemodialisis adalah metode yang lebih cepat dan
efisien dari peritoneal untuk membuang urea serta toksin lain (Smeltzer & Bare, 2008).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam studi kasus ini ialah

1) Apa yang dimaksud dengan Hemodialisa

2) Apa yang dimakud dengan Dialisis Peritoneal ( PD)

1
3) Apa yang dimaksud dengan Hemofiltrasi ( HF)

4) Apa yang dimaksud dengan Hemodiafiltrasi ( HDF)

1.3 Tujuan Penulisan


 Umum

Untuk Mengetaui dan menambah wawasan serta mengambarkan dan menganalisis

1.4 Manfaat

Manfaat penulisan makalah ini sebagai tambahan wawasan demi terciptanya


profesi yang sesuai dengan dasar dasar tugas sebagai seorang perawat dan dapat
menjadi tambahan informasi bagi pembaca dalam pemberian asuhan keperawatan
dan memanfaatkannya sebagai rujukan dalam bekerja guna mengoptimalkan
pelayanan kesehatan pada klien.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Renal Replacement Therapy

Renal replacement therapy merupakan terapi untuk menggantikan fungsi ginjal pada
manusia. Ginjal merupakan organ yang sangat berperan penting dalam mengatur atau
mengeluarkan zat sisa metabolism pada tubuh. Pada kondisi tertentu Dimana ginjal tidak
berfungsi dengan baik maka dibutuhkan terapi pengganti ginjal atau disebut renal
replacement therapy (RRT). RRT digunakan dalam penanganan Acute Kidney Injury
(AKI) untuk membuang racun, kelebihan cairan, dan memperbaiki gangguan biokimia. Hal
ini juga merupakan bagian dari perawatan rutin yang berkelanjutan pada pasien dengan gagal
ginjal kronis stadium akhir dimana ginjal telah berhenti berfungsi secara permanen.Ada
beberapa bentuk modalitas terapy menggantikan fungsi ginjal Ada empat jenis utama RRT
yang umum digunakan:

 Hemodialisis ( HD )
 Dialisis peritoneal ( PD )

 Hemofiltrasi ( HF )

 Hemodiafiltrasi ( HDF )

A. Hemodialisis
1. Pengertian
Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah
buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau
pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat (DR. Nursalam M.
Nurs, 2006). Hemodialisis adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti urine dan
zat beracun lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi
membrane yang selektif-permeabel dimana melalui membrane tersebut fungsi zat-zat
yang tidak dikehendaki terjadi. Hemodialisa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan
beberapa bentuk keracunan (Christin Brooker, 2001). Hemodialisa adalah suatu

3
prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah
mesin diluar tubuh yang disebut dializer. Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke
aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka dibuat suatu hubungan buatan
diantara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan.

2. Indikasi
a. Indikasi Segera
Koma, perikarditis, atau efusi pericardium, neuropati perifer, hiperkalemi,
hipertensi maligna, over hidrasi atau edema paru, oliguri berat atau anuria.
b. Indikasi Dini
 Gejala uremia
Mual, muntah, perubahan mental, penyakit tulang, gangguan pertumbuhan dan
perkembangan seks dan [erubahan kualitas hidup.
 Laboratorium abnormal
Asidosis, azotemia (kreatinin 8-12 mg%) dan blood urea nitrogen (BUN) :
100-120 mg %, TKK : 5 ml/menit.
c. Frekuensi hemodialisa
Frekuensi dialisia bervariasi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang
tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/ minggu.
Program dialisa dikatakan berhasil jika :
 Penderita kembali menjalani hidup normal
 Penderita kembali menjalani diet yang normal
 Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi
 Tekanan darah normal
 Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif

3. Tujuan
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang
lain.
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.

4
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.

4. Peralatan Hemodialisis
a. Arterial Venouse Blood Line (AVBL)
 Arterial blood line (ABL) adalah tubing tubing/line plastik yang
menghubungkan darah dari tubing akses vaskular tubuh pasien menuju
dialiser, disebut Inlet ditandai dengan warna merah.
 Venouse blood line adalah tubing/line plastik yang menghubungkan darah dari
dialiser dengan tubing akses vascular menuju tubuh pasien disebut outlet
ditandai dengan warna biru. Priming volume AVBL antara 100-500 ml.
priming volume adalah volume cairan yang diisikan pertama kali pada AVBL
dan kompartemen dialiser. Bagian-bagian dari AVBL dan kopartemen adalah
konektor, ujung runcing,segmen pump,tubing arterial/venouse pressure,tubing
udara,bubble trap,tubing infuse/transfuse set, port biru obat, port darah/merah
herah heparin,tubing heparin dan ujung tumpul.
b. Dializer atau ginjal buatan (artificial kidney) adalah suatu alat dimana proses
dialisis terjadi terdiri dari 2 ruang kompartemen, yaitu:
 Kompartemen darah yaitu ruangan yang berisi darah.
 Kompartemen dialisat yaitu ruangan yang berisi dialisat. Kedua kompartemen
dipisahkan oleh membran semipermiabel. Dialiser mempunyai 4 lubang yaitu
dua ujung untuk keluar masuk darah dan dua samping untuk keluar masuk
dialisat.
c. Air Water Treatment
Air dalam tindakan hemodialis dipakai sebagai pencampur dialisat peka (diasol).
Air ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti air PAM dan air sumur, yang
harus dimurnikan dulu dengancara "water treatment" sehingga memenuhi standar
AAMI (Association for the Advancement of Medical Instrument). Jumlah air yang
dibutuhkan untuk satu session hemodilaisis seorang pasien adalah sekitar 120
liter.
d. Larutan Dialisat
Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi tertentu.
Dipasaran beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat dan dialisat
bicarbonate. Dialisut asetat menurut komposisinya ada beberapa macam yaitu:

5
jenis standart, free potassium, low calsium dan lain-lain. Bentuk bicarbonate ada
yang powder, sehingga sebelum dipakai perlu dilarutkan dalam air murni/air
water treatment sebanyak 9,5 liter dan ada yang bentuk cair (siap pakai).

e. Mesin Haemodialisis
Ada bermacam-macam mesin hemodilisis sesuai dengan mereknya. Tetapi
prinsipnya sama yaitu blood pump, sistem pengaturan larutan dilisat, sistem
pemantauan mesin terdiri dari blood circuit dan dillisat circuit dan bebagai
monitor sebagai deteksi adanya kesalahan. Dan komponen tambahan seperti
heparin pump, tombol control ultrafiltrasi, program ultrafiltrasi, kateter vena,
blood volume monitor.
5. Proses Hemodialisa
Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam.
ginjal buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian dialirkan kembali ke
dalam tubuh. Rata-rata manusia mempunyai sekitar 5,6 sampai 6,8 liter darah, dan
selama proses hemodialisa hanya sekitar 0,5 liter yang berada di luar tubuh. Untuk
proses hemodialisa dibutuhkan pintu masuk atau akses agar darah dari tubuh dapat
keluar dan disaring oleh dialyzer kemudian kembali ke dalam tubuh. Terdapat 3 jenis
akses yaitu arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan central venous catheter.
AV fistula adalah akses vaskular yang paling direkomendasikan karena
cenderung lebih aman dan juga nyaman untuk pasien. Sebelum melakukan proses
hemodialisa (HD), perawat akan memeriksa tanda-tanda vital pasien untuk
memastikan apakah pasien layak untuk menjalani hemodialysis. Selain itu pasien
melakukan timbang badan untuk menentukan jumlah cairan didalam tubuh yang harus
dibuang pada saat terapi.
Langkah berikutnya adalah menghubungkan pasien ke mesin cuci darah.
dengan memasang blod line (selang darah) dan jarum ke akses vaskular pasien, yaitu
akses untuk jalan keluar darah ke dialyzer dan akses untuk jalan masuk darah ke
dalam tubuh. Setelah semua terpasang maka proses terapi hemodialisa dapat dimulai.
Pada proses hemodialisa, darah sebenarnya tidak mengalir melalui mesin HD,
melainkan hanya melalui selang darah dan dialyzer. Mesin HD sendiri merupakan
perpaduan dari komputer dan pompa, dimana mesin HD mempunyai fungsi untuk
mengatur dan memonitor aliran darah, tekanan darah, dan memberikan informasi
jumlah cairan yang dikeluarkan serta informasi vital lainnya. Mesin HD juga

6
mengatur cairan dialisat yang masuk ke dialyzer, dimana cairan tersebut membantu
mengumpulkan racun - racun dari darah. Pompa yang ada dalam mesin HD berfungsi
untuk mengalirkan darah dari tubuh ke dialyzer dan mengembalikan kembali ke
dalam tubuh.

6. Komplikasi Hemodialisa
a. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa
sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi
pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
b. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya
dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan
kelebihan tambahan berat cairan.
c. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan
kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh
terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan
dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat
dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara
kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan
air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan
biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan
azotemia berat.
e. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor
pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
f. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa
juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
g. Gangguan pencernaan

7
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan
sakit kepala.

h. Pembekuan darah
Pembekuan darah disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak ataupun
kecepatan putaran darah yang lambat.
B. Dialisis peritoneal ( PD )

1. Pengertian

Dialisis adalah proses pengeluaran sisa-sisa metabolism dan kelebihan cairan


dari darah melalui membram semipermiabel, dan pertitonium merupakan selaput yang
berfungsi sebagai membrane semipermiabel dapat juga berperan dalam proses dialysis
(Rachmadi, 2009). Menkes RI mendefinisikan peritoneal dialysis salah satu terapi
pengganti fungsi ginjal yang mempergunakan peritoneum pasien yang bersangkutan
sebagai membrane semipermeable.

Dialisis peritoneal adalah suatu teknik dimana cairan dialisis dimasukkan ke


rongga peritoneal yang diikuti dengan waktu periode dialysis yang bervariasi diikuti
dengan pengeluarannya atau pengurasannya. Peritoneal Dialysis merupakan salah satu
terapi pengganti ginjal yang fungsinya sama dengan hemodialisis, tetapi dengan
metode yang berbeda. Peritoneal dialisis adalah metode dialisis dengan bantuan
membran peritoneum (selaput rongga perut), jadi darah tidak perlu dikeluarkan dari
tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.

2. Tujuan

Tujuan terapi PD ini adalah untuk mengeluarkan zat-zat toksik serta limbah
metabolic, mengembalikan keseimbangan cairan yang normal dengan mengeluarkan
cairan yang berlebihan dan memulihkan keseimbangan elektrolit.

 Pasien yang rentan terhadap perubahan cairan, elektrolit dan metabolic yang cepat
(hemodinamik yang tidak stabil)

 Penyakit ginjal stadium terminal yang terjadi akibat penyakit diabetes

 Pasien yang berisiko mengalami efek samping pemberian heparin secara sistemik

8
 Pasien dengan akses vascular yang jelek (lansia)

 Adanya penyakit kardiovaskuler yang berat

 Hipertensi berat, gagal jantung kongestif dan edema pulmonary yang tidak
responsive terhadap terapi dapat juga diatasi dengan dialysis peritoneal.

 bayi dan anak-anak,

 pasien dengan ketidakstabilan hemodinamik pada hemodialisis,

 pasien dengan akses vascular sulit.

3. Kontraindikasi

 Riwayat pembedahan abdominal sebelumnya (kolostomi, ileus, nefrostomi)

 Adhesi abdominal

 Nyeri punggung kronis yang terjadi rekuren disertai riwayat kelainan pada discus
intervertebalis yang dapat diperburuk dengan adanya tekanan cairan dialisis dalam
abdomen yang kontinyu

 Pasien dengan imunosupresi

 hilangnya fungsi membran peritoneum,

 operasi berulang pada abdomen,

 kolostomi,

 ukuran tubuh yang besar (kemungkinan dengan PD yang adekuat tidak tercapai),

 identifikasi problem yang potensial timbul sebelum CAPD dimulai,

 hernia,

 penglihatan kurang,

 malnutrisi yang berat

4. Jenis-jenis

Menkes RI mendefinisikan peritoneal dialysis antara lain Continuous


Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dan Ambulatory Peritoneal Dialysis (APD)
(MENKES RI, 2010).

9
a. APD (Automated Peritoneal Dialysis). Merupakan bentuk terapi dialysis
peritoneal yang baru dan dapat dilakukan di rumah, pada malam hari sewaktu
tidur dengan menggunakan mesin khusus yang sudah diprogram terlebih dahulu.

b. CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis). Bedanya tidak menggunakan


mesin khusus seperti APD. Dialisis peritoneal diawali dengan memasukkan cairan
dialisat (cairan khusus untuk dialisis) ke dalam rongga perut melalui selang
kateter, lalu dibiarkan selama 4-6 jam.

5. Cara Kerja

Dalam dialisis peritoneal, tabung lunak yang disebut kateter digunakan untuk
mengisi rongga peritoneal dengan cairan pembersih yang disebut dengan cairan
dialisis (dialysis solution). Dinding dari rongga perut di lapisi oleh membran yang
disebut peritoneum, yang memungkinkan produk sisa dan kelebihan cairan lewat
darah ke cairan dialisis. Cairan tersebut berisi gula yang disebut dekstrosa yang akan
menarik sisa/kotoran dan kelebihan cairan ke dalam rongga perut. Sisa atau kotoran
dan cairan ini kemudian akan ikut terbuang bersama cairan dialisis saat proses
pengurasan. Cairan yang telah dipakai, berisi sisa atau kotoran dan kelebihan cairan
kemudian dibuang.

10
Proses dari pengisian dan pembuangan cairan disebut dengan pertukaran yang
memerlukan waktu sekitar 30-40 menit. Waktu yang diperlukan cairan dialisis berada
di dalam rongga perut disebut dengan dwell time atau waktu tinggal. Jadwal yang
khusus untuk 4 pertukaran dalam sehari, masing-masing dengan dwell time 4-6 jam.
Tipe DP yang berbeda memiliki jadwal pertukaran harian yang berbeda pula.

Salah satu bentuk DP, Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD),


tidak memerlukan mesin. Sesuai dengan namanya ambulatory yang berarti dapat
berjalan, pasien dapat berjalan sementara cairan dialisis masih berada di perutnya.
Bentuk lain dari DP, Continuous Cycler-Assisted Peritoneal Dialysis (CCPD).
memerlukan mesin yang disebut cycler untuk mengisi dan menguras perut, biasanya.
saat pasien tidur. CCPD disebut juga Automated Peritoneal Dialysis (APD)

6. Keuntungan

Dengan dialisis peritoneal (DP), kita memiliki beberapa pilihan dalam


pengobatan yang lebih maju dan gagal ginjal permanen. Sejak tahun 1980an, dimana
DP menjadi praktik yang mulai dikembangkan untuk pengobatan gagal ginjal, telah
banyak dipelajari sehingga membuat DP menjadi lebih efektif dan memiliki efek

11
samping yang minimal. Jika pasien tidak memiliki jadwal untuk melakukan dialisis di
Rumah Sakit atau Pusat dialisis, DP memberikan banyak keuntungan.

Dengan DP, pasien gagal ginjal permanen dapat melakukan pengobatan


mandiri baik itu di rumah, di kantor, bahkan dalam perjalanan. Namun harus bekerja
sama dengan baik dibawah instruksi tim medis, yaitu ahli ginjal, perawat, teknisi, ahli
gizi nutrisi, dan pekerja sosial. Namun darı keseluruhan itu yang paling penting
adalah dukungan anggota keluarga pasien sendiri.

7. Komplikasi

a. Komplikasi mekanis

 Perforasi organ abdomen (usus, aorta, kandung kencing, atau hati)

 Pendarahan yang kadang-kadang dapat menyambat kateter

 Gangguan drainase (aliran cairan dialisat)

 Bocornya cairan dialisat

 Perasaan tidak enak dan sakit dalam perut

b. Komplikasi metabolic

 Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa Gangguan


karbohidrat perlu diperhatikan terutama pada penyandang DM berupa
hiperglikemia tak tekendali dan kemungkinan dapat juga terjadi hipoglikemia
post dialisis.

 Kehilangan protein yang terbuang lewat cairan dialisat.

 Sindrom disequilibrium. Sindrom ini terdiri atas kumpalan gejala-gejalan


berupa sakit kepala, muntah, kejang, disorientasi, hipertensi, kenaikan tekanan
cairan serebrospinal, koma dan dapat menyebabkan kematian pasien

c. Komplikasi radang

 Infeksi alat pernapasan. Biasanya berupa pneumonia atau bronchitis purulenta.

 Sepsis lebih sering terjadi pada pasien dengan infeksi fokal diluat peritoneum
seperti pneumonia atau pielonefritis.

 Peritonitis

12
C. Hemofiltrasi (HF) adalah proses yang digunakan dalam pengobatan pasien dengan
gagal ginjal atau kondisi lain yang memerlukan pengeluaran cairan tubuh secara
berlebihan. Proses ini melibatkan penyaringan cairan melalui membran
semipermeabel untuk menghilangkan zat-zat yang berlebihan dalam darah, seperti
elektrolit, urea, kreatinin, dan cairan tubuh lainnya. Hemofiltrasi (HF) umumnya
digunakan untuk pengobatan gagal ginjal akut pada populasi anak-anak. HF
memungkinkan perawatan anak yang hemodinamis tidak stabil yang membutuhkan
terapi penggantian ginjal dan efektif dalam meningkatkan terapi medis (misalnya,
memaksimalkan nutrisi) dalam menghadapi fungsi ginjal yang berkurang.

D. Hemodiafiltrasi (HDF)

Hemodiafiltrasi (HDF) adalah prosedur penggantian ginjal yang digunakan dalam


pengobatan gagal ginjal. Ini adalah kombinasi dari hemodialisis (HD) dan
hemofiltrasi (HF), di mana darah pasien disaring melalui membran semipermeabel
untuk menghapus zat-zat beracun dan limbah dari tubuh.

Tinjauan teoritis HDF mencakup beberapa aspek, termasuk:

- Prinsip Kerja: HDF bekerja dengan mengalirkan darah pasien melalui membran
semipermeabel di dalam mesin dialisis. Selama proses ini, cairan dialisis dialirkan ke
dalam membran, yang memungkinkan molekul-molekul kecil dan limbah untuk
keluar dari darah ke dalam cairan dialisis.

Keunggulan: HDF dianggap memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode


penggantian ginjal lainnya karena kemampuannya menghilangkan zat-zat beracun
yang lebih besar, seperti β2-mikroglobulin, serta meningkatkan pengendalian tekanan
darah dan kelebihan cairan.

- Efek Samping dan Komplikasi: Meskipun HDF dapat memberikan manfaat yang
signifikan, seperti meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup pasien, beberapa
efek samping dan komplikasi juga dapat terjadi, termasuk hipotensi, hipokalemia, dan
infeksi.

- Indikasi dan Kontraindikasi: HDF umumnya direkomendasikan untuk pasien dengan


gagal ginjal kronis yang membutuhkan terapi penggantian ginjal. Namun, ada
beberapa kontraindikasi, seperti kekurangan vaskular atau kondisi medis lainnya yang
dapat membuat prosedur ini berisiko tinggi bagi pasien.

13
Beberapa penelitian menunjukkan efek menguntungkan dari HDF dibandingkan
dengan HD. Ada dua penjelasan yang mungkin mengenai kemungkinan efek
menguntungkan HDF pada stabilitas kardiovaskular. Karena dialisat dan reinfusat
memiliki konsentrasi natrium yang sama, terdapat sedikit retensi natrium selama HDF
karena efek Donnan, sebagian diimbangi oleh mekanisme difusi, bahkan dengan
volume substitusi yang lebih besar, karena peningkatan gradien antara natrium plasma
pasien. air dan dialisat.

14
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Gagal ginjal kronik merupakan salah satu penyakit yang mengalami peningkatan
setiap tahun. Pada pasien gagal ginjal kronik hanya mempertahankan fungsi ginjal yang
ada dan melakukan cuci darah untuk menggantikan fungsi ginjal . Pasien Hemodialisa
Tidak dapat bertahan hidup jika tidak melakukan terapi cuci darah Hasil penelitian
menemukan dua tema utama yaitu, perubahan fisiologis tubuh berupa, kelamahan fisik,
pola istirahat tidur,pola napas, pola eliminasi, gangguan sirkulasi dan gangguan pada kulit.
Tema kedua yaitu, Patuh dalam mengontrol asupan cairan dan nutrisi.

4.2 Saran

Diharapkan hasil karya tulis ilmiah ini dapat menambah daftar kepustakaan di
bidang kesehatan, sebagai sumber informasi untuk penelitian selanjutnya khususnya
dalam asuhan keperawatan pada pasien meningioma agar terciptanya keperawatan
professional

15
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI (2018), SLKI (2018), dan SIKI (2018) DPP PPNI

Nuari, N & Widayati, D. 2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan dan Penatalaksanaan
Keperawatan. Yogyakarta: Deepublisher.

Suwitra, K., 2014. Penyakit Ginjal Kronik. In: S. Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing, pp. 2159-65.

Muttaqin dan Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Salemba
Medika, Jakarta.

A.Price, Sylvia. (2006). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC

16

Anda mungkin juga menyukai