Anda di halaman 1dari 68

MAKALAH KELOMPOK

Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler


“Stroke”
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah
Keperawatan Gerontik

Dosen Pengampu : Ns.Bunga Permata Wenny,S.Kep,M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok 9
Annisa Violita Suryani 2111312017
Zuria Arifa 2111313026
Hanifa Mawaddah 2111312062
Rifqah Fakhira Putri 2111313035
Alfitri Satriani 2111311035
Nurul Jannah 2111312023
KELAS A2
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Lansia dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler : Stroke” dapat kami selesaikan dengan baik. Kami
berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Begitu pula atas limpahan kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karunia kepada
kami sehingga makalah ini dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni melalui
kajian pustaka maupun melalui media internet.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Dan
kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu kami Ibu Ns.Bunga Permata
Wenny,S.Kep,M.Kep yang telah memberikan kami tugas ini sehingga dapat
menambah ilmu bagi kami semua.

Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di dunia, melainkan Allah SWT. Tuhan
Yang Maha Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan saran yang membangun bagi
perbaikan makalah kami selanjutnya.

Padang, 03 Maret 2024

Kelompok 9
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan.........................................................................................................
BAB II TINJUAN TEORITIS..........................................................................................
2.1 Konsep Teoritis Penyakit...........................................................................................
2.1 Pengertian Penyakit Stroke............................................................................................
2.2 Etiologi Penyakit Stroke................................................................................................
2.3 Tanda dan Gejala Penyakit Stroke.................................................................................
2.4 Patofisiologi Penyakit Stroke........................................................................................
2.5 WOC Penyakit Stroke...................................................................................................
2.6 Klasifikasi Penyakit Stroke...........................................................................................
2.7 Faktor Risiko Stroke......................................................................................................
2.8 Komplikasi Penyait Stroke............................................................................................
2.9 Askep Teoritis Stroke....................................................................................................
2.10......................................................................................................................................
2.2 Asuhan Keperawatan Teori.......................................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KASUS..............................................................
3.1 Kasus.............................................................................................................................
3.2 Pengkajian Keperawatan...............................................................................................
3.3 Analisa Data..................................................................................................................
3.4 Diagnosa Keperawatan..................................................................................................
3.4 Intervensi Keperawatan.................................................................................................
3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan......................................................................
BAB IV PENUTUP............................................................................................................
4.1 Kesimpulan....................................................................................................................
4.2 Saran..............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Defisiensi tingkat pengetahuan menyebabkan peningkatan angka kejadian suatu
penyakit, salah satunya adalah Penyakit Stroke. Stroke merupakan sindrom dari beberapa
tanda dan gejala serta hilangnya peran sistem saraf pusat fokal (atau global) yang terjadi
secara cepat (detik atau menit). Gejala ini terjadi >24 jam atau bisa mengakibatkan kematian.
Stroke adalah hilangnya aliran darah ke otak secara tiba-tiba yang biasanya disebabkan oleh
oklusi atau pecahnya arteri serebral utama. Stroke merupakan penyakit yang menjadi masalah
di dunia, organisasi stroke dunia mencatat 85% orang memiliki resiko stroke. Di negara Asia
sendiri salah satunya Indonesia diasumsikan 500 ribu orang terkena stroke setiap tahunnya.
Menurut angka kejadian tersebut diperoleh sekitar 2.5% meninggal dunia, dan sisanya
mengalami kecacatan ringan sampai berat. Stroke menjadi penyebab kecacatan serius dan
menetap nomor 1 di dunia. Di Indonesia masalah stroke menjadi penting karena angka
kejadian yang terbanyak di negara Asia.

Bedasarkan jenis kelamin menunjukan bahwa stroke yang dialami oleh perempuan
sekitar 5,2% sedangkan laki-laki 6,1%. Stroke dapat menyerang kepada lanjut usia yang
disebabkan oleh tergantungan pada lanjut usia semakin meningkat. Banyak terjadinya stroke
pada lansia laki-laki karena tidak pernah megontrol tekanakan darah ke posyandu lansia atau
ke pukesmas secara rutin. Akibatnya, lansia laki-laki rentan terkena penyakit stroke
dibandingkan lansia perempuan, bahwa lansia laki-laki memiliki kebiasaan merokok yang
merupakan salah satu dari penyebab resiko terkenanya penyakit stroke. Kemudian jumlah
rokok yang dihisap memberikan pengaruh besar terhadap pembuluh darah otak yang dapat
mengakibatkan stroke. Dan Pada lansia juga dapat terjadi pada proses menua yang
mengakibatkan kelemahan, keterbatasan dan keterlambatan. Akibat pada proses menua dapat
menyebabkan lansia tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari sehingga membutuhkan
bantuan orang lain untuk membantu kegiatan sehari-hari.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik membahas lebih dalam
mengenai Asuhan Keperawatan Lansia dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler :
Penyakit Stroke.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini :
1. Apa itu penyakit stroke?
2. Bagaimana etiologi dari penyakit stroke?
3. Apa saja tanda dan gejala dari penyakit stroke?
4. Bagaimana patofisiologi dari penyakit stroke?
5. Bagaimana woc dari penyakit stroke?
6. Apa saja klasifikasi dari penyakit stroke?
7. Apa faktor risiko dari penyakit stroke?
8. Bagaimana komplikasi penyakit stroke?
9. Bagaimana askep teoritis penyakit stroke?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu penyakit stroke.
2. Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari penyakit stroke.
3. Untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala dari penyakit stroke.
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari penyakit stroke.
5. Untuk mengetahui bagaimana woc dari penyakit stroke.
6. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari penyakit stroke.
7. Untuk mengetahui apa faktor risiko dari penyakit stroke.
8. Untuk mengetahui bagaimana komplikasi penyakit stroke.
9. Untuk mengetahui bagaimana askep teoritis penyakit stroke.

1.4 Manfaat Penulisan


Dapat menambah ilmu dan wawasan mengenai Asuhan Keperawatan Lansia dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler : Penyakit Stroke dalam Keperawatan Gerontik.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Teoritis
1. Pengertian

Stroke atau Cerebro Vaskuler Ascident adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah kebagian otak.(Andra W & Yessie P, 2013). Stroke adalah
penyakit gangguan fungsional otak, berupa kelumpuhan saraf yang diakibatkan oleh
gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak. Gangguan saraf maupun kelumpuhan
yang terjadi tergantung pada bagian otak mana yang terkena. Penyakit ini dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian. Stroke adalah beban utama untuk kesehatan
masyarakat di seluruh dunia. Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah
defisit neurologis fokal atau global timbul akut (mendadak) berlangsung > 24 jam atau lebih
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler,Stroke disebabkan oleh gangguan
suplai darah ke otak, biasanya dikarenakan pecahnya pembuluh darah atau penggumpalan
darah. Hal ini membatasai suplai oksigen dan nutrient, yang menyebabkan kerusakan
jaringan otot di otak.

Stroke pada lansia menjadi masalah yang semakin meningkat, karena semakin banyaknya
populasi lansia di seluruh dunia. Menurut dari World Health Organization, kasus stroke
sekitar 75% terjadi pada orang yang berusia di atas 65 tahun. Selain itu, lansia juga
cenderung memiliki faktor risiko yang kemungkinan terjadinya stroke, seperti tekanan darah
tinggi, diabetes, dan penyakit jantung.

Klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi anatomi dan penyebabnya sebagai


berikut :

 Stroke Iskemik

Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik. Strok ini mengakibatkan
terganggunya sel neuron dan glia karena kekurangan darah akibat sumbatan arteri yang
menuju otak atau perfusi otak yang inadekuat. Stroke iskemik terjadi karena terhambatnya
arteri yang mensuplai darah yang kaya akan oksigen ke otak. Strok iskemik juga disebut
dengan stroke non hemorhagia (stroke tanpa perdarahan). Biasanya penderita masih dalam
kondisi sadar. Terhambatnya arteri karena simpanan lemak melapisi dinding pembuluh darah
yang mengakibatkan :
 Stroke Hemoragik (stroke perdarahan)

Stroke hemoragik adalah lanjutan dari stroke non hemoragik, yang merupakan sekitar 15%
sampai 20% dari semua stroke, perdarahan yang terjadi ketika pembuluh darah arteri di otak
robek atau pecah sehingga perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke
jaringan otak. Biasanya dalam kkondisi ini kesadaran penderita menurun. Robeknya
pembuluh darah karena terlalu banyak tekanan pada sel otak yang membahayakan pembuluh
darah tersebut. Kondisi yang dapat menyebabkan stroke hemoragik yaitu tekanan darah tinggi
dan aneurysm (penonjolan seperti balon dapat meregangkan dan memecahkan pembuluh
darah arteri).

Ada 2 tipe stroke hemoragik :

 Perdasarahan intraserebral (PIS) : Tipe stroke hemoragik terbanyak. Terjadi ketika


pembuluh darah arteri di otak pecah, membanjiri disekeliling jaringan-jaringan otak
dengan darah

 Hemoragik subarachnoid : Tipe stroke yang paling sedikit.Mengacu kepada


perdarahan pada daerah diantara otak dan jaringan tipis yang menutupinya(daerah
subarachnoid)
2. Etiologi
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang
akan berdampak pada perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik,tetapi juga
kognitif,perasaan, sosial, dan sexual. Secara umum menjadi tua atau menua (ageing process),
ditandai oleh kemunduran – kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala – gejala
kemunduran fisik dan kemunduran kemampuan kognitif yang seringkali menimbulkan
masalah (Azizah, 2011). Menurut (Azizah, 2011) perubahan sistem kardiovaskuler dan
respirasi pada orang lanjut usia umumnya ditandai dengan ukuran jantung yang akan sedikit
mengecil. Yang paling banyak mengalami penurunan adalah rongga bilik kiri, akibat semakin
berkurangnya aktivitas. Yang juga mengalami penurunan adalah besarnya sel- sel otot
jantung hingga menyebabkan menurunnya kekuatan otot jantung.
Setelah berumur 20 tahun, kekuatan otot jantung berkurang sesuai dengan bertambahnya
usia. Dengan bertambahnya umur, denyut jantung maksimum dan fungsi lain dari jantung
juga berangsur-angsur menurun. Pada lanjut usia, tekanan darah akan naik secara bertahap.
Elastisitas jantung pada orang berusia 70 tahun menurun sekitar 50% dibanding orang berusia
20 tahun. Oleh karena itu, tekanan darah pada wanita tua yang mencapai 170/90 mmHg dan
pada pria tua yang mencapai 160/100 mmHg masih dianggap normal.
Perubahan yang jauh lebih bermakna dalam kehidupan lanjut usia adalah yang terjadi
pada pembuluh darah. Proses yang disebut sebagai Arteriosklerosis atau pengapuran dinding
pembuluh darah dapat terjadi dimana-mana. Proses pengapuran ini akan berlanjut menjadi
proses yang menghambat aliran darah yang pada suatu saat dapat menutup pembuluh darah
tadi. Pada tahap awal, gangguan dari dinding pembuluh darah yang menyebabkan
elastisitasnya berkurang akan memacu jantung bekerja lebih keras, karena terjadi hipertensi.
Selanjutnya, bila terjadi sumbatan maka jaringan yang dialiri zat asam oleh pembuluh darah
ini akan rusak/mati, hal inilah yang disebut infark. Bila kejadian ini terjadi di otak, akan
terjadi stroke.

Penyebab Stroke dibedakan dalam dua jenis stroke, yaitu: stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Stroke iskemik (hemoragik) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti, 80% stroke iskemik.
Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis yaitu: Stroke trombotit: proses terbentuknya tombus
yang membuat penggumpalan; Stroke embolik: tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan
darah; Hipoperfusion sistemik: berkurangnya aliran darah keseluruh bagian tubuh karena
adanya gangguan denyut jantung. Stroke iskemik juga dapat menyebabkan Subdural
hematoma (Brain Hematoma) atau juga disebut perdarahan subdural adalah kondisi di mana
darah menumpuk di antara 2 lapisan di otak: lapisan arachnoidal dan lapisan dura atau
meningeal. Kondisi ini dapat menjadi akut terjadi tiba- tiba, atau kronis muncul dengan
perlahan. Hematoma (kumpulan darah) yang sangat besar atau akut dapat menyebabkan
tekanan tinggi di dalam tengkorak. Akibatnya dapat terjadi kompresi dan kerusakan pada
jaringan otak. Kondisi ini dapat membahayakan nyawa.Stroke hemoragik adalah stroke yang
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi
pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis yaitu: hemoragik intraserebral:
pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak; hemoragik subraknoid: pendarahan
yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yanag menutupi otak). Faktor-faktor yang menyebabkan stroke antara lain
hipertensi, penyakit kardiovaskuler, kolesterol tinggi, obesitas, peningkatan hemotokrit
meningkatkan resiko infark serebral, diabetes dikaitkan dengan aterogenesis terakserelasi,
kontrasepsi oral (khususnya disertai dengan hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi),
merokok, penyalahgunaan obat (khususnya kokain), komsumsi alcohol.(Andra W & Yessie
P, 2013)
3. Patofisiologi

Trombosit merupakan penyebab stroke yang paling sering ditemukan 40% pada semua
kasus stroke, biasanya ada kaitan dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat
aterosklerosis.Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada lapisan intima arteria
serebra menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lamina elastika
interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh darah sebagian terisi oleh materi
sklerotik.Tanda - tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak
umum, beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan
beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari hemoragik intraserebral atau
embolisme serebral. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan
kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau paralysis pada setengah tubuh dan
mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.Embolisme termasuk urutan
kedua sebagai penyebab stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibandingkan
dengan penderita trombosis.

Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:

 Stroke Iskemik

Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis (terbentuknya


ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam
manifestasi klinik dengan cara:

 Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah

 Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau perdarahan


aterom Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli

 Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang


kemudian dapat robek.

Terdapat 4 penyebab utama stroke iskemik yaitu trombus dan emboli, vasokonstriksi,
dan vasospasme dimana trombus dan emboli adalah penyebab utama. Trombosis ialah
bekuan darah dalam pembuluh darah dikarenakan simpanan lapisan lemak (trombus). Ketika
terjadi trombosis maka simptom berlangsung dalam beberapa jam atau beberapa hari.
Serangan berlangsung secara berangsurangsur memberat dan biasanya ada riwayat TIA atau
stroke sebelumnya Embolisme ialah obstruksi pembuluh darah oleh badan materi yang tidak
larut. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh trombus (bekuann). Simptom timbul sangat cepat,
biasanya dalam beberapa detik. Biasanya pasien sadar dan dalam keadaan beraktivitas serta
penderita biasanya tidak memiliki riwayat TIA atau stroke sebelumnya. Embolus akan
menyumbat aliran darah dan terjadilah anoreksia jaringan otak di bagian distal sumbatan. Di
samping itu, embolus juga bertindak sebagai iritan yang menyebabkan terjadinya vasospasme
lokal di segmen di mana embolus berada. Gejala kliniknya bergantung pada pembuluh darah
yang tersumbat. Ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus, maka area
sistem saraf pusat (SSP) yang diperdarahi akan mengalami infark jika tidak ada perdarahan
kolateral yang adekuat. Di sekitar zona nekrotik sentral, terdapat ‘penumbra iskemik’ yang
tetap viabel untuk suatu waktu, artinya fungsinya dapat pulih jika aliran darah baik kembali.
Iskemia SSP dapat disertai oleh pembengkakan karena dua alasan: Edema sitotoksik yaitu
akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang rusak; Edema vasogenik yaitu akumulasi
cairan ektraselular akibat perombakan sawar darah-otak. Edema otak dapat menyebabkan
perburukan klinis yang berat beberapa hari setelah stroke mayor, akibat peningkatan tekanan
intrakranial dan kompresi struktur-struktur di sekitarnya.

 Stroke Hemoragik

Dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian
dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid (PSA) adalah aneurisma
sakular dan malformasi arteriovena (MAV). Mekanisme lain pada stroke hemoragik adalah
pemakaian kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan
perdarahan intraserebrum atau subarakhnoid. Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan
otak (parenkim) paling sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan
ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak.
Biasanya perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit neurologik fokal
yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam.
Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas pertama
pada keterlibatan kapsula interna. Penyebab pecahnya aneurisma berhubungan dengan
ketergantungan dinding aneurisma yang bergantung pada diameter dan perbedaan tekanan di
dalam dan di luar aneurisma. Setelah pecah, darah merembes ke ruang subarakhnoid dan
menyebar ke seluruh otak dan medula spinalis bersama cairan serebrospinalis. Darah ini
selain dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, juga dapat melukai jaringan otak
secara langsung oleh karena tekanan yang tinggi saat pertama kali pecah, serta mengiritasi
selaput otak. Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease, disability,
discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut terjadi pada
stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek tersebut tidak menjadi lebih
buruk maka semua penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan
umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh secara terus-
menerus selama 24 jam setelah serangan stroke.
4. Faktor resiko

Menurut (Purwani, 2017) terdapat dua faktor risiko stroke.

 Faktor yang Tidak Dapat Dikendalikan

Faktor yang tidak dapat dikendalikan ini merupakan faktor risiko alami yang dimiliki
oleh setiap orang, contohnya usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, dan suku/ras.

1) Usia

Pada umumnya stroke lebih banyak terjadi pada orang – orang berusia lanjut (di atas 55
tahun) dibandingkan pada anak-anak dan dewasa muda. Bertambahnya usia cenderung akan
meningkatkan tekanan darah. Risiko akan semakin meningkat seiring bertambahnya usia
karena kondisi tubuh yang sudah tidak sepenuhnya normal lagi serta pola hidup yang
berubah. Selain itu, hampir semua orang di atas umur empat puluh tahun mengalami
atherosclerosis.

2) Jenis Kelamin

Faktor risiko berdasarkan jenis kelamin memiliki sedikit perbedaan. Risiko stroke pada
pria lebih tinggi, tetapi angka kematian yang dikarenakan stroke lebih banyak terjadi pada
kaum wanita. Stroke iskemik juga akan meningkat dengan pertambahan usia serta kurang
lebih 30% lebih banyak terjadi pada kaum pria. Pada kaum wanita, stroke banyak terjadi
akibat kehamilan, pemakaian pil KB, migrain, dan aneurisma sakular.

3) Riwayat Keluarga

Seseorang yang memiliki anggota keluarga, seperti ayah/ibu, atau kakek/nenek, dengan
riwayat sakit stroke akan meningkatkan risiko stroke. Para penderita stroke dengan usia
masih muda biasanya memiliki riwayat serangan stroke atau penyakit pembuluh darah
iskemik pada salah satu anggota keluarga. Selain itu, adanya faktor predisposisi genetik
aterosklerosis (mudah terkena penyakit ateroskleroris), aneurisma intrakanial sakular,
malformasi pembuluh darah, dan angiopati amiloid juga dapat menjelaskan keterkaitan antara
risiko terjadinya stroke dengan riwayat keluarga.

4) Ras Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa orang


Amerika yang berasal dari Afrika (berkulit hitam) memiliki risiko terkena stroke lebih
besar dibandingkan orang dengan ras kaukasoid

 Faktor yang Dapat Dikendalikan

Faktor ini meliputi gaya hidup tidak sehat yang tentunya dapat dikurangi atau
malah dihilangkan sama sekali. Gaya hidup merupakan perilaku sehari-hari seseorang yang
lamakelamaan menjadi kebiasaan.

1) Hipertensi

Hipertensi sering menyebabkan terjadinya gangguan fungsi dan struktur otak seseorang
dengan mekanisme gangguan vaskuler. Stroke karena hipertensi biasanya disebabkan karena
perubahan patologis pada pembuluh darah serebral dalam jaringan otak. Selain itu, hipertensi
juga mengakibatkan gangguan kemampuan autoregulasi pembuluh darah otak dimana aliran
darah ke otak akan lebih kecil dibandingkan seseorang yang memiliki tekanan darah normal.

2) Dislipidemia

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme dari lipid (lemak) yang ditandai dengan
peningkatan maupun penurunan fraksi lemak dalam darah. Kelainan fraksi lipid yang paling
banyak adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL yang biasa disebut kolesterol
jahat, kenaikan kadar trigliserida, serta adanya penurunan kadar HDL atau yang biasa disebut
kolesterol baik. Seseorang dikatakan menderita dislipidemia jika memiliki kadar kolesterol
total dalam darah >200 mg/dl dan kadar trigliserida >200 mg/dl. Tingginya kadar kolesterol
dalam darah terutama LDL akan memicu terjadinya aterosklerosis dan penyakit jantung
koroner yang selanjutnya memicu terjadinya stroke.

3) Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah suatu penyakit jangka panjang yang ditandai dengan kadar gula
di dalam darah jauh diatas normal yaitu kadar gula darah sewaktu normal >200 mg/dl atau
pemeriksaan gula darah puasa >140 mg/dl. Penyakit diabetes melitus dapat meningkatkan
kemungkinan stroke 2-4 kali akibat aterosklerosis serebri, gangguan jantung, atau perubahan
rheologi darah. Aterosklerosis yang terjadi dapat menyerang pembuluh darah kecil
(microangiopathy) maupun pembuluh darah besar (macroangiopathy) di seluruh tubuh,
termasuk otak. Tingginya kadar gula juga akan memperbesar area infark di otak karena asam
laktat akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang merusak jaringan otak.

4) Kelainan Jantung

Otak membutuhkan konsumsi oksigen 25% dari seluruh tubuh dan menggunakan 20%
curah jantung dalam semenit. Oleh karena itu jika terjadi gangguan pada sistem
kardiovaskuler, tentunya akan memengaruhi sirkulasi di otak. Kelainan jantung yang sering
menjadi penyebab stroke berulang adalah aterosklerosis, disritmia jantung khususnya fibrilasi
atrium, penyakit jantung iskemik, infark miokard, dan gagal jantung
5) Merokok

Alasan paling sering mengapa merokok menjadi faktor risiko stroke adalah karena
terjadi pendarahan subaraknoid karena terbentuknya aneurisma, stroke iskemik karena
adanya perubahan arteri karotis dan terjadinya pendarahan serebral.

5.Manifestasi Klinis

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi(pembuluh


darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, jumlah darah
kolateral (sekunder atau aksesori).
 Timbul rasa kesemutan pada seisi badan, mati rasa, terasa seperti terbakar atau terkena
cabai
 Lemas atau bahkan kelumpuhan pada seisi badan, sebelah kanan atau sebelah kiri saja
 Mulut, lidah mencong bila diluruskan. Mudah diamati jika sedang berkumur, tidak
sempurna atau air muncrat dari mulut
 Gangguan menelan, atau bila minum sering tersedak
 Gangguan bicara, berupa pelo, atau aksentuasi kata-kata sulit dimengerti ( afasid).
Bahkan bicara tidak lancar, hanya sepatah-sepatah
 Tidak mampu membaca dan menulis. Kadang-kadang diawali dengan perubahan
tulisan yang tidak seperti biasa, karena tulisan lebih jelek
 Berjalan menjadi lebih sulit, langkahnya kecil-kecil
 Kurang mampu memahami pembicaraan orang lain
 Kemampuan intelektual menurun drastis, bahkan tidak mampu berhitung, menjadi
pelupa
 Fungsi indra terganggu sehingga bisa terjadi gangguan penglihatan berupa sebagian
lapangan pandangan tidan terlihat atau gelap, juga dengan pendengaran berkurang
 Gangguan pada suasana emosi, menjadi lebih mudah menangis atau tertawa
 Kelopak mata sulit dibuka atau dalam keadaan terkatup
 Gerakan badan tidak terkoordinasi sehingga jika berjalan sempoyongan atau
kehilangan koordinasi pada seisi badan
 Gangguan kesadaran, pingsan bahkan sampai komaPemeriksaan Penunjang
6. Pemeriksaan radiologi antara lain:

 Computerized Tomography Scan

Computerized Tomography Scanuntuk menentukan jenis stroke, diameter perdarahan,


lokasi dan adanya edema otak

 Magnetic Resonance Imaging

Untuk menunjukkan area yang mengalami perdarahan.

 Angiografi serebral

Untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisme atau malformasi vascular.


 Elektroensefalogragi

Untuk dapat menentukan lokasi stroke.

 Foto thoraks

Untuk dapat memperlihat keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri
yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis. elektrokardiogram.Pemeriksaan
laboratorium antara lain:
 Pungsi lumbal

Untuk mengetahui jenis perdarahan atau warna liquor.

 Pemeriksaan darah rutin lengkap dan trombosit

Pemeriksaan kimia darah (glukosa, elektrolit, ureum, dan keratin), masa protrombin,
dan masa tromboplastin parsial: untuk dapat mengetahui kadar gula darah, apakah terjadi
peningkatan dari batas normal atau tidak. Jika ada Indikasi lekukan test - test berikut ini:
kadar alkohol, fungsi hati, gas darah arteri, dan skrining toksikologi.(Taufan N, 2011).

6. Komplikasi

Menurut Pudjiastuti (2013) komplikasi stroke diantaranya :

 Akibat berbaring lama

a. Bekuan Darah Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan


penimbunan cairan, pembengkakan selain itu juga menyebabkan emboli paru
yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalirkan darah
ke paru.
b. Dekubitus Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi
kaki dan tumit bila memar ini tidak dapat dirawat dapat menjadi infeksi.

c. Pneumonia Pasien stroke tidak dapat batuk dan menelan dengan sempurna, hal
ini menyebabkan cairan berkumpul di paru - paru dan selanjutnya
menimbulkan pneumonia.

d. Atrofi dan kekauan sendi Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan
mobilisasi.

 Komplikasi lain dari stroke

a. Distrimia

b. Peningkatan tekanan intra kranial

c. Kontraktur

d. Gagal nafas

e. Kematian.

 Akibat dari Stroke antara lain

a. 80 sampai dengan 90% bermasalah dalam berpikir dan meningkat.

b. 80% penurunan parsial/ total gerakan lengan dan tungkai.

c. 70% menderita depresi.

d. 30% mengalami kesulitan bicara, menelan, membedakan kanan dan kiri.

7. Penatalaksanaan

 Penatalaksanaan Medis

1) Antikoagulan

Antikoagulan merupakan obat yang berfungsi mengencerkan darah yang mengental.


Biasanya obat golongan ini digunakan pada stroke iskemik dan stroke ringan; tidak
direkomendasikan untuk stroke hemoragik karena akan meningkatkan pendarahan di otak.
Beberapa contoh obat golongan antikoagulan yaitu: e. Warfarin Warfarin merupakan derivat
asetonilbenzil dari kumarin. Mekansmenya adalah sebagai antagonis atau saingan terhadap
vitamin K. Warfarin sering digunakan untuk profilaksis dan terapi pada stroke dengan atrial
fibrillation (AF). Pemberian dosis awal awal 2-5 mg dua kali sehari dan biasanya akan
dilakukan penyesuain dosis setelah 2 hari sedangkan dosis pemeliharaan adalah 2-10 mg/hari.
Efek samping dari warfarin sendiri dapat menyebabkan pendarahan dan trombositopenia
(Purwani, 2017).

2) Antiplatelet

Antiplatelet merupakan obat-obatan yang cara kerjanya dengan menghambat agregasi


platelet dan pembentukan trombus di dalam tubuh. a. Aspirin (anti trombosis) Aspirin cukup
ampuh mencegah kambuhnya stroke dan menekan tingkat kematian pada penderita pasca
mini stroke (TIA). Aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan thrombosis yang
terjadi. Pada umumnya, dokter memberikan dosis 80-160mg, yang terbagi dalam dosis 1-2x
sehari. Efek samping yang timbul adanya gangguan seperti tukak lambung atau yang berat
seperti pendarahan pada lambung sehingga obat ini jangan diberikan pada penderita
gangguan tukak lambung. Pemakaian aspirin dianjurkan tetap dengan memperhatikan efek
samping terhadap pasien (Sutrisno, 2007).

3) Fibrinolitik

Obat – obat golongan ini diberikan secara intravena saat keadaan stroke iskemik akut.
Mekanisme kerjanya secara umum adalah secara cepat melisiskan atau menghancurkan
trombus atau bekuan darah dengan mengubah plasminogen menjadi plasmin, suatu enzim
yang dapat menguraikan fibrin. Fibrin sendiri merupakan zat pengikat dari trombus.

- Rtpa (Recombinant Tissue Plasminogen Activator)/ Alteplase

Alteplase merupakan enzim serine protease dari sel endotel pembuluh darah yang
dibentuk dengan teknik rekombinasi DNA pada tahun 1987. Obat ini bekerja secara langsung
mengikat fibrin dan mengaktifkan plasminogen yang terikat di trombus sehingga terjadi
pemecahan trombus. Biasanya digunakan pada kasus stroke iskemik akut dengan pemberian
dosis 0,9 mg/kg IV maksimal 90 mg. Efek samping dari obat ini adalah bisa terjadi
pendarahan, dan kenaikan suhu sementara (Purwani, 2017).

 Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut (Muttaqin, 2008) sebagai berikut:

1) Mempertahankan saluran napas yang paten dengan melakukan pengisapan lendir dan
pemberian oksigen.

2) Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha


memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3) Menempatkan klien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin klien
harus diubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif (ROM).

4) Memberikan suplai nutrisi yang adekuat untuk mempertahankan metabolisme pada


pasien stroke.

5) Melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien stroke secara komprehensif.

2.2.Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah sebuah proses untuk mengenal dan mengidentifikasi faktor – faktor
(baik positif dan negatif) pada lanjut usia, serta untuk mengembangkan strategi promosi
kesehatan. Pengkajian keperawatan pada lansia merupakan proses kompleks dan menantang
yang harus mempertimbangkan kebutuhan lansia melalui pengkajian – pengkajian untuk
menjamin pendekatan lansia spesifik.

Pengkajian keperawatan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnosik.

1) Anamnesis

Anamnesia pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial. a) Identitas
klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis
medis.

b) Keluhan utama

Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat
kesadaran.

c) Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang
sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang
lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di
dalam intracranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan
penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsive, dan koma.

d) Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit


jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat – obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat – obatan adiktif, dan kegemukan. Pengkajian
pemakaian obat – obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi,
antilipidemia, penghambat beta, dan lainya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol
dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan
untuk memerikan tindakan selanjutnya.

e) Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya
riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f) Pengkajian Psikososiospiritual

Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan


perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku
klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari – harinya,
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien
yaitu timbul sperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan
citra tubuh).

Adanya perubahan hubungan dan peran klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi
akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri menunjukan klien merasa tidak
berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan
stress, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan
proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola tata nilai dan kepercayaan, klien
biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
2) Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan – keluhan klien, pemeriksaan
fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1 – B6) dengan focus pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan – keluhan dari klien.
a) Keadaan umum

a). Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan bicara yaitu
sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda – tanda vital : tekanan darah
meningkat, dan denyut nadi bervariasi.

b) B1 (Breathing)

Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi nafas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan
batuk yang menurun sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma.Pada klien dengan tingkat kesadaran composmentis, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan
dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

b) B2 (Blood)

Pengkajian sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering


terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi massif (tekanan darah >200 mmHg)/

c) B3 (Brain)

Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.

(1) Pengkajian tingkat kesadaran. Kualitas kesadaran klien merupakan parameter


yang paling mendasar dan parameter yg paling penting membutuhkan pengkajian.
Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indicator paling
sensitive untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada keadaan lanjut tingkat
kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.
Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting menilai tingkat
kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
(2) Pengkajian fungsi serebral. Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
(a) Status mental. Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status
mental klien mengalami perubahan.
(b) Fungsi intelektual. Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
Pada beberapa kasus klien mengalami brain famage yaitu kesulitan untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
(c) Kemampuan bahasa. Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
mempengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada
bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dan girus frontalis inferior (area Broca)
didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan bicara),
ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot
yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan
untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat klien
mengambil sisir dan berusaha menyisir rambutnya.
(d) Lobus frontal. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika
kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual
kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam
lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi,
yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustasi dalam program
rehabilitasi mereka, depresi umur terjadi dan mungkin diperberat oleh repons
alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum
terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustasi, dendam,
dan kurang kerja sama.
(e) Hemisfer. Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparise sebelah kiri tubuh,
penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi korateral sehingga
kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke hemisfer kiri ,
mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati – hati, kelainan
bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustasi.
(3) Pengkajian saraf cranial. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf cranial I-XII.
(a) Saraf I. biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
(b) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara
mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual – spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
(c) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis pada satu sisi otot –
otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi
yang sakit.
(d) Saraf V, pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus
(e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimteris, dan otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.
(f) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
(g) Saraf IX dan X. kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
(h) Saraf XI tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
(i)Saraf XII. Lidah simetris, terdapat devias pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.
(4) Pengkajian sistem motorik. Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena
UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak
(a) Inspeksi umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh
adalah tanda yang lain
(b) Fasikulasi. Didapatkan pada otot – otot ekstremitas.

(c) Tonus otot. Didapatkan meningkat.

(d) Kekuatan otot. Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot pada sisi
sakit didapatkan tingkat 0.
(e) Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena hemiparese
dan hemiplegia.
(5) Pengkajian refleks. Pemeriksaan refleks terdiri atas pemeriksaan refleks profunda dan
pemeriksaan refleks patologis.
(a) Pemeriksaan refleks profunda. Pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum
derajat refleks pada respon normal
(b) Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului
dengan refleks patologis.
Gerakan involunter. Tidak ditemukan adanya tremor, tik, dan distonia. Pada keadaan
tertentu, klien biasanya mengalami kejang umum terutama pada anak dengan stroke disertai
peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal
yang peka.
(6) Pengkajian sistem sensorik. Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat
ketidakmampuan untuk menginterprestasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karenan
gangguan jaras sensori primer di antara mata dan konteks visual.
Gangguan hubungan visual – spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak
dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian
ke bagian tubuh. Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan
atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan
posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual,
taktil, dan auditorius.

e) B4 (Bladder)

Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontenensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan kandung kemih karena kerusakan control motorik dan postural. Kadang
control sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukan
kerusakan neurologis luas.

f) B5 (bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah
pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukan
kerusakan neurologis luas.

g) B6 (Bone)

Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunteer


terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol
motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada neuron motorik
atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia
(parlisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O2
kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu,
perlu juga dikaji tanda – tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien
stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegic, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat (Muttaqin, 2008).

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Angiografi Serebral

Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan


arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vascular.

b) Lumbal Fungsi

Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan
adanya hemoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intracranial. Peningkatan jumlah
protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang massif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c) CT Scan

Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infrak atau iskemia dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar
ke permukaan otak.

d) MRI (Magnetic Imaging Resonance)

Menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya


perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infrak
akibat dari hemoragik.

e) USG Doppler

Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).

f) EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan
yang infrak sehingga menurunnya implus listrik dalam jaringan otak.

g) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Pemeriksaan darah rutin.

(2) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
(3) Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur
turun kembali.
(4) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
(Muttaqin, 2008).
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang dibuat oleh perawat


professional yang singkat, tegas dan tentang respons klien terhadap masalah kesehatan atau
penyakit tertentu yang aktual dan potensial yang ditetapkan berdasarkan analisis dan
interprestasi data hasil pengkajian.

Diagnosa keperawatan pada klien dengan stroke, meliputi:

1) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan aliran darah,


oklusi, perdarahan, vasospasme serebral, edema serebral.
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, kelemahan,
parestesia, paralisis.
3) Gangguan komunikasi verbal/nonverbal berhubungan dengan gangguan sirkulasi,
gangguan neuromuskuler, kelemahan umum, kerusakan pada area wernick, kerusakan
pada area broca.
4) Gangguan persepsi berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori, transmisi,
integrasi, stress psikologik.
5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan berhubungan dengan deficit
neuromuskuler, menurunnya kekuatan otot dan daya tahan, kehilangan kontrol otot,
gangguan kognitif.
6) Gangguan eliminasi bowel: konstipasi, diare, sehubungan dengan menurunnya kontrol
volunter, kerusakan komunikasi, perubahan peristaltik, immobilisasi.
7) Gangguan eliminasi urine: inkontinensia fungsional sehubungan dengan menurunnya
sensasi, disfungsi kognitif, kerusakan komunikasi
8) Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, penurunan ketajaman
penglihatan (Tarwoto, 2007).
3. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan untuk menanggulangi masalah sesuai
dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien.

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Gangguan perfusi Setelah dilakukan tindakan a. Kaji status a. Menentukan deficit


jaringan serebral keperawatan diharapkan neurologik, faktor perubahan lebih
berhubungan dengan klien dapat: yang berhubungan neuorologik
gangguan aliran darah, a. Mempertahankan dengan keadaan atau lanjut.
oklusi, perdarahan, tingkat kesadaran, penyebab penurunan
vasospasme serebral, fungsi kognitif, perfusi serebral dan
edema serebral ditandai sensorik dan potensi terjadinya
dengan: motorik. peningkatan tekanan
Penurunan kesadaran, b. Tanda-tanda vital intrakranal.
penurunan nilai GCS, stabil, peningkatan kesadaran
perubahan tanda vital, TIK tidak ada. b. Kaji tingkat
nyeri kepala, c. Gangguan lebih lanjut kesadaran dengan adanya
b. Tingkat
kehilangan memori, tidak terjadi. GCS.
merupakan
perubahan respon d. Memperlihatkan
indikator terbaik
perubahan
neurologi.

motorik atau sensorik, penurunan tanda dan c. Kaji pupil, ukuran, c. Mengetahui
hasil ct scan, MRI gejala kerusakan respon terhadap fungsi
adanya edema serebri, jaringan. cahaya, gerakan mata. N. II dan N. III.
perdarahan, herniasi. d. Kaji refleks kornea
dan refleks gag.
d. Menurunnya
refleks kornea dan
refleks gag indikasi
kerusakan pada
e. Evaluasi keadaan batang otak.
motorik dan sensorik. e. Gangguan motorik
dan sensorik dapat
terjadi akibat edema
otak.
f. Monitor tanda-tanda
f. Adanya perubahan
vital.
tanda vital seperti
respirasi
menunjukkan

kerusakan pada
batang otak.

g. Hitung irama denyut g. Bradikardi dapat


nadi, auskultasi diakibatkan adanya
adanya murmur. gangguan otak,
murmur dapat terjadi
pada gangguan
jantung.
h. Pertahankan klien
bedrest, batasi h. Istirahat yang

pengunjung , atur cukup dan

waktu istirahat dan lingkungan yang

aktivitas. tenang mencegah

i. Pertahankan kepala perdarahan kembali.

tempat tidur 30-40


derajat dengan posisi i. Memfasilitasi
leher tidak menekuk. drainasi vena dari
j. Anjurkan klien otak.
untuk tidak menekuk
lututnya / fleksi, j. Dapat
batuk, bersin, feses meningkatkan
tekanan intrakranial.

yang keras atau


mengedan.
k. Pertahankan suhu
k. Suhu tubuh yang
normal.
meningkat akan
meningkatkan aliran
darah ke otak
sehingga
meningkatkan TIK.
l. Kejang dapat
l. Monitor kejang dan
terjadi akibat iritasi
berikan obat anti
serebral dan keadaan
kejang.
kejang memerlukan
banyak oksigen.
m. Berikan oksigen
m. Menurukan
sesuai indikasi.
hipoksia yang dapat
menyebabkan
vasodilatasi serebral
dan tekanan
meningkat atau

terbentuknya edema.

n. Monitor n. Karbondiokasida
AGD, menimbulkan
vasodilatasi,
PaCO2 antara 35-45
adekuatnya
mmHg dan PaO2 >80
oksigenasi sangat
mmHg.
penting dalam
mempertahankan
metabolisme otak.
o. Meningkatkan atau
o. Berikan obat sesuai memperbaiki aliran
indikasi dan monitor darah dan mencegah
efek samping: pembekuan,
- Antikoagulan: mencegah lisis atau
heparin perdarahan,
menanggulangi
- Antifibrolitik:
hipertensi.
amicar
- Antihipertensi

- Steroid,
dexametason

- Fenitolin,
fenobarbital

- Pelunak feses

p. Pantau pemeriksaan p. Menetukan tindakan


laboratorium sesuai lebih lanjut, dengan
indikasi. mengetahui hasil
laboratorium.

2. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan a. Mengidentifikasi


fisik berhubungan keperawatan diharapkan klien dalam kekuatan otot,
dengan gangguan klien dapat: mobilisasi, kelemahan motorik.
neuromuskuler, a. Mempertahankan kemampuam motorik.
kelemahan, parestesia, keutuhan tubuh secara b. Kaji luasnya b. Mengetahui
paralisis di tandai optimal seperti tidak kerusakan secara
dengan klien adanya kontraktur, teratur. kerusakan yang

mengatakan tidak footdrop menghambat

mampu menggerakan b. Mempertahankan mobilisasi.


c. Ajarkan klien untuk
tangan dan kaki kekuatan/fungsi tubuh melakukan ROM c. Latihan ROM
sebelah, klien tidak secara optimal. minimal 4x perhari meningkatkan massa
mampu memenuhi c. Mendemontrasikan bila mungkin. otot, kekuatan otot,
kebutuhan ADL, teknik/perilaku perbaikan fungsi
adanya melakukan aktivitas. jantung dan
pernapasan.

hemiplegia/hemiparese, d. Mempertahakan d. Anjurkan pasien d. Mencegah


tonus otot kurang, integritas kulit. bagaimana kontraktur fleksi
kekuatan otot kurang, e. Kebutuhan ADL merubah posisi. bahu, edema, dan
atropi dan kontraktur. terpenuhi. Bila klien ditempat fleksi pada
tidur, lakukan pergelangan.
tindakan untuk
meluruskan postur
tubuh.
- Gunakan papan kaki.

- Ubah posisi sendi


bahu tiap 2-4 jam.
- Sanggah tangan dan
pergelangan pada
kelurusan alamiah.
e. Observasi daerah yang
tertekan, termasuk e. Daerah yang
warna, edema atau tertekan mudah
tanda lain gangguan sekali terjadi trauma.
sirkulasi.
f. Inspeksi kulit f. Membantu
terutama pada daerah mencegah kerusakan
terkenan, beri kulit.
bantalan lunak.
g. Lakukan massage
pada daerah tertekan.
g. Membantu
memperlancar
h. Anjurkan klien sirkulasi darah.
untuk membantu h. Membantu
pergerakan dan pergerakan pada
latihan dengan ektermitas yang
menggunakan lemah yang melatih.
ekstermitas yang tidak
sakit untuk
menyokong yang
lemah.
i. Kolaborasi:

Konsultasikan dengan i. Memenuhi


ahli fisioterapi kebutuhan mobilisasi,
Kolaborasi pemberian koordinasi dan
obat relaksasi otot, kekuatan ekstermitas
antipasmodik sesuai serrta menghilangkan
dengan indikasi. spatisitas ekstermitas
yang terganggu.
3. Gangguan komunikasi Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan a. Mengidentifikasi
verbal/ non verbal keperawatan diharapkan komunikasi adanya masalah komunikasi
berhubungan dengan klien dapat: gangguan bahasa dan karena gangguan
gangguan sirkulasi, a. Mampu bicara. bicara atau gangguan
gangguan menggunakan bahasa.
neuromuskuler, metode komunikasi b. Pertahankan kontak b. Klien dapat
kelemahan umum, yang efektif baik mata dengan klien memperhatikan
kerusakan pada area verbal maupun non saat berkomunikasi. ekspresi dan gerakan
wernick, kerusakan verbal. bibir lawan bicara
pada area broca b. Mampu sehingga dapat
ditandai dengan klien mengkomunikasikan mudah
tidak mampu kebutuhan dasar. menginterpretasi.
berkomunikasi, c. Mampu c. Ciptakan c. Mambantu
disartria, aphasia, lingkungan menciptakan
mengekspresikan diri
kelemahan otot wajah, penerimaan dan komunikasi yang
dan memahami orang
privasi:
kelemahan otot lidah, lain. Jangan terburu-buru. efektif.
hasil ct scan adanya Bicara dengan
infrak pada area bicara. perlahan dan intonasi
normal.
Kurangi bising
lingkungan.
Jangan paksa pasien
untuk berkomunikasi.
d. Gunakan kata-kata
sederhana secara
bertahap dan dengan d. Memudahkan
bahasa tubuh. penerimaan klien.
e. Ajarkan teknik
untuk memperbaiki
bicara: Instruksikan
e. Dengan
klien untuk bicara
membaiknya bicara,
lambat dan dalam
percaya diri akan
kalimat pendek.
meningkat dan
Pada awal pertanyaan
meningkatkan
motivasi untuk
memperbaiki bicara.

gunakan pertanyaan
dengan jawaban “ya”
atau “tidak”.
Dorong klien
terhadap perilaku non
verbal.

f. Berikan respon f. Menunjukkan adanya


terhadap non verbal. respond dan rasa
empati terhadap
gangguan bicara
klien.

g. g. Penanganan lebih
Konsul dengan terapis lanjut dengan teknik
wicara. khusus.

4. Gangguan persepsi Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan a. Mengantisipasi


berhubungan dengan keperawatan diharapkan persepsi klien dan defisit dan upaya
gangguan penerimaan klien dapat: penerimaan sensorik. perawatannya.
sensori, transmisi, Ciptakan lingkungan
integrasi, stress a. Mempertahankan tingkat b. yang sederhana dan b. Menurunkan resiko
kesadaran cidera.

psikologik ditandai dan fungsi persepsi. c. pindahkan alat-


dengan diplopia, b. Mendemonstrasikan alat yang berbahaya.
Menghindari
pandangan kabur, tingkah laku untuk d. Tempatkan barang
c. kebingungan.
aphasia sensorik, mengkompensasi pada tempat semula.
Menghindari
penurunan tingkat kekurangan. Orientasikan klien
kesalahan
kesadaran, disorientasi, pada lingkungan, staf d.
persepsi
perubahan pola dan prosedur
e. terhadap realitas.
komunikasi. tindakan.
Bantu klien dalam
aktivitas dan Memenuhi
e.
mobilisasi untuk kebutuhan sehari-hari
mencegah injuri. dan mencegah injuri.

5. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan a. Membantu


berhubungan dengan keperawatan diharapkan klien dalam merencanakan
berhubungan dengan klien dapat: melakukan ADL. intervensi.
defisit neuromuskuler, a. Mendemontrasikan b. Anjurkan klien untuk b. Menumbuhkan
menurunnya kekuatan perubahan dalam melakukan sendiri kemandirian dalam
otot dan daya tahan, merawat diri: mandi, perawatan dirinya perawatan.
kehilangan kontrol otot, bab, bak, bepakaian, jika mampu.

gangguan kognitif makan. c. Berikan umpan balik c. Meningkatkan harga


ditandai dengan adanya b. Menampilkan positif atas usaha diri klien.
penurunan kelemahan
kesadaran, aktivitas perawatan klien.
(hemiparese), otot, fisik secara mandiri. d. Pertahankan d. Perawat
kontraktur otot, atropi dukungan, sikap konsisten
ketidakmampuan tegas, beri cukup dalam memberi
melakukan sendiri. waktu untuk asuhan keperawatan.
ADL menyelesaikan tugas
pada klien.

Bantu klien dalam


e.
pemenuhan e.
kebutuhan ADL klien Memenuhi
jika klien tidak kebutuhan ADL dan
mampu. melatih kemandirian.
Kolaborasi ahli
f.
f. fisioterapi.
Mengembangkan
rencana terapi.
6. Gangguan eliminasi Setelah dilakukan tindakan a. Kaji pola buang air a. Menentukan
bowel: konstipasi, keperawatan diharapkan besar pada klien. perubahan pola

diare, sehubungan klien dapat: b. b. elimiasi bowel.


dengan menurunnya a. Klien menyatakan Kaji status nutrisi dan Diet tinggi serat
kontrol volunter, secara verbal berikan diet tinggi meningkatkan residu
kerusakan komunikasi, kebutuhan-kebutuhan serat. dan merangsang
perubahan peristaltik, defekasi. c. buang air besar.
c.
immobilisasi ditandai b. Pola buang air besar Berikan minum Membantu
dengan klien normal, feses lunak. ekstra. melunakkan feses.
d. d.
mengatakan tidak bisa Lakukan pemeriksaan Peristaltik yang
bab atau lebih dari 3 peristaltik usus. lambat menimbulkan
kali sehari, feses konstipasi.
keras/encer, intake e. e.
Lakukan Merangsang
makanan normal, peristaltik usus.
mobilisasi dan
bising usus lambat atau
aktivitas sesuai
cepat, keadaan
kemampuan klien.
immobilisasi,
penurunan kesadaran.
7. Gangguan eliminasi Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kembali tipe a. Menentukan rencana
urine: inkontinensia keperawatan diharapkan inkontinensia dan lebih lanjut.
fungsional sehubungan klien dapat: polanya.

dengan menurunnya a. Berkomunikasi b. Buat jadwal untuk b. Melatih buang


sensasi, disfungsi sebelum buang air buang air kecil. air kecil secara
kognitif, kerusakan kecil. c. Palpasi bladder c. teratur.
komunikasi ditandai b. Pola buang air kecil terhadap adanya Obstruksi saluran
dengan klien normal. distensi. kemih kemungkinan
mengatakan tidak c. Kulit bersih dan Berikan minum yang dapat terjadi.
d. d.
mampu mengontrol kering. cukup 1500-2000 ml Mencegah batu
bak, inkontinensia, d. Terhindar dari infeksi jika tidak ada kontra saluran kemih.
bladder penuh, distensi saluran kemih. indikasi.
bladder. Monitor hasil
e. urinalisa dan e.
Mengetahui secara
karakteristik urine.
dini infeksi saluran
Jaga privasi klien saat
kemih.
f. buang air kecil. f.
Memberikan rasa
Hindari klien minum
nyaman.
sebelum tidur.
g. g. Menghindari buang
air kecil saat tidur.
8. Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan a. Mengetahui sejauh
berhubungan dengan keperawatan diharapkan klien dalam berdiri mana kemampuan
penurunan kekuatan klien dapat: dan berjalan. klien dalam berjalan

otot, penurunan a. Tidak ada kejadian dan berdiri.


ketajaman penglihatan jatuh b. Berikan b. Pemcahayaan yang
ditandai dengan klien pencahayaan yang cukup membuat saat
b. Klien menunjukkan
mengatakan bagian cukup. mobilisasi lebih aman.
tingkat keamanan
ektermitas lemah,
c. Gerakan
kekakuan sendi,
terkoordinasi: c. Menghindari jatuh
penglihatan buram dan
kemampuan otot karna lantai licin.
tidak jelas, ruangan c. Anjurkan klien
untuk bekerja secara
tidak cukup untuk menggunakan
volunteer untuk
pencahayaan. alat bantu saat
melakukan gerakan
mobilisasi (saat d. Mengajarkan
yang bertujuan
berjalan). rentang gerak sendi
d. Pengendalian resiko:
d. Lakukan program untuk menghindari.
pencahayaan yang latihan fisik ROM. Kekakuaan saat
memadai berjalan dan berdiri.
e. Lingkungan sekitar e. Mengindari
yang aman resiko cidera lebih
lanjut.
e. Bantu klien dalam
pergerakan sendi,
batasan-batasan sendi.

f. Lakukan modifikasi f. Mengurangi resiko


lingkungan agar lebih klien jatuh.
aman (memasang
penghalang tempat
tidur, hindari barang
yang berbahaya).
g. Anjurkan klien
untuk skala memakai g. Membuat klien
alas kaki ketika tetap dalam keadaan
berjalan. aman saat berjalan.
4. Pelaksanaan Keperawatan

Tahap pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan


dengan melaksanakan berbagai tindakan keperawatan yang telah direncanakan dalam rencana
tindakan. Pelaksanaan keperawatan pada stroke, meliputi:

1) Meningkatkan mobilitas dan mencegah deformitas.

2) Menetapkan program olahraga.

3) Mempersiapkan untuk ambulasi.

4) Meningkatkan perawatan diri.

5) Menangani kesulitan persepsi sensori.

6) Membantu pemberian nutrisi.

7) Mendapatkan kontrol defekasi dan berkemih.

8) Meningkatkan proses pikir. 9) Meningkatkan komunikasi.


10) Menghindari cidera dan fraktur.

(Tarwoto, 2007).

4. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dan rencana keperawatan tercapai atau tidak. Hasil yang
diharapkan untuk pasien stroke menurut Tarwoto, 2007 meliputi:

1) Mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi persepsi, fungsi kognitif,


sensorik dan motorik.
2) Mempertahankan keutuhan dan kekuatan/fungsi tubuh secara optimal.
3) Mendemontrasikan teknik/perilaku melakukan aktivitas.

4) Mencapai mobilitas yang lebih baik.

5) Mencapai perawatan diri, melakukan perawatan hygiene,


menggunakan perlengkapan adaptif.
6) Mendemonstrasikan teknik untuk mengompensasi perubahan resepsi
sensori, seperti menolehkan kepala untuk melihat orang atau benda.
7) Mencapai eliminasi usus (defekasi) dan eliminasi urine (berkemih) yang
normal.
8) Berpartisipasi dalam program peningkatan kognitif.

9) Anggota keluarga mendemonstrasikan sikap positif dan mekanisme


koping.
10) Mengembangkan pendekatan alternative terhadap ekspresi seksual.
BAB III
Asuhan Keperawatan Kasus

3.1 Skenario Kasus


Seorang Perempuan berusia 72 tahun dibawa keluarga di IGD Puskesmas Karya
Husada. Klien dalam keadaan tidak sadar sejak ± 4 jam sebelum dibawa ke IGD
Puskesmas. Keluarga mengatakan pasien baru ditemukan tidak sadar tadi pagi di kamar
karena dikira tidur, dikatakan tidak ditemukan muntah dan sakit kepala sejak kemarin.
Keluarga mengatakan kemarin malam Ny.M tidak tidur dan banyak minum karena pesta
pernikahan temannya. Menurut keluarga sebelum mengalami penurunan kesadaran
pasien sempat mengalami kelemahan pada sebagian tubuh kiri yang terlihat kurang aktif
dibandingkan tanagn kanan, dan bibir mencong disangkal. Keluarga mengatakan Klien
sebelumnya tidak ada mengalami: Demam, batuk, sesak napas disangkal. Muntah,
kejang, keluhan nyeri kepala.

3.2 Pengkajian Keperawatan


A. Identitas Klien
Nama : Ny. M
Umur : 72 tahun
Tempat/tanggal lahir : Padang, 20 Januari 1952
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Moh. Hatta
Suku/Agama : Islam
Status Perkawinan : Cerai Mati
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : SMA
Tanggal Masuk : 1 Maret 2024
Tanggal Pengkajian : 1 Maret 2024
Diagnosa Medis : Stroke Iskemik
B. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. A
Usia : 30 tahun
Alamat : Jalan Moh. Hatta
Hubungan : Anak
C. Pengkajian Primer
1. Airway :-
2. Breating :-
3. Circulation :-
4. Disability : Pasien tidak sadarkan diri sejak ± 4 jam sebelum dibawa ke
IGD Puskesmas
5. Exposure :-
D. Status Kesehatan
1. Keluhan Utama
Pasien tidak sadarkan diri sejak ± 4 jam sebelum masuk IGD Puskesmas
2. Alasan Masuk :
Pasien datang ke Puskesmas pada tanggal 1 Maret 2024 dalam keadaan tidak
sadarkan diri dan mengalami kelemahan pada sebagian tubuh kiri yang terlihat
kurang aktif dibandingkan tangan kanan, dan bibir mencong disangkal.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien tidak sadarkan diri.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat demam, batuk, sesak napas disangkal, Muntah,
kejang, dan keluhan nyeri kepala. Pasien mengalami kelemahan pada bagian
tubuh sebelah kiri dibandingkan bagian kanan. Pasien belum pernah dirawat di
IGD sebelumnya.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien tidak ada memiliki riwayat penyakit stroke atau hipertensi
sebelumnya.
E. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umu : Pasien Koma
2. GCS : 5
3. Kondisi secara : Sedang
4. Tanda-tanda Vital
TD : 160/90 mmHg
Nadi : 100x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 37 ºC
SpO2 : 98 %
5. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
a. Kepala
 Rambut : Bersih, pendek, tidak kusut, tidak berminyak, tidak ada massa,
sedikit beruban.
 Mata : Simetris, konjungtiva an anemis, sklera an ikterik, reflek cahaya
(=), pupil isokor, lensa mata tampak sedikit keruh.
 Hidung : Bersih, tidak ada polip, tidak ada cairan dari hidung, tidak ada
pernafasan cuping hidung.
 Telinga : Bersih, serumen tidak ada, pendengaran baik dan cairan telinga
tidak ada.
b. Mulut : Pasien tidak mampu bebricara dengan jelas, distarsia (+)
c. Leher : Nadi karotis teraba kuat, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak
ada pembesaran kelenjar getah bening, dan tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid.
d. Dada/ Thorax
 Dada : Bentuk dada simetris
 Paru-paru : Suara nafas vasikuler, irama regular, tidak ada penggunaan
otot bantu pernafasan, terdapat ronki basah pada kedua paru.
e. Jantung : Pulsasi jantung teraba kuat, bunyi jantung normal Bj1 : lub Bj2 :
dup, tidak ada bunyi jantung tambahan (gallop, murmur), batas-batas jantung
dalam batas normal.
f. Abdomen : Tidak ada distensi abdomen, bising usus 10x/ menit, diperkusi
terdengar bunyi timpani
g. Ekstremitas :
 Atas kanan : Normal bisa digerakkan, terpadang ivfd Nacl (5)
 Atas kiri : Tidak bisa digerakkan (1)
 Bawah Kanan : Normal (5)
 Bawah Kiri : Tidak bisa digerakkan (1)

F. Informasi Penunjang
1) Diagnosa Medis : Stroke Iskemik
2) Laboratorium : Ureum 30 mg/dl, creatinin 4,1 mg/dl. Pasien mengatakan tidak
dilakukan pemeriksaan CT scan pada saat dirawat.
3) Terapi Medis : Pasien menrima terapi Irbesartan 300mg per oral. Amlodipine
bersilate 10 mg per oral, farsix 40 mg/oral, Clonidine 0,15 mg per oral.
G. Pengkajian Psikososial dan Spiritual

1. Psikososial :

Pasien memiliki kemampuan interaksi sosial yang baik, tidak mengalami gangguan
memori dan masih bisa melakukan kegiatan sehari-harinya bersama keluarga dan
masyarakat sekitar. pasien juga merasa puas dengan kehidupan sosialnya baik di
keluarga ataupun di masyarakat, saat ini klien tinggal di rumahnya ditemani oleh
anaknya. Pasien berharap anak-anaknya bisa lebih baik dan bisa terus
meningkatkan kesehatannya.
2. Spiritual

Keluarga pasien mengatakan dulu pasien sering mengikuti kegiatan pengajian di


masyarakat, namun belakangan ini pasien jarang ikut pengajian. Keluarga pasien juga
mengatakan bahwa pasien pernah bilang hidup di masa tua tinggal menunggu waktu
menuju kematian karena setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati, walaupun
kematian datang tidak mengenal batas waktu dan usia, tua dan muda bisa saja
mengalami kematian.
H. Pengkajian Fungsional Klien

1. Indeks Katz :

Termasuk/Kategori yang manakah klien ?

1) Mandiri dalam makan, kontinensia (BAK, BAB), menggunakan pakaian,


pergi ke toilet, berpindah, dan mandi.
2) Mandiri semuanya kecuali salah satu saja dari fungsi di atas

3) Mandiri, kecuali mandi dan satu lagi fungsi yang lain.

4) Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, dan satu fungsi yang lain.

5) Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu fungsi yang lain

6) Mandiri, kecuali mandiri berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi


yang lain.

7) Ketergantungan untuk semua fungsi di atas.

8) Lain-lain
Kesimpulan : Pasien termasuk dalam golongan 1 yang melakukan aktivitas
kegiatan sehari-harinya secara mandiri termasuk dalam makan, kontinensia (BAK, BAB),
menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah, dan mandi.

2. Modifikasi dari Barthel Indeks

DENGAN
NO KRITERIA MANDIRI KETERANGAN
BANTUAN
1 Makan 5 10 (√) Frekuensi : 2x/hari
Jumlah : ½ porsi
Jenis : Sayur, Tahu,
Tempe
2 Minum 5 10 (√) Frekuensi : 8 gelas/hari
Jumlah : -
Jenis : Air putih
3 Berpindah dari kursi roda 5 – 10 15 Pasien tidak
ke tempat tidur, sebaliknya menggunakan alat

bantu kursi roda


4 Personal toilet (cuci muka, 0 5 (√) Frekuensi : 3-6 x/hari
menyisir rambut, gosok
gigi)
5 Keluar masuk toilet 5 10 (√) Dilakukan secara
(mencuci pakaian, mandiri tanpa bantuan
menyeka tubuh, dari orang lain
menyiram)
6 Mandi 5 15 (√) Dilakukan secara
mandiri tanpa bantuan
dari orang lain
7 Jalan di permukaan datar 0 (√) 5 Sudah tidak mampu,

harus dengan bantuan


8 Naik turun tangga 5 (√) 10 Sudah tidak mampu,

harus dengan bantuan


9 Mengenakan pakaian 5 10 (√) Dilakukan secara
mandiri tanpa bantuan
orang lain
10 Kontrol bowel (BAB) 5 10 (√) Frekuensi : 1x/hari
Konsistensi : normal,
padat, kadang keras
11 Kontrol bladder (BAK) 5 10 (√) Frekuensi : 2-3x/jam
(kalau klien sedang
minum obat)
3-5x/hari (kalau klien
sedang tidak minum
obat)
Warna : Putih bening
12 Olah raga/latihan 5 10 (√) Frekuensi : 1-3 x/hari

Jenis : Jalan kaki


13 Rekreasi/pemanfaatan 5 10 (√) Jenis : Mengerjakan
waktu luang pekerjaan rumah dan
berkumpul dengan
keluarga (anak dan
cucunya), berjalan hanya
sekedar ke warung
Frekuensi : Pagi dan
Sore (1-2x)
Keterangan :

a. 130 : Mandiri

b. 65 – 125 : Ketergantungan sebagian

c. 60 : Ketergantungan total

Kesimpulan : Jumlahnya adalah 105, Berdasarkan jumlah tersebut dapat


disimpulkan pasien mengalami ketergantungan sebagian
I. Pengkajian Status Mental Gerontik

1. Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan Short


Portable nMental Status Questioner (SPSMQ)
Instruksi : Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini dan catat semua jawaban. Catat
jumlah kesalahan total berdasarkan 10 pertanyaan
BENAR SALAH NO PERTANYAAN
√ 01 Tanggal berapa hari ini ?
√ 02 Hari apa sekarang ini ?
√ 03 Apa nama tempat ini ?
√ 04 Dimana alamat Anda?
√ 05 Berapa umur Anda
√ 06 Kapan Anda lahir ? (minimal tahun lahir)
√ 07 Siapa Presiden Indonesia sekarang ?
√ 08 Siapa Presiden Indonesia sebelumnya ?
√ 09 Siapa nama ibu Anda
√ 10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan
3 dari

setiap angka baru, semua secara menurun


Score total = 2
Interpretasi hasil :
a. Salah 0 – 3 : Fungsi intelektual utuh

b. Salah 4 – 5 : Kerusakan intelektual ringan

c. Salah 6 – 8 : Kerusakan intelektual sedang

d. Salah 9 – 10 : Kerusakan intelektual berat

Kesimpulan : Pasien masih memiliki fungsi intelektual yang utuh

2. Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan MMSE


(Mini Mental Status Exam):
 Orientasi Kalkulasi

 Registrasi Mengingat kembali


 Perhatian Bahasa

NO ASPEK NILAI NILAI KRITERIA

KOGNITIF MAKS KLIEN


1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar :

o Tahun

o Tanggal

o Hari

o Bulan

o Musim
Orientasi 5 3 Dimana kita sekarang berada ?

o Negara Indonesia

o Provinsi Sumatera Barat

o Kota Padang

o Kec.......…

o Kelurahan...........
2 Registrasi 3 3 Sebutkan nama 3 obyek (oleh pemeriksa) 1
detik untuk mengatakan masing-masing
obyek. Kemudian tanyakan kepada klien
ketiga obyek tadi. (Untuk disebutkan)
o Obyek..........

o Obyek..........

o Obyek..........
3 Perhatian dan 5 4 Minta klien untuk memulai dari angka 100
kalkulasi kemudian dikurangi 7 sampai 5 kali/tingkat.
o 93

o 86

o 79
o 72

o 65
4 Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi ketiga obyek
pada No.2 (registrasi) tadi. Bila benar, 1
point untuk masing-masing obyek.
5 Bahasa 9 8 Tunjukkan pada klien suatu benda dan
tanyakan namanya pada klien.
o (misal jam tangan)

o (misal pensil)

Minta klien untuk mengulang kata berikut :


”tak ada jika, dan, atau, tetapi:. Bila benar,
nilai satu point.
o Pernyataan benar 2 buah: tak ada,
tetapi.
Minta klien untuk mengikuti perintah
berikut yang terdiri dari 3 langkah :
”Ambil kertas di tangan Anda, lipat dua dan
taruh di lantai”.
o Ambil kertas di tangan Anda

o Lipat dua
o Taruh di lantai

Perintahkan pada klien untuk hal berikut


(bila aktivitas sesuai perintah nilai 1 point)
o ”Tutup mata Anda”

Perintahkan pada klien untuk menulis satu


kalimat dan menyalin gambar.
o Tulis satu kalimat

o Menyalin gambar
TOTAL 26
NILAI
Interpretasi hasil :

>23 : Aspek kognitif dari fungsi mental baik

18 - 22 : Kerusakan aspek fungsi mental ringan


≤ 17 : Terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat.

Kesimpulan : Total nilai MMSE klien adalah 26, maka klien memiliki aspek kognitif
dari fungsi mental yang baik.

Test Keseimbangan (Skala Jatuh Morse Fall Scale)

No Pengkajian Skala Nilai Ket


1 Riwayat jatuh : apakah lansia pernah jatuh dalam 3
Tidak 0
bulan terakhir?
Ya 25 25
2 Diagnosa sekunder : apakah lansia memiliki lebih
Tidak 0
dari satu penyakit?
Ya 15 15
3 Alat bantu jalan :
0
Bed rest/dibantu perawat
Kruk/tongkat/walker 15
Berpegangan pada benda-benda disekitar (kursi, 30 30
lemari, meja)
4 Terapi Intravena : apakah saat ini lansia terpasang Tidak 0 0
infus?
Ya 20
5 Gaya berjalan/cara berpindah : 0

Normal/bedrest/immobile (tdk dpt bergerak sendiri)


Lemah (tidak bertenaga) 10 10
Gangguan/tdk normal (pincang/diseret) 20
6 Status mental 0 0

Lansia menyadari kondisi dirinya


Lansia mengalami keterbatasan daya ingat 15
Total Nilai 80

Interpretasi

• Nilai 0 – 24 = tidak berisiko jatuh

• Nilai 25 – 50 = risiko rendah

• Nilai ≥ 51 = risiko tinggi untuk jatuh

Kesimpulan: Pasien memiliki risiko tinggi untuk jatuh


J. Pengkajian Kondisi Depresi

GERIATRIC DEPRESSION SCALE

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah anda puas dengan kehidupan anda ? 1
2 Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan ? 1
3 Apakah anda merasa kehidupan anda kosong ? 0
4 Apakah anda sering merasa bosan ? 1
5 Apakah anda punya semangat yang baik setiap saat ? 1
6 Apakah anda takut bahwa suatu yang buruk akan menimpa anda? 0
7 Apakah anda merasa tidak bahagia ? 0
8 Apakah anda sering merasa tidak berdaya ? 1
9 Apakah anda lebih senang di rumah daripada pergi keluar ? 1
10 Apakah anda banyak masalah dibanding kebanyakan orang ? 0
11 Apakah anda pikir hidup anda sekarang menyenangkan ? 0
12 Apakah anda merasa tidak berharga saat ini ? 0
13 Apakah anda merasa penuh semangat ? 1
14 Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tak ada harapan ? 0
15 Apakah anda pikir bahwa 3 orang lain lebih baik dari anda ? 0
YA = 1, TIDAK = 0
KESIMPULAN
5 – 9 = Suspek Depresi
>10 = Depresi
Kesimpulan : Total score 7, Pasien mengalami suspek depresi

K. Pengkajian Keamanan Rumah

No Situasi dan Kondisi Rumah Ya Tidak Ket

(1) (0)
1 Apakah penerangan rumah cukup (tidak gelap) ? 1

2 Apakah sinar matahari masuk ke dalam rumah ? 1

3 Apakah lantai rumah licin ? 0

4 Apakah penataan barang-barang didalam rumah rapi 1

(tidak berantakan) ?
5 Apakah di dalam rumah ada tangga atau lantai yang 0

tidak rata ?
6 Apakah lantai kamar mandi licin ? 0

7 Apakah tempat buang air besar memakai kloset 0

duduk?
8 Apakah tempat tidur lansia terlalu tinggi ? 1

9 Apakah WC dekat dengan kamar tidur lansia ? 1

10 Apakah tempat duduk terlalu tinggi bagi lansia ? 0

Kesimpulan: Keadaan dan situasi rumah aman dengan pencahayaan yang cukup,
bersih, dan tidak berantakan.
L. Pengkajian Sosial Apgar Keluarga
Komponen Skor Skor
A Adaptation (adaptasi) 2 : Selalu

Saya puas bahwa saya dapat kembali pada 1 : Kadang-kadang


2
keluarga
0 : Tidak pernah
(teman-teman) saya untuk membantu pada waktu
sesuatu menyusahkan saya
P Partnership (hubungan) 2 : Selalu 2
Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) 1 : Kadang-kadang
saya membicarakan sesuatu dengan saya dan 0 : Tidak pernah
mengungkapkan masalah dengan saya
G Growth (pertumbuhan) 2 : Selalu

Saya puas bahwa keluarga (teman-teman) saya 1 : Kadang-kadang


1
menerima dan mendukung keinginan saya untuk 0 : Tidak pernah
melakukan aktivitas atau arah baru
A Affectiion (afeksi) 2 : Selalu

Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) 1 : Kadang-kadang


1
saya mengekspresikan afek dan berespons
0 : Tidak pernah
terhadap emosi saya seperti marah, sedih atau
mencintai
B Resolve (pemecahan) 2 : Selalu
Saya puas dengan keluarga (teman-teman) saya 1 : Kadang-kadang 2
menyediakan waktu bersama-sama. 0 : Tidak pernah
Penilaian :

< 3 : disfungsi keluarga sangat tinggi

4– 6 : disfungsi keluarga sedang

7– 10 : disfungsi keluarga ringan atau tidak disfungsi keluarga

Kesimpulan : Jumlah skor 8, Pasien mengalami disfungsi keluarga yang ringan


M. Pengenalan Risiko Osteoporosis

Untuk mengetahui apakah seseorang memiliki risiko terkena osteoporosis,


maka dapat dilihat dari pertanyaan 1 -12. Jika jawaban “ya” lebih dari 4,, berarti
orang tersebut termasuk orang yang berisiko untuk osteoporosis.
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah Anda seorang wanita ? √
2 Apakah di keluarga ada yang menderita osteoporosis ? √
3 Apakah Anda berusia >75 tahun ? √
4 Apakah Anda sudah menopause ? √
5 Apakah Anda tidak suka susu/ produk susu di masa kanak-kanak √
6 Apakah Anda memiliki bentuk tubuh kecil ? √
7 Apakah Anda merokok ? √
8 Apakah Anda meminum minuman beralkohol 4 gelas atau lebih setiap √
hari ?
9 Apakah produk olahan susu tidak termasuk dalam daftar makanan harian √

Anda ?
10 Apakah Anda mengonsumsi lebih dari 6 cangkir kola, kopi, atau teh ? √
11 Apakah Anda melakukan olahraga secara teratur ? √
12 Apakah Anda banyak mengonsumsi makanan yang mengandung garam √

(telur asin, ikan asin) ?


PENILAIAN :

Nilai 0 – 6 : Orang tersebut tidak memiliki risiko untuk mendapatkan osteoporosis.


Tidak perlu melakukan perubahan pola makan, atau pola hidup.
Nilai 7 – 11 : Orang tersebut memiliki sedikit risiko untuk mendapatkan osteoporosis.
Perlu dilihat kembali, nilai mana yang paling tinggi diperoleh dan dari
nilai tersebut perlu diambil langkah-langkah untuk mengurangi risiko.
Nilai 12 – 16 : Orang tersebut memiliki risiko tinggi untuk terkena osteoporosis.
Perhatikan nilai mana dari pertanyaan tersebut yang memiliki nilai
risiko tinggi. Cobalah mengurangi risiko faktor tersebut dan bila perlu
minta nasihat dokter.
Nilai 17 – 25 : Orang tersebut jelas sekali memiliki risiko untuk terkena osteoporosis
dan perlu segera diambil tindakan yang pasti.
Nilai > 25 : Orang tersebut jelas sekali terancam terkena osteoporosis. Harus segera
dilakukan pengobatan/pencegahan. Jangan menunda- nunda untuk
berkonsultasi ke dokter.
Kesimpulan: Total score 8, artinya klien tersebut tidak memiliki risiko untuk
mendapatkan osteoporosis, sehingga tidak perlu melakukan perubahan pola makan,
atau pola hidup.
N. Tes ROMBERG (Tes Keseimbangan Tubuh)

1. Klien berdiri tegak, mata tebuka dan tangan disamping

2. Kaki menempel satu sama lain atau dapat dilakukan variasi dengan
meletakkan satu kaki di depan dan membentuk garis lurus
3. Lakukan kembali gerakan no 1 tetapi klien menutup mata (10 detik)
• Interpretasi

Test ROMBERG + bila klien jatuh ketika matanya tertutup kondisi saraf yang
normal dapat mempertahankan posisi ini baik dengan mata terbuka atau
tertutup

Kesimpulan: Klien mampu melakukan tes keseimbangan tubuh dengan baik


dan mampu mempertahankan posisi ini baik dengan mata terbuka ataupun
tertutup.

3.3 Analisa Data


MASALAH
DATA FOKUS ETIOLOGI
KEPERAWATAN
DS : Iskemia Gangguan
- Keluarga pasien ↓ Mobilitas Fisik
mengatakan bahwa Menyumbat arteri otak
sebelum pasien ↓
mengalami Sel otak kekurangan oksigen dan
penurunan nutrisi
kesadaran, pasien ↓
sempat mengalami Iskemik
kelemahan tubuh ↓
pada bagian kiri Infark serebral
DO : ↓
- Gerakan tubuh Defisit neurologis
pasien bagian kiri ↓
terbatas Penurunan Kontro volunter
- Kekuatan otot pasien ↓
mengalami Hemiplagia
penurunan ↓
- Rengtang gerak Kelemahan fisik
ROM menurun ↓
2222 5555 Kekuatan otot menurun
2222 5555 ↓
Gangguan mobilitas fisik
DS : Iskemia Gangguan
- Keluarga pasien ↓ Komunikasi verbal
mengatakan bahwa Menyumbat arteri otak
pasien tidak dapat ↓
berkomunikasi Sel otak kekurangan oksigen dan
dengan baik nutrisi
dikarenakan ↓
kondinya Iskemik
DO : ↓
- Pasien tidak mampu Infark serebral
berbicara secara ↓
jelas Defisit neurologis
- Pasien tidak ↓
menunjukkan Kemampuan komunikasi menurun
ekspresi ↓
- Hasil pemeriksaan Disfungsi bahasa dan komunikasi
fisik mulut terdapat ↓
distarsia Gangguan komunikasi verbal
- Saat berbicara pasien
tidak ada kontak
mata
DS : - Faktor pencetus stroke Resiko Perfusi
DO : Penimbunan lemak atau kolesterol Serebral Tidak
- Pasien tampak lemah meningkat dalam darah Efektif
dan tidak sadarkan ↓
diri Lemak yang sudah nekrotik dan
- S : 37ºC bergenerasi
- TD : 160/90 ↓
- N : 100x/menit Infiltrasi limfosit (trombus)
- SpO2 : 98% ↓
Pembuluh darah menjadi kaku

Pembuluh darah menjadi pecah

Kompresi jaringan otak

Resiko Perfusi serebral tidak
efektif

3.4 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan Mobilitas Fisik b.d gangguan neuromuskular d.d kekuatan otot pasien
menurun dan pasien tidak sadarkan diri.
2. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan neuromuskular d.d kelemahan tubuh
pasien bagian kiri dan distarsia.
3. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif b.d pasien tampak lemah dan tubuh bagian kiri
tidak aktif digerakkan.
3.5 Luaran dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan

Gangguan Mobilitas Mobilitas Fisik Dukungan Mobilisasi


Fisik
Tujuan : Setelah dilakukan Observasi :
tindakan keperawatan 3x24
1) Identifikasi adanya nyeri
jam diharapkan mobilitas
atau keluhan fisik lainnya
fisik meningkat.
2) Identifikasi toleransi fisik
Kriteria Hasil : melakukan pergerakan
3) Monitor frekuensi jantung
1) Pergerakan ekstremitas
dan tekanan darah
meningkat dari 2 ke 4
sebelum memulai
2) Kekuatan otot
mobilisasi
meningkat dari 2 ke 4
4) Monitor keadaan umum
3) Nyeri menurun dari 3 ke
selama melaksanakan
4
mobilisasi
4) Kaku sendi menurun
Terapeutik :
dari 2 ke 4
5) Gerakan terbatas 1) Fasilitasi aktivitas
menurun dari 2 ke 4 mobilisasi dengan alat
6) Kelemahan fisik bantu
menurun dari 3 ke 4 2) Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
3) Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi :

1) Jelaskan tujuan dan


prosedur mobilisasi
2) Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3) Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan
Gangguan Komunikasi Verbal Promosi Komunikasi :
Komunikasi Verbal Defisit Bicara
Tujuan : Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1x8 Observasi :
jam diharapkan kemampuan
1) Monitor proses kognitif,
komunikasi verbal
anatomis, dan fisiologis
meningkat.
yang berkaitan dengan
Kriteria Hasil : bicara
Terapeutik :
1) Afasia menurun dari 2
ke 4 1) Gunakan metode
2) Disfasia menurun dari 2 komunikasi alternatif
ke 4 2) Modifikasi lingkungan
3) Apraksia menurun dari 3 untuk meminimalkan
ke 4 bantuan
4) Pelo menurun dari 2 ke 3) Ulangi apa yang
4 disampaikan pasien
4) Gunakan juru bicara, jika
perlu
Edukasi :

1) Anjurkan bicara perlahan


Kolaborasi :

1) Rujuk ke ahli patologi


atau terapis
Risiko Perfusi Perfusi Serebral Manajemen Peningkatan
Serebral Tidak Efektif TIK
Tujuan : Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1x8 Observasi :
jam diharapkan tidak terjadi
1) Identifikasi penyebab
risiko perfusi serebral tidak
peningkatan TIK
efektif.
2) Monitor tanda atau gejala
Kriteria Hasil : peningkata TIK
3) Monitor MAP
1) Tekanan intrakranial
Terapeutik :
menurun dari 2 ke 4
2) Sakit kepala menurun 1) Berikan posisi semi
dari 2 ke 4 fowler
3) Gelisah menurun dari 2 2) Hindari pemberian cairan
ke 4 IV hipotonik
4) Kecemasan menurun 3) Cegah terjadinya kejang
dari 3 ke 4 Kolaborasi :
5) Agitasi menurun dari 2
1) Kolaborasi dalam
ke 4
pemberian sedasi dan anti
konvulsan, jika perlu
2) Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis, jika
perlu
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Stroke terjadinya gangguan peredaran darah pada otak yang disebabkan hemoragi
saraf otak. Gangguan saraf dapat menimbulkan gejala seperti : mati rasa pada wajah,
lengan dan kaki, bicara tidak lancar, gangguan penglihatan, dan lain-lain. Stroke dapat
terjadi secara mendadak dan menimbulkan tanda pada daerah otak yang terganggu.
Penyakit stroke dapat di temukan pada seseorang yang telah lanjut usia (lansia), namun
jika sesesorang yang mudah terserang penyakit sroke tidak dapat menerapkan pola hidup
yang tidak sehat seperti : kurang beraktivitas, tidak memakan yang bergizi, obesitas dan
merokok. Peningkatan terjadinya masalah kesehatan dengan besar pada populasi menua.
Penyakit stroke dapat di sebabkan oleh darah tinggi yang sering di derita pada lansia dan
dampak faktornya penyakit stroke.
Stroke pada lansia menjadi masalah yang semakin meningkat, karena semakin
banyaknya populasi lansia di seluruh dunia. Menurut dari World Health Organization,
kasus stroke sekitar 75% terjadi pada orang yang berusia di atas 65 tahun. Selain itu, lansia
juga cenderung memiliki faktor risiko yang kemungkinan terjadinya stroke, seperti tekanan
darah tinggi, diabetes, dan penyakit jantung.

4.2 Saran
Dengan disusunnya makalah ini penulis berharap kepada semua pembaca agar dapat
menelaah dan memahami apa yang telah tertulis dalam makalah ini sehingga sedikit
banyak bisa menambah pengetahuan pembaca dan referensi, terutama berhubungan dengan
“Asuhan Keperawatan Lansia dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler : Penyakit
Stroke”. Di samping itu, kami juga mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sehingga
kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ghofir, A. (2021). Tatalaksana Stroke dan Penyakit Vaskuler Lainnya. UGM PRESS.

Irianto K. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular. Bandung : Alfabeta
Kemenkes RI.

Kaur, M., Sakhare, S. R., Wanjale, K., & Akter, F. (2022). Research Article Early Stroke
Prediction Methods for Prevention of Strokes.

Mufattichah, F. U. (2012). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien Ny. G Dengan
Stroke Hemoragik Di Instalasi Gawat Darurat RSUD Sragen (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Pudjonarko, D., Sawitri, D. R., & Handayani, F. (2018). Modul “Paket Bahagia” Bagi Pasien
(Stroke Iskemik) Dan Keluarga.
Redaksi Vital Health. (2013). Stroke. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Nadhifah, T. A., & Sjarqiah, U. (2022). Gambaran Pasien Stroke Pada Lansia di Rumah
Sakit Islam Jakarta Sukapura Tahun 2019. Muhammadiyah Journal of Geriatric,
3(1), 23. https://doi.org/10.24853/mujg.3.1.23-30

Anda mungkin juga menyukai